BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Dalam
menjalankan
usahanya,
setiap
perusahaan
pasti
akan
membutuhkan dana. Dana yang diperoleh dari perusahaan digunakan untuk membeli aktiva tetap, untuk mengadakan persediaan, untuk kepentingan transaksi, maupun untuk menjaga tingkat likuiditas perusahaan. Perusahaan yang tidak mampu membayar seluruh atau sebagian utang perusahaan dengan para kreditor, dalam jangka panjang akan berdampak pula kepada pelanggan. Sehingga pada akhirnya perusahaan akan memperoleh krisis kepercayaan dari berbagai pihak terhadap perusahaan yang merupakan modal utama perusahaan dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajiban terutama utang jangka pendek disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor ketidakmampuan perusahaan bisa dikarenakan perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali atau perusahaan belum memiliki dana yang cukup secara tunai sehingga harus menunggu waktu tertentu untuk membayarnya. Penyebab utama kejadian kekurangan dan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya tersebut merupakan masalah manajemen perusahaan dalam menjalankan usahanya. Para manajer merasa perlu untuk melakukan analisis keuangan yang
1
berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar utang atau kewajibannya (rasio likuiditas). Rasio likuiditas ( liquidity ratio ) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo ( Kasmir, SE.,MM, 2011, 129). Terdapat dua kondisi terhadap pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan likuid. Sebaliknya, apabila perusahaan tidak mampu memenuhi keawjiban tersebut, dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan illikuid. Pada umumnya usaha yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk meningkatkan likuiditas adalah dengan melakukan penjualan persediaan barang, sehingga perputaran persediaan barang pun akan meningkat, karena apabila tingkat perputaran persediaan yang diperoleh perusahaan tinggi, maka perusahaan akan bekerja secara efisien dan menghasilkan likuiditas yang lebih baik. Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang merupakan unsur yang aktif dalam operasi perusahaan yang secara terus – menerus diperoleh, diubah, dan kemudian dijual kepada konsumen. Setiap perusahaan mengharapkan persediaan yang dimlikinya dapat berputar secara cepat, sehingga kegiatan pendistribusian dan penjualan pun akan berjalan cepat. Perputaran persediaan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan ini berputar dalam satu
periode
(Kasmir,2011:180).
Semakin
2
tinggi
perputaran
persediaan
menunjukkan bahwa perusahaan berusaha bekerja secara efisien dan likuiditas persediaan semakin membaik. Demikian pula apabila perputaran persediaan rendah berarti perusahaan bekerja secara tidak efisien atau tidak produktif dan banyak barang sediaan yang menumpuk. Bukan saja perputaran persediaan yang dapat mempengaruhi naik atau turunnya tingkat likuiditas suatu perusahaan, namun adapula perputaran piutang yang mempengaruhi naik turunnya tingkat likuiditas suatu perusahaan. Perputaran piutang adalah rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode ( Kasmir, 2011:176 ). Perputaran piutang berasal dari lamanya piutang diubah menjadi kas. Investasi yang tertanam dalam piutang diharapkan terjadi perputaran piutang yang relatif cepat dengan periode rata-rata pengumpulan piutang yang pendek antara lain dilakukan dengan cara menetapkan periode kredit. Hal ini akan sangat menentukan likuiditas perusahaan, oleh karena itu piutang harus diatur dengan baik sehingga kebijakan kredit dapat terealisasi. PT Holcim Indonesia Tbk merupakan salah satu perusahaan berstatus perusahaan asing (PMA). PT Holcim Indonesia bergerak di bidang industri semen, oleh karenanya
perusahaan tersebut pasti melakukan perputaran
persediaan dan perputaran piutang. Besarnya penjualan kredit dan penyimpanan persediaan yang dilakukan oleh PT Holcim Indonesia menyebabkan jumlah perputaran piutang dan persediaan naik turun. Naik turunnya tingkat perputaran piutang dan perputaran persediaan mengakibatkan perubahan terhadap tingkat likuiditas. Penjelasan tentang perputaran persediaan dan perputaran piutang
3
terhadap likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2001-2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Tabel Perputaran Persediaan, Perputaran Piutang, dan Current Ratio Tahun
Perputaran persediaan ( kali )
Perputaran Piutang ( kali )
Current ratio ( kali )
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
4.93 8.06 9.39 9.05 7.54 6.01 7.51 9.47 7.88 9.67 7.42 8.19
7.69 8.80 8.59 9.12 8.14 8.77 7.92 8.65 9.71 9.64 10.2 12.3
0.04 2.31 2.32 2.52 2.76 1.68 1.23 1.33 1.65 1.27 1.66 1.47
( Sumber : ICMD, Data diolah )
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa perputaran persediaan pada PT Holcim Indonesia Tbk selama periode 2004-2006 mengalami penurunan artinya PT Holcim Indonesia hanya berhasil mengubah persediaan menjadi kas sebesar 7 kali rata-rata persediaan dibanding rata-rata persediaan pada tiga tahun sebelumnya. Sementara pada tahun 2007 perputaran persediaan mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 9.47 kali ini menunjukkan bahwa PT Holcim Indonesia Tbk bekerja secara efisien dan likuiditas persediaan semakin baik. Di tahun 2008 perputaran persediaan mengalami penurunan kembali keadaan ini menunjukkan adanya barang persediaan yang menumpuk. Pada tahun 2009 perputaran persediaan mengalami kenaikan kembali sedangkan pada tahun
4
2010 perputaran persediaan mengalami penurunan hal ini menunjukkan perusahaan tidak bekerja secara efisien atau tidak produktif. Pada tahun 2011 perputaran persediaan mengalami kenaikan kembali dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 8.19 kali ini menunjukkan perusahaan kembali bekerja produktif kembali. Untuk perputaran piutang pada PT Holcim Indonesia pada tahun 2004 mengalami penurunan dibanding perputaran piutang empat tahun sebelumnya. Sedangkan di tahun 2011 PT Holcim Indonesia kenaikan sebesar 12.3 kali dan ini merupakan perputaran piutang yang paling tinggi diantara tahun-tahun sebelumnya. Ini dikarenakan pembayaran piutang atau penagihan piutang yang lancar sehingga kondisi perusahaan semakin membaik. Sementara itu likuiditas PT Holcim Indonesia Tbk pada tahun 2004 mengalami kenaikan yaitu 2.76 dibanding tahun sebelumnya dan pada tahun tersebut tingkat likuiditas paling tertinggi dan sangat baik diantara tahun-tahun lainnya, karena diatas rata-rata untuk ukuran Current Ratio yang baik. Pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 1.23. sedang ukuran yang baik untuk Current ratio adalah sebesar 200% (Bambang Riyanto, 2008, 45). Hal ini tidak sesuai dengan Current ratio yang ada di PT Holcim Indonesia Tbk yang kurang dari 200%. Terdapat fenomena yang perlu mendapat perhatian pada satu sisi dalam periode tahun 2005-2009, yaitu adanya kenaikan perputaran persediaan dan perputaran piutang, namun pada sisi yang lain tingkat likuiditas (Current Ratio) mengalami penurunan. Berdasarkan fenomena yang terjadi penulis tertarik untuk
5
melakukan penelitian mengenai perputaran persediaan dan perputaran piutang yang diprediksi mempengaruhi tingkat likuiditas. Maka akan dituangkan dalam skripsi dengan judul “Pengaruh Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang Terhadap Tingkat Likuiditas (Studi Kasus Pada PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2000-2011)”.
1.2
Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka
penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1.
Terjadi penurunan perputaran persediaan dan perputaran piutang pada tahun 2004 diikuti dengan kenaikan tingkat likuiditas, hal ini tidak sesuai dengan kondisi seharusnya jika perputaran persediaan dan perputaran piutang mengalami penurunan maka tingkat likuiditas pun akan mengalami penurunan.
2.
Terjadi kenaikan perputaran persediaan pada tahun 2009 diikuti penurunan tingkat likuiditas, hal ini tidak sesuai dengan kondisi seharusnya jika perputaran persediaan tinggi maka tingkat likuiditas juga tinggi.
3.
Terjadi kenaikan perputaran piutang pada tahun 2009 diikuti penurunan tingkat likuiditas, hal ini tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya jika perputaran piutang naik maka tingkat likuiditas (Current Ratio) juga mengalami kenaikan.
6
1.3
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yag telah diuraikan diatas maka penulis
membatasi pembahasannya pada masalah : 1.
Seberapa besar pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
2.
Seberapa besar pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
3.
Seberapa besar pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
2.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
3.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perputaran piutang tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
4.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perputaran piutang dan perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas PT Holcim Indonesia Tbk.
7
1.5
Kegunaan Penelitian
1.5.1
Kegunaan Praktis
Bagi Perusahaan, dengan adanya penelitian ini bisa menjadi dasar perusahaan untuk mengidentifikasi pengaruh perubahan perputaran piutang dan persediaan terhadap tingkat likuiditas sehingga perusahaan bisa bekerja secara efktif dan efisien.
Memberikan informasi tentang pengaruh perputaran piutang dan perputaran persediaan dalam meningkatkan likuiditasnya.
1.5.2
Kegunaan Akademis
Bagi Penulis Bagi ilmu manajemen khususnya keuangan untuk menambah ilmu penegetahuan serta wawasan mengenai pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas. Bagi Peneliti Lain Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam melihat keadaan kondisi secara benar dan objektif serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang berguna untuk mengadakan penelitian selanjutnya dimasa yang akan datang.
1.5.3
Kegunaan Masyarakat
Bagi Masyarakat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai pengaruh perputaran piutang dan perputaran 8
persediaan. Serta mengetahui hasil dari perputaran piutang, perputaran persediaan dan tingkat likuiditas PT Holcim Indonesia Tbk.
1.6
Kerangka Pemikiran Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan
untuk di jual atau digunakan pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi, dan persediaan bahan jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi disimpan sebelum digunakan atau dimasukan kedalam proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum dijual
atau
dipasarkan.
Dengan
demikian
setiap
perusahaan
yang
melakukan kegiatan usaha pada umumnya memiliki peresediaan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2006:308) perputaran persediaan adalah : “Menunjukkan seberapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin cepat perputarannya semakin
baik
karena
dianggap kegiatan penjualan berjalan cepat”. Perputaran piutang adalah periode terikatnya modal dalam piutang yang tergantung kepada syarat pembayaran. Semakin lama syarat pembayarannya, berarti tingkat perputarannya selama periode tertentu semakin rendah. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban lancar pada saat jatuh tempo. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, piutang, surat berharga dan persediaan.
9
Tingginya tingkat perputaran persediaan dan piutang merupakan salah satu alat ukur yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah likuiditas perusahaan. Tingkat perputaran persediaan yang semakin tinggi maka akan semakin likuid perusahaan tersebut. Begitu pula dengan keadaan perputaran piutang yang tinggi menunjukkan bahwa semakin efisien dan efektif perusahaan mengelola piutang, hal ini berarti likuiditas perusahaan pun dapat dipertahankan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dibuat suatu kerangka berpikir dari pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas secara sistematis pada gambar berikut : Gambar 1.1 Hubungan Konseptual Perputaran Persediaan (X1 ) 1.
2.
Harga Pokok Penjualan (Penjualan) Rata-rata Persediaan
Likuiditas (Y) 1. Aktiva lancar 2. Hutang Lancar
Perputaran Piutang (X2 ) 1. 2.
Penjualan Kredit Rata-rata Piutang
Perputaran persediaan dan perputaran piutang sama-sama memiliki pengaruh terhadap likuiditas. jika perputaran piutang atau perputaran persediaan turun maka tingkat likuiditas akan menurun, begitupun sebaliknya. Peningkatan dan penurunan perputaran persediaan dan persediaan piutang ini merupakan alat
10
ukur untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan. Penelitian-penelitian yang menyangkut pengaruh rasio rasio keuangan terhadap perusahaan sudah banyak dilakukan baik dikalangan akademis maupun dikalangan praktisi ekonomi, begitu pula penelitian mengenai pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap likuiditas. Namun ada beberapa penelitian yang hasilnya beragam. Ada yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap tingkat likuiditas, tetapi ada juga yang menyatakan sangat berpengaruh terhadap tingkat likuiditas. Dengan demikian perputaran piutang dan perputaran persediaan mempunyai suatu hubungan usaha dalam meningkatkan likuiditas suatu perusahaan. Hal ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya. Adapun persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut : Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul Penelitian
1
Lastiur (Skripsi: Universitas Komputer Indonesia: 2012
Pengaruh Perputaran Kas dan Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas PT PINDAD
Variabel Peneltian Perputaran Kas, Perputaran Piutang, Quick Ratio
11
Metode Analisis Pengujian statistik yang digunakan adalah uji asumsi klasik, analisis regeresi linier berganda, analisis korelasi, koefisien determinasi secara simultan dan parsial
Hasil Penelitian variabel Perputaran Kas terhadap Likuiditas memiliki hubungan yang kuat dengan arah negatif, sedangkan variabel Perputaran Piutang terhadap Likuiditas memiliki hubungan yang cukup erat dengan arah positif.
2
Defi Nugraha (Skripsi: Universitas Komunikasi Indonesia:2011)
Pengaruh Perputaran Piutang dan Persediaan terhadap Perkembangan Modal Kerja pada PT. Telekomunikasi Indonesia. Tbk BANDUNG”,
Perputaran Piutang, Persediaan, Modal kerja
Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan asumsi klasik seperti uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastitas, uji autokorelasi, analisis regresi linier berganda, analisis korelasi, koefisien determinasi,
3
Dirja Kusuma (Skripsi:Universitas Komunikasi Indonesia: 2010)
Pengaruh Arus Kas dan Perputaran Piutang terhadap Likuiditas pada PT. INTI Persero Bandung
Arus Kas, Perputaran Piutang, Quick Ratio
Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan asumsi klasik seperti uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastitas, uji autokorelasi, analisis regresi linier berganda, analisis korelasi, koefisien determinasi
1.7
perputaran piutang dan persediaan terhadap perkembangan modal kerja tidak berpengaruh secara signifikan. Tingkat hubungan korelasi rendah dan menunjukan korelasi negative. Arus kas dan perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas.
Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti kebenarannya melalui data yang terkumpul (Beni Ahmad, 2008: 145). Berdasarkan tinjauan teoritis dan rumusan masalah yang telah dikemukakan diawal, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
12
Hipotesis 1 : Ho : Tidak terdapat pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas. Ha: Ada pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas.
Hipotesis 2 : Ho : Tidak terdapat pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas. Ha : Ada pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas.
Hipotesis 3 : Ho : Tidak terdapat pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas. Ha : Ada pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk di jual atau digunakan pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi, dan persediaan bahan jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi disimpan sebelum digunakan atau dimasukan kedalam proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum dijual
atau
dipasarkan.
Dengan
demikian
setiap
perusahaan
yang
melakukan kegiatan usaha pada umumnya memiliki persediaan. Inventory atau persediaan adalah suatu teknik untuk manajemen material yang berkaitan dengan persediaan. Manajemen material dalam Inventory dilakukan dengan beberapa input yang digunakan yaitu: permintaan yang terjadi (demand) dan biaya-biaya yang terkait dengan penyimpanan, serta biaya apabila terjadi kekurangan persediaan (short-age). Pengendalian
pengadaan
persediaan
perlu
diperhatikan
karena
berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat adanya
persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus
seimbang dengan kebutuhan,
karena
14
persediaan
yang
terlalu
banyak
akan
mengakibatkan perusahaan menanggung risiko kerusakan dan biaya
penyimpanan yang tinggi disamping biaya investasi yang besar. Tetapi jika kekurangan
persediaan
akan berakibat
terganggunya
kelancaran
dalam
proses produksinya. Oleh karenanya diharapkan terjadi keseimbangan dalam pengadaan persediaan sehingga biaya dapat ditekan seminimal mungkin dan dapat memperlancar
jalannya proses produksi.
Menurut John J. Wild, K. R. Subramanyam, Robert F. Hasley (2010:265-266) mengemukakan persediaan (inventory) merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan. Dengan pengecualian organisasi jasa tertentu, persediaan merupakan aktiva inti dan penting dalam
perusahaan.
Persediaan
harus
diperhatikan
karena
merupakan
komponen utama dari aktiva operasi dan langsung mempengaruhi perhitungan laba. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih
mudah
terlihat
ketika
kegiatan
bisnis
sedang
berfluktuasi. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai persediaan adalah seperti kutipan berikut. Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:14.3) mengemukakan bahwa: Persediaan adalah aset: a.
Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
b.
Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau,
c.
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (suplies) untuk digunakan 15
dalam proses produksi atau pemberian jasa. Selanjutnya menurut Skousen, Stice, Stice (2004:653), ”persedian ditujukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi”. Sedangkan Kieso, Weygandt, Warfield (2007:443) mengatakan bahwa” persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual”. Persediaan yang diperoleh perusahaan langsung dijual kembali tanpa mengalami proses produksi selanjutnya disebut persediaan barang dagang. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan persediaan adalah barangbarang yang dimiliki dan dijual dalam kegiatan bisnis normal. Persediaan merupakan komponen aktiva yang paling aktif, sehingga sangat berpengaruh dan harus diperhatikan.
2.1.2 Pentingnya Persediaan Persediaan merupakan unsur utama dari modal kerja (aktiva lancar) (Darmawan Sjahrial, 2007:189). Persediaan merupakan investasi yang sangat berarti bagi perusahaan. Bila
investasi
dalam
persediaan
lebih
besar
dibandingkan dengan keuntungan maka : 1. Akan memperbesar tingkat bunga, terutama sumber modal kerjanya berasal dari dana pinjaman.
16
2. Akan memperbesar biaya penyimpanan dan biaya pemeliharaan. 3. Akan memperbesar kerugian karena kerusakan persediaan. 4. Turunnya kualitas persediaan. 5. Persediaan akan mengalami keusangan (absolensence), ketinggalan mode, semua hal di atas akan mengalami keuntungan. Sebaliknya
investasi
pada
persediaan
yang
terlalu
kecil
mengakibatkan kekurangan bahan baku sehingga kapasitas produksi tidak penuh yang pada akhirnya mengakibatkan biaya produksi rata-rata menjadi tinggi. Hal ini juga mengakibatkan menurunnya keuntungan perusahaan.
2.1.3 Faktor Biaya Persediaan Persediaan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
menentukan
kelancaran produksi dan penjualan, maka persediaan harus dikelola secara tepat. Perusahaan harus sehingga disuatu
dapat
menentukan
jumlah
persediaan
optimal,
sisi kontinuitas produksi dapat terjaga danm sisi lain
perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Persediaan yang kurang akan tidak sama baiknya dengan persediaan yang berlebihan, sebab kondisi keduanya memiliki beban dan akibat masing-masing. Menurut Agus Sartono (2008:4) faktor biaya persediaan meliputi : 1. Biaya penyimpanan digudang, semakin banyak barang yang disimpan maka akan semakin besar biaya penyimpanannya. 2. Risiko kerusakan barang, semakin lama barang tersimpan digudang maka risiko kerusakan barang semakin tinggi.
17
3. Risiko keusangan barang, barang-barang yang tersimpan lama akan “out of date” atau ketinggalan jaman.
2.1.4 Fungsi-fungsi Persediaan Persediaan barang mempunyai fungsi yang sangat penting bagi perusahaan. Dari berbagai macam persediaan yang ada, seperti persediaan bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi. Perusahaan melakukan penyimpanan persediaan atas barang karena berbagai fungsi, yaitu : 1. Fungsi Decoupling Fungsi
penting
persediaan
adalah
memungkinkan
operasi-
operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan (Indepedensi). Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa terganggu supplier. 2. Fungsi Economic Lot Sizing Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Dengan persediaan lost size ini akan mempertimbangkan penghematan-penghematan. 3. Fungsi Antisipasi Sering
perusahaan
mengalami
fluktuasi
permintaan
yang
dapat diperkirakan yang diramalkan berdasar pengalaman atau data masa lalu. Disamping itu, perusahaan juga sering dihadapkan pada ketidakpastian jangka waktu pengiriman barang kembali sehingga
18
harus dilakukan antisipasi untuk cara menanggulanginya. Sementara itu tiga fungsi lain mengapa persediaan barang diperlukan adalah untuk : 1 . Menghilangkan pengaruh ketidakpastian Untuk mengahadapi ketidakpastian maka pada system inventory ditetapkan persediaan darurat yang dinamakan safety stock. 2 . Memberikan waktu luang untuk pengelolaan produksi dan pembelian. Kadang-kadang lebih ekonomis memproduksi barang dalam proses atau barang jadi dalam jumlah besar atau jumlah paket yang kemudian disimpan sebagai
persediaan. Selama persediaan masih
ada maka proses produksi dihentikan dan akan mulai lahir jika diketahui persediaan hampir habis. 3. Mengantisipasi pada demand dan supply Inventori
disiapkan
untuk
mengahadapi
beberapa
kondisi
yang
menunjukan perubahan demand dan supply, yaitu : a. Bila ada perubahan perkiraan harga dan persediaan bahan baku. b. Sebagai persiapan mengahadapi promosi pasar dimana sejumlah besar barang jadi disimpan menunggu penjualan tersebut. c. Perusahaan yang melakukan produksi dengan jumlah output tetap akan mengalami perubahan produk pada kondisi permintaan yang rendah atau kondisi musim lesu atau low season. kelebihan produk ini akan disimpan sebagai persediaan yang akan digunakan nanti apabila output tidak dapat memenuhi lonjakan permintaan pada musim ramai atau peak season.
19
Jadi berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat dipahami bahwa perusahaan melakukan penyimpanan atau persediaan barang karena berbagai alasan yaitu untuk berjaga-jaga pada saat barang dipasar sukar diperoleh, agar perusahaan dapat memenuhi pesanan pembeli dalam waktu yang cepat. Untuk menekankan harga pokok per unit barang, serta memberikan waktu luang dalam pengelolaan produksi dan pembelian.
2.1.5 Tujuan Pengelolaan Persediaan Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu
memiliki
tujuan-tujuan
tertentu.
Pengendalian
persediaan
yang yang dijalankan adalah untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang
optimal
persediaan
sehingga
diperoleh
penghematan-penghematan
untuk
tersebut. Hal inilah yang dianggap penting untuk dilakukan
perhitungan persediaan sehingga dapat menunjukan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontinuitas produksi dengan pengorbanan atau pengeluaran biaya yang ekonomis. Tujuan pengelolaan persediaan menurut Agus Sartono (2009:4) adalah: 1.
Untuk
dapat
memenuhi
kebutuhan
atau
permintaan
konsumen
dengan cepat (memuaskan konsumen). 2.
Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami
kehabisan
terhentinya proses produksi,
persediaan hal
20
ini
yang
dikarenakan
mengakibatkan Kemungkinan
barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit diperoleh. Ada tiga bentuk utama dari persediaan perusahaan yaitu persediaan barang jadi. Sekalipun ketiga macam persediaan diperlihatkan
ini
biasanya
tidak
secara terpisah dalam neraca perusahaan, tetapi ciri dari
masing-masing macam persediaan tersebut adalah merupakan suatu faktor yang sangat penting. a. Persediaan Bahan Mentah Bahan mentah adalah
merupakan
persediaan yang dibeli oleh
perusahaan untuk diproses untuk menjadi barang setengah jadi dan akhirnya
menjadi
barang
jadi
atau
produk
akhir
dari
perusahaan.adapun jumlah bahan mentah yang harus dipertahankan oleh perusahaan yang akan sangat tergantung pada : •
Lead Time (waktu yang dibutuhkan sejak saat pemesanan sampai dengan bahan diterima).
•
Jumlah pemakaian.
•
Jumlah Investasi dalam Persediaan.
•
Karakteristik dari bahan mentah yang dibutuhkan.
b. Persediaan Barang dalam Proses Persediaan barang dalam proses terdiri dari keseluruhan barangbarang
yang
digunakan
dalam
proses
produksi
tetapi
masih
membutuhkan proses lebih lanjut untuk menjadi produk yang siap untuk dijual (barang jadi). Tingkat
21
penyesuaian dalam sangat
tergantung pada panjang serta kompleksnya proses produksi yang dilaksanakan. Besarnya persediaan barang dalam proses ini akan menyebabkan semakin besarnya biaya-biaya persediaan karena modal yang terikat didalam persediaan tersebut semakin besar, dimana besarnya modal ini berkaitan langsung dengan lambatnya perputaran persediaan. Persediaan barang dalam proses adalah merupakan proses yang paling tidak likuid karena akan cukup sulit bagi perusahaan untuk dapat menjual barang-barang yang masih dalam bentuk setengah jadi. c. Persediaan Barang Jadi Persediaan barang jadi adalah merupakan persediaan barang-barang yang telah selesai oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual.
2.1.6 Perputaran Modal Kerja Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnorver period) dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnorver rate-nya). Lama periode perputaran modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut (Riyanto,2008). Untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan ratio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata (working capital turnorver). Ratio ini
22
menunjukan hubungan antara modal kerja dengan penjualan akan menunjukan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (dalam jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja (Munawir, 2002). Formulasi dari Working Capital Turnover (WCT) adalah sebagai berikut : WCT =
Penjualan Aktiva Lancar - Utang Lancar
2.1.7 Perputaran Persediaan Persediaan seringkali merupakan bagian aset lancar yang cukup besar. Alasan terjadiya hal seperti ini seringkali tidak berhubungan dengan kebutuhan perusahaan untuk mempertahankan kecukupan dana yang likuid. Sebagian besar perusahaan mempertahankan tingkat persediaan tertentu. Jika persediaan tidak cukup, volume penjualan akan turun di bawah tingkat yang dapat dicapai. Persediaan yang terlalu besar juga menahan dana yang dapat digunakan secara lebih menguntungkan ditempat lain. Perusahaan yang kegiatannya tidak hanya membeli dan menjual barang dagangan melainkan juga memproduksi barang maka perusahaan ini pada akhir tahun akan mempunyai persediaan bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Terhadap persediaan-persediaan ini juga dapat dianalisis dengan prosedur yang sama dengan persediaan barang dagangan. Untuk barang jadi maka turnover-nya dapat dihitung dengan cara yang sama dengan perhitungan turnover persediaan barang dagangan yaitu membagi harga pokok penjualan dengan ratarata persediaan. 23
Investasi dalam persediaan seringkali merupakan harta lancar yang paling besar dari total harta perusahaan, sehingga menjadi hal yang penting bagi manajemen untuk memantau tingkat persediaan secara cermat. Dalam banyak hal persediaan lebih sensitive terhadap fluktuasi bisnis umum dibanding dengan harta lainnya. Dalam periode yang baik, persediaan dapat segera terjual dan jumlah persediaan digudang tidak berlebihan. Tetapi jika ada penurunan sedikit saja dalam siklus bisnis, banyak jenis persediaan menumpuk di gudang. Pengelolaan persediaan sangat penting untuk menjaga agar persediaan yang ada tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit. Persediaan yang terlalu banyak memerlukan biaya yang besar, risiko-risiko dan investasi yang sangat tinggi, sehingga terlalu banyak uang yang diinvestasikan dalam persediaan dapat merugikan perusahaan, karena uang tersebut tidak menghasilkan keuntungan. Sebaliknya tingkat persediaan yang tidak memadai akan menimbulkan kerugian karena adanya permintaan-permintaan yang tidak dapat dipenuhi. Alasan-alasan tersebut meminta manajemen secara khusus perlu merumuskan dan menetapkan cara perencanaan yang efektif. Salah satu cara pengendalian adalah dengan menggunakan rasio perputaran persediaan barang. Perputaran persediaan merupakan berapa kali persediaan akan berputar dan kembali lagi. Perputaran persediaan merupakan aktivitas perusahaan yang jelas diperlukan dan diperhitungkan, karena dapat mengetahui efesiensi biaya yang berguna untuk memperoleh laba yang besar.
24
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2011:308) perputaran persediaan adalah : “Menunjukkan seberapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin cepat perputarannya semakin
baik
karena
dianggap kegiatan penjual berjalan cepat”. Rasio perputaran persediaan memberikan ukuran kualitas dan likuiditas komponen persediaan pada aset lancar. “ perputaran persediaan merupakan rasio untuk mengukur kecepatan rata-rata persediaan bergerak keluar masuk perusahaan (K.R. Subramanyam, 2010, 254). Sedangkan menurut Toto Prihadi (2010:120) “ perputaran persediaan merupakan
indikasi
perusahaan
untuk
menyediakan
persediaan
dalam
mendukung tercapainya penjualan.” Secara umum perputaran yang semakin tinggi akan semakin baik bagi perusahaan. Berdasarkan
pengertian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
perputaran persediaan memperlihatkan bagaimana persediaan dikelola dan dijual dalam satu periode tertentu, sehingga persediaan akan selalu berputar dan nilainya akan selalu berubah-ubah. Di neraca, persediaan dicatat atas dasar biaya. Artinya tidak ada unsur marjin di dalam nilai persediaan yang tercantum di neraca. Sementara penjualan yang terjadi dicatat atas dasar biaya ditambah marjin. Apabila nilai penjualan dipakai sebagai dasar menghitung aktivitas, maka akan terjadi ketidak sepadanan. Oleh karena itu nilai penjualan yang digunakan akan menggunakan basis yang tidak mengandung unsur laba, yaitu harga pokok penjualan.
25
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Perputaran Persediaan = Untuk menghitung rata-rata persediaan : Rata-rata persediaan = (Sofyan Safri Harahap, 2011)
jumlah
Berdasarkan
rumus
perhitungan
perputaran
harga
pokok
diatas
penjualan
dapat
dijelaskan
bahwa
dibagi
dengan
jumlah
persediaan akan menentukan hasil perputaran persediaan dalam satu periode. Sehingga meningkat atau turunnya jumlah perputaran persediaan ditentukan dari
pembagian
harga pokok penjualan dengan persediaan. Rasio ini
menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin besar rasio ini maka semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat.
2.1.8 Ukuran Perputaran Persediaan Persediaan seringkali merupakan bagian aktiva tetap yang cukup besar. Alasan terjadinya hal tersebut sering kali tidak berhubungan dengan kebutuhan perusahaan untuk mempertahankan kecukupan dana yang likuid. Sebagian besar perusahaan mempertahankan tingkat persediaan tertentu. Jika persediaan tidak cukup, volume penjualan akan menurun di bawah tingkat yang dapat dicapai. Sebaliknya, persediaan yang terlalu banyak menghadapkan perusahaan pada biaya penyimpanan, asuransi, pajak, keusangan dan kerusakan fisik. Persediaan yang terlalu besar juga menahan dana yang dapat digunakan secara lebih
26
mwnguntungkan ditempat lain. Terkait dengan risiko kepemilikan persediaan dan fakta bahwa persediaan lebih lambat diubah menjadi kas dibandingkan piutang, piutang biasanya dianggap sebagai aset lancar yang paling tidak likuid. Evalusi likuiditas jangka pendek dan modal kerja yang melibatkan persediaan harus mencakup evaluasi kualitas dan likuiditas persediaan.
2.1.9 Intrerprestasi Perputaran Persediaan Rasio lancar menganggap komponen aktiva lancar sebagai potensi sumber daya untuk melunasi kewajiban lancarnya. Dengan pandangan serupa, rasio perputaran
persediaan
memberikan
ukuran
baik
kualitas
maupun likuiditas. Menurut John Wild, K.R. Subramanyam dan Robert F Halsey (2010:202), menerangkan bahwa komponen persediaan pada aktiva lancar : 1. Kualitas
persediaan
mengacu
pada
kemampuan
perusahaan
untuk
menggunakan dan melepaskan persediaannya. 2. Likuiditas perusahaan a. Manajemen
persediaan
yang
ditunjukan
untuk
mempertahankan
tingkat persediaan yang rendah. Manajemen persediaan yang efektif akan meningkatkan perputaran persediaan b. Periode konversi atau operasi (conversion period or operating cycle). Ukuran ini menggabungkan periode penagihan piutang dengan hari untuk menjual persediaan untuk memperoleh jarak waktu konversi persediaan menjadi kas.
27
2.1
Piutang
2.2.1 Pengertian Piutang Nilai keunggulan bersaing dapat dicapai melalui efesiensi dan efektifitas dari seluruh kegiatan perusahaan yang mana salah satu usahaanya yaitu dengan melakukan penjulan kredit, sehingga menyebabkan timbulnya piutang bagi perusahaan. Pemberian kredit kepada pembeli barang dan jasa umumnya dilakukan oleh perusahaan untuk memperbesar penjualan dan meningkatkan laba. Adanya penjualan yang dilakukan secara kredit akan mempengaruhi pada tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Sistem penjualan tunai akan menyebabkan modal kerja menjadi likuid, sedangkan sistem penjualan kredit menyebabkan modal kerja kurang likuid, karena menimbulkan piutang sehingga memerlukan waktu jatuh tempo untuk likuid. Earl KS, James DS, dan KF Skousen (2004: 479) mengemukakan : “Dari artinya secara umum, istilah piutang dapat diterapkan ke semua klaim atas uang, barang, dan jasa. Akan tetapi, untuk tujuan akuntansi, istilah tersebut secara umum digunakan dalam lingkup yang lebih sempit untuk menggambarkan klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (kas)”. Selain itu pengertian piutang menurut Harry Simons dalam buku Pengantar Manajemen Keuangan (Manullang, 2005: 36) adalah sebagai berikut : “The term receivable is applicable to all claims againts other, whether are claims for money, for goods, or for serving, for accounting purpose, however the terms is employed is a narrowe sense to designate claims that claims that are expected to be settled by the receipt of money.” Menurut Donald Kieso (2007: 346) “Piutang (receivables) adalah klaim uamg, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya.”
28
Dari pengertian diatas, tampak bahwa pengertian piutang antara lain adalah semua tuntutan terhadap pelanggan, baik berbentuk perkiraan uang, barang maupun jasa, serta segala hal yang berbentuk perkiraan seperti transaksi. Selanjutnya, piutang merupakan kewajiban pelanggan yang disepakati dan mereka mengharapkan pembayaran itu diselesaikan dengan tanda terima yang sah.
2.2.2 Klasifikasi Piutang Piutang merupakan aktiva lancar yang diharapkan dapat dikonversi menjadi kas dalam waktu satu tahun dalam satu periode akuntansi. Piutang pada umunya timbul dari hasil usaha pokok perusahaan. Namun selain itu piutang juga dapat timbul dari adanya usaha diluar kegiatan pokok perusahaan. Menurut Manullang (2005:36) mengkalsifikasikan piutang sebagai berikut: 1. Piutang usaha Piutang usaha merupakan segala tagihan dari penjualan barang-barang atau jasa yang dilakukan secara kredit oleh perusahaan. Jika tagiha itu didukung dengan tagihan tertulis oleh debitor kepada perusahaan untuk membayar pada suat tangal tertentu, piutang tersebut adalah piutang wesel. 2. Piutang lain-lain Piutang lain-lain merupakan tagihan yang tidak berasal dari penjualan barang maupun jasa dalam kegiatan normal perusahaan. Piutang usaha merupakan aktiva yang relatif likuid, biasanya dikonversikan menjadi kas dalam jangka waktu 30 hari sampai dengan 60 hari (Henry Simamora, 2002: 263). Piutang lain-lain yang dimiliki oleh perusahaan biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Piutang lain-lain (other 29
receivable) yang dimiliki meliputi antara lain piutang bunga atau piutang pajak bila tidak dibayar dalam jangka waktu tertentu akan mendapat denda. Disisi lain Earl KS, James DS, dan KF Skousen (2004: 479) menggolongkan piutang sebagai berikut : a.
Piutang Dagang (Trade Receivables) Umumnya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal bisnis, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan.
b.
Piutang Nondagang (Nontrade Receivables) Meliputi semua jenis piutang lainnya yang muncul dari berbagai transaksi, seperti (1) penjualan surat berharga atau properti lainnya selain persediaan; (2) deposit atau simpanan untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran atas beban; (3) klaim untuk pengurangan harga atau pengembalian pajak; dan (4) piutang dividen dan bunga. Contoh lain dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai piutang antara lain; wesel tagih, piutang pegawai, uang muka, refundable deposit (uang jaminan), dan allowancce forbad debts ( penyisihan piutang tak tertagih).
2.2.3
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Piutang Menurut Manullang dalam bukunya Pengantar Manajemen Keuangan
(2005: 38) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi piutang adalah :
30
a. Volume penjualan kredit Semakin besar proporsi penjualan kredit dari total penjualan yang dilakukan perusahaan, maka jumlah investasi dalam piutang juga akan semakin besar. b. Syarat pembayaran penjualan kredit Syarat pembayaran penjualan secara kredit dapat bersifat ketat atau lunak/longgar. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat, artinya keselamatan kredit lebih diutamakan daripada keuntungan (profit), yang terpenting semua piutang dapat tertagih dan memandanag profitabilitas adalah nomor dua. Sementara itu, jika perusahaan menetapkan syarat pembayaran piutang bersifat lunak/longgar, itu adalah sebaliknya perusahaan lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan kembalinya piutang. c. Ketentuan tentang pembatasan kredit Dalam penjualan secara kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon bagi kredit yang diberikan kepada para pelanggan. Semakin tinggi plafon yang diberikan, semakin besar pula dana yang diinvestasikan ke dalam piutang. Dan begitupun sebaliknya, semakin kecil plafon semakin kecil dana yang diinvestasikan ke dalam piutang. d. Kebiasaan membayar para pelanggan Sebagian pelanggan mempunyai kebiasaan membayar dengan menggunakan cash discount, sedangkan sebagian lagi tidak demikian. Kebiasaan pelanggan untuk membayar dalam cash discount period atau periode diskon atau sesudahnya, akan berefek terhadap besarnya investasi dalam piutang. Apabila
31
sebagian besar pelanggan membayar dalam masa diskon, maka dana yang tertanam dalam piutang akan lebih cepat bebas. e. Kebijakan dalam penagihan piutang Kebijakan dalam menagih piutang, baik secara aktif maupun pasif dapat dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang menjalankan kebijakan aktif dalam menagih piutang, akan mempunyai pengeluaran dana yang lebih besar untuk membiayai aktifitas penagihan namun dapat memperkecil risiko tidak tertagihnya piutang. Begitupun sebaliknya jika perusahaan menjalankan kebijakan pasif, pengeluaran dana lebih kecil tapi dapat memperbesar risiko tidak tertagihnya piutang.
2.2.4
Perputaran Piutang Piutang dapat dikatakan sebagai elemen utama dari modal kerja yang
selalu berputar. Periode perputaran piutang ini dimulai pada saat kas dikeluarkan untuk mendapatkan persediaan kemudian persediaan tersebut dijual dengan cara kredit sehingga akan menimbulkan piutang dimana piutang tersebut akan berubah kembali menjadi kas pada saat terjadi pelunasan piutang tersebut oleh para pelanggannya. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang (account receivable turnover). Perputaran piutang adalah rasio yang memperlihatkan lamanya waktu dalam satu tahun untuk mengubah piutang usaha menjadi uang tunai/kas (Henry Simamora, 2002: 266).
32
Perputaran piutang adalah kemampuan perusahaan dalam menangani penjualan kredit dan kebijakannya. Semakin cepat perputaran berarti semakin sedikit dana yang perlu ditanam didalam piutang usaha ( Toto Prihadi, 2010: 122 ) Menurut
Darsono
(2004:59)
memberikan
keterangan
mengenai
perputaran piutang sebagai berikut: “Perputaran piutang adalah seberapa kali saldo rata-rata piutang dikonversi ke dalam kas selama periode tertentu.” Adapun pengertian perputaran piutang yang seperti dinyatakan oleh Bambang Riyanto (2008 : 90) sebagai berikut: “Perputaran piutang merupakan periode terikatnya modal dalam piutang yang tergantung kepada syarat pembayaran. Makin lunak atau makin lama syarat pembayarannya, berarti bahwa tingkat perputarannya selama periode tertentu adalah makin rendah.” Perputaran piutang dalam sebuah perusahaan akan menunjukkan berapa kali piutang yang timbul dalam satu periode kemudian berputar sampai piutang tersebut dapat tertagih kembali. Periode perputaran piutang tergantung pada panjang pendeknya ketentuan waktu yang dipersyaratkan dalam syarat pembayaran kredit. Tingkat perputaran piutang (receivables turnover) dapat diketahui dengan membagi jumlah penjualan kredit (credit sales) selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata piutang (average receivables). Penjualan Kredit Tingkat Perputaran Piutang = Rata-rata Piutang ( BambangRiyanto, 2008: 90) Rata-rata piutang diperoleh dengan cara sebagai berikut :
33
Piutang Awal + Piutang Akhir Rata-rata Piutang = 2
Tinggi rendahnya tingkat perputaran piutang mempunyai dampak langsung terhadap modal perusahaan yang tertanam dalam piutang. Perputaran piutang yang tinggi mencerminkan kualitas piutang yang semakin baik. Tinggi rendahnya perputaran piutang tergantung pada besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Semakin cepat perputaran piutang berarti semakin cepat modal kembali. Tingkat perputaran piutang suatu perusahaan dapat menggambarkan tingkat efisiensi modal perusahaan yang ditanamkan dalam piutang, sehingga semakin tinggi perputaran piutang berarti semakin efisien modal yang digunakan.
2.2.5
Piutang Tak Tertagih Untuk memperbesar volume penjualan, banyak perusahaan melakukan
transaksi penjualan secara kredit disamping penjualan secara tunai. Ini akan menimbulkan piutang bagi perusahaan yang melakukan penjualan tersebut. Biasanya pembatasan terhadap jumlah penjualan kredit bergantung pada bonafiditas pembeli. Apabila pembeli dianggap bonafid maka plafon kredit yang diberikan agak besar dengan syarat kredit lebih ringan. Sebaliknya, bila pembeli dianggap kurang bonafid, maka plafon yang diberikan kecil dengan syarat kredit lebih berat.
34
Piutang yang diberikan kepada pelanggan diharapkan dapat tertagih pada waktu jatuh tempo. Tetapi, adakalanya piutang tidak dapat ditagih kembali. Artinya, rencana investasi tidak dapat terealisasikan. Penjualan atas dasar selain penjualan tunai berisiko menimbulkan kegagalan untuk menagih piutang. Piutang tak tertagih adalah kerugian pendapatan, yang memerlukan, melalui ayat jurnal pencatatan yang tepat dalam akun, penurunan aktiva piutang usaha serta penurunan yang berkaitan dengan laba dan ekuitas pemegang saham (Donald Kieso, 2007: 350).
2.3 Likuiditas 2.3.1 Pengertian Likuiditas Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau gagalnya suatu perusahaan. Penyediaan kebutuhan uang tunai untuk memenuhi kewajiban jangka pendek menentukan sejauh mana perusahaan itu menanggung resiko atau dengan kata lain kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan kas. Dengan mengukur likuiditas dapat diketahui berapa banyak uang tunai yang harus dimiliki atau dapat dicapainya uang tunai dengan jalan menjual kekayaannya (Bambang Riyanto, 2008:25) . Munawir (2007: 31) mengemukakan bahwa likuiditas perusahaan adalah sebagai berikut : “Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keaungannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan likuid, sebaliknya kalau perusahaan tidak
35
dapat segera memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan illikuid.
Toto Prihadi dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan (2010: 171) mengemukakan “Likuditas (liquidity) adalah kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendek”. Kewajiban jangka pendek atau hutang lancar ini adalah hutang yang akan dilunasi dalam waktu satu tahun. Likuiditas adalah kemampuan jangka pendek perusahaan untuk membayar kewajibannya yang jatuh tempo (Donald E. Kieso dan Jerry J. Weygandt, 2007:222). Sedangkan menurut K.R Subramanyam (2010:241) likuiditas adalah mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi jangka pendeknya. Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dari beberapa definisi likuiditas yang telah dikemukakan oleh para ahli keaungan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang tersedia, terutama kas sebagi alat pembayaran kewajiban jangka pendek yang paling likuid.
2.3.2 Rasio Likuiditas Dalam menentukan tingkat likuiditas perusahaan dapat dilihat dari rasio likuiditasnya. Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) terdapat
36
beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat analisa atau masukan kebijakan perusahaan. jenis-jenis
rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengukur kemampuan (Sofyan Syahri Harahap, 2011: 301) : a. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajibankewajiban lancar. b. Rasio Cepat/Sangat Lancar (Quick Ratio atau Acid Test Ratio) Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi utang lancar c. Rasio Kas (Cash Ratio) Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas dibandingkan dengan total aktiva. Dari ketiga rasio di atas, peneliti menggunakan rasio lancar (current ratio), karena rasio ini adalah rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan. Selain itu, current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendeknya.
2.3.3 Current Ratio Current Ratio (rasio lancar) adalah rasio untuk mengukur sampai seberapa jauh aset lancar perusahaan mampu untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Aset lancar mempunyai potensi penggunaan setahun kedepan dari tanggal neraca (Toto Prihadi, 2010: 177).
37
Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi likuiditas perusahaan adalah Current Ratio.” Current Ratio (Rasio lancar) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo (Menurut Munawir, 2007 : 72). Current Ratio dapat dikatakan pula sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Perhitungan Current Ratio dilakukan dengan cara membandingan antara total aktiva lancar/current asset dengan hutang lancar/ current liabilities. Semakin besar perbandingan current asset (aktiva lancar) dengan current liabilities (utang lancar), maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dinyatakan sebagai berikut : Current Asset Current Ratio = Current Liabilities (Toto Prihadi, 2010: 177) Aktiva lancar (current asset) merupakan harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun). Komponen aktiva lancar meliputi kas, bank, surat-surat berharga, piutang, persediaan, biaya dibayar dimuka, pendapatan yang masih harus diterima, pinjaman yang diberikan, dan aktiva lancar lainnya. Hutang lancar (current liabilities) merupakan kewajiban perusahaan jangka pendek (maksimal satu tahun). Artinya, hutang ini harus segera dilunasi
38
dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen hutang lancar terdiri dari utang dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, utang gaji, utang pajak, utang dividen, biaya diterima di muka, utang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo, serta utang jangka pendek lainnya. Dalam praktiknya standar likuiditas yang baik adalah 200% atau 2 :1”. Pedoman 2 : 1 mempunyai arti bahwa setiap utang lancar bernilai satu rupiah dijamin dengan aktiva lancar sebesar dua rupiah. Artinya dengan hasil rasio seperti itu, perusahaan sudah merasa berada di titik aman dalam jangka pendek (Menurut Kasmir, 2011 : 131). Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2008 : 26), current ratio kurang dari 200% dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun sampai lebih dari 50%, maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi untuk menutup utang lancarnya. Bambang Riyanto (2008 : 28) juga mengungkapkan apabila dalam mengukur tingkat likuiditas dengan menggunakan current ratio sebagai alat pengukurnya, maka tingkat likuiditas perusahaan dapat dipertinggi dengan cara sebagi berikut : 1. Dengan utang lancar (current liabilities) tertentu, diusahakan untuk menambah aktiva lancar (current assets). 2. Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah utang lancar. 3. Dengan mengurangi jumlah utang lancar bersama-sama dengan mengurangi aktiva lancar. Berdasarkan uraian diatas maka penilaian atau pengukuran terhadap aspek likuiditas di dalam dunia usaha dianggap penting. Begitu pentingnya aspek
39
likuidtas ini sehingga eksistensi perusahaan akan disangsikan, apabila perusahaan tidak lagi berkemampuan cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek pada tanggal jatuh temponya. Apabila hak ini terjadi pada perusahaan, berarti penilaian terhadap aspek-aspek lain dalam perusahaan itu tidk bermanfaat lagi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Likuiditas Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan likuiditas perusahaan, yaitu : 1.
Besarnya investasi pada aktiva tetap dibandingkan dengan seluruh dana jangka panjang. Pemakaian dana untuk pembelian aktiva tetap adalah salah satu sebab utama dari keadaan perusahaan tidak likuid. Apabila makin banyak dana perusahaan yang dipergunakan untuk aktiva tetap, maka sifatnya untuk membiayai kebutuhan jangka pendek tinggal sedikit.
2.
Volume kegiatan perusahaan. Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan dana untuk membiayai aktiva lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi dengan meningkatkan hutang-hutang, tetapi jika hal-hal lain tetap, maka investasi dana jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal kerja sangat diperlukan agar likuiditas dapat dipertahankan.
40
3.
Pengendalian aktiva lancar. Apabila pengendalian yang kurang baik terhadap besarnya investasi dalam piutang dan persediaan menyebabkan adanya investasi yang melibihi daripada yang seharusnya, maka sekali lagi tingkat likuiditas akan turun dengan tajam, kecuali apabila disediakan lebih banyak lagi dan dalam jangka panjang.
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah data-data mengenai perputaran persediaan, Perputaran piutang dan Likuiditas yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan (2000-2010) PT. Holcim Indonesia, Tbk. Perusahaan ini bergerak dalam bidang industri semen. Perusahaan ini berkantor pusat di Gedung Tower utara JAMSOSTEK utara Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 38 Jakarta 12930. Akan tetapi peneliti tidak terjun langsung ke dalam organisasi perusahaan. Dalam hal ini peneliti hanya mengambil beberapa data laporan keuangan yang teraudit dan dipublikasikan secara resmi dari Bursa Efek Indonesia.
3.2
Metode Penelitian metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan
data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Sesuai dengan tujuannya, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif (Sugiyono, 2010:5) .
42
Metode ini menggambarkan bagaimana perkembangan perputaran persediaan, perputaran piutang, dan tingkat likuiditas PT.Holcim Indonesia, Tbk., mengemukakan fakta-fakta yang ditunjang dengan pemahaman literatur sehingga adanya gambaran secara sistematis dan faktual mengenai data yang diselidiki. Sedangkan hasil penelitian ini nantinya diinterpretasikan ke dalam bentuk angkaangka. Menurut Drs. Beni Ahmad Saebani (2008: 90) “Metode penelitian deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam.” Berdasarkan pernyataan diatas bahwa metode deskriptif kuantitatif adalah metode yang berisi pengungkapan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data yang aktual, yakni dengan menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasikannya. Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas perusahaan. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis besarnya pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas perusahaan.
3.3
Jenis Data Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder,
yaitu data historis yang didapat dari pihak lain selain perusahaan. Jenis data sekunder yang digunakan adalah data laporan keuangan yang telah dipublikasikan
43
oleh Bursa Efek Indonesia tahun 2000 sampai dengan 2011, yang diperoleh dari hasil pengumpulan dan pengolahan pihak kedua atau tangan kedua. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada PT. Holcim Indonesia, Tbk. yang terdapat pada Indonesia Capital Market Directory (ICMD) yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia.
3.4
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2010:401). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian adalah studi dokumentasi. Data yang diperlukan yaitu data sekunder, berupa laporan keuangan tahunan (Annual Report) yang diterbitkan oleh perusahaan, buku Indonesian Capital Market Directory (ICMD), jurnal-jurnal, surat kabar harian dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan objek yang sedang diteliti. Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Laporan Keuangan Tahunan (Annual Report) yang diterbitkan oleh perusahaan yang mendasari objek penelitian. 2. Laporan Neraca dan Laporan Laba Rugi pada PT. Holcim Indonesia Tbk periode 2000 sampai dengan 2011. 3. Buku Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dari tahun 2000 sampai dengan 2011.
44
3.5
Operasionalisasi Variabel Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan penelitian. Ada dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel independen atau variabel bebas yang selanjutnya dinyatakan dengan simbol (X) dan variabel dependen atau variabel terikat yang selanjutnya dinyatakan dengan simbol (Y). Variabel Independen/Bebas (X) merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu Perputaran Persediaan (X1) dan Perputaran Piutang (X2). Variabel Dependen/Terikat (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Likuiditas. Variabel-variabel tersebut dioperasionalisasikan sebagai berikut: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel VARIABEL Perputaran Persediaan (X1) Perputaran Piutang (X2)
Tingkat Likuiditas (Y)
KONSEP VARIABEL
INDIKATOR HPP Persediaan: - Persediaan Awal - Persediaan Akhir Sales (Penjualan) Rata-rata Piutang: - Piutang Awal - Piutang Akhir
Cost of gold sold Average Inventory
Sales Average Trade Receivable
Aktiva Lancar (Current Assets): - Kas - Piutang - Persediaan Hutang Lancar (Current Liabilities): - Hutang Bank - Hutang Usaha
Current Asset Current Liabilities
45
JENIS DATA
RASIO
RASIO
RASIO
3.6
Tekhnik Pengolahan Data Dalam penelitian ini, tekhnik pengolahan data yaitu menghitung dan
menganalisis pengaruh perputaran persediaan, perputaran piutang, dan tingkat likuiditas PT Holcim Indonesia Tbk serta dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda yang berarti bahwa dalam suatu persamaan regresi terdapat satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen.selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik, uji koefisien secara parsial (uji t), uji koefisien secara simultan (uji F), uji korelasi, dan uji koefisien determinasi.
3.6.1
Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian regresi linier berganda terhadap hipotesis
penelitian, maka terlebih dahulu perlu dilakukan suatu pengujian untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik. Hasil pengujian hipotesis yang baik adalah pengujian yang tidak melanggar asumsiasumsi klasik yang mendasari model regresi linier berganda. Asumsi-asumsi klasik dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
3.6.1.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak mempunyai distribusi normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Salah satu metode
46
untuk mengetahui normalitas adalah dengan menggunakan metode analisis grafik, baik dengan melihat grafik secara histogram ataupun dengan melihat secara Normal Probability Plot. Uji Kolmogorov smirnov digunakan untuk uji statistik apakah data terdistribusi normal ataukah tidak terdistribusi normal. Uji kolmogorov Smirnov dengan ketentuan sebagai berikut: jika nilai signifikansi kolmogorov smirnov lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditetapkan maka data terdistribusi secara normal. Metode lain untuk mengetahui normalitas adalah dengan menggunakan metode analaisis grafik, baik dengan melihat grafik secara histogram ataupun dengan melihat secara Normal Probability Plot. Normalitas data dapat dilihat dari penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal pada grafik Normal P-Plot atau dengan melihat histogram dari residualnya. Uji normalitas dengan grafik Normal P-Plot akan membentuk satu garis lurus diagonal, kemudian plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji normalitas yang pertama dengan melihat grafik secara histogram dan grafik Normal P-Plot
3.6.1.2 Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual pengamatan satu ke pengamatan yang lain berbeda. Sedangkan bila terjadi ketidaknyamanan variance dari residual pengamatan satu ke pengamatan yang lain tetap maka disebut 47
homokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi linear berganda adalah dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat yaitu SRESID dengan residual error yaitu ZPRED. Jika tidak ada pola tertentu dan titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.6.1.3 Uji Autokorelasi Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Pengujian ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Pengujian ini menggunakan Durbin Watson (DW-test). Ketentuan uji DW dapat dilihat sebagai berikut Tabel 3.2 Kriteria Nilai Durbin Watson No
Nilai DW
Kesimpulan
1
< 1,10
Ada autokorelasi
2
1,10 – 1,54
Tidak dapat disimpulkan
3
2,64 – 2,90
Tidak dapat disimpulkan
4
> 2,91
Ada autokorelasi
5
1,55 – 2,46
Tidak ada autokorelasi
48
3.6.1.4 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah keadaan dimana pada model regresi ditemukan adanya korelasi yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang sempurna di antara variabel bebas. Beberapa uji multikolinearitas yaitu dengan melihat nilai tolerance dan inflaton factor ( VIF ) pada model regresi atau dengan membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak R2). 3.6.2
Analisis Regresi Linier Berganda Hubungan kausal dalam penelitian ini akan dijelaskan melalui koefisien
regresi dari masing-masing variabel ke dalam model matematis regresi linear berganda untuk selanjutnya akan dijadikan sebagai model analisis dalam penelitian ini. Pengolahan data akan menggunakan bantuan software Statistical Product and Service Solution (SPSS) 20, sehingga nantinya akan diformulasikan ke dalam model analisis, yaitu:
Ŷ= a + b1x1+ b2x2 +ε Sudjana (2001: 235) Keterangan: Y = Tingkat Likuiditas a = bilangan konstan b = angka arah atau koefisien regresi
49
X1 = Perputaran Persediaan X2 = Perputaran Piutang e = error term X dikatakan mempengaruhi Y, jika berubahnya nilai X akan menyebabkan adanya perubahan nilai Y, artinya naik/turunnya X akan membuat nilai Y juga naik/turun, dengan demikian nilai Y ini akan bervariasi. Namun nilai Y bervariasi tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh X, karena masih ada faktor lain yang menyebabkannya. Dalam hal ini: Y
= Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a
= Harga Y bila X = 0 (konstanta persamaan regresi)
b1, b2 = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan atau pun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Jika b(+) maka naik, dan jika b (-) maka terjadi penurunan. X1
= Subyek pada variabel independen dengan nilai tertentu
X2
= Subyek pada variabel independen dengan nilai tertentu Langkah-Langkah menjawab regresi ganda:
a. Membuat tabel penolong untuk menghitung angka statistik, yaitu: ∑X 1, ∑ X2, ∑Y, ∑X12, ∑ X22, ∑Y2, ∑ X1 Y, ∑ X2 Y, ∑X1 X2.. b. Menghitung nilai-nilai persamaan b1, b2, dan a dengan rumus: ∑Y
=a
+ b1∑X1 + b2∑X2
∑X1Y = a∑X1 + b1∑X1 + b2∑X1X2 ∑X2Y = a∑X1 + b1∑X1 + b2∑22
50
X
3.6.3 Uji Hipotesis Rancangan pengujian hipotesis ini dinilai dengan penetapan hipotesis nol dan hipotesis alternatif, penelitian uji statistik dan perhitungan nilai uji statistik, perhitungan hipotesis, penetapan tingkat signifikan dan penarikan kesimpulan. Rancangan pengujian hipotesis penelitian ini untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara variabel independen (x) yaitu perputaran persediaan (x1) dan perputaran piutang (x2) terhadap Tingkat likuiditas sebagai variabel dependen (Y), dengan langkah-langkah sebagai berikut Analisis Variabel penelitian dilakukan dengan menghitung perputaran persediaan dan perputaran piutang, yang disusun dalam tabel kerja kemudian masing-masing rasio tersebut diuji pengaruhnya terhadap tingkat likuiditas dengan bantuan program software Statistical Product and Service Solution (SPSS) Versi 20.0. 3.6.3.1 Uji Koefisien Secara Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang tetap terhadap tingkat likuiditas secara simultan. Langkah–langkah yang dilakukan adalah: a. Merumuskan Hipotesis H0diterima: berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.
51
Haditerima: berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan. b. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.05 (α=0,05) c. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya: 1. Bila Fhitung< Ftabel, variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. 2. Bila Fhitung> Ftabel, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. d. Berdasarkan Probabilitas. Dengan menggunakan nilai probabilitas, Ha akan diterima jika probabilitas kurang dari 0,05. e. Menentukan nilai koefisien determinasi, dimana koefisien ini menunjukkan seberapa besar variabel independen pada model yang digunakan mampu menjelaskan variabel dependennya.
Uji F dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Fhitung
R2 k (1 R 2 ) n k 1
Keterangan: F hitung =Nilai F yang dihitung R
= Nilai Koefisien Korelasi Ganda 52
k
= Jumlah Variabel bebas (independen)
n
= Jumlah sampel
Gambar 3.1 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji F)
Daerah Penerimaan
Daerah Penolakan Ho
Ho
F tabel
F hitung
3.6.3.2 Uji Koefisien Secara Parsial (uji t) Uji koefisien secara parsial (uji t) yaitu uji statistik secara individual untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji t. Uji t ini digunakan untuk menguji signifikansi. Oleh karena itu, uji t ini digunakan untuk menguji hipotesis. Langkah–langkah pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Merumuskan hipotesis H0diterima: berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Haditerima:berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.
53
c. Menentukan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05. d. Membandingkan thitung dengan ttabel,.Jika thitung lebih besar dari ttabel maka Ha diterima dan H0 ditolak. 1. Bila thitung< ttabel, variabel independen secara individu tak berpengaruh terhadap variabel dependen. 2. Bila thitung> ttabel, variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. e. Berdasarkan probabilitas Ha akan diterima jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 (α) Menentukan variabel independen mana yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel dependen. Hubungan ini dapat dilihat dari koefisien regresinya. Uji t dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
thitung
r n2 1 r
2
Keterangan : thitung
= nilai t
r
= nilai koefisien korelasi
n
= jumlah sampel
54
Gambar 3.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji -t) Daerah penolakan hipotesis
Daerah Penerimaan Hipotesis
-t tabel (α/2,df)
0
t tabel (α/2,df)
3.6.4 Analisis Koefisien Korelasi Analisis Korelasi bertujuan mencari hubungan antara kedua variabel yang diteliti. Terdiri dari yang positif dan negative. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kuat atau tidaknya hubungan antara x dan y disebut koefisien korelasi (r). Nilai koefisien korelasi harus terdapat dalam batas -1< r < 1, dimana: a. Bila nilai r = -1, maka korelasi kedua variabel dikatakan sangat kuat dan negative artinya sifat hubungan dari kedua variabel berlawanan arah, maksudnya jika nilai X naik maka nilai Y akan turun atau sebaliknya. b. Bila nilai r= 0 atau mendekati 0, maka korelasi dari kedua variabel sangat lemah atau tidak terdapat korelasi sama sekali. c. Bila nilai r = 1 atau mendekati 1, maka korelasi dari kedua variabel sangat kuat
dan positif, artinya hubungan dari kedua variabel yang diteliti bersifat searah, maksudnya jika nilai X naik maka nilai Y juga naik atau sebaliknya.
55
Adapun kriteria penilaian korelasi menurut Sugiyono (2010:216), yaitu: Tabel 3.3 Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 - 0.199
Sangat rendah
0,20 - 0,399
Rendah
0,40 - 0,599
Sedang
0,60 - 0,799
Kuat
0,80 - 1,000
Sangat kuat
Sumber: Sugiyono, 2010
3.6.5 Analisis Koefisien Determinasi ( Uji R2) Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Pengujian kontribusi dari pengaruh variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel tidak bebas (Y) dapat dilihat dari koefisien determinasi berganda (R2) dimana 0
56
terhadap variabel tidak bebas (Y) semakin lemah. Analisis determinasi dihitung dengan rumus : r2 x100% KD KD = r2 =x100%
Keterangan: KD = Koefisien Determinasi r
= Koefisien Korelasi
3.7 Jadwal Penelitian Adapun jadwal penelitian yang akan dilakukan penulis adalah sebagai berikut: Tabel 3.4 Jadwal Penelitian Tahun 2013 Bulan Keterangan
Maret 4
April 1
2
3
Mei 4
1
Pengajuan Judul Bimbingan Proposal Seminar Judul Waktu Pengumpulan Data Waktu Pengolahan Data Bimbingan Skripsi Seminar Skripsi
57
2
3
Juni 4
1
2
3
Juli 4
1
2
3
Agustus 4
1
2
3
4