BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. 1 Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil
dan
merata,
serta
mengembangkan
kehidupan
masyarakat
dan
penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pencerminan kehendak ini antara lain dituangkan dalam sasaran umum pembangunan jangka panjang yakni terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia 1
Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013),
hlm. 235.
Universitas Sumatera Utara
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan di bidang ekonomi sasarannya adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan handal, dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap. 2 Pembangunan nasional dilaksanakan dengan memanfaatkan kekuatan dan kemampuan sumber daya yang tangguh dan didukung oleh nilai-nilai budaya luhur bangsa, guna mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan bangsa untuk kepentingan nasional. Pembangunan nasional di bidang ekonomi dilaksanakan untuk menciptakan struktur ekonomi yang mandiri, sehat dan kukuh dengan menempatkan pembangunan industri sebagai penggerak utama. 3 Indonesia, di bawah Pemerintahan Orde Baru, membuka diri terhadap investasi asing yang ditandai penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967. Kebijakan ini mengindikasikan liberalisasi 4 pada awal era pemerintahan Orba. Upaya menarik pemodal asing mancanegara dilakukan berkaitan dengan usaha menggairahkan perekonomian nasional yang sangat lesu pascapemerintahan Orla. Pada saat itu, pemerintah dihadapkan pada pilihan dilematis. Di satu sisi, kebijakan ‘pintu terbuka’ 5 akan menggairahkan perekonomian dengan aliran
2
Ibid., hlm. 235. Perindustrian: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, (Jakarta: Tatanusa, 2014), hlm. 5. 4 Liberalisasi adalah proses (usaha dan sebagainya) untuk menerapkan paham liberal dalam kehidupan (tata negara dan ekonomi). www.kbbi.web.id (diakses 1 Juni 2016). 5 Politik Pintu Terbuka bertujuan untuk membuka perdagangan bebas dengan negara maju, mengundang modal asing, meminta bantuan tehnis di bidang teknologi dan birokrasi, membuka komunikasi kultural dengan dunia luar namun membuka dan menambahi hutang luar negeri. Hernawan Hadi, “Hukum Investasi”, www.slideplayer.info/slide/1995972 (diakses 1 Juni 2016). 3
Universitas Sumatera Utara
modal, teknologi, dan penyerapan tenaga kerja, sementara di sisi lain terdapat ancaman kemungkinan dominasi perekonomian oleh PMA . 6 Sejak awal dekade 1970-an hingga pertengahan dekade 1980-an, pemerintah mengembangkan strategi Industri Substitusi Impor (ISI). Strategi industrialisasi bertujuan menghemat devisa dengan cara mengembangkan industri yang menghasilkan barang pengganti barang impor. Dengan berdasarkan pada strategi tersebut, pemerintah membatasi masuknya investor asing dengan berbagai ketentuan, antara lain pembatasan pemberian lisensi; penetapan pangsa modal PMA relatif terhadap modal domestik; dan pelarangan PMA bergerak di sektor pertahanankeamanan, sektor strategis (telekomunikasi), dan sektor publik (listrik dan air minum). 7 Industrialisasi di negara sedang berkembang sama sekali bukan hal baru. Amerika Latin sudah memulai industrialisasi sejak dekade tiga puluhan akibat menurunnya sumber-sumber alam di kawasannya. Saat itu, ada kepercayaan bahwa untuk maju, suatu negara harus melaksanakan industrialisasi. Spesialisai di bidang pertanian identik dengan kolonialisme dan keterbelakangan. Industrialisasi dianggap sebagai resep produktivitas,
dan
peningkatan
meningkatkan aktivitas ekonomi,
standard
hidup.
Keinginan
lepas
dari
ketergantungan terhadap negara maju membuat negara-negar Amerika Latin melakukan industrialisasi. 8
6
Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Industri Indonesia Menuju Negara Industri Baru 2030, (Edisi I: Yogyakarta: Andi, 2007), hlm. 113. 7 Ibid., hlm. 113. 8 Ibid., hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
Namun optimisme tersebut terbukti berlebihan sebab faktor kemajuan teknologi negara-negara industri maju kemudian menjadi penghambat. Produk industri negara sedang berkembang tidak dapat bersaing dengan produk industri negara maju di pasar internasional. Akibatnya, ekspor produk industri yang diharapkan memegang peranan penting dalam perekonomian tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hambatan tersebut mengarahkan industri yang ada di negara sedang berkembang menjadi sekadar pengganti produk industri impor dari negara lain. Keadaaan demikian kemudian dikenal sebagai strategi industri substitusi impor. Namun, pelaksanaan strategi industri yang demikian menghadapi banyak kendala, yaitu: 9 1.
Populasi yang kecil dari kebanyakan negara sedang berkembang.
2.
Kemampuan daya beli penduduk yang lemah karena tingkat pendapatan yang rendah.
3.
Industri padat karya yang ada di negara sedang berkembang sudah tidak memadai untuk mencapai tingkat pertumbuhan indsutri yang tinggi, sehingga harus diarahkan pada indsutri yang padat modal.
4.
Kurangnya sumber daya tenaga kerja yang terlatih.
5.
Kurangnya infrastruktur di negara sedang berkembang, seperti jalan, pembangkit listrik, dan lainnya.
9
Ibid., hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
Akibatnya sebagai kendala di atas, banyak negara sedang berkembang terjerat dalam perangkap ekonomi biaya tinggi, inefisiensi, tingkat pengangguran tinggi, dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Hal diatas terjadi di Indonesia, industri substitusi impor ternyata menguras cadangan devisa karena penekanan produksi barang mewah yang berteknologi tinggi dan padat modal. Industri pun sangat bergantung pada pasokan input negara-negara maju. Akibatnya, industri-industri yang ada banyak menguras devisa untuk pembelian barang modal dan input antara yang sebagian besar harus diimpor. 10 Ketergantungan penerimaan ekspor Indonesia, yang didominasi oleh sektor migas dan jatuhnya harga minyak pada awal dekade 1980-an, memaksa pemerintah mengubah strategi industrialisasi dari Industri Substitusi Impor (ISI) menuju Industri Promosi Ekspor (IPE). Sejak periode itu, pemerintah berusaha memacu
pertumbuhan
industri
berorientasi
ekspor
dengan
kemudahan
permodalan dan izin investasi, baik bagi PMDN maupun PMA 11. Pemerintah menunjukkannya melalui kebijakan investasi yang ekspansif. Kemudian, disisi lain pemerintah pun melakukan kebijakan penetapan harga pada beberapa industri panghasil produk strategis. 12
10
Ibid., hlm. 113. Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri sedangan Penanam Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 3. 12 Ibid., hlm. 128. 11
Universitas Sumatera Utara
Industrialisasi kini menjadi sebuah keharusan menyusul berbagai paket deregulasi yang diluncurkan pemerintah sejak september 2015. Selain akan mendorong arus masuk investasi yang lebih besar, industrialisasi diyakini akan membuka lapangan kerja baru dan menciptakan multiplier effect 13 di sektor perdagangan. Bahkan industrialisasi akan membuka jalan bagi suatu proses penciptaan nilai tambah dalam setiap kegiatan ekonomi, termasuk produksi, distribusi perdagangan dan investasi. 14 Globalisasi dan liberalisasi membawa dinamika perubahan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian nasional. Di satu sisi pengaruh yang paling dirasakan adalah terjadi persaingan yang semakin ketat dan di sisi lain membuka peluang kolaborasi sehingga pembangunan industri memerlukan berbagai dukungan dalam bentuk perangkat kebijakan yang tepat, perencanaan terpadu, dan pengelolaan yang efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. 15 Bentuk konkret Globalisasi dan liberalisasi bagi perekonomian nasional adalah sudah diberlakukannya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) sejak tahun 2010 dan baru diberlakukannya tahun ini MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Bagi Indonesia sendiri keikutsertaan dalam ACFTA dan MEA mendorong industri dalam negeri untuk bersaing baik di pasar ekspor maupun di dalam negeri sendiri. Hal ini merupakan tantangan sekaligus problema besar bagi 13
Multiplier Effect adalah hasil kali pertambahan tiap pos pendapatan nasional. Multiplier Effect sendiri yang paling populer adalah pengganda pajak, pengganda investasi, dan pengganda belanja pemerintah.Arif Anindita, “Economic Course”, www.economiccourse.blogspot.co.id/2011/06/multiplier-effect.html (diakses 18 Juni 2016). 14 Rosan Perkasa Roeslani, “Industrialisasi suatu keharusan”, Majalah Media Industri, Edisi No.4 Tahun 2015, hlm. 65., www.kemenperin.go.id (diakses 26 Maret 2016). 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Penjelasan Umum.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia karena kemampuan produk industri dalam negeri dari segi kualitas maupun kuantitas masih rendah. Berdasarkan konsiderans Undang-Undang No. 3 Tahun 2015 tentang Perindustrian menyebutkan bahwa Pembangunan industri yang maju diwujudkan melalui penguatan struktur industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing dengan mendayagunakan sumber daya secara optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan
industri
keseluruh
wilayah
Indonesia
dengan
menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada kerakyatan, keadilan dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan nasional yang berarti Industri nasional dipergunakan untuk kemakmuran rakyat serta untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. 16 Hal diatas dapat berjalan dengan baik apabila masyarakat dan pemerintah dapat bekerjasama untuk mewujudkannya, apabila industri dalam negeri memperhatikan kualitas produk dan produktivitasnya dengan prinsip tata kelola yang baik maka menghasilkan produk industri dalam negeri yang berdaya saing tinggi terutama di dalam negeri sehingga dapat digunakan dan meningkatkan pelayanan publik yang akan menghasilkan tata pemerintahan yang baik. 17 Tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance dan Clean Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip Good 16
Ibid., konsiderans huruf c.
Universitas Sumatera Utara
Governance dan Clean Government, maka pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. 18 Berdasarkan konsiderans Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efisien,terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan barang dan jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik. 19 Peningkatan
kualitas
pelayanan
publik
melalui
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat
dalam
proses
pengadaan
barang/jasa
pemerintah
yang
dibiayai
APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.20
18
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Penjelasan Umum. 19 Ibid., Konsiderans huruf a. 20 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Namun kenyataan di lapangan masih banyak perusahaan industri dalam negeri yang kurang perhatian terhadap kualitas produk industrinya sehingga tidak menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi serta masyarakat Indonesia lebih bangga bila memiliki dan menggunakan produk-produk buatan luar negeri karena dianggap lebih berkelas dan modern dibandingkan menggunakan produk dalam negeri. Hal tersebut tentunya akan merugikan bangsa Indonesia sendiri dikarenakan bagi industri-industri dalam negeri akan terjadi pelemahan dan kemerosotan hasil pendapatan industri yang akan berefek pada pendapatan dalam negeri serta pertumbuhan ekonomi negara. Selain merugikan kaum industriawan, hal tersebut lama-kelamaan akan mengikis rasa nasionalisme dan kebanggaan rakyat Indonesia terhadap bangsa sendiri. 21 Melihat kenyataan tersebut, Pemerintah sebagaimana disebutkan dalam pasal 85 sampai 89 Undang-Undang No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian berperan serta untuk mendorong masyarakat dan badan usaha swasta menggunakan produk industri dalam negeri, 22 Hal tersebut dapat meningkatkan iklim industri yang kondusif bagi industri-industri lokal khususnya. 23 Peran serta masyarakat untuk menggunakan produk industri dalam negeri dilaksanakan pemerintah melalui pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak, yaitu pihak pembeli atau pengguna dan pihak penjual atau penyedia barang dan jasa. Pembeli atau 21
Arga Vella Nirwana P. dkk., Makalah “Upaya Perlindungan Industri Lokal Melalui Penerapan Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Guna Memperkuat Daya Saing Perindustrian Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”, www.academia.edu (diakses 1 Juni 2016). 22 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 85-89. 23 Arga Vella Nirwana P. dkk., Op. Cit.
Universitas Sumatera Utara
pengguna barang dan jasa adalah pihak yang membutuhkan barang dan jasa. Dalam pelaksanaan pengadaan, pihak penggunaan adalah pihak meminta atau memberi tugas kepada pihak penyedia untuk memasok atau membuat barang atau melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengguna barang dan jasa dapat merupakan suatu lembaga/organisasi dan dapat pula orang perseorangan. Yang tergolong lembaga antara lain: instansi pemerintah (Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota), badan Usaha (BUMN, BUMD, Swasta), dan organisasi masyarakat. Adapun yang tergolong orang perseorangan adalah individu atau orang yang membutuhkan barang dan jasa. 24 Bagaimana penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah berjalan dengan efisien, terbuka, dan kompetitif agar produk industri dalam negeri dapat bersaing dengan produk industri luar negeri atau produk industri impor sehingga dapat semakin dikenal oleh masyarakat.
B.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Adapun yang menjadi perumusan
masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam penulisan skripsi ini, antara lain sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pengaturan peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia ?
24
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan berbagai permasalahannya, (Edisi I: Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
2.
Bagaimanakah aspek hukum pengadaan barang dan jasa menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah?
3.
Bagaimanakah peran pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa di tinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
a.
Untuk mengetahui bagaimana pengaturan peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia.
b.
Untuk mengetahui aspek hukum pengadaan barang dan jasa menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
3.
Untuk mengetahui bagaimana peran pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
2.
Manfaat Penulisan Manfaat Penelitian dalam penulisan skripsi ini, antara lain sebagai berikut: 25
25
Suratman dan Philips Dillah, Op. Cit., hlm. 243.
Universitas Sumatera Utara
a.
Manfaat Teoritis: Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum ekonomi terutama yang berkaitan dengan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa.
b.
Manfaat Praktek: Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan (input) bagi para pengambil kebijakan (policy) di pengadaan barang dan jasa untuk menggunakan produk industri dalam negeri.
D.
Keaslian Penulisan “Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Produk Industri
Dalam Negeri Melalui Pengadaan Barang Dan Jasa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian”. Diangkat oleh penulis menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun melalui referensi buku-buku, media elektronik (internet) sebagai sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas. Penulis menjamin keaslian penulisan karena adanya surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh perpustakaan Fakults Hukum Universitas Sumatera Utara yang menyatakan bahwa judul telah diperiksa dan tidak ada judul yang sama namun ada terdapat penulisan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa tetapi hanya secara khusus membahas tentang pengadaan barang/jasa yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Tanjung Balai yang ditulis
Universitas Sumatera Utara
oleh Saudara Denny Sanjaya pada tahun 2012. Penulisan tersebut mempunyai bahasan permasalahan yang berbeda dengan penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis.
E.
Tinjauan Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan suatu hal yang sangat membantu penulis
dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Karena melalui berbagai referensi-referensi buku yang ada memberikan cara-cara penyelesaian dalam penulisan karya ilmiah ini tentang penulisan yang sejenis yang tentunya sangat berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang diuraikan dalam penulisan karya ilmiah ini. Secara singkat kepustakaan dapat membantu penulis dalam berbagai kebutuhan dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini misalnya: 26 1.
Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji.
2.
Mendapatkan
metode,
teknik,
atau
cara
pendekatan
pemecahaan
permasalahan yang digunakan. 3.
Sebagai sumber data sekunder.
4.
Mengetahui sejarah dan prespektif dari permasalahan penulisan.
5.
Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau analisis data yang dapat digunakan.
6.
Memperkaya ide-ide baru.
26
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 1997), hlm. 109.
Universitas Sumatera Utara
7.
Dapat mengetahui siapa saja penulis lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasilnya. Pembangunan sektor industri telah memiliki landasan hukum Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian sebagai penjabaran operasional Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33. Namun, landasan hukum tersebut sudah tidak memadai sehingga perlu diganti dengan undangundang yang baru guna mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan strategis, baik yang bersifat internal maupun eksternal. 27 Undang-Undang Perindustrian yang baru Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 ini diharapkan dapat menjadi instrumen pengaturan yang efektif dalam pembangunan industri dengan tetap menjamin aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan manusia serta kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pokok-pokok pengaturan dalam undang-undang yang baru meliputi penyelenggaraan urusan pemerintahan dibidang perindustrian, rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, perwilayahan industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan industri, tindakan pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan, penanaman modal bidang industri dan fasilitas, komite industri nasional, peran serta masyarakat, serta pengawasan dan pengendalian. 28 Perindustrian diselenggarakan berdasarkan asas: 29 1.
Kepentingan nasional, yaitu:
27
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Penjelasan Umum. Loc. Cit. 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 2. 28
Universitas Sumatera Utara
Kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan melalui kerja sama seluruh elemen bangsa. 2.
Demokrasi ekonomi, yaitu: Semangat kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dalam kesatuan ekonomi nasional.
3.
Kepastian berusaha, yaitu: Iklim usaha kondusif yang dibentuk melalui sistem hukum yang menjamin konsistensi antara peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaannya.
4.
Pemerataan persebaran, yaitu: Upaya untuk mewujudkan pembangunan industri di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan potensi sumber daya yang dimiliki pada setiap daerah.
5.
Persaingan usaha yang sehat, yaitu: Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan produksi, distribusi, pemasaran barang, dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara yang jujur dan taat terhadap hukum.
6.
Keterkaitan industri, yaitu: Hubungan antar-industri dalam mata rantai pertambahan atau penciptaan nilai untuk mewujudkan struktur industri nasional yang sehat dan kokoh. Keterkaitan industri dapat berupa keterkaitan yang dimulai dari penyediaan bahan baku, proses manufaktur, jasa pendukung indsutri, sampai distribusi
Universitas Sumatera Utara
ke pasar dan pelanggan, dan/atau keterkaitan yang melibatkan industri kecil, industri menengah dan industri besar. 30 Perindustrian diselenggarakan dengan tujuan: 31 1.
Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional.
2.
Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri.
3.
Mewujudkan industri yang mendiri, berdaya saing, dan maju, serta industri hijau.
4.
Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat.
5.
Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.
6.
Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional.
7.
Meningkatkan
kemakmuran
dan
kesejahteraan
masyarakat
secara
berkeadilan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian memberikan defenisi tentang perindustrian pada pasal 1 angka 1 perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri dilanjutkan pada pasal 1 angka 2 memberikan defenisi tentang industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau
30 31
Ibid. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 3.
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. 32 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya mesin; Menurut Badan Pusat Statistik, industri adalah sebuah kesatuan unit usaha yang menjalankan kegiatan ekonomi dengan tujuan untuk menghasilkan barang atau jasa yang berdomisili pada sebuah tempat atau lokasi tertentu dan memiliki catatan administrasi sendiri. 33 Pengertian industri menurut beberapa ahli bermacam-macam, menurut Teguh S. Pambudi, industri adalah sekelompok perusahaan yang bisa menghasilkan sebuah produk yang dapat saling menggantikan antara yang satu dengan yang lain; menurut Wirasti dan Dini Natalia industri adalah sebagai pengolahan barang setengah jadi menjadi barang yang telah jadi sehingga dapat mendatangkan sebuah keuntungan bagi pelaksanaannya. Klasifikasi industri berdasarkan jenis/macam dan penggolongan industri di Indonesia, yaitu: 34 1.
Jenis/macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku a.
Industri ekstraktif Industri yang bahan baku diambil langsung dari alam. Contoh: pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dsb.
32 33
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 angka 1. Hedi Sasrawan, “Pengertian Industri”, www.hedisasrawan.blogspot.co.id (diakses 1
Juni 2016). 34
Taty alfiah, “Klasifikasi Industri”, www.tatyalfia.files.wordpress.com (diakses 28 Maret 2016).
Universitas Sumatera Utara
b.
Indsutri non-ekstraktif Industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
c.
Industri fasilitatif Industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh: asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dsb.
2.
Golongan/macam industri berdasarkan besar kecil modal a.
Industri padat modal Industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan oprasional maupun pembangunannya.
b.
Industri padat karya Industri yang lebih dititikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoprasiannya.
3.
Jenis/macam-macam industri berdasarkan klasifikasi/penjenisannya dari SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/198635 a.
Industri kimia dasar Contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb.
b.
Industri mesin dan logam dasar Contohnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dsb.
c.
35
Industri kecil
Industri, http://www.id.wikipedia.org.wiki/Industri (diakses 12 Juli 2016).
Universitas Sumatera Utara
Contohnya seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, minyak gorang curah, dsb. d.
Aneka industri Contohnya seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dsb.
4.
Jenis/macam-macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja a.
Industri rumah tangga Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
b.
Industri kecil Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah 5-19 orang.
c.
Industri sedang atau industri menengah Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah 20-99 orang. Industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 100 sampai lebih.
5.
Pembagian/penggolongan industri berdasarkan pemilihan lokasi a.
Industri yang berorientasi/menitikberatkan pada pasar (market oriented industry) Industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
b.
Industri yang berorientasi/menitikberatkan pada tenaga kerja/labour (man power oriented industry) Industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja/pegawai untuk lebih efektif/efisien.
c.
Industri yang berorientasi/menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry) Jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.
6.
Jenis/macam-macam industri berdasarkan produktivitas perorangan a.
Industri primer Industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contoh: hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, dsb.
b.
Industri sekunder Industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barangbarang untuk diolah kembali. Contoh: pemintal benang sutra, komponen elektronik, dsb.
c.
Industri tersier Industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh: telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan dsb.
Pemerintah mendorong Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). P3DN dinilai mendesak ditengah persaingan perdagangan dunia yang
Universitas Sumatera Utara
semakin ketat, termasuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEA (MEA). P3DN merupakan program nasional yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 36 Pelaksanaan P3DN diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian khususnya pada pasal 85-86 mengenai Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. Produk dalam negeri adalah barang/jasa yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, yang menggunakan sebagian tenaga kerja bangsa/warga negara Indonesia, yang prosesnya menggunakan bahan baku/komponen dalam negeri dan/atau sebagian impor. P3DN bertujuan untuk memberdayakan industri dalam negeri, memperkuat struktur industri, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 37 Secara lebih operasional ketentuan mengenai P3DN dalam pengadaan barang/jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 pengertian pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi lainnya, yang selanjutnya disebut K/L/D/I. Prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. 38 36
Kemenperin, “Mendorong Penggunaan Produk Dalam Negeri”, Majalah Media Industri, Edisi No. 3 Tahun 2015, hlm. 45., www.kemenperin.go.id (diakses 26 Maret 2016). 37 Ibid., hlm. 47. 38 Perpres Nomor 54 Tahun 2010, Pasal 1 angka 1.
Universitas Sumatera Utara
F.
Metode Penelitian Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan penulis, terdapat
masalah yang ingin dibahas yang sudah ditetapkan penulis dalam rumusan masalah oleh karena itu untuk membahas rumusan masalah tersebut sangat membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat dijadikan bahan analitis. Untuk mendapatkan data, mengumpulkan data, dan keterangan tersebut penulis menggunakan metode sebagai berikut. 1.
Jenis Penelitian Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan
pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundangundangan perindustrian mengenai peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan. Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang berhubungan dengan penggunaan produk industri dalam negeri, pengadaan barang dan jasa, dan peran pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa.
Universitas Sumatera Utara
2.
Jenis Data
Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti di bawah ini : a.
Bahan Hukum Primer, yaitu : Berbagai dokumen peraturan perundang-undangan tertulis yang mengenai peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa berupa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian atas Instruksi Presiden No 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan diikuti dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
b.
Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada.
c.
Bahan Hukum Tersier, yaitu : Bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier mencakup kamuskamus hukum, kamus besar Bahasa Inggris, ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing, indeks kumulatif dsb.
Universitas Sumatera Utara
3.
Teknik Pengumpulan Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan
melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. 4.
Analisis Data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan dianalisis dengan metode
kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan yang akan dipaparkan dalam kesimpulan dan saran.
G.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing
bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sumatera Utara
Bab ini membahas secara umum mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan objek penelitian seperti latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
PERATURAN TENTANG PENGGUNAAN INDUSTRI DALAM NEGERI
MENURUT
PERATURAN
PERUNDANG-
UNDANGAN DI INDONESIA Bab ini membahas pemberdayaan industri dalam negeri yang dilakukan oleh pemerintah, bagaimana peningkatan penggunaan produk
industri
dalam
negeri
serta
bagaimana
kebijakan
pemerintah di bidang peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri. BAB III
ASPEK
HUKUM
PENGADAAN
BARANG
DAN
JASA
MENURUT PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Bab ini membahas tentang kebijakan pengadaan barang dan jasa yang terbagi berupa tinjauan umum, etika, norma, prinsip, kebijakan umum, dan kebijakan melalui pemberian pinjaman; kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah yang terbagi berupa prinsip dan aturan hukum pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, prinsip dan aturan hukum dalam tahap pra kontraktual
Universitas Sumatera Utara
serta penerapannya pada kontrak pengadaan, dan prinsip dan aturan hukum dalam pelaksanaan kontrak pengadaan. BAB IV
PERAN
PEMERINTAH
PENGGUNAAN
UNTUK
MENINGKATKAN
PRODUK INDUSTRI
DALAM
NEGERI
MELALUI PENGADAAN BARANG DAN JASA DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG
NOMOR
3
TAHUN
2014
TENTANG PERINDUSTRIAN Bab ini membahas ulasan mengenai pedoman peningkatan penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang
dan
jasa,
peran
pemerintah
untuk
meningkatkan
penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa, dan tanggung jawab hukum kepada para pihak yang melanggar penggunaan produk industri dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan ditutup dengan memberikan saran-saran yang penulis anggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.
Universitas Sumatera Utara