BAB I PENDAHULUAN 1.
Permasalahan
1.1
Latar Belakang Masalah Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjadi Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor. 76, Tambahan Lembaga Nomor. 3290 tertanggal 31 Desember 1981 membawa perubahan fundamental dengan HIR (Het Herzeiene Inlandsch Reglement) yang berlaku sebelumnya. Perubahan fundamental sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) itu sendiri yang memberikan perlindungan kepada hak-hak asasi manusia (tersangka/terdakwa) dengan keseimbanganya dengan kepentingan umum terutama mengenai perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia. Perubahan fundamental ini di harapkan dapat menghasilkan gagasan yang baru mengenai nilai-nilai keadilan yang dapat memelihara dan mempertahankan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu di suatu kepentingan masyarakat di lain pihak yang mempunyai kedudukan atau jabatan dimata hukum semua sama. Indonesia merupakan Negara hukum maka tersangka dalam kasus tindak kriminal harus diperlakukan sebagai ‘’subjek’’ tidak boleh dipaksa untuk menerangkan suatu hal baik dalam tahap pemeriksaan pendahuluan oleh pihak
kepolisian atau penyidik maupun pada tahap prapenuntutan oleh pihak kejaksaan atau penuntut umum ataupun pada tahap pemeriksaan di depan persidangan oleh hakim. 1 Lebih lanjut yang di kemukakan oleh Mr. S.M. Amin sebagai berikut : ‘’...Terjadinya suatu perbuatan melanggar ketentuan hukum dalam lapangan hukum pidana, mengakibatkan terjadinya tindakan-tindakan yang seperlunya oleh petugas-petugas Negara yang bertugas memelihara keamanan dalam Negri. Petugas-petugas Negara yang berkewajiban menyelesaikan pelanggaran hukum tersebut dapat di golongkan dalam tiga bagian, yaitu kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Masing-masing golongan ini mempunyai tugas-tugas tertentu, dengan pemisah tugas masing-masing satu dengan lain dalam lapangan pemeliharaan keselamatan Negara’’. 2 Walaupun tidak dijelaskan oleh Mr.S.M. Amin apakah yang dimaksud dengan tindakan-tindakan seperlunya, namun dapat dilihat dari KUHAP bahwa salah satu dari tindakan yang dimaksud itu adalah masalah penyidikan. Istilah penyidikan adalah istilah yang tidak asing lagi terutama dalam proses perkara pidana. KUHAP memberi definisi penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan tersangkanya.
1 2
Tanu Subroto, 1984, Dasar-dasar Hukum Acara Pidana, Amico, Bandung, h.73. S.M.Amin, Hukum Acara Pengadilan Negri, Pradnya Paramita, Jakarta, h.25.
Di dalam organisasi Kepolisian penyidik menggunakan istilah reserse. Tugasnya terutama tentang menerima laporan dan pengaturan serta mencari orang yang di curigai untuk di priksa baik sebagai saksi atau tersangka. Jadi, bearti penyidikan ini tindakan untuk mendahului proses yang dilakukan oleh aparat dalam melakukan penyidikan. Kalau di hubungkan dengan teori hukum acara pidana seperti dikemukakan oleh Van Bemmelen di (Bab I), maka penyelidikan ini dimaksud ialah tahap pertama dalam tujuh tahap hukum acara pidana, yang bearti mencari kebenaran. 3 Penyidikan suatu istilah yang di maksudkan sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia). KUHAP memberi definisi penyidikan sebagai berikut; ‘’...serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta pengumpulan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka’’. Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) bearti ‘’pemeriksaan pemulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan bahwa ada terjadi suatu pelanggaran hukum’’.4
3 4
Andi Hamzah, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.120. R. Tresna, 1957, Peradilan di Indonesia dan Abad ke Abad, Jakarta, h.72.
Istilah lain yang dipakai untuk menyebut penyidikan adalah mencari kejahatan dan pelanggaran yang merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang mempunyai wewenang akan penyidikan yang di lakukan setelah diketahui akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak pidana. Penyidikan merupakan tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau jika ada persangkaan terjadinya suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan kejahatan atau pelanggaran maka harus di usahakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan suatu tindak pidana dan jika benar demikian siapakah pelakunya. 5 Penyidikan dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang pada tahap pertama harus dapat memberikan keyakinan walaupun sifatnya masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atau tentang tindak pidana apa yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu perbuatan tersebut dilakukan penuntutan. Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi manusia. Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut : 1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.
5
Darwan Print, 1998, Hukum Acara Pidana dalam Praktek, Djmbatan, Jakarta,h.8.
2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik. 3. Pemeriksaan ditempat kejadian. 4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa. 5. Penahanan sementara. 6. Penggeledahan. 7. Pemeriksaan atau introgasi. 8. Berita acara (penggeledahan, introgasi, dan pemeriksaan ditempat) 9. Penyitaan. 10. Penyampaian perkara. 11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan. Terdapat dalam bulir 1 telah diuraikan di Bab 5. Begitu pula tentang penahanan dan penggeledahan akan di uraikan di bab tersendiri. Jadi, disini akan diuraikan pertama tentang terjadinya delik. 6 Terjadinya delik dari empat kemungkinan yaitu sebagai berikut : 1. Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP). 2. Karena laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP). 3. Karena pengaduan (Pasal 1 Butir 25 KUHAP). 4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik seperti membacanya di surat kabar, mendengar dari radio atau orang yang bercerita, dan selanjutnya.
6
Andi Hamzah, Op. Cit, h.121
Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP tersebut, pengertian tertangkap tangan meliputi yang berikut ini : 1. tertangkap tangan waktu sedang melakukan tindak pidana. 2. tertangkap segera sesudah beberapa saat tindakan itu dilakukan. 3. tertangkap sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan delik. 4. tertangkap sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. Hal itu sama benarnya dengan ketentuan Pasal 57 HIR(Herzeine Inlandsch Reglement) dahulu. Pengertian tertangkap tangan diperluas sehingga mempunyai pandangan berbeda dengan pengertian sehari-hari, karena meliputi pengertian sedang melakukan dan sesudah melakukan suatu pelanggaran hukum. Sejak zaman romawi telah dikenal delik tertanggkap tangan itu, yaitu delik yang tertangkap sedang atau segera setelah berlangsung yang mempunyai akibatakibat hukum yang berbeda dengan delik lain. Delik tertangkap tangan disebut oleh orang Romawi delicitum flagrans Jerman atau Belanda kuno handhalft delit dan Jerman Frische Tat.7
7
Op.Cit, h.122.
Penyidikan delik tetangkap tangan lebih mudah dilakukan karena terjadinya baru saja, berbeda dengan delik biasa yang kejadianya sudah beberapa waktu berselang. Untuk menjaga agar pembuktian tidak menjadi kabur, jika penyidikan sama-sama dengan delik biasa, maka diatur secara khusus. Banyak kelonggaran-kelonggaran yang diberikan oleh penyidik yang lebih membatasi hak asasi manusia dari pada delik biasa. Suatu hal yang perlu diperhatikan ialah dalam KUHAP ada definisi tentang delik tertangkap tangan, tetapi tidak terperinci tentang cara menyidik yang khusus seperti yang diatur dalam Pasal 58 HIR(Herzeine Inlandsch Reglement). Dalam Pasal 58 HIR(Herzeine Inlandsch Reglement) itu diatur antara lain, bahwa siapa saja yang dapat menangkap pelaku delik tertangkap tangan itu dan membawa pelakunya kepada penyidik yang berwenang untuk dilakukan proses penyidikan, terhadap pelaku maupun saksi agar dapat memberikan keterangan kepada penyidik. Dalam Pasal 18 ayat (2) KUHAP disebut bahwa penangkapan harus segera dilakukan kepada tersangka beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu. Hal ini sama dengan ketentuan Pasal 58 HIR(Herzeine Inlandsch Reglement), tetapi tidak tegas disebut bahwa siapa saja yang dapat menangkap pelaku, hanya disebut penagkap,(tidak dijelaskan dalam Pasal demi Pasal). Pemeriksaan dalam kasus pembunuhan dilakukan di tempat kejadian terutama pada delik tertangkap tangan. Dalam Pasal 53 KUHAP yang telah, ada pengecualian memasuki suatu tempat dalam hal tertangkap tangan seperti ruangan MPR, DPR, DPRD dimana sedang berlangsung sidang, ditempat mana sedang
berlangsung ibadah, dan ruang ditempat kejadian sangat berkaitan dengan penggeledahan, tetapi dapat juga dilakukan di tempat kejadian suatu peristiwa pidana yang telah terjadi. Pemeriksaan ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena terjadi delik yang mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian, dan perampokan. Dalam hal terjadinya kematian dan kejahatan seksual sering dipanggil dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian diatur dalam Pasal 7 KUHAP. Dalam Pasal 7 ayat (1) butir ‘b’ ditentukan bahwa penyidik sebagaimana disebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf ‘a’ (pejabat polri) mempunyai wewenang melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. Pada bulir ‘h’ Pasal itu mengatakan bahwa penyidik berwenang mendatangkan orang lain yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan perkara.8 Berdasarkan ketentuan itulah dapat dipanggil seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan, dan apabila ia menolak ia diancam dengan pidana menurut Pasal 224 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :‘’barangsiapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi,ahli, atau juru bahasa dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam dengan Pasal 224 KUHP; Ayat (1) yaitu, Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara selama lamanya sembilan bulan. 8
M.Yahya Harahap, 2010, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, h.110.
Ayat (2) yaitu, Dalam perkara lain, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya enam bulan. Penyidik pada waktu melakukan pemeriksaan pertama kali ditempat kejadian sedapat mungkin tidak merubah, merusak keadaan ditempat kejadian agar bukti-bukti tidak hilang atau menjadi kabur. Hal ini terutama dimaksud agar sidik jari begitu pula alat bukti yang lain seperti jejak kaki, bercak darah, air mani, rambut, dan sebagiannya tidak terhapus atau hilang. Kasus yang terjadi dalam pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan di Desa Subagan Kab.Karangasem yang pelaku mengaku dalam kondisi dibawah sadar (Trance). kelengkapan materiil bahwa tersangka di sangka melakukan tindak pidana pembunuhan berencana melanggar Pasal 338 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut.
Unsur barang siapa;
Unsur dengan sengaja.
Unsur merampas nyawa orang lain.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukann penelitian secara yuridis empiris yang di fokuskan kepada ‘’Masalah Penyidikan Terhadap Kasus Pembunuhan yang Dilakukan Dalam Keadaan di Bawah Sadar (Trance), (Studi Kasus Pembunuhan di Desa Subagan Kab. Karangasem)’’
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dalam usulan penelitian ini ada dua
permasalahan pokok yang akan dibahas adapun permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: 1. Bagaimanakah proses penyidikan yang dilakukan dalam kasus keadaan di bawah sadar (trance) ? 2. Bagaimanakah tindakan penyidik untuk membuktikan adanya unsur kesengajaan dalam tindak pidana pembunuhan di bawah sadar (trance) ? 1.3
Ruang Lingkup Masalah Di dalam kerangka ilmiah perlu ditentukan secara tegas mengenai materi
yang diuraikan dengan suatu batasan agar isi uraiannya tidak menyimpang dari permasalahan yang disampaikan. Demikian juga dalam usulan penelitian ini masalah yang terjadi dalam penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dalam rumusan masalah terutama dalam aspek yuridis akan memperoleh suatu gambaran yang tegas tentang bagaimana penyelesaian dan pembuktian, apakah seseorang dalam keadaan tidak sadarkan diri melakukan suatu perbuatan pidana yang menghilangkan nyawa orang lain di atur dalam Pasal 338 KUHP dapat di buktikan dan di berikan suatu penjelasan yuridis tentang proses penyidikan dan pengaruhnya dengan hak asasi manusia.
1.4
Orisinalitas Penelitian Berdasarkan penulisan terhadap judul penelitian ini, penulis kali ini
menampilkan dua skripsi yang penelitian hampir mirip dengan penelitian penulis. dalam menumbuhkan semangat anti plagiat dalam dunia pendidikan di indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan Orisinalitas dari penelitian yang sedang di tulis dengan menampilkan beberapa judul penelitian skripsi yang terdahulu sebagai pembanding. Pertama
: Skripsi dengan judul pengalihan jenis penahanan dalam proses
penyidikan perkara pidana, yang ditulis oleh I Wayan Oka Adnyana, NMP.21 10 121 047, Dalam skripsi ini penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam suatu rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut: 1. Apa kriteria yang dipergunakan oleh penyidik melakukan tindakan pengalihan penahanan terhadap tersangka ? 2. Bagaimana konsekwensi hukum pengalihan jenis penahanan yang dilakukan penyidik ? Kedua
: Skripsi dengan judul proses penyidikan dalam upaya penyelesaian
berita acara pemeriksaan di polresta surakatra (studi kasus pembunuhan berencana No.Pol.BP/113/IV/2005/Reskrim), yang ditulis oleh Indrawati Darmastuti, Nim. E 1107166. Dalam skripsi tersebut penulis mengambarkan dua rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses penyidikan dalam upaya penyelesaian berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap tindak pidana pembunuhan berencana di polresta surakarta ? 2. Hambatan apa saja yang ditemui penyidik polresta surakarta dalam proses penyidikan dalam upaya penyelesaian upaya penyelesaian berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap tindak pidana pembunuhan berencana di polresta surakatra ? Dari judul penelitian skripsi yang telah ditampilkan bahwa skripsi yang ditulis oleh I Wayan Oka Adnyana dan Indarwati Darmastuti berbeda dengan skripsi ini. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya, skripsi yang ditulis oleh I Wayan Oka Adnyana dan Indarwati Darmastuti menggunakan permasalahan yang berbeda dengan skripsi yang saya tulis, selain itu terdapat perbedaan antara lain diantaranya tahun terbit skripsi dimana dalam skripsi yang ditulis oleh I Wayan Oka Adnyana pada Tahun 2005 Fakultas Hukum Universitas Warmadewa sedangkan Indarwati Darmastuti pada tahun 2011 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 1.5
Tujuan Penelitian
a.
Tujuan Umum Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran secara ilmiah
dan tertulis melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dibidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. Mengembangkan diri pribadi
mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum dan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum. b.
Tujuan Khusus Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana permasalahan di
dalam melakukan penyidikan terhadap kasus pembunuhan yang di lakukan dengan keadaan di bawah sadar (trance) dan mengetahui apa saja yang dapat di pertanggung jawabkan dalam kasus tersebut, agar mendapat kepastian hukum di tingkat penyidikan,sehingga menemukan pemecahan dan solusi dari penyidikan tersebut. 1.6
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis Dalam penelitian ini manfaat yang dapat diperoleh dari usulan penelitian
ini adalah pemahaman dalam masalah penyidikan dan kesulitan apa saja yang terdapat dalam proses penyidikan yang dilakukan dalam suatu permasalahan hukum dalam pemenuhan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja atau dengan niat ,menghilangkan nyawa orang lain akan unsur-unsur yang harus di penuhi oleh penyelidik. b.
Manfaat Praktis Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari usulan penelitian ini adalah
pemahaman hukum kepada pembaca dan memberi kontribusi tentang aturanaturan hukum yang jelas akan bagaimana pembuktian yang dapat di terangkan
secara logis tentang masalah penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan dapat di pertanggungjawabkan atas masalah penyidikan yang dilakukan. 1.7
Landasan Teoritis Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana
adalah hukum yang mengatur tenang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Selain itu, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tenatang pelanggaran dan kejahatan yang merugikan kepentingan umum. Sederhananya adalah hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang untuk dilakukan, jika perbuatan tersebut dilakukan maka akan ada sangsinya. 9 Hukum pidana terdiri dari dua yaitu hukum pidana objektif (ius poenale) dan hukum pidana subjektif (ius puniedi). Hukum pidana objektif adalah semua peraturan tentang perintah atau larangan terhadap pelanggaran yang mana diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan,dibagi dua yaitu ; a. Hukum pidana materiil Hukum yang mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum. b. Hukum pidana formal Hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana. 9
Jonaedi Efendi, 2013, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara Pidana, Kencana Prenadamedia, Jakarta, h.36.
Adapun hukum pidana subjektif (ius puniendi) ialah hak Negara atau alatalat untuk menghukum berdasarkan hukum pidana objektif. Pembahasan dalam definisi diatas berhubungan dengan hukum pidana formal atau disebut dengan hukum acara pidana. Karena hak-hak dalam hukum pidana dibicarakan dalam hukum acara pidana.10 Terdapat beberapa asas yang sangat mendasar dalam hukum acara pidana, Asas ini menjadi kaidah-kaidah dalam menerapkan dan menjalankan hukum acara pidana, berikut ini dalam masalah penyidikan dalam hukum acara pidana menggunakan : 1. Asas praduga tidak bersalah (Presumption of Innocent) yang berbunyi , ‘’... setiap orang wajib diduga tidak bersalah sebelum ada putusan yang menyatakan sebaliknya. Implikasi dari asas ini, bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana masih memiliki hak untuk tidak dinyatakan bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah’’. Penjelasan umum 3 huruf c KUHAP : setiap orang yang disangaka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. 2. Asas Legalitas, berbunyi ‘’...penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat
10
Jonaedi Efendi, Loc.cit.
yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur oleh undang-undang’’. 11 Berkaitan dengan permasalahan hukum yang ada maka digunakan teori sebagai berikut yaitu ; 1. Teori Pisikologi Kriminal Dalam teori ini menggunakan usaha untuk mencari ciri-ciri psikis pada para penjahat didasarkan pada anggapan bahwa penjahat merupakan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orangorang yang bukan penjahat dan ciri-ciri psikis tersebut terletak pada intelegensinya yang rendah. Di indonesia perkembangan pisikologi kriminal lambat, terutama disebabkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada. Sehingga menimbulkan masalah lain yaitu; kurangnya perhatian para
penegak
hukum,
khususnya
hakim.
Masih
sangat
sedikit
pertimbangan-pertimbangan atau perhatian para hakim dalam memeriksa terdakwa dengan menggunakan hasil-hasil atau pendapat-pendapat para ahli pisikologi. Dari berbagai kasus, sikap tersebut menghambat perkembangan pisikologi kriminal di negara indonesia, bahkan tidak sesuai dengan jiwa Pasal 44 KUHP.12 Terdapat dalam Teori Pisikologi Kriminal yang disebut dengan Deindividuasi yaitu : suatu situasi dimana kesadaran diri, kemampuan menilai diri dan kepedulian terhadap orang
11
Jonaedi Efendi, Op.cit. h.40. Abdussalam. H.R dan Ardi Desasfuryanto, 2014, Criminology (Pembebasan Dengan Kasus Tindak Pidana yang Terjadi di Seluruh Indonesia), PTIK, Jakarta, h.55. 12
lain menurun sehingga meningkat tingkah laku impulsive, termasuk prilaku agresif. 13 2. Teori Hukuman yang Tak Perlu (Theory of pointless punishment) teori ini dikemukakan oleh Flecther yang mengemukakan pendapatnya tentang perbuatan yang terjadi yang dilakukan oleh seseorang diluar kesadaranya. Jadi, dalam halnya pelakunya mengalami sakit jiwa tidak ada manfaatnya sekali menghukum, menjatuhkan pidana terhadap pelaku yang tidak menyadari dan tidak dapat mencegah perbuatan yang dilakukanya itu. Jadi, tidak perlunya untuk menghukum orang yang melakukan suatu tanpa disadarinya. 14 3. Teori pertanggung jawaban pidana dapat atau tidaknya di pertanggung jawabkan seseorang yang melakukan tindakan pidana, dalam keadaan di bawah sadar (trance). oleh sebab itu teori ini menjadi tolak ukur akan dapat atau tidaknya perbuatan itu di pertanggung jawabkan, karen dalam KUHP tidak mengatur tentang orang yang kesurupan dapat di pidana. Menurut Pasal 1 angka 4 KUHAP Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyidikan. Wewenang penyelidik tercantum dalam Pasal 5 KUHAP sebagai berikut :
13
Op.cit. h.64. Hamdan. H.M, 2012, Alasan Penghapusan Pidana (Teori dan Study Kasus), PT.Refika Aditama, Bandung, h.62. 14
1. Menerima laporan/pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. 2. Mencari keterangan dan barang bukti; 3. Memeriksa seseorang yang dicurigai; 4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Atas perintah penyidik: 1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan; 2. Pemeriksaan dan penyitaan surat; 3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; 4. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik. Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh unang-undang untuk melakukan penyidikan. Wewenang penyidik yaitu; a. menerima laporan/pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama di TKP; c. memeriksa seseorang yang dicurigai; d. melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 15 Pengertian penyelidikan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penyelidikan
menurut
undang-undang
diatas,
bahwa
sebenarnya
penyelidikan itu adalah penentuan suatu perbuatan dapat dikatakan suatu tindak pidana atau tidak. Ketika suatu perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu tindak pidana, baru dapat dilakukan proses penyidikan. Dalam proses penyidikan ini biasanya dilakukan oleh polri dan untuk kasus-kasus tertentu dapat dilakukan oleh jaksa. Di saat inilah dimana pembuktian seseorang yang diduga bersalah dapat menjadi sebagai tersangka. Di dalam kasus yang terjadi pelaku pembunuhan memberikan keterangan kepada penyidik melakukan penusukan dengan tidak sadarkan diri, dan di perkuat oleh kesaksian saksi-saksi di lapangan. Pengertianan tidak sadarkan diri atau
15
Jonaedi Efendi, Op.cit. h.43.
disebut dengan (trance) dimana ‘trance’ yang disebut
suatu keadaan yang
ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya pengindraan dari identitas diri atau tanpa suatu identitas alternatif.(DSM IV TR). Keadaan kesurupan separuh sadar
(half-light)
antara realitas
yang nyata dan fantasi yang gelap
(cameron,1963).16 1.8
Metode Penelitian Penelitian menurut
J.S. Badudu dan
Sutan Mohammad Zain dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia ialah merupakan suatu Pencarian, pengolahan penganalisisan suatu objek yang dilakukan berdasarkan teori serta cara-cara yang sistematis untuk memperoleh jawaban atas suatu masalah yang bersifat keilmuan, atau untuk menguji hipotesis dalam pengembangan prinsip-prinsip umum. 17 Sedangkan menurut Soedandyo Penelitian hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer) dan /atau jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. a.
Jenis Penelitian Berdasarkan ruang lingkup bidang kajian ini, jenis penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian Yuridis Empiris. Penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti data primer dan data skunder dari normanorma hukum yang berterkaitan dengan permasalahan hukum yang dihadapi dan melihat bagaimana penerapan norma hukum tersebut dilapangan dalam hal ini di 16
Cameron N, 1963, Personality Development and Psychopathology, Mifflin Company, Boston, h. 338-372. 17 J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, 1996, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
polsek Subagan Karangasem. Dimana dalam KUHAP masalah penyidikan, penyelidikan oleh polisi sudah diatur jelas akan prosedur dan proses yang dilakukan oleh penyidik untuk menyelesaikan suatu permasalahan hukum, agar dapat memenuhi unsur-unsur yang tidak terpenuhi dalam proses penyidikan dan memberikan sanksi pidana untuk tersangka pelaku kejahatan. b.
Jenis Pendekatan Pendekatan kasus (The Case Approach) yang dipergunakan dalam
penelitian ini dengan mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa sikap, penilaian, perilaku, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan yang dilakukan dengan cara melakukan pendekatan kepada masyarakat kususnya di daerah Subagan Kab.Karangasem dan aparat kepolisian di lapangan. c.
Sumber Data Hukum Data yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan dua sumber data
hukum yaitu : a. Sumber data primer yaitu terdiri dari, Doktrin (pendapat para sarjana hukum terkemuka yang memiliki pengaruh besar terhadap hakim dalam mengambil keputusan perkaran dan aparat sebagai penyidik dalam masalah kasus yang terjadi), teori-teori dalam hukum acara pidana dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh aparat yang berwenang akan proses penyidikan, hukum pidana, undang-undang republik Indonesia dan aturan peraturan hukum yang terdapat di suatu daerah.
b. Sumber data skunder didapatkan dari hasil wawancara dengan penyidik yang bertugas di polsek karangasem, jaksa dan para ahli yang mempunyai pandapat tentang pembunuhan yang terjadi di Desa Subagan Karangasem. d.
Teknik Pengumpulan Data Hukum Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan teknik pengumpulan
dokumen, wawancara dan opservasi di tempat objek lokasi dalam pengumpulan data ini, penulis melakukan kajian terhadap permasalahan hukum yang terjadi di Desa Subagan dengan cara melakukan penelitian terhadap kasus pembunuhan. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti proses-proses yang dilakukan oleh penyidik untuk melengkapi barang bukti yang belum dipenuhi dalam hukum acara pidana KUHAP yang berhubungan dengan topik permasalahan untuk memperoleh data yang nyata dalam menunjang pembahasan penulisan skripsi ini. a. Teknik Pengumpulan Dokumen Data diperoleh dari hasil penelitian dengan menggunakan metode deskriptif evaluasi dengan menggambarkan data yang diperoleh dari lapangan, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. b. Teknik Wawancara Pendataan didapat melalui proses wawancara dengan penyidik yang berkaitan dengan masalah pembunuhan yang terjadi di Desa Subagan Karangasem, untuk mendapatkan data yang akurat.
e.
Teknik Analisis Data Hukum Teknik analisis data hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis kualitatif dan teknik analisis deskriptif. a. Analisis kualitatif yaitu data yang terkumpul dengan bentuk-bentuk berita acara pemeriksaan secara sistematis. b. Analisis deskriptif yaitu data yang diolah kemudian di interprestasikan dengan cara penafsiran hukum yang selanjutnya dianalisa secara yuridis kualitatif.