BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya, kekuatan media massa dalam proses konstruksi sosial telah menjadi legitimasi masyarakat modern bahkan masyarakat awam sekalipun. Kehadiran media massa di tengah-tengah peradaban manusia sebagai bahan produksi serta distribusi wacana dan opini publik telah menunjukkan taringnya sebagai pembentuk paradigma dan pengetahuan baru yang sebelumnya tidak pernah dijumpai oleh manusiamanusia terdahulu. Melalui berita yang disampaikannya dengan bahasa yang mengandung nilai estetika tinggi yang dipoles sedemikian rupa membuat masyarakat seakan-akan kesulitan untuk tidak mempercayai atau mengamini yang kemudian dijadikan kebenaran baru yang hampir tidak memiliki celah untuk disalahkan. Dalam wilayah kehidupan sosial, ekonomi, budaya hingga politik, media massa dengan kapasitasnya sebagai pembentuk wacana dan opini publik telah berada pada posisi yang sangat strategis dalam hal penggiringan wacana dan opini yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Pada aspek sosial dan budaya media merupakan institusi sosial yang membentuk definisi dan citra realitas serta dianggap sebagai ekspresi sosial yang berlaku secara umum. Secara ekonomis, media adalah institusi bisnis yang membantu masyarakat untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilakoni, sedangkan dari aspek politik,
1
2
media memberi ruang atau arena pertarungan diskursus bagi kepentingan berbagai kelompok sosial-politik yang ada dalam masyarakat demokratis. 1 Sejarah Indonesia mencatat bahwa pada masa orde baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto, media massa pernah kehilangan fungsi utamanya sebagai pembawa informasi yang benar adanya kepada khalayak oleh karena sistem pemerintahan yang otoriter hingga mengintervensi setiap berita yang menjadi pembahasan dalam suatu media. Kebebasan berpendapat yang menjadi salah satu wacana utama dalam sebuah negara demokrasi tak lagi menjadi hak setiap individu, kelompok maupun institusi yang notabene adalah bagian bangsa Indonesia, sebab dibatasi oleh sistem yang berlaku pada saat itu. Seiring dengan perkembangannya, setelah rezim otoriter orde baru runtuh dan mulai diberlakukannya UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yang mengatur tentang kemerdekaan pers dalam upaya mencari, memperoleh, serta menyebarluaskan gagasan dan informasi telah memberikan dampak yang positif bagi kehidupan pers Indonesia, di mana sistem tidak lagi membatasi media dalam hal memberitakan informasi kepada khalayaknya. Lembaga perizinan dan pembredelan yang selama ini membelenggu dan membatasi kebebasan menjadi kuasa pemerintah terhadap pers
telah
dihapus, sehingga memberikan iklim baru dalam perkembangan media, yaitu adanya kemudahan dalam mendirikan usaha penerbitan pers.2 Hal inilah yang menjadi penyebab munculnya berbagai media-media baru yang menjadi pusat 1
http:/ /m. berdikarionline.com/kabar –rakyat/20130519/media-massa-sebagai-alatpertarungan-elit-politik.html (diakses pada tanggal 18 Desember 2014, pukul 13.00 WIB). 2 Ratih Puspita Ayu, Konstruksi Erotika Dalam Majalah Kosmopolitan; Analisis Semiotik Artikel Pada Rubrik Love And Lust, (Skripsi S1, Jurusan Ilmu Komunikasi-Fisip-UMM 2006) hlm. 1.
3
informasi setiap kejadian, keadaan, situasi, kondisi hingga sifat dan karakter manusia modern yang kesemuanya di ekspose melalui media baik cetak maupun elektronik. Perkembangan yang dialami media massa di Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Indikasinya bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah media massa yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Beragam jenis media massa yang segmentatif telah ikut memperkuat asumsi bahwa media massa sedang mengalami nasib baik di negeri ini. Hal inilah yang membuat industri media massa ikut terdongkrak dan memunculkan konglomerasi media yang menguasai berbagai rumpun media massa. 3 Dengan adanya regulasi yang mengatur kebebasan pers ternyata tidak selamanya membawa dampak yang positif terhadap citra lembaga pers itu sendiri, sebab dengan kebebasannya tersebut kadang kala media massa luput dari etika dan sifat independensi yang seharusnya dijunjung tinggi dan menjadi dasar profesionalisme bagi media. Dominasi para pengusaha yang memetik keuntungan dari bisnis media baik cetak maupun elektronik semakin kokoh dan memposisikan diri sebagai kelompok pemilik modal sekaligus menguasai pencitraan media massa. Karakteristik media massa pun telah mencerminkan keberpihakannya terhadap kepentingan kelas kapitalis yang memang sejak awal memiliki orientasi untuk mendominasi masyarakat lain secara umum,4 karena tidak adanya daya dan upaya dari masyarakat sebagai konsumen media untuk membongkar teka-teki yang disuguhkan oleh kaum kapitalis melalui 3
Kun Wazis, Media Massa dan Konstruksi Realitas (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2012) hlm. 1. 4 Ibid, hlm. 1.
4
media massa menyebabkan sebagian masyarakat maklum terhadap politik pencitraan media yang setiap waktu disuguhkan kepada jutaan konsumen, dalam hal ini masyarakat indonesia. Seperti yang telah disampaikan di atas, pada wilayah ekonomi, sosial, budaya hingga politik, media massa baik cetak maupun elektronik telah menjadi kekuatan besar dalam mempengaruhi siklus dari keempat bidang tersebut. Sementara itu, dalam bidang politik, media massa menjadi media pencitraan yang paling efektif dalam mempengaruhi pandangan masyarakat umum terhadap sebuah partai politik maupun figur seorang politisi. Sehingga tidak heran apabila menjelang pesta demokrasi atau yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan Pemilihan Umum (PEMILU), hampir di setiap media elektronik maupun cetak selalu menyuguhkan berita tentang partai politik maupun figur seorang politisi. Entah itu berita positif maupun berita negatif tentang partai politik maupun figur seorang politisi, tergantung dari sudut pandang (angle) mana sebuah media memberitakannya, dengan kekuatannya itu pula lah, media elektronik maupun cetak selalu dimanfaatkan oleh mereka yang menggeluti dunia politik untuk mencari dukungan massa terhadap dirinya. Sama halnya dengan momentum pemilu yang baru saja berlangsung di tahun 2014, dimana masyarakat telah dihadapkan pada sebuah momen untuk memilih secara bebas pemimpinnya baik di tingkatan legislatif maupun sebagai eksekutif, adalah ciri khas dari sebuah negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia.
5
Menyambut momentum tersebut, media massa baik elektronik maupun cetak secara intens memainkan perannya sebagai pembawa informasi kepada masyarakat, partai politik dan siapa saja yang menjadi kandidat dalam kontes pesta demokrasi kali ini. Akan menjadi keuntungan besar bagi mereka yang memiliki kepentingan politik sekaligus sebagai pemilik media, sebab akan dengan mudah dia mengendalikan, mengintervensi dan mencitrakan diri dan partainya melalui media yang ia miliki. Hal inilah yang menjadi keresahan sebagian akademisi terhadap etika dan sifat independensi pers yang sudah tidak lagi diindahkan oleh sebagian lembaga pers dan jurnalis. Sementara itu pada media elektronik khususnya media online yang belakangan muncul sebagai jenis media baru dan tak kalah larisnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini publik. Kemajuan informasi dan tekhnologi telah memberi kemudahan bagi siapa saja untuk memperoleh informasi dari jenis media baru ini, bahkan ada indikasi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat menengah ke atas telah beralih dari media jenis lama (TV, Koran, Majalah dan Radio) ke Media Online. Jika dibandingkan dengan jenis media lainnya, media online merupakan jenis media yang paling mudah diakses serta paling cepat memberikan berita paling uptodate, hanya dengan modal handphone dan koneksi internet, siapa saja bisa mengakses informasi di mana dan kapan saja melalui media online. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa media online juga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk opini publik, sehingga wacana yang bergulir di tengah masyarakat tidak terlampau jauh dari
6
apa yang mereka tulis, dan disebarkan melalui dunia maya. Mengingat adanya persoalan degradasi nilai profesionalisme yang menimpa media-media di Indonesia, patut dikhawatirkan keberadaan informasi-informasi tersebut dapat menyesatkan pandangan masyarakat mengenai realitas yang sebenarnya. Khususnya pada saat momentum pemilihan Presiden, diketahuai bahwa beberapa media online secara intens saling melempar opini kepada publik melalui pemberitaan-pemberitan. Pada saat sebelum pesta demokrasi khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden 2014 berlangsung, Media Online merupakan salah satu instrument komunikasi politik yang cukup efektif untuk mempengaruhi pilihan masyarakat saat pemilihan umum berlangsung. Akan tetapi, jika dikembalikan pada peraturan yang mengatur sikap media dalam memberikan informasi kepada khalayaknya, maka sudah sepatutnya media tersebut untuk bersikap objektif dalam artian tidak menambah atau mengurangi kebenaran sebuah informasi. Sayangnya, meskipun sikap media telah diatur dalam bentuk perundang-undangan sekalipun, masih saja ada media online yang terindikasi memuat informasi yang tidak berimbang dalam menyambut pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014. Seperti pada media online Detik.com yang intens memberitakan berita-berita politik tidak terkecuali pemberitaan PILPRES 2014. Diketahui bahwa media online Detik.com merupakan bagian dari PT Trans Corporation salah satu anak prusahaan CT Corp yang status kepemilikannya dikuasai oleh Chairul Tanjung seorang pengusaha sukses yang berkibar namanya terutama
7
sejak bergulirnya jaman reformasi. Indikasi keberpihakan Detik.com pada salah satu kandidat Capres/Cawapres 2014 yaitu pasangan nomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla, tidak terlepas dari seorang A.M. Hendropriyono seorang pensiunan TNI, terakhir mengabdi sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada jaman Presiden Megawati yang sampai saat ini masih disebut-sebut sebagai anak emas Megawati dan secara kebetulan ternyata sosok ini juga menjabat sebagai Komisaris di salah satu perusahaan di bawah bendera CT Corporation.5 Salah satu indikasi keberpihakan Detik.com pada pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla terlihat pada sebuah berita yang dimuat hari Jumat tanggal 4 Juli 2014 jam 16:33 WIB dengan judul berita “Jokowi-JK Dinilai Punya Kapabilitas Tuntaskan Kasus Aktivis 98 yang Hilang”, dalam berita tersebut dimuat sebuah kalimat yang dilontarkan salah seorang mantan korban penculikan 1998, Faisol Riza dalam konferensi pers di Hotel Cemara, Jl Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2014)."Karena kalau profiling political leadership, Jokowi punya kemampuan merangkul semua elemen masyarakat atau istilah populernya solidarity maker," dalam berita tersebut, lebih lanjut Faisol juga mengaku tidak meragukan track record pasangan Cawapresnya Jusuf Kalla dengan sebuah kalimat “Track record JK ketika selesaikan kasus Poso dimana terjadi konflik horizontal yang begitu rumit untuk diselesaikan, beliau dengan posisinya wktu itu berusaha dan tidak lama
5
http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2014/01/01/kenapa-jokowi-jadi-jablaydetikcom-623218.html, (diakses pada tanggal 20 Desember 2014, pukul 10.30 WIB).
8
dapat terselesaikan”.6 Sementara itu mengenai kasus hilangnya 13 orang aktivis 1997-1998 adalah sebuah kasus yang seringkali disebut-sebut melibatkan kandidat nomor urut 1 Prabowo Subianto. Dari berita ini Detik.com terindikasi menunjukkan keberpihakannya kepada satu pihak dengan membingkai berita mengagung-agungkan pasangan nomor urut 2 yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla. Berbeda dengan media online Inilah.com yang dikelola oleh PT Indonesia News Center, dibawah kepemimpinan Muchlis Hasyim Jahja seorang pengamat media dan mantan wartawan Media Indonesia Inilah.com mampu menempati posisi 5 besar sebagai situs berita di Indonesia. Inilah.com mencoba mengkonstrusi pembacanya tentang Jokowi dengan memberitakan kelemahan atau kekurangan tentang Jokowi. Salah satu berita yang menunjukkan sikap kontra pada Jokowi terdapat pada berita yang dimuat pada hari Kamis, 3 Juli 2014 pukul 00:54 wib, berita tersebut oleh Inilah.com diberi judul “Anarkis Revolusi Mental Ala Jokowi-JK”, isi beritanya tentang penyegelan kantor redaksi TV ONE Yogyakarta yang didugadilakukan oleh partisipan Jokowi-JK. Dalam berita yang dimuat Inilah.com tersebut juga menuliskan beberapa coretan yang dituliskan di dinding pada kantor Tv One Yogyakarta seperti Jokowi bukan kader PKI, JKW-JK, tvOne anjing, dan sebagainya. Kemudian pada paragraph berikutnya dituliskan bahwa tindakan tersebut sangat disayangkan karena bertolak belakang dengan konsep revolusi mental. Pada akhir paragraph terdapat kalimat pertanyaan “Lantas, apakah tindakan anarkis sebagai Revolusi Mental yang diserukan pasangan capres6
http://news.detik.com/read/2014/07/04/163325/2628195/1562/jokowi-jk-dinilai-punyakapabilitas-tuntaskan-kasus-aktivis-98-yang-hilang (diakes pada tanggal 20Desember 2014, pukul 22.00 WIB).
9
cawapres nomor urut dua itu?” 7 Isi berita ini terindikasi telah berpihak dan mengkonstruk pola pikir
masyarakat,
karena
memuat kalimat
yang
menjatuhkan gagasan ataupun visi yang usung salah satu pasangan kandidat. Perbedaan frame disajikan kedua media tersebut terindikasi secara intens menyajikan realitas yang telah diubah dan memuat berita yang tidak berimbang, dengan hanya menampilkan satu tokoh dan menyembunyikan tokoh lainnya. Detik.com dan Inilah.com dalam memberikan informasi seputar pemilihan presiden dan wakil presiden ibarat dua kubu yang sedang bertikai di dunia maya melalui gaya bahasa dan kalimat masing-masing untuk membangun opini publik hal ini juga berdampak pada profesionalisme media yang seharusnya dijunjung setinggi-tingginya. Berdasarkan penjelasan di atas,
maka
peneliti bermaksud
melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pembingkaian yang dilakukan oleh media online Detik.com dan Inilah.com tentang Calon Presiden Joko Widodo pada masa kampanye Pilres 2014. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis framing. Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. 8 Dalam penjelasan lain framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana prespektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan 7
http://nasional.inilah.com/read/detail/2115893/anarkis-ironi-revolusi-mental-ala-jokowi-jk (diakses pada 20 Desember 2015 jam 10.14). 8 Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana (Yogyakarta: LKiS, 2006) hal 186.
10
menulis berita. Cara pandang atau prespektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil , bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut.9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, muncul satu permasalahan yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah bagaimana media online membingkai pemberitaan tentang calon presiden Joko Widodo pada masa kampanye pilpres 2014? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana media online membingkai pemberitaan tentang capres Joko Widodo pada massa kampanye presiden 2014, khususnya pada edisi 3 – 5 Juli 2014. D. Signifikasi Penelitian D.1 Signifikasi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai sumber pengetahuan tentang pembingkaian pada pemberitaan media massa khususnya media onlinr terhadap dinamika politik yang terjadi di Indonesia. Selain itu, peneliti juga mengaharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan refrensi bagi mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang yang melakukan penelitian serupa. 9
Alex sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. 162
11
D.2 Signifikasi Sosial Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan pemikiran yang kritis kepada pembaca (khalayak) mengenai objektivitas suatu media terhadap pemberitaan dinamika politik khusunya media online. Selain itu, penelitian juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada media sebagai produsen dan kontributor informasi, untuk senantiasa mengacu pada tanggung jawab etis dalam memproduksi karya jurnalistik. E. TINJAUAN PUSTAKA E.1. Surat Kabar Online Sebagai Medium Komunikasi Massa A. Pengertian Komunikasi Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, artinya setiap individu tidak bisa hidup tanpa individu lainnya. Maka setiap inividu akan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhannya, dalam interaksi itu terdapat aktivitas komunikasi yang berguna untuk mengekspresikan keinginan yang dibutuhkannya. Mudahnya, komunikasi merupakan penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Di balik pengertian tersebut, berbagai pakar telah memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai komunikasi, namun memiliki konklusi yang sama pada wilayah substansi dari pengertian komunikasi tersebut. Sebelum pada definisi para pakar, berikut merupakan definisi komunikasi secara epistologi, berasal dari bahasa latin yaitu communicare yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan.
12
Carl I.Hoveland dalam bukunya Mohammad Zamroni Filsafat Komunikasi (2009) mengatakan “Communication is the process by wich an individual transmit stimuly (usualy verbal symbol) to modify the behavior of another individuals”, yang artinya komunikasi itu sebagai suatu proses menstimulasi dari seorang individu terhadap individu lain dengan menggunakan lambing –lambang yang beraryi, berupa lambang kata untuk mengubah tingkah laku. Warren
Weaver
(Zamroni,
2009:4)
mendefinisikan
komunikasi secara lebih sederhana “communication is all of the procedure by which one mind can effect another” (komunikasi adalah semua prosedur dengan mana pemikiran seseorang dapat mempengaruhi yang lainnya). Simpson dan wainer (Zamroni, 2009:5) berpendapat lain tentang komunikasi, mereka mengatakan bahwa komunikasi sebagai penanaman (imparting), penyampaian (conveying), atau penukaran (ex change)
ide-ide,
pengetahuan,
maupun
informasi
baik
melalui
pembicaraan, tulisan, maupun tanda-tanda. Sedangkan Littlejhon (Zamroni, 2009:6) mendefinisikan komunikasi sangat berbeda dengan para pakar diatas, Ia membedakan tiga model dalam memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi. Tiga model tersebut adalah receiver model, sender model, behavior sender-receiver model. Berikut penjelasan tiga model tersebut untuk lebih memahami komunikasi.
13
a. Receiver model Bila suatu teks, yang tidak disengaja, ditangkap, oleh individu. Terjadi proses pembentukan makna pada diri seseorang, maka dikaitkan sudah terjadi proses komunikasi. b. Sender model Seorang penyampai pesan secara sengaja, tapi tidak ditangkap atau dimaknai orang lain, jadi pembentukan makna hanya terjadi pada diri pembuat pesan. c. Behavior sender-receiver model seseorang menyampaikan pesan dengan sengaja apakah verbal maupun non verbal, kemudian ditangkap orang lain, apakah sekilas atau secara penuh. Raymond Ross berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses menyortir, memilih, dan pengiriman symbol-simbol sedemikian rupa agar membantu penerima pesan membangkitkan respon/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator. 10 Maka dari penjelasan beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan penyampaikan makna dalam bentuk pesan atau informasi setelah melalui proses pemilihan/ penyortiran dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan komunikan memiliki pemikiran atau makna yang sama dengan komunikator. 10
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_definisi_komunikasi#Raymond_Ross (diakses tgl 10 Februari 2015 jam 19.07)
14
B. Macam-Macam Komunikasi a. Komunikasi Intrapersonal Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi intrapersonal ini merupakan dasar dari komunikasi antarpersonal, karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain terlebih dahulu kita berkomunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi ini terjadi karena kita mempresepsi dan memastikan makna pesan dari orang lain. b. Komunikasi Antarpersonal Komunikasi yang terjadi oleh dua orang yang saling bertatapan muka sehingga memungkinkan terjadi feedback baik secara verbal maupun non vebal. Komunikasi antarpersonal ini dinilai efektif karena kelima panca indra dapat bekerja dalam berkomunikasi c. Komunikasi Kelompok Jika komunikasi antarpersonal terjadi karena dua orang yang saling bertatap muka, maka komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang melibatkan banyak individu. Tingakat efektifitas dari komunikasi kelompok ini dapat diukur dari kesadaran peran masing-masing individu yang ada didalam kelompok tersebut. d. Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam konteks organisasi. Dalam komunikasi organisasi ini lebih rumit karena melibatkan lebih banyak individu. Kombinasi antara pesan lisan dan
15
tertulis akan lebih efektif dibandingkan hanya dengan pesan lisan saja, misalnya seorang atasan juga memberikan memo kepada bawahannya sehingga pesan yang disampaikan juga memberikan informasi yang cukup tanpa membebani penerima pesan. e. Komunikasi Massa Komunikasi Massa merupakan komunikasi yang ditujukan untuk khalayak ramai yang bersifat heterogen. Komunikasi massa bersifat media, publik, dan juga cepat. Feedback dalam komunikasi massa terbatas dan tidak selengkap pada komunikasi antarpersonal, namun dengan perkembangan tekhnologi dan komunikasi feedback dapat terjadi seca langsung apabila media menyediakan telepon interaktif. Penyebaran informasi melalui media massa dinilai sangat efektif karena diproduksi dalam jumlah yang banyak dan penyebaran yang meluas dalam waktu yang bersamaan. C. Pengertian Media Massa Secara sederhana media massa dapat dipahami sebagai alat untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat secara bersamaan. Di balik pengertian tersebut, terdapat berbagai pakar telah memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai media massa, Sebelum beranjak pada beberapa pengertian yang diberikan para ahli seperti yang telah disinggung di atas, perlu kiranya untuk membedah terlebih dahulu dua kata pada pembahasan ini yaitu media dan massa. Pembedahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari kesalahan
16
dalam memberikan makna yang sebenarnya terhadap pengertian media massa. Secara etimologis, kata media berasal dari bahasa latin “medius” yang berarti tengah, perantara atau pengantar dan kata “massa” yang berasal dari Anglosaxon berarti instrument atau alat yang pada hakikatnya terarah kepada semua saya yang mempunyai sifat massif.11 Sedangkan penggunaan istilah massa menurut Bramson (1961) awalnya merujuk pada gerombolan atau ‘orang biasa’ yang biasanya dipandang tidak berpendidikan, tak acuh dan berpotensi irasional sulit dikontrol dan bahkan kasar. Selain itu, istilah massa juga sering diidentikkan dengan gerombolan pengacau atau perusuh, sehingga istilah massa seringkali membawa asosiasi negatif. Meskipun demikian, tidak selamanya istilah ini dapat dikonotasikan kepada hal-hal yg bersifat negatif, dalam tradisi sosialis istilah massa dapat dipahami sebagai sesuatu yg bersifat positif, dimana massa dikonotasikan dengan kekuatan dan solidaritas pekerja biasa yang dibentuk dengan tujuan kolektif atau ketika melawan ketertindasan (Denis McQuail, 2011:60). Secara teoritis, massa memiliki ciri-ciri yang terdiri atas sekumpulan orang, isinya serupa, umumnya dipersepsikan negatif, tidak memiliki struktur atau tatanan internal dan merupakan cerminan dari masyarakat massa yang lebih luas. Istilah massa pertama kali di defininisikan secara formal oleh seorang tokoh sosiologi yang bernama 11
http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-media-massa-menurut-para-ahli.html (diakses paha tanggal 8 Desember 2014, pukul 13.55 WIB)
17
Herbert Blummer (1939). Blumer memaknai massa sebagai jenis baru dari bentukan sosial dalam masyarakat modern, dan membandingkannya dengan bentuk lain, terutama kelompok, kerumun, dan publik. Pengertian lain pernah disampaikan oleh Dennis McQuail bahwa media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. 12 Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa media massa adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara bersamaan dengan menggunakan alat seperti radio, Tv, surat kabar, internet, dll. D. Macam-Macam Konteks Media Massa Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Nurudin: 2007) membagi contoh macam-macam media dalam dua paradigma, paradigma lama yang terdiri dari film, surat kabar, majalah, tabloid, buku, radio, televise, kaset/cd. dan paradigma baru yaitu surat kabar, majalah, tabloid, radio, televisi, dan Internet. Berikut merupakan beberapa penjelasan dari jenis media dalam paradigma baru. Surat Kabar Awal kemunculan surat kabar ditandai dengan kemunculan yang berkala dengan basis komersial (dijual untuk umum) dan karaternya terbuka, jadi surat kabar digunakan untuk informasi, 12
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hal 34
18
rekaman, iklan, isu pengalihan, dan gossip. Pada abad ke-17 surat kabar komersial sudah diterbitkan oleh penerbit yang sah misalnya pada saat itu adalah kerajaan atau pemerintahan, yang juga bertujuan sebagai alat pemerintah. Kehadiran surat kabar komersial untuk pertama kalinya menjadi awal terbentuknya berbagai macam lembaga surat kabar, hal ini juga dapat dilihat sebagai peristiwa bersejarah komunikasi sebagai alat propaganda pemerintah.13 Di Indonesia sendiri, surat kabar mempunyai perjalanan yang sangat panjang yang terbagi dalam enam rezim yakni, rezim Belanda, rezim Jepang, rezim kemerdekaan, rezim orde lama, rezim orde baru, dan saat ini pada rezim reformasi. Pada saat sekarang surat kabar meskipun tidak banyak diliirk oleh masyarakat yang memasuki era digital, bukan berarti keberadaannya telah punah, surat kabar tetap memiliki segmen pasar sendiri. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya surat kabar yang beredar dimasyarakat baik yang berskala nasional mauun daerah, diantaranya adalah KOMPAS, Jawa Pos, Koran SINDO, Koran TEMPO, Harian Indonesia, Jurnal nasional,dll. Kenyataan bahwa surat kabar tidak kehilangan pamornya juga terlihat pada masa kampanye Pemilihan Presiden Indonesia 2014 lalu, dimana para tim pemenangan menggunakan Koran sebagai salah satu
instrument dalam
berkampanye. 13
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail “McQuail’s Mass Communication Theory” (Jakarta, Salemba Humanika, 2011), hal 30
19
Berikut merupakan karakteristik surat kabar sebagai media dan lembaga (MCQuail:31): Aspek Media 1. Kemunculannya yang berkala dan sering 2. Teknologi percetakan 3. Isi dan rujukan menurut tema tertentu 4. Dibaca oleh individu atau kelompok Aspek Kelembagaan 1. Khalayak perkotaan yang sekuler 2. Cenderung bebas, tetapi disensor sendiri 3. Berada dalam ranah publik 4. Bentuk komoditas 5. Berbasis komersial. Radio Dr. Lee De Forest merupakan orang Amerika Serikat yang menemukan rasio pada tahun 1916, hingga pada tanggal 1 april 1933 Mangkunegoro VII dan Sarsito Mangkunegoro mendirikan Solossche Radio Vereenging (SRV) di Surakarta dan menjadi pelopor berdirinya radio di Indonesia yang didirikan oleh bangsa Indonesia sendiri. Hingga saat ini radio masih ada di Indonsia, walau kehadirannya mulai terkikis oleh kehadiran televisi yang menawarkan sajian yang lebih atraktif melalui sajian audio visual berbeda dengan radio yang hanya mampu menyajikan audio saja.
20
Ditengah persaingan yang ketat dengan televisi, radio tetap mampu menunjukkan eksistensinya meskipun saat ini lebih banyak menyajikan acara musik, berikut merupakan radio-radio yang cukup terkenal dan memiliki pendengar yang lumayan dan mampu bertahan hingga saat ini: Hard Rock FM 87,6 MHz; Cosmopolitan 90,4 MHz (Jakarta); Makobu FM 88,7; Tidar Sakiti FM 91,1 (Malang), dan masih banyak lagi didaerah lain. MCQuali (2011:40) telah merangkum ciri-ciri radio sebagai berikut: Aspek Media 1. Hanya memeliki daya tarik suara 2. Penggunaannya mudah dan dapat dibawa kemana-mana 3. Kontennya beragam, tetapi lebih banyak music 4. Potensial untuk partisipasi dua arah 5. Penggunaan yang akarab dan personal Aspek Kelembagaan 1. Kebebasan relatife 2.
Lokal dan Tersebar
3. Produksinya murah Televisi Perkembangan televisi khususnya di Indonesia telah banyak mencuri perhatian masyarakat untuk menikmatinya, tidak hanya menikmati sebagai hiburan sebagaian masyarakat yang tergolong kaum elit bahkan memanfaatkan teknologi ini sebagai salah satu
21
sumber penghasilan mereka. Tidak hanya itu, dewasa ini televise mampu menjelma sebagai salah satu alat untuk mendekati pemerintahan atau bahkan masuk didalamnya. Begitu besar efek televisi bagi para kaum elit untuk melancarkan kepentingannya membuat mereka berbondong bondong mendirikan stasiun televisi, misalkan saja Aburizal Bakri yang mendirikan TV ONE dan membeli saham salah satu stasiun televise yang saat ini diberi nama ANTV, Surya Paloh dengan Metro Tvnya, Chairul Tandjung dengan Trans TV dan Trans 7, dan beberapa elit lainnya. Tidak hanya para kaum elit televisi juga menjadi primadona bagi pengusaha untuk memasang iklan di TV karena akan lebih efektif, dan untuk politisi menjadikan TV sebagai ajang pencitraan dan menaikkan
pamor.
Berikut
merupakan
ciri-ciridari
(McQuail:40): Aspek media 1. Memiliki konten yang sangat beragam 2. Saluran audio visual 3. Dianggap bersifat domestic, dekat, dan personal 4. Intensitas rendah dan pengalaman keterlibatan Aspek Kelembagaan 1. Teknolgi dan organisasi yang rumit 2. Tunduk pada aturan dan control sosial 3. Berkarakter nasional dan internasional
televise
22
4. Dapat dilihata orang banyak Internet Awalnya internet dimulai sebagai alat komunikasi non komersial dan pertukaran data diantara professional, tetapi perkembangan selanjutnya adalah internet sebagai penyedia barang dan berbagai jasa, dan alternative bagai komunikasi pribadi dan antar personal (McQuail:44). Aplikasi internet yang tersedia saat ini sangat beragam, salah satunya adalah situs berita on-line
yang
merupakan perkembangan dari surat kabar. Keberadaan internet ditengah masyarakat digital dan masyarakat informasi seperti saat ini tentunya sangat dibutuhkan, kemudahan dan kecepatan untuk mengaksesnya membuat internet banyak digemari. Sebagai media, internet memiliki ciri-ciri sebagai berikut (McQuali:45): 1. Teknologi berbasis computer 2. Karakternya hibrida, fleksibel 3. Potensi interaktif 4. Fungsi publik dan privat 5. Peraturan yang tidak ketat 6. Kesalingterhubungan 7. Ada dimana-mana/ tidak tergantung lokasi 8. Dapat diakses individu sebagai komunikator 9. Media Komunikasi massa dan pribadi.
23
E. Pengertian Media Online Media online merupakan media baru generasi ketiga setelah media cetak dan media elektronik atau televisi dan radio. Media online adalah media yang menggunakan jaringan komputer sebagai alat untuk mengakses internet yang merupakan ciri dari media online sebagai tempat untuk menyebarkan informasi tersebut. Teknologi internet yang digunakan dalam media online sangat mempermudah para konsumennya untuk mendapatkan informasi karena tidak harus membeli produk media yang disebarkan. Konsumen cukup mengakses via sambungan internet yang saat ini juga semakin mudah untuk diakses kapanpun dan dimanapun konsumen mau. F. Karakteristik Media Online Setiap media memiliki ciri-ciri tersendiri, begitu juga dengan media online
juga memiliki karakteristik sendiri yang
membedakan dengan media cetak ataupun media elektronik, berikut merupakan karakteristik media online:14 1. Kapasitas luas- halaman web bisa menampung naskah sangat panjang 2. Jadwal terbit bisa kapan saja atau setiap saat 3. cepat, karena di upload langsung bisa diakses semua orang 4. menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet 14
http://www.romelteamedia.com/2014/04/media-online-pengertian-dan.html (diakses tgl 17 Februari 2015 jam 12.31)
24
5. aktual, berisi info actual karena kemudahan dan kecepatan penyajian 6. Update, pembaharuan informasi terus dan dapat dilakukan kapan saja 7. Interaktif, dua arah, dan egaliter dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling, dst 8. Terdokumentasi, informasi tersimpan di bank data (arsip) dan dapat ditemukan melalui link, artikel terkait, dan fasilitas cari atau search. 9. Terhubung dengan sumber lain yang berkaitan dengan informasi tersaji. 10. Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan dimana saja G. Sifat Pesan Media Online Media online saat ini telah menjadi salah satu medium yang sangat bermanfaat untuk mendapatkan sebuah informasi. Awal mula kemunculan media online banyak kalangan yang meragukan validitas data ataupun informasi yang terdapat didalamnya. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi internet keraguan itu mulai terkikis karena banyak publikasi teoritis yang dipublikasikan melalui jaringan internet. Kemudahan
yang
ditawarkan
oleh
media
online
memudahakan para peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, karena setiap infomarsi yang pernah diupload dimedia online akan tersimpan di bank data. Penelusuran data online dapat
25
menggunakan fasilitas sreach yang disediakan oleh website tertentu yang dikelola oleh sreach engine. E.2. Internet sebagai Media Baru Seiring dengan perkembangan tekhnologi dan informasi, perkembangan media menjadi salah satu kemajuan yang tak dapat dielakkan. Salah satu indikasinya adalah menjamurnya portal berita di internet saat ini tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat untuk memperbaharui informasinya bahkan dalam hitungan detik di mana pun dan kapanpun. Peluang ini yang kemudian dibaca oleh pelaku bisnis teknologi komunikasi untuk menciptakan berbagai macam teknologi, fitur serta kemudahan-kemudahan lainnya dalam mengakses internet, sehingga informasi dengan mudah diakses hanya dengan sekali tekan. Keberadaan internet sebagai media baru dianggap sebagai gagasan yang revolusioner, di mana internet dapat menyebarkan informasi lebih luas dan tidak terikat oleh waktu, mereka dapat mengupload berita setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik dan lebih mudah untuk diakses. Seperti yang dikatakan oleh Livingstone (1999:65) apa yang baru mengenai internet barangkali adalah kombinasi dari interaktivitas dengan ciri yang inovatif bagi komunikasi massa – jenis konten yang tidak terbatas, jangkauan khalayak, sifat global dari komunikasi. Dalam pendapat lain, Lievrouw (2004) dalam penelitiannya ia menggarisbawahi pandangan
26
umum bahwa media baru telah menjadi semakin umum (mainstream), rutin dan binal.15 Salah satu bentuk pembahruan yang dilakukan oleh internet adalah konsep baru dan realitas dari portal Web. Kalyanaraman dan Sunder mengatakan bahwa salah satu ciri unik dari World Wide Web sebagai media massa terletak pada fakta sumber pesan tidak dibedakan dari penerima pesan, hasilnya adalah portal yang membantu mengambil dan menyaring banyak informasi yang tersedia.16 Sejak runtuhnya
orde baru
yang dibarengi dengan
meningkatnya jumlah media massa di Indonesia telah membawa angin segar dalam segala aspek kehidupan, terutama bagi politikus yang menginginkan kekuasaan akan dapat dengan mudah mendapat membangun citra dan mendapat sorotan masyarakat, apalagi dengan munculnya internet atau bisa disebut dengan media online ini. Para politikus dapat berkomunikasi dengan partisipannya tanpa dibatasi oleh siapapun melalui akses internet yang luas dan tidak terbatas, sehingga meskipun terpisahkan oleh jarak dan waktu partisipan seolah memiliki kedekatan emosional yang tinggi terhadap idolanya tersebut, dengan hal semacam ini maka politisi dapat dengan mudah menyampaikan visi dan misi serta pemikiranpemikirannya untuk mempengaruhi dan mendapatkan partisipan ataupun kader politik militan. 15 16
Ibid, hal 151 Ibid, hal 151
27
Politik dan media telah menjadi dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, berkembangnya media baru sedikit banyak juga berpengaruh pada perkembangan sistem politik, setidaknya dari cara-cara pengambilan poling elektronik melalui internet atau cara berkamnye mereka yang juga memanfaatkan media baru ini yang notabene dapat diakses dengan mudah dimanapun dan kapanpun, mulai dari membuat web, blog, memasang iklan di beberapa portal berita, bahkan bekerja sama dengan potal berita tersebut untuk menampilkan beritanya secara terus menerusuntuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh internet menimbulkan ketakutan pada Breen (2007) di mana ia mengatakan bahwa internet mungkin berkembang melampaui fase keterbukaan dan demokrasi, kemudian menjadi layanan multi tahap dengan akses yang lebih baik kepada mereka yang mampu membayar lebih untuk memproduksi dan menyediakan konten, atau membayar lebih untuk menerima konten yang lebih bernilai.17 Ketakutan Breen telah terjawab oleh realitas yang terjadi saat ini, di mana para pelaku konglomerasi media melebarkan sayapnya dengan membuat portal berita di internet untuk memperluas jangkaun pasar mereka, dimana kontennya tidak berbeda dari apa yang mereka sajikan di media lama. Bahkan pada media baru ini mereka dapat menyajikan berita secara terus menerus dengan satu topik namun dengan judul yang berbagai macam, berarti masyarakat mendapatkan informasi yang banyak dari satu 17
Ibid, hal 154
28
topik itu, sehingga dengan mudah masyarakat terpengaruh dengan konstruksi pemberitaan yang disajikan secara intens. E.3. Surat Kabar Online Sebagai Industri Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.18 Perkembangan industri media online seperti semakin banyak portal berita di Indonesia, menarik perhatian perusahaan media besar seperti MNC Group, Trans Corp, dan masih banyak lagi yang lainnya juga menggeluti bisnis media baru ini. Akibat dari perilaku media ini terhadap masyarakat adalah masyarakat hanya dianggap sebagai konsumen yang dapat memenuhi kepentingan kaum kapitalis dengan kekuatan media yang dimilikinya. Hingga pada akhirnya media menjadi lahan yang ingin dimiliki siapa saja yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan atapun pengaruh di masyarakat. Dampak lain yang terjadi adalah kesamaan isi media, karena para pemilik media yang juga terjun kedunia politik mengontrol isu yang ada di masyarakat, mereka membatasi apa yang dibaca, didengar dan dilihat oleh masyarakat dengan kekuatan kelompok
18
http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-definisi-macam-jenis-dan-penggolonganindustri-di-indonesia-perekonomian-bisnis.html (diakses tgl 11 Februari 2015 jam 16.00)
29
medianya. Sehingga hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang utuh dan objectif telah berkurang. Orientasi
keuntungan
yang sebesar
besarnya
merupakan
karakteristik sebuah industri, tidak terkecuali media. Segalanya akan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan itu, hingga tidak jarang ditemui konten media yang tidak berkualitas dan jauh dari kata mendidik. Bahkan, saat ini media telah mengawinkan bisnis dan politik kedalam satu bagian yang sangat penting dalam ranah publik dengan keuntungan yang akan dipetik secara bersamaan. E.4. Surat Kabar Online Sebagai Institusi Politik “Siapa yang menguasai media dialah yang menguasai dunia”, pernyataan ini sangat tepat untuk menggambarkan posisi media yang
memiliki
kekuatan besar
untuk
mempengaruhi masyarakat,
bagaimana tidak jika apa yang dikatakan media dapat dengan mudah diamini dan seringkali dijadikan kebenaran baru. Seperti yang dikatakan oleh KH. Mustofa Bisri, Pengasuh Ponpes Raudatul Talibin, Rembang: “Apa yang dikatakan pers hampir selalu dipercayai oleh publik. Begitu hebatnya pers, sehingga seandainya siang dikatakan pers malam pun, masyarakat (terutama yang lugu) akan mempercayainya”. 19 Begitu besarnya pengaruh media massa terutama media online terhadap kehidupan masyarakat, menjadikan media sebagai 19
Kun Wazis, op. cit hal 123 (Media Massa dan Kontruksi Realitas)
30
primadona baru bagi para segelintir elit yang haus kekuasaan. Keterkaitan sistem media dan sistem politik telah disinggung oleh Gunter dan Mugham (2008) yang menunjukakn perbedaan antar budaya yang besar. Meskipun demikian tetap memiliki relasi dengan struktur, perilaku, dan kinerja. Dibanyak negara, terdapat sektor publik media yang secara mutlak dikendalikan oleh pemerintah dan terdapat beragam cara bagaimana manajemen organisasi ini dimasuki kepentingan politik, bahkan di mana media itu memiliki otonomi.20 Perkembangan media di Indonesia memanglah sangat pesat, hal ini dapat terlihat dari banyaknya stasiun Tv, radio, koran, majalah, hingga portal berita internet. Sayangnya media-media tersebut hanya dimiliki beberapa orang saja atau disebut dengan konglomerasi media. Para pemilik media ini memiliki ambisi yang kuat untuk dapat masuk kedalam dunia politik dengan memanfaatkan media yang ia miliki. Seperti yang terjadi pada momen PILPRES 2014 para politikus merangkul para pemilik media untuk bergabung dalam partainya, hal ini bertujuan untuk mempermudah jalan partai politik dalam meraih pamor melalui media yang memberitakan secara terus menerus tentang partai ataupun figure partai politik. Halin dan Mancini (2004) menyebutkan terdapat tiga model fundamental hubungan antara system media dan system politik nasional: 20
Denis McQuail, op. cit hal 270 (Teori Komunikasi Massa McQuail “McQuail’s Mass Communication Theory,)
31
(1) model liberal atau Atlantik Utara, (2) korporat demokratis atau Eropa Utara, (3) pluralis yang terpolarisasi atau mediteran. Penjelasan tentang ketiga model ini akan digambarkan dalam tabel dibawah ini:21 Tabel 1 Tiga Model Sistem Hubungan Media dan Politik (Halin dan Mancini (2004) Liberal
Lemah Peranan
Korporat
Pluralis
yang
demokratis
terpolarisasi
Kuat (sejahtera)
Kuat
Negara
terhadap media Campuran Lebih Konsensus
banyak Lebih
atau konsessus
terpolarisasi
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
polarisasi politik Profesionalisme jurnalisme Pararelisme
pers-
politik Keberadaan Clientelisme
21
Ibid, hal 271-272
32
Pemberitaan politik yang disajikan oleh media setiap hari dan cenderung mendominasi pemberitaan media cetak dan elektronik sesungguhnya tidak terlalu urgent untuk publik, namun publik hanya bisa menerima konten pemberitaan dan mengkonsumsinya sebagai bentuk dari pemenuhan
kebutuhan
akan
informasi,
karena
media
memililiki
kepentingan politik yang harus diupayakan melalui konten media tersebut. E.5. Konstruksi Media tentang Realitas Sejak era keterbukaan informasi publik pasca runtuhnya masa Orde Baru hingga saat ini, media menjadi salah satu elemen penting di dalamnya, tanpa keberadaannya mustahil kiranya informasi dapat tersalurkan kepada masyarakat. Karena baik cetak maupun elektronik media merupakan tempat paling efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi kepada publik. Bukan berarti, keberadaan media semata-mata sebagai wadah penyampaian segala bentuk informasi atau berita yang sesuai fakta di lapangan, ada beberapa bagian yang sengaja ditonjolkan dan juga dikaburkan untuk mempengaruhi pola pikir audiensnya, hal ini bertujuan untuk menggiring opini publik sesuai dengan kepentingan atau ideologi media. Inilah yang dimaksut dengan konstruksi realitas. Kenyataan bahwa informasi yang disampaikan media merupakan hasil dari sebuah konstruksi realitas berdasarkan ideologi dan kepentingan para pemangku modal, maka tidak berlebihan jika beberapa kalangan meragukan kebenaran isi berita dari suatu media. Karena telah
33
menjadi rahasia umum, khususnya di Indonesia media telah menjadi lahan basah para kaum kapaitalis untuk mendapatkan keuntungan sebesar besarnya tanpa memperhatikan konten media, selain itu media juga menjadi ajang pencintraan untuk menaikkan pamor politisi atau partai politik yang beberapa juga sebagai pemilik modal media, seperti yang dikatakan Berger dan Luckmann, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang yang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan. 22 Istilah konstruksi atas realitas sosial mulai diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann pada tahun 1966 dalam bukunya yang berjudul The Sosial Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of knowledge. Dalam bukunya ia menggambarkan proses sosial dalam tindakan dan interaksi, di mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. 23 Asal muasal konstruksi sosial dari falsafah konstruktivisme yang dimulai dari gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, konstruksi kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget.
24
terdapat tiga
macam konstruktivisme: pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme biasa.25
22
Burhan Bungin , Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), hal. 86. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), hal 13. 24 Ibid, hal 13 25 Ibid, hal 14
23
34
Kajian tentang konstruksi sosial telah memunculkan banyak gagasan dari para ahli. Misalnya gagasan Berger dan Luckmann tentang konstruksi sosial yang berseberangan dengan gagasan Derrida ataupun Habermas dan Gramsci, namun gagasan tersebut membentuk dua kutub dalam satu garis linier, dimana menurut Derrida dan Habermas yaitu dekonstruksi sosial dan menurut Berger dan Luckmann yaitu konstrusi sosial. Kajian dekontruksi sosial menempatkan konstruksi sosial sebagai objek yang didekonstruksi, sedangkan kajian konstruksi sosial menggunakan dekonstruksi sebagai bagian analisisnya tentang bagaimana individu memaknakan konstrusi sosial tersebut. Dengan demikian kedua gagasan ini akan hadir dalam perbincangan mengenai realitas sosial. 26 Max weber melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna subjektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Weber mengatakan, apabila yang dimaksut subjektif dari perilaku sosial membuat individu mengarahkan dan memperhitungkan kelakuan orang lain dan mengarahkan kepada subjektif itu. Perilaku itu memiliki kepastian kalau menunjukkan keseragaman dengan perilaku pada umumnya dalam masyarakat.27 Berger dan Luckmann mengatakan realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia, objektivasi yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi, dan proses internalisasi yaitu proses 26 27
Burhan Bugin, op. cit hal 90 (Penelitian Kualitatif) Ibid, hal 82
35
yang mana individu mengidentifikasian dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya.28 Menurut Burhan Bugin (2010), Proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut (1) tahap menyampaikan materi konstruksi, pada tahapan ini redaktur bertugas mempersiapkan materi konstruksi sosial, sesuai dengan visi dan kebutuhan media, (2) tahap sebaran konstruksi, dalam tahap ini media menggunakan model satu arah terutama media cetak, untuk media elektronik, bisa dilakukan dua arah meskipun agenda seting tetap dilakukan media. Seringkali media memberikan informasi sementara masyarakat tidak memiliki pilihan, (3) tahap pembentukan konstruksi, setelah informasi sampai kepada publik, terjadi pembentukan konstruksi dengan melalui tiga tahap yaitu: a. konstruksi realitas pembenaran, dimana informasi media massa sebagai sebuah otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian, b. kesediaan dikonstruksi oleh media, pilihan menjadi pembacanya, berarti pikirannya bersedia dikonstruksi oleh media massa, c. sebagai pilihan konsumtif, pembaca akan menjadikan kebiasaan untuk mengkonsumsi media tersebut. Dan tahapan kelahiran konstruksi soaial yang terakhir adalah (4) tahap konfirmasi dalam tahapan ini sangat penting bagi media karena memberikan agrumentasi terhadap alasan konstruksi sosial, sedangkan bagi pembaca tahapan ini merupakan bagian dalam penjelasan mengapa mau terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial. 28
Burhan Bungin, op. cit hal 8 (Penelitian Kualitatif)
36
Keberadaan media di era masyarakat informasi seperti saat ini menjadi alat yang efektif untuk mengkonstruksi sebuah realita. Konstruksi realitas terjadi tidak hanya dipengaruhi latar belakang wartawan dalam memandang sebuah realita melainkan juga dari ideology, kepentingan ataupun visi ekonomi dan politik pemilik media dan peran masyarakat yang mengkonsumsi media tersebut dengan penuh kesadaran. E.6. Konstruksi Sosial Dalam Paradigma Konstruktivisme Peter L, Berger dan Luckmann dalam bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality (1966)”, memperkenalkan istilah konstruksi atas realitas sosial, mereka menggabarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.
29
hal ini terjadi karena sifat manusia yang dinamis dan selalu
berkembang dalam setiap generasi. Gagasan awal mengenai konstruktivisme telah dimulai oleh seorang epistemology Italia yaitu Giambatissta Vico, dalam “De Antiquissima Italorum Sapientia” pada tahun 1710 ia mengungkapkan filsafatnya bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Vico menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Hal ini berarti seseorang itu baru mengetahui sesuatu apabila ia menjelaskan unsur-unsur apa yang 29
Burhan Bungin, loc cit (Konstruksi Sosial Media Massa, hal 13)
37
membangun sesuatu itu. Menurutnya hanya Tuhanlah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Dia membuatnya, sementara itu manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstrusikannya.30 Terdapat
tiga
macam
kontruktivisme,
pertama
konstruktivisme radikal yang hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh dunia pikiran kita yang tidak selalu representasi dunia nyata, kaum ini juga mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria sebuah kebenaran. Bagi mereka pengetahuan tidak merefleksikan suatu realitas ontologis objektif, namun sebagai sebuah realitas yang dibentuk oleh pegalaman seseorang. Kedua realisme hipotesis, Pandangan kaum ini bahwa pengetahuan merupakan hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju pada pengetahuan yang hakiki. Ketiga, konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu dan pengetahuan individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari realitas objek dalam dirinya sendiri. Terdapat persamaan dari ketiga konstruktivisme diatas, bahwa konstruktvisme merupakan hasil dari kerja individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antar individu dengan invidu lainnya dan dengan lingkungan sekitarnya, kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat berdasarkan pengetahuan sebelumnya yang telah ada, yang disebut
30
Ibid, hal 13
38
oleh Piaget sebagai skema. Dan Konstruktivisme seperti inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial. 31 Penjelasan Berger dan Lukmann tentang realitassosial adalah dengan memisahkan pemahaman tentang kenyataan yang diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas yang diakui memiliki keberasaan (being) dan tidak tergantung kepada kehendak sendiri dan pengetahuan sebagai kepastian bahwa realitas itu nyata (real) yang memiliki karakteritik sendiri. Suatu hal yang terbentuk dimasyarakat merupakan hasil dari definisi subjektif melalui proses interaksi sosial yang terlihat seperti nyata secara objektif. Objektivitas akan bisa terjadi melalui penegasan berulangulang yang diberikan dan memiliki definisi subjektif yang sama. pada dasarnya manusia menciptakan dunia dengan pandangan hidup yang menyeluruh, pemberian legitimasi dan mengatu bentuk-bentuk sosial serta memberikan pada berbagai aspek kehidupan mereka. Seperti yang dikatakan oleh Berger dan Lukmann bahwa proses dialketika antara invidu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, internalisasi.32 Seperti yang telah dijelaskan pada penjabaran diatas, ketiga konsep Berger dan Lukmann yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi merupakan simultan untuk menjelaskan dialektika antara diri sendiri dalam berinteraksi dengan individu lainnya juga dunia sosiokultural, 31 32
Ibid, hal 14 Ibid, hal 15
39
hal ini akan memunculkan suatu proses konstruksi sosial yang dilihat dari segi asal muasalnya merupakan hasil ciptaan manusia, yakni buatan interaksi inter-subjektif, dari ketiga tahap dialektika ini juga dapat terlihat realitas sosial.
Eksternalisasi Eksternalisasi (penyesuaian diri) merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia dan dunia sosiolukturalnya karena eksternalisasi terjadi pada tahapan paling mendasar dalam proses dialeketika pada perilaku interaksi antar individu dengan produk – produk sosial masyarakat. Maksud dari proses ini adalah ketika sebuah produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luas.33 Seperti halnya sebuah media massa yang saat ini telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat untuk mengetahui informasi dari segala penjuru dunia. Dapat disimpulkan bahwa tahap eksternalisasi ini berlangsung ketika individu mengeksternalisasikan (penyesuaian diri)
pada
produk
sosial
yang
tercipta
kedalam
sosiokulturalnya sebagai bagain dari produk manusia
33
Ibid, hal 16
Objektivasi
dunia
40
Pada tahapan yang kedua ini, sebuah produk sosial terjadi dalam dunia intersubyektif masyarakat yang dilembagakan dan berada pada proses institusional, sedangkan individu Berger dan Lukmann mengatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Proses objektivasi juga terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang dimasyarakat, sehingga dalam proses ini tidak harus bertatap muka antar individu dengan produsennya. Berger dan Lukmann mengatakan bahwa, sebuah tanda (sign) dapat dibedakan dari objektivasi-objektivasi lainnya, karena tujuannya yang eksplesit untuk digunakan sebagai isyarat atau
indeks bagi pemaknaan subjektif,34 dengan demikian
pembuatan tangda atau pembuatan signifikasi dalam tahap objektivasi merupakan hal terpenting, selain itu bahasa juga memegang peranan penting dalam objektivasi terhadap tanda-tanda. Seperti yang dikatakan oleh Berger dan Lukmann, bahasa merupakan alat simbolis untuk mengsignifikasidimana logika ditambahkan diobjektivasi.
34
Ibid, hal 17
secara
mendasar
kepada
dunia
sosial
yang
41
Internalisasi Internalisasi merupakan dasar, pertama bagi pemahaman mengenai “sesama saya”, yatu pemahaman individu dan orang lain, kedua bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial. Berger dan Lukmann dalam tahap ini berpendapat, bagaimanapun juga ,dalam bentuk internalisasi yang kompleks, individu tidak hanya memahami proses proses subjektif orang lain yang berlangsung sesaat, individu memahami dunia dimana ia hidup dan dunia itu menjadi dunia individu sendiri.35 Ini artinya bahwa individu tidak hanya memahami kenyataan sosial melalui definisi individu lainnya, namun mereka juga mendefinisikan secara timbal balik, sehingga mereka hidup berpartisipasi dengan keberadaan individu lainnya yang tidak hanya hidup dalam dunia yang sama, setelah pada tahapan inilah individu menjadi anggota sosial. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa realitas sosial dikontruksikan melalui tiga proses dialektika yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi, dan konstrusi sosial tidak berlangsung begitu saja melainkan banyak kepentingankepentingan yang terdapat dibelakangnya. Kondisi seperti inilah yang kemudian menjadi hegemoni pola pikir masyarakat, melalui informasi yang dibuat yang akhirnya dapat diterima masyarakat
35
Ibid, hal 20
42
meskipun berdampak pada penindasan intelektual dan kultural masyarakat. seperti yang dikatakan oleh Lash bahwa gejala seperti itu merupakan produk dari keberadaan rezim pemaknaan (regime of significance)yang cenderung melakukan dominasi dan hegemoni makna atasberbagai peristiwa, pengetahuan, kesadaran, dan wacana. Rezim yang dimaksud adalah sekelompok orang yang memiliki kekuasaan formal sebagai representasi dari penguasa. 36 E.7. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Konstruksi Media Tentang Realitas Proses produksi berita sebuah media terjadi dalam sebuah tempat yang sering disebut dengan newsroom, dalam ruangan inilah pengaruh, kepentingan dan pemaknaan terhadap sebuah peristiwa terjadi sesuai dengan representasi media, sebelum akhirnya akan diproduksi dan diditribusikan kepada khalayak ramai. Pamela
J.
Shoemaker
dam
Stephen
D.
Reese,
mengidentifikasi lima faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan:37 1. Level individual Pada faktor ini melihat sejauh mana pengaruh aspek personal
misalnya
jenis
kelamin,
umur,
atau
agama
akan
mempengaruhi apa yang akan ditampilkan dan disampaikan kepada khalayak. Selain aspek personalitas, aspek profesionalisme juga turut 36 37
Ibid, hal 24 Agus Sudibyo, op.cit hal 7 (Politik Media dan Pertarungan Wacana}
43
mempengaruhi pemahaman pengelola
media.
Latar
belakang
pendidikan dan kecendurangan terhadap suatu hal juga akan mempengaruhi pemberitaan media. 2. Level Rutinitas Media Rutinitas media berhubungan dengan dua mekanisme terbentuknya suatu berita yang pertama adalah proses penentuan berita dan yang kedua adalah bagaimana berita dibentuk, dalam proses penentuan berita setiap media memiliki prosedur standart dan ukuran sendiri-sendiri tentang apa yang disebut dengan berita, kriteria berita yang baik dan tidak baik, yang layak ataupun tidak layak untuk ditampilkan kepada khalayak. Sedangkan dalam proses mekanisme bagaimana berita itu dibentuk lebih menjelaskan bagaimana berita akan diproduksi, misalnya siapa yang akan meliput, bagaimana cara pendelegasiannya, siapa yang akan menulis beritanya, melalui proses dan tangan siapa sajasebuah tulisan sebelum sampai ke proses pencentakan, siapa editornya, seperti apa gambar penunjangnya, dst. 3. Level Organisasi Level ini sangat berhubungan dengan struktur organisasi dalam sebuah media. Pada level ini wartawan bukanlah orang tunggal dalam sebuah organisasi media, mereka merupakan komponen kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen juga memiliki kepentingan, misalnya bagian redaksi menginginkan agar berita tertentu yang disajikan, namun bagian sirkulasi mengingikan
44
berita lain yang ditonjolkan karena telah terbukti menaikkan penjualan. Setiap komponen memang tidak selalu sejalan, namun setiap organisasi media memiliki tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai komponen tersebut akan mempengaruhi bagaiman seharusnya wartawan beriskap dan bagaimana juga peristiwa disajikan menjadikan sebuah berita. Level ini juga dapat menjelaskan munculnya kecenderungan media era reformasi yang mengedepankan berita politik yang tajam, sensational, bahkan bombastis. Hal ini juga dipengaruhi dengan dominasi marker regulation yang membutuhkan sajian seperti itu untuk menarik perhatian khalayak dan pengiklan. 4. Level Ekstramedia Level ekstramedia ini berhubungan dengan faktor diluar lingkungan media, meskipun demikian tetap memiliki pengaruh terhadap pemberitaan media. Berikut merupakan faktor-faktor lingkungan luar media:
Sumber Berita Di sini sumber berita dipandang bukanlah pihak netral yang memberikan informasi apa adanya, mereka akan memberikan informasi yang sekiranya menguntungkannya saja dengan tujuan mendapatkan opini publik yang menguntungkan sumber berita. Kepentingan sumber berita ini seringkali tidak disadari oleh media, sehingga seringkali media menjadi corong sumber berita untuk menyampaikan apa yang dirasakan sumber berita.
45
Sumber Penghasilan Media Kenyataan bahwa uang yang harus digelontorkan media setiap harinya tidak sedikit, maka media harus survive dan berfikir keras bagaimana mendapatkan uang untuk menutup kebutuhan yang sangat besar itu. Salah satunya adalah dengan menyediakan space iklan bagi pengusaha yang ingin produknya gampang dikenali oleh khlayak , dan dari iklan inilah sumber penghasilan terbesar media, sumber lainnya didapat dari pelanggan/ pembeli media. Namun, ada kalanya pengiklan memasukkan kepentingannnya kedalam media dan memaksa untuk mengembargo berita yang merugikaannya. Faktor sumber berita juga dapat menjelaskan kecenderungan media seperti majalah Garda yang menampilkan berita-berita yang memihak kepda Soeharto dan Orde Baru, dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa semakin kuat dukungaan terhadap Soeharto atau sebaliknya maka akan semakin besar pula kemungkinan Garda akan dibeli pembacanya.
Pihak Eksternal Pihak eksternal yang dimaksut disini adalah pemerintah dan lingkungan bisnis. Dalam Negara yang otoriter memegang peran yang paling dominan dalam menentukan berita apa yang akan disajikan.
Pemeritah
merupakn
pemegang
lisensi
dalam
penerbitan, apabila media ingin tetap dan bisa terbit maka harus menuruti kemauan pemerintah yang otoriter. Kondisi seperti ini
46
pernah terjadi di Indonesia pada jaman Presiden Soeharto, namun hal sebaliknya telah terjadi sekarang dimana Indonesia menjadi Negara yang demokratis, sehingga pemerintah tidak lagi ikut campur dalam isi media, tetapi justru pengaruh terbesar datangnya dari lingkungan bisnis dan pasar. 5. Level Ideologi Berbeda dengan keempat level diatas yang tampak kongkrit, pada level ideologi ini tampak abstrak yang berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Ideologi ini dapat diartikan juga sebagai kerangka berfikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Pada level ini akan dilihat lebh kepada yang berkuasa dimasyarakat dan bagaimana media menentukan. Media sejatinya merupakan cerminan masyarakat, pandanganpandangan masyarakatlah yang digunakan pengelola media untuk menyikapi perkembangan isu-isu yang terjadi. F. Definisi Konseptual Konsep Shoemaker dan Stephen terkait pengaruh konstruksi media adalah sebagai berikut38: pertama, faktor individual berhubungan dengan latar belakang professional dari pengelola media seperti jenis kelamin, umur, agama dan lain-lain akan mempengaruhi apa yang akan disampaikan kepada khalayak
38
Ibid, hal 7
47
ramai, tidak hanya itu kecenderungan politik pengelola media juga bisa mempengaruhi pemberitaan. Kedua konsep rutinitas media pada kajian konstruksi media ini adalah berkaitan dengan bagaimana sebuah media cetak, elektronik maupun online memutuskan bagaimana mekanisme suatu berita akan dibentuk sampai ditampilkannya berita tersebut, tentunya setiap media memiliki mekanisme yang berbeda-beda. Tiga, stuktur organisasi dalam sebuah media massa akan dapat menjelaskan kecenderungan sebuah media dalam menampilkan sebuah berita karena juga dipengaruhi oleh dominasi marker regulation. Pada level ini akan dapat menjelaskan munculnya kecenderungan pers era reformasi dalam menampilkan berita-berita yang sensasional. Empat, faktor ekstramedia merupakan konsep yang sangat berhubungan dengan lingkungan luar media, faktor lingkungan luar itu adalah sumber berita, sumber penghasilan media, dan pihak eksternal. Meskipun berada dilingkungan luar, namun level ini mampu mempengaruhi peberitaan Kelima, Ideologi merupakan konsep yang tidak kongkrit karena berhubungan bagaimana seseorang menafsirkan sebuah realitas, konsep ideologi juga akan dapat melihat siapa yang berkuasa di masyarakat. Media Online adalah media massa generasi ketiga setelah media cetak seperti Koran, tabloid, majalah, buku dan media elektronik yaitu televisi,
48
radio, film, dan video.39 Media online menyajikan data maupun informasi dalam bentuk online yang terdapat dalam situs website. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2003 Pasal 1 Angka 6 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, calon presiden dan wakil presiden adalah peserta pemilu Presiden dan Wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan. 40 Kampanye pemilihan presiden (pilpres) merupakan kegiatan yang dilakukan pada periode kampanye pemilihan. Kampanye pemilihan merupakan upaya sistematis untuk mempengaruhi khalayak, terutama calon pemilih. Tujuan dari kampanye sendiri adalah supaya calon pemilih memebrikan suaranya kepada kandidat yang sedang berlaga dalam pemilihan presiden, gubernur, walikota, dll. Analisi framing versi Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki pada dasarkan akan mengoprasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi diatas akan mempertautkan sematik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. 41
39
http://mediatajir.blogspot.com/2012/11/pengertian -media-online.ht,l?m=1 (diakses pada tgl 17 Februari 2015 jam 08.47) 40 http://penelitihukum .org/tag/pengertian-pasangan-calon-presiden-dan wakil-presiden/ (diakses pada tgl 17 Februari 2015 jam 09:01) 41 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal 163
49
G. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah analisi framing. Framing pertama kali dikenalkan oleh Baterson pada tahun 1955, awalnya Frame dimaknai sebagai struktur konsepual kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta menyediakan kategori-kategori standart yang mengapresiasi realitas. Pada tahun 1974 Goffman memperbaharui konsep ini dengan mengandaikan frame sebagai kepingan – kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas. Dalam prespektif komunikasi sendiri, analisis framing digunakan untuk membedah cara-cara ataupun ideology media saat mengkonstruksi fakta.42 G.1. Pendekatan Penelitian Pada dasarnya penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses sosial suatu fenomena sosial dimaksud adalah mengungkapkan peristiwa emik dan kebermaknaan fenomena sosial itu dalam pandangan objek-subjek sosial yang diteliti.43 Sedangkan menurut Mayer dan Greenwood, penelitian kualitatif deskriptif semata-mata mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia, benda atau peristiwa.44
42
Ibid, hal 162 Burhan Bugin, Op Cit hal 153 (Penelitian Kualitatif) 44 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2012) hal, 27
43
50
Melalui pendekatan jenis kualitataif deskriptif inilah, peneliti bermaksud ingin menjabarkan bagaimana sebuah media mengkontruksi sebuah realitas, sehingga akan tergambarkan dengan cermat suatu gejala atau masalah yang diteliti, dengan tetap fokus pada pertanyaan dasar “bagaimana” untuk berusaha mendapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap. G.2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian yaitu Detik.com yang tergabung dalam Trans Corp milik Chairul Tanjung dan Inilah.com dalam PT Indonesia News Center milik Muchlis Hasyim Jahja. Objek penelitian merupakan teks-teks berita yang terdapat di Detik.com dan Inilah.com pada edisi 3 – 5 Juli 2014 G.3. Sumber dan Cara Memperoleh Data Sumber data pada penelitian ini menggunakan sumber dokumen, dan untuk memperoleh data peneliti menggunakan dua jenis data yaitu: 1. Data Primer Sumber data primer merupakan suatu objek atau dokumen original-material mentah dari pelaku yang disebut “first-hand information”. Data yang dikumpulkan dari situasi actual ketika peristiwa terjadi dinamakan data primer. Sumber data primer antara lain meliputi dokumen, hasil eksperimen (artikel-artikel, karangan ilmiah), dan statistik, lembaran-lembaran penulisan kreatif dan objek-
51
objek seni.45 Dalam penelitian kali ini data primer merupakan artikel yang berasal dari dokumen yang diteliti yaitu portal berita online Detik.com dan Inilah.com edisi 3 – 6 Juli 2014. 2. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan.46 Sumber data sekunder ini berupa artikelartikel dalam surat kabar, buku, majalah, dan juga internet. G.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan mengumpulakan artikel berita pada Detik.com dan Inilah.com yang berkaitan dengan calon presiden Joko Widodo pada edisi 3-5 Juli 2014 dan artikel-artikel yang berhubungan dengan kedua media tersebut, kemudian peneliti memahami artikel-artikel tersebut dan mencari bagian-bagian tertentu atau yang mendukung penelitian agar bisa dkelompokkpada elemen-elemen yang ada pada analisi framing modeng Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki, dan terakhir mengutip bagianbagian tersebut sesuai dengan elemen yang ada di analisi framing Pan dan Kosicki G.5. Teknik Analisi Data Teknik analisi data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald 45 46
Ulber Silalahi, op. cit hal 289 (Metode Penelitian Sosial) Ibid, hal 291
52
M. Kosicki. Dalam kajian ilmu komunikasi framing telah digunanakan secara luas untuk menggambarkan proses pemilihan serta penonjolan realita oleh media. Konsep tentang framing pertama kali diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Baterson yang kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada tahun 1974. Mulanya Baterson memaknai frame sebagai
struktur
konseptual
atau
perangkat
kepercayaan
yang
mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori standar untuk mengapresiasi realitas, yang kemudian dikembangkan bahwa frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour)yang membimbing individu dalam membaca realitas. Kuasa penuh media atas penonjolan dan pengaburan dalam memaknai objek wacana, menjadi dasar dari asumsi dari analisis framing bahwa isi berita mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan berbagai macam isu yang akan hadir di masyarakat. Dalam kontek inilah kemudian menimbulkan perang simbol antara pihak-pihak yang berkepentingan atas suatu berita tertentu. Kaitannya dengan sistem politik, Entman mengatakan framing memiliki impilkasi penting bagi komunikasi politik, karena frame menuntut perhatian terhadap beberapa elemen dari realitas dengan mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan khalayak memiliki reaksi berbeda. Entman menambahkan, framing memainkan
53
peran utama dengan mendesak kekuasaan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak.47 Pendapat lain mengatakan, G.J. aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu peristiwa tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Iya juga berpendapat bahwa proses framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja dibagian keredaksian media dan juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang akan ditonjolkan dengan mengaburkan sisi lainnya untuk mendapat dukungan dari masyarakat.48 Dengan demikian proses konstruksi realitas dengan
framing
yang
menonjolakan satu
dilakukan
aktor
dimana
oleh aktor
media lainnya
bertujuan
untuk
disembunyikan,
menampilkan aspek lainya dengan mengaburkan aspek-aspek yang lain. G.6. Analisis Framing Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki Dua model tentang perangkat framing yang kerap digunakan sebagai metode framing yang pertama model Zhongdan Pan dan M. Kosicki dan yang kedua adalah model Gamson dan Modigliani. Namun pada kesempatan ini metode framing yang digunakan adalah milik Pan dan Kosicki. Dalam tulisannya “Framing Analysis : An Approach to 47 48
Alex Sobur, op. cit hal 164 (Analisis Teks Media) Ibid, hal 166
54
news Discourse”, mereka mengoprasikan empat dimensi stuktural teks berita sebagai perangkat framing yaitu Sintaksis, Skrip, tematik, dan retoris dan berikut adalah penjelasannya:49 1. Stuktur sintaksis Struktur sintaksis diamati dari bagan berita yang terdiri atas headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip, dan sebagainya. 2. Struktur skrip Pada bagian ini akan melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa. 3. Stuktur tematik Struktur
ini
berhubungan
dengan
cara
wartawan
mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan 4. Struktur retoris Struktur ritoris dari sebuah berita berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu dengan menggunakan pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar untuk menonjolkan sisi tertentu juga untuk menunjukkan bahwa disampaikan merupakan kebenaran.
49
Ibid, hal 175
55
Tabel 2 Kerangka Framing Pan dan Kosicki STRUKTUR
PERANGAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI 1. Skema Berita
Headline, lead, latar
SINTAKSIS informasi, kutipan, Cara wartawan sumber, pernyataan, menyusun fakta penutup 2. Kelengkapan Berita
5 W+1H
3. Detail
Paragraf, Proposisi
SKRIP Cara wartawan mengisahkan fakta TEMATIK 4. Maksud kalimat, Cara wartawan hubungan menulis fakta 5. Niminalisasi antar kalimat 6. Koherensi 7. Bentuk kalimat 8. Kata ganti 9. Leksikon
Kata, idiom,
10. Grafis
gambar/foto, grafik
RETORIS Cara wartawan 11. Metaphor
56
menekankan fakta
12. Pengandaian
G.7. Teknik Keabsahan Data Teknik keabsahan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah trianggulasi. Teknik trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan teknik trianggulasi menjadi empat bagian sebagai teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.50 Bahwa trianggulasi merupakan cara terbaik untuk
me-recheck
temuan
seorang
peneliti
dengan
cara
membandingkannya dengan sumber, metode, penyidikan, dan teori dengan melakukan jalan sebagai berikut: 1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan 2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data 3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan.51
50 51
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2011) hal 330 Ibid, hal 332