BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada hakekatnya merupakan gambaran peristiwa ataupun kejadian dalam masyarakat ketika karya itu dilahirkan oleh seorang pengarang. Gambaran peristiwa berasal dari pemikiran dan jiwa pengarang secara sadar maupun setengah sadar. Situasi tersebut selalu memengaruhi daya imajinasi pengarang dalam menghasilkan karya, sebab kekuatan karya sastra dapat dilihat berdasarkan kemampuan pengarang dalam mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu kedalam bentuk karyanya. Dalam novel Saman karya Ayu Utami, gambaran peristiwa yang dituangkan Ayu Utami dalam novelnya merupakan potret kondisi warga Desa Lubukrantau untuk mempertahankan lahan karet mereka agar tidak dijual ke pihak perkebunan Anugerah Lahan Makmur (ALM) menjadi perkebunan kelapa sawit. Ayu menampilkan peristiwa pembakaran pabrik kelapa sawit milik ALM yang dilakukan warga Desa Lubukrantau. Selain itu, Ayu Utami juga menggambarkan peristiwa peledakan di salah satu pertambangan kilang minyak di Palembang. Kejadian masyarakat yang dituangkan dalam bentuk jalinan peristiwa, disampaikan dalam bentuk konflik (pertentangan). Konflik dapat terjadi dalam berbagai lingkungan, misalnya lingkungan sekolah, keluarga, rumah tangga, masyarakat, bahkan dalam diri seseorang yang dalam karya sastra disebut tokoh. Dalam karya sastra seperti novel, konflik-konflik yang dialami seorang tokoh dipengaruhi oleh kepribadiannya. Kepribadian seorang tokoh meliputi watak
Universitas Sumatera Utara
(karakter), pengalaman, perasaan, serta pandangan yang berbeda dengan orang lain. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor bawaan lahir maupun pengaruh lingkungan. Kepribadian yang dibawa manusia sejak dilahirkan sering mengalami konflik yang dipengaruhi oleh tingkah lakunya ketika berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut sering menimbulkan konflik, baik konflik dalam diri sendiri (batin), maupun antar kelompok masyarakat sosial yang disebabkan karena persoalan-persoalan hidup. Dalam menghadapi persoalan hidup, seseorang tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri. Secara tidak langsung konflik individu (batin) juga sering dialami oleh setiap tokoh dalam cerita, baik tokoh protagonis, antagonis, maupun pendukung. Dalam novel Saman karya Ayu Utami, konflik batin dialami oleh beberapa tokoh yang mendukung cerita, termasuk konflik batin yang dialami tokoh utama. Tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami adalah Athanasius Wisanggeni dan diganti namanya menjadi Saman. Saman harus mengganti namanya agar ketika kembali ke Indonesia kasusnya dapat terselesaikan, sehingga terhindar dari teror dan tuduhan yang ditunjukkan pada dirinya, sebab ia dianggap menjadi salah satu tokoh yang melawan pihak perkebunan ALM yang memaksa warga agar tanahnya diubah menjadi tanaman kelapa sawit. Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya yaitu kejiwaan atau psikologi. Penelitian karya sastra melalui pendekatan psikologi sastra merupakan bentuk pemaknaan dan penafsiran sastra dari sisi kejiwaannya. Sebab, kejiwaan manusia adalah wujud penggambaran kepribadian seseorang. Untuk lebih mendalami kepribadian seorang tokoh dalam
Universitas Sumatera Utara
sebuah novel dapat dipakai teori psikologi sastra, khususnya psikoanalisis. Dalam psikoanalisis yang menjadi objek penelitian adalah manusia itu sendiri, meliputi kepribadian (tingkah laku) maupun organisme (tubuhnya). Salah satu novel yang dapat dikaji dari segi psikoanalisis dengan mempertimbangkan dominasi konflik antar tokoh yaitu novel Saman karya Ayu Utami. Dalam menggunakan teori psikoanalisis, konflik batin tokoh utama yang berasal dari alam sadar dan taksadar dalam novel dapat terungkap. Melalui penggambaran pergolakan hidup yang dialami tokoh utama, pembaca novel Saman dipengaruhi untuk memahami sedalam mungkin apa yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita sehingga penggambaran konflik yang dialami Saman seakan-akan nyata dan dapat dirasakan oleh pembaca secara sadar. Dalam penelitian ini, akan diungkapkan beberapa konflik yang dialami tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami. Novel Saman karya Ayu Utami menceritakan tentang pergolakan hidup yang dialami oleh tokoh Saman dari masih kecil hingga dewasa. Kehidupannya banyak dipengaruhi oleh peristiwa dan gejala alam khayalan (ketidaksadaran) sehingga menimbulkan konflik batin pada dirinya. Secara logika kejadian yang dialaminya merupakan sesuatu hal yang dianggap misterius dan mitos, serta secara akal sehat kejadian tersebut tidak mudah dipahami. Beberapa konflik yang dialami Saman berawal dari pengalaman masa kecilnya yang penuh dengan mistis, sebab ayah dan ibunya selalu melarang Saman untuk tidak bermain-main di hutan yang berada dibelakang rumahnya. Menurut cerita bapaknya, di dalam hutan ada yang lebih menakutkan daripada hantu, yaitu ular, iblis, lucifer, belzebul, leviatan, ular yang meluncur, dan ular yang melingkar. Ular tersebut dapat mencekik lehernya
Universitas Sumatera Utara
dan merusak saraf atau membekuk darahnya yang mengakibatkan seseorang gila dan meninggal dunia. Bahkan, ada ular jenis phiton yang suatu saat dapat mengejar dan tidak takut untuk menelan hidup-hidup tubuhnya yang kecil. Oleh karena, Saman tidak pernah melanggar pagar pring apus yang sengaja dipasang bapaknya di kebun belakang. Seandainya dilanggar, maka sesuatu akan terjadi padanya. Lebih lanjut, menurut ibunya di dalam hutan tersebut terdapat beberapa iblis dan peri yang siap untuk memangsa siapa saja yang berada di sana. Ibunya sering menunjukkan Saman tentang kehidupan lutung betina dan anaknya yang tinggal di salah satu pohon yang jauh dari belakang rumahnya. Namun, Saman tidak pernah menemukan ataupun melihat setiap apa saja yang dijelaskan ibunya. Ketika masih kecil, Saman sering mengalami guncangan jiwa yang luar biasa. Sebab ia harus kehilangan ketiga adiknya. ketika dua orang adiknya meninggal dunia dalam kandungan, dan satu adiknya meninggal dalam umur tiga hari setelah dilahirkan. Ketika itu sesuatu terjadi pada ibunya. Ketika kandungan ibu yang kedua berjalan tujuh bulan tiba-tiba perutnya mengecil dan tampak seperti orang yang tidak sedang mengandung. Padahal tidak ada pendarahan dan tanda-tanda keguguran. Lalu, pada kandungan ibunya yang ketiga, Saman mendengar suara orok yang jeritnya terpotong-potong seperti tangisan bayi dari jendela lantai dua kamar ibunya. Saman juga mendengar ibunya menembang lela lela ledhung yang biasa mendamaikan hatinya ketika ia tidur. Namun, ketika ia menemui ibunya ke lantai dua, kamar itu menjadi senyap begitu pintu menganga. Tidak ada suara bayi dan perut ibunya tidak lagi mengembung. Dan terakhir setelah tiga tahun berlalu, ibunya mengandung anak yang keempat. Adiknya sempat dilahirkan, namun
Universitas Sumatera Utara
hanya bisa bernafas selama tiga hari, karena sesuatu kejadian aneh yang dialami ibunya. Hal itulah yang menyebabkan pikirannya tidak tenang dan selalu diganggu oleh sosok adik-adiknya dalam mimpi maupun pikirannya yang berasal dari dunia lain. Bahkan, ketika ia dewasa dan menjadi pastor di tanah kelahirannya, setiap waktu Saman sering mendengar suara anak-anak balita serta lelaki di belakang tengkuknya yang tidak pernah diketahui sosok maupun wajahnya. Di dalam novel tersebut juga disinggung masalah akedah dan norma agama yang dilanggar oleh Saman. Dengan harapan besar, Saman rela mengabdi menjadi Bapak Uskup (Pastor) di daerah transmigrasi Sei Kumbang di Kota Palembang yaitu Desa Lubukrantau yang rentan dengan konflik daripada harus mengabdi di desa yang tidak pernah dikenalnya. Konflik bermula ketika PTP X perkebunan milik Cina menjual perkebunan ke pihak perkebunan ALM. Sejak perkebunan beralih ke pihak ALM, perkebunan memaksa rakyat Desa Lubukrantau untuk menjualkan tanah mereka ke pihak ALM perkebunan kelapa sawit, serta mengganti lahan karet milik warga desa menjadi lahan kelapa sawit. Bermodalkan keberanian dan rasa tanggung jawab, Saman memberikan motivasi dan arahan kepada masyarakat Desa Perabumulih untuk tetap tidak menjual tanah mereka. Akan tetapi, konflik antara warga desa dengan pihak ALM tidak dapat dihindarkan. Pembakaran pabrik, lahan sawit, gudang, rumah warga menambah kekacauan desa hingga akhirnya Saman dituduh menjadi dalang semua konflik yang terjadi di Perabumulih. Tidak hanya itu, Saman sempat disekap dan diintrogasi oleh beberapa karyawan ALM di dalam ruangan yang hanya
Universitas Sumatera Utara
beralaskan celana dalam perempuan milik orang lain yang berwarna biru muda dengan renda. Kadang tubuhnya di sundut dengan bara rokok, jari-jarinya dijepit, dicambuk, disetrum, dipukul serta ditendang ke badannya. Bahkan, Saman dituduh membangun basis kekuatan di kalangan petani untuk mempertahankan tanah mereka. Dari sinilah konflik batinnya memuncak, ketika Saman harus berbohong dengan mengakui bahwa ia adalah seorang komunis yang menyaru sebagai pastor untuk meyebarkan agama dan mengkristenkan ribuan orang, serta ingin membangun kekuatan massa petani untuk sebuah revolusi demi negara sosialis Sumatera. Hal itu dilakukannya agar selamat dari siksaan dari pihak ALM. Konflik batin inilah yang akhirnya mengganggu pola pikir dan jiwanya. Sebagai orang yang mengalami konflik, tokoh utama selalu berusaha melakukan sesuatu guna mengatasi konflik yang dirasakannya. Dalam contoh penelitian ini, akan diungkapkan solusi atau pertahanan konflik yang dilakukan tokoh utama atas konflik yang dialaminya untuk menghindari kasus yang menimpanya. Saman nekat melarikan diri ke luar negeri melalui Medan, Pekanbaru, hingga sampai di USA. untuk menghindar dari teror dan pencarian kembali atas tuduhan yang dilayangkan kepadanya, sehingga Saman harus kehilangan identitas diri sebagai seorang pastor muda. Tidak hanya itu, Saman juga harus jauh dari keluarga, sahabat, serta lingkungan masyarakat Desa Lubukrantau. Setelah dua tahun berlalu, ketika kembali ke Indonesia, Saman dengan terpaksa mengganti namanya yang semula Athanasius Wisanggeni diganti dengan Saman. Hal tersebut dilakukan agar Saman terbebas dari kasus yang menimpanya. Padahal dalam sisi keagamaan mengganti nama adalah hal yang
Universitas Sumatera Utara
sakral. Setelah Saman tidak lagi menjadi seorang pastor, Di Desa Perabumulih ia mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Lebih lanjut, ia berkata berbohong kepada ALM ketika diinterogasi mengenai tujuannya dalam membantu para warga Desa Lubukrantau, agar penyiksaan yang dialaminya segera berakhir. Novel Saman merupakan novel dwilogi karangan Ayu Utami diterbitkan pada tahun 1998. Novel yang muncul pada masa reformasi ini, dijadikan alat propoganda para sastrawan melalui karya sastra sebagai reaksi dan aksi terhadap sistem pemerintahan Indonesia ketika sedang mengalami krisis moneter. Selain itu, isi novel tersebut menyoroti kejadian konflik sosial yang terjadi di Kota Palembang, tepatnya di desa Lubukrantau yang merupakan gambaran rezim (kekuasaan) presiden Soeharto dengan kepemimpinan yang otoriter. Tahun 2000 terbit novel kedua Ayu Utami yang berjudul Larung sebagai lanjutan novel Saman.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, beberapa permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Konflik-konflik batin apa sajakah yang dialami tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami? 2.
Solusi apa sajakah yang dilakukan tokoh utama untuk mengatasi konflik batin yang dialaminya dalam novel Saman karya Ayu Utami?
1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting agar penelitian lebih terarah dan tujuan penelitian dapat tercapai. Dalam novel Saman karya Ayu Utami mencakup beberapa unsur yang mendukung cerita, tetapi dalam hal ini penulis memfokuskan penelitian pada konflik batin yang dialami oleh tokoh Saman dalam novel, serta bagaimana solusi yang digunakan tokoh tersebut dalam menghadapi konflik yang dialaminya itu. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan konflik batin apa saja yang dialami tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami. 2. Mendeskripsikan solusi yang digunakan tokoh utama untuk mengatasi konflik batin yang dialaminya dalam novel Saman karya Ayu Utami.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
1.4.2.1 Manfaat Teoritis Dapat menambah pengetahuan dalam khasanah ilmu kesusasteraan mengenai karakteristik, perwatakan, serta konflik batin yang dirasakan pemeran tokoh utama dalam sebuah novel secara jelas, dan mendeskripsikan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami secara langsung oleh pembaca, dan khususnya dalam studi sastra dengan tinjauan psikoanalisis Sigmund Freud. 1.4.2.2 Manfaat Praktis a. Sebagai rujukan dalam pengembangan apresiasi sastra khususnya bidang novel. b. Memberi informasi tentang konflik batin yang terdapat dalam novel, khususnya dalam novel Saman karya Ayu Utami.
Universitas Sumatera Utara