1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa berkembang pada tahun 1920-an atau 1930-an (McQuail, 2011:310) dengan radio rumah tangga pada tahun 1920-an. Selanjutnya pada tahun 1940-an diciptakan televisi, vidiotek dan televisi kabel. Teknologi pun berkembang pesat dengan lahirnya internet pada tahun 1980-an dan juga diiringi dengan lahirnya web pada pertengahan 1990-an (McQuail, 2011:310). Media massa digunakan untuk menjangkau khalayak sehingga media massa memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat termasuk proses politik, hal tersebut disampaikan oleh John Locke bahwa media pilar keempat dalam demokrasi (Cangara, 2014:72). Peran media massa dalam dunia politik sangat penting sebagai penyalur pesan antara aktor politik kepada khalayak. Media massa banyak digunakan ketika partai politik maupun kandidat melakukan kampanye. Dalam penelitian Blumer dan McQuanil (1968) (dalam McQuail, 2011:291) ditemukan bahwa kampanye pemilihan umum yang intensif memiliki efek yang lebih besar ketika menjangkau sektor dari khalayak yang tidak terjangkau atau berada dalam pelosok daerah yang sebelumnya tidak memiliki informasi sama sekali. Penggunaan televisi sebagai media iklan politik baru dimulai pada 1952, ketika Jenderal Eisenhower mencalonkan diri menjadi presiden dengan spot “Eisenhower Answers America” (Cangara, 2014:280). James Deakin mengatakan (dalam Subiakto, 2012:97) bahwa, di Amerika Serikat sejak 1980 setiap kandidat calon presiden menghabiskan lebih dari satu miliar dollar
2
untuk dana kampanye. Rata-rata dana tersebut digunakan 60% untuk kampanye di televisi, radio, dan surat kabar Di Indonesia media massa juga berperan penting dalam proses politik. Sejak tahun 2004, Komisi Pemilihan Umum merubah kebijakan dalam berkampanye. Awalnya menggunakan tipe barisan motor atau arak-arakan, menjadi menggunakan media massa sebagai alat kampanye (Cangara, 2014:313). Semua partai dan politisi menyambut baik, dan mereka mulai menggunakan slogan-slogan yaitu ditampilkan lewat media cetak dan media elektronik (Cangara, 2014:290). Sepuluh tahun kemudian dari tahun 2004 yaitu tahun 2014, Indonesia kembali melaksanakan perhelatan akbar, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden. Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden bertarung dalam merebut kursi Indonesia satu. Calon pertama adalah pasangan Prabowo SubiantoHatta Rajasa (Prabowo-Hatta) dari Koalisi Merah Putih dan calon kedua adalah pasangan Joko Widodo-Muhammad Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dari Koalisi Indonesia Hebat. Perolehan suara kedua kandidat tersebut tidak berbeda jauh. Berdasarkan data KPU kandidat pertama Prabowo Subianto–Hatta Rajasa memperoleh 62.576.444 suara (46,85 persen) dan Jokowi-Jusuf Kalla memperoleh 70.997.85 suara (53,15 persen), dengan selisih suara hanya 8.421.389 (http://kpu.go.id, diakses tanggal 7 Desember 2014, pukul 01.30 WITA). Media televisi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 menjadi media yang paling banyak digunakan kedua kandidat. Data Nielsen (2014) menyebutkan, porsi belanja iklan partai politik dominan di televisi sebesar 54% dibandingkan di
3
tahun Pemilu sebelumnya pada kuartal pertama 2009, lebih dominan di surat kabar sebesar 65% (Nielsen.com diakses pada tanggal 17 Februari 2015, Pukul 10:53 WITA). Pada pemilihan presiden 2014, belanja iklan televisi untuk kampanye tercatat mencapai Rp 186,63 miliar rupiah (kompas.com – diakses tanggal 8 Desember 2014, 2:30 WITA). Nielsen menyatakan bahwa tahun 2014, televisi dipandang sebagai media paling efektif untuk menyampaikan pesan politik. Sayangnya, saat kampanye pemilihan presiden berlangsung, banyak media televisi yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012. Salah satunya, terbitnya surat dari KPI yaitu surat dengan nomor bertanda 1328/K/KPI/06/14 pemberitaan pada tanggal 4 Juni 2014, yang berbunyi teguran terhadap stasiun televisi tvOne dan MetroTV. Pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik dan netralitas isi program siaran jurnalistik atas penayangan pemberitaan tentang pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yaitu: Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Penilaian KPI atas kedua jenis pelanggaran tersebut berdasarkan pada jumlah durasi, jumlah frekuensi, dan tone. KPI Pusat memutuskan bahwa kedua stasiun televisi tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 dan Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 40 huruf a dan Pasal 71 ayat (1),(2) dan (3). Berdasarkan pelanggaran di atas, KPI Pusat menjatuhkan sanksi administratif teguran tertulis. Pelanggarannya pun sama yakni jumlah durasi, jumlah frekuensi, dan tone (kecenderungan) pemberitaan yang tidak adil
4
dan berimbang pada obyek pemberitaan. (http://www.dewanpers.or.id diakses pada 24 Februari 2015, Pukul 14;02 WITA). Hasil observasi awal yang dilakukan oleh penulis pada 1 Oktober 2014—6 Februari 2015, menemukan bahwa adanya keberpihakan MetroTV dengan pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini dapat dilihat dari tayangan yang lebih banyak memberitakan Jokowi-JK di MetroTV. Ada yang menarik dalam sistem redaksional MetroTV kala itu, yaitu meskipun pemilik media tidak ikut dalam rapat redaksi (rapat proyeksi) namun, pemilik media mempengaruhi kebijakan dalam keputusan redaksional. Selain itu, MetroTV menjadi stasiun televisi yang berkomitmen untuk mengawal Jokowi-JK dalam kepemerintahannya karena dalam web MetroTV terdapat kolom yang bernama Kawal Jokowi yang khusus memberitakan kegiatan Jokowi-JK. Kebijakan ini dipengaruhi pemilik MetroTV sebagai salah satu ketua partai penyokong Pemerintahan Jokowi-JK. Pemilik media terlihat mempengaruhi produksi berita dalam newsroom, padahal televisi penyiaran seperti MetroTV menggunakan frekuensi publik. Pengaruh pemilik media yang turut menentukan arah kebijakan pemberitaan serta keberpihakannya pada salah satu kandidat merupakan sebuah pelanggaran dalam dunia jurnalistik. Terlebih MetroTV menggunakan frekuensi publik yang ditonton orang banyak. Pelanggaran etika tersebut antara lain melanggar etika dalam penyiaran yang menggunakan frekuensi publik untuk kepentingan pihak tertentu. Oleh karena itu, MetroTV menjadi objek penelitian karena memiliki potensi berafiliasi dengan pemerintahan Jokowi-JK. MetroTV memiliki banyak program berita, salah satunya program berita Metro Hari Ini.
5
Metro Hari Ini disiarkan pada waktu prime time dan juga memiliki rating yang tinggi dibandingkan program berita yang lainnya. Sehingga penulis memilih program Metro Hari Ini sebagai unit analisis dalam penelitian ini. Menjelang 100 hari kerja suatu pemerintahan yang berkuasa media sering kali melakukan evaluasi. MetroTV menjadi salah satu media yang juga melakukan evaluasi pada pemerintahan dalam program berita Metro Hari Ini. Namun, menjelang 100 hari kerja pemerintahan Jokowi-JK terjadi beberapa peristiwa seperti, pro-kontra hukuman mati, eksekusi kepada pengedar narkoba, dan kisruh KPK-Polri sehingga menggeser wacana mengenai 100 hari kerjanya. Maka dari itu,
penulis
akan
mengobservasi,
mengkaji,
dan
menganalisis
proses
pembingkaian yang dilakukan oleh MetroTV pada 100 hari kerja Jokowi-JK. 1.2 Rumusan Masalah Media massa sebagai pilar keempat demokrasi harus mampu menjadi kontrol sosial dan memiliki loyalitas yang tinggi kepada masyarakat. MetroTV dimiliki oleh ketua umum partai Nasdem, Surya Paloh dan juga tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Pemilik media tersebut cenderung mempengaruhi proses produksi sehingga MetroTV memiliki potensi melakukan keberpihakan terhadap Pemerintahan Jokowi-JK dan melanggar etika karena menggunakan frekuensi publik. Pelanggaran yang dilakukan seperti yang jelaskan diatas sehingga beberapa kali KPI melayangkan surat teguran antaran lain peringatan no 1223/K/KPI/05/14 dan 1328/K/KPI/06/14, surat tersebut menjelaskan bahwa KPI menemukan indikasi pelanggaran prinsi-prinsip indepedensi dan kecenderungan memanfaatkan berita untuk kepentingan kelompok tertentu di MetroTV. Selain itu,
6
pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Pasal 11 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan program siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan/atau kelompok. Maka dari itu penelitian ini ingin mengkaji atau melihat: Bagaimana pembingkaian berita Jokowi-JK pada 100 hari kerjanya dalam program Metro Hari Ini ? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini memfokuskan pada pembingkaian berita mengenai JokowiJK pada 100 hari kerja di program Metro Hari Ini , proses produksi pemberitaan , dan faktor luar yang yang mempengaruhi perusahaan. 100 Hari kerja Jokowi-JK jatuh pada 28 Januari 2015, sehingga berita yang dianalis ialah berita mengenai Pemerintahan Jokowi-JK dari 15 hari sebelum 100 hari (13 Januari 2015- 28 Januari 2015) dan setelah 100 hari kerja (29 Januari-12 Februari 2015) karena wacana mengenai kinerja pemerintah dibangun dan lebih intens diberitakan. Selain itu banyak kepentingan yang mendukung atau yang melemahkan Pemerintahan Jokowi-JK yang mendekati 100 hari kerja maupun sesudah 100 hari kerja. Penelitian ini dilakukan di PT. Media Televisi Indonesia stasiun MetroTV. Batasan yang dipilih karena sesuai dengan tema penelitian dan menjawab rumusan masalah. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Untuk mengetahui bagaimana pembingkaian berita Jokowi-Jusuf Kalla
dalam Program Metro Hari Ini pada 100 hari kerjanya.
7
1.5 Manfaat Penelitian 1.4.1 Penelitian dapat digunakan untuk menambah khasanah keilmuan di bidang Komunikasi dalam komunikasi massa dengan menggunakan metode analisis framing. 1.4.2 Penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur dalam pengambilan kebijakan di Indonesia di bidang penyiaran dan undang-undang pemilu. 1.4.3 Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi MetroTV dalam produksi pemberitaan yang sesuai dengan Peraturan Pers, yaitu UU No. 40 Tahun 1999 dan Peraturan Penyiaran UU No. 32 Tahun 2002 1.6 Sistematika Penulisan BAB I : Dalam pendahuluan ini menjelaskan permasalahan yang menjadi landasan mengapa penelitian ini penting dilakukan. Dalam latar belakang ini diuraikan fakta, maupun data yang mendukung penelitian ini. Bab II :Pada bagian bab II adalah tinjauan pustaka. Dalam kajian pustaka menyampaikan karya-karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan tema penelitian beserta dengan hasil penelitian tersebut. Bab III : Pada Bab III adalah metodelogi penelitian. Dalam metodelogi penelitian menjelaskan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. BAB IV : Dalam Bab IV adalah pembahasan. Pembahasan menjelaskan gambaran umum subjek dan objek penelitian. Pada pembahasan juga menjelaskan hasil temuan dan analisa. BAB V : Kesimpulan dan saran. Menyimpulkan hasil penelitian beserta memberikan saran dalam permasalahan tersebut.