BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) (International Energy Agency, 2015). Faktanya Indonesia masih mengalami ketergantungan terhadap energi yang bersumber dari fosil (minyak bumi, batu bara, gas alam) hingga 96% dari total konsumsi energi Indonesia, dan hanya 4% konsumsi energi Indonesia yang ditopang oleh Energi Baru dan Terbarukan (EBT) atau energi yang bersumber dari non-fosil (Outlook Energi Indonesia, Dewan Energi Nasional, 2014).1 Anggaran Rp121 triliun Rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) tahun anggaran 2016 untuk subsidi energi menunjukkan masih besarnya dana yang digelontorkan pemerintah untuk bidang energi. Pada dasarnya subsidi bertujuan agar setiap masyarakat dapat mengakses energi namun subsidi membuat energi cenderung murah sehingga masyarakat menggunakan energi relatif boros. Namun demikian, subsidi bidang energi dalam R-APBN tahun 2016 sebetulnya telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan besaran subsidi energi dalam APBN 2015 yang mencapai Rp344,7 triliun, sementara total APBN 2015 Rp2.039,5 triliun, dengan rincian subsidi BBM Rp276 triliun (13,5%) dan listrik Rp68,7 triliun (3,4%). Dampak berkurangnya subsidi adalah masyarakat menanggung harga energi yang relatif
1
96% dari total konsumsi energi fosil Indonesia terdiri dari: 48% konsumsi akan minyak bumi, 30% untuk konsumsi batu bara, 18% untuk konsumsi gas alam
mahal, namun pola konsumsi energi masyarakat Indonesia tetap tinggi. Selain itu, realisasi subsidi energi selama ini selalu lebih besar dari anggaran yang dialokasikan, sehingga sering kali menimbulkan permasalahan setiap tahun
Pangsa Konsumsi
anggaran akan berakhir. 100,00% 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
1980; 78,49%
2012; 52, 88%
Tahun Minyak
Batu Bara
Gas
Gambar 1.1 Pangsa Konsumsi Bahan Bakar Fosil Indonesia, 1980-2012. Sumber: Diolah dari The U.S. Energy Information Administration (EIA), 2015.
Konsumsi energi yang bersumber dari fosil selama tahun 1980-2012 masih didominasi oleh konsumsi produk olahan minyak bumi (avtur, avgas, bensin, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar), seperti yang disajikan dalam Gambar 1.1. Selama kurun waktu 1980-2012, total konsumsi produk olahan minyak bumi meningkat dari 408 ribu barel per hari pada tahun 1980 menjadi 1697,7 ribu barel per hari pada tahun 2012 atau meningkat rata-rata 2,3% setiap tahunnya. Pada tahun 2012, konsumsi bensin mempunyai pangsa 50%, minyak solar 37%, avtur 7%, minyak tanah 4%, dan minyak bakar 2% (Outlook Energi Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2014). Bensin menjadi salah satu produk minyak bumi yang paling
besar pangsanya, hal ini disebabkan karena tingginya laju konsumsi bensin kendaraan pribadi, tingginya laju konsumsi avtur/avgas oleh pesawat udara, terjadinya diversifikasi energi di sektor industri, dan adanya program substitusi minyak tanah dengan LPG di sektor rumah tangga. Konsumsi batu bara meningkat pesat dari 645,57 ribu Short Tons pada tahun 1980 menjadi 66.403,25 ribu Short Tons pada tahun 2012 atau meningkat rata-rata 3% per tahunnnya. Seluruh batu bara tersebut digunakan untuk memasok kebutuhan energi sektor industri, terutama untuk industri semen, industri tekstil, serta industri kertas. Batu bara ini juga merupakan input untuk diproses menjadi listrik. Konsumsi gas bumi meningkat dari 0,27 Quadrillion pada tahun 1980 menjadi 1,5 Quadrillion pada tahun 2012 dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,5% per tahun. Keterbatasan infrastruktur transmisi dan distribusi gas nasional menyebabkan pasokan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan industri maupun rumah tangga masih terbatas dan bahkan masih sering kita jumpai kelangkaan gas di masyarakat.
Ribu Barel per Hari
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
2004; 1183, 38
2004; 1232, 57
Tahun Produksi
Konsumsi
Gambar 1.2 Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia, 1980-2013. Sumber: Diolah dari The U.S. Energy Information Administration (EIA), 2015.
Pada tahun 1961 Indonesia merupakan negara pengekspor minyak bumi dan menjadi anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Seiring menurunnya produksi minyak bumi dalam negeri dan meningkatnya penggunaan minyak bumi, Indonesia mulai mengimpor minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, hal tersebut membuat keanggotaan Indonesia dalam OPEC dibekukan pada tahun 2008. Meski demikian, dibekukannya keanggotaan Indonesia bukan hal yang mengejutkan karena menurut data pada tahun 2004 merupakan, turning point, karena untuk pertama kalinya produksi minyak bumi Indonesia lebih sedikit dari konsumsi BBM yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produksi minyak bumi Indonesia pada tahun tersebut adalah 1183, 38 ribu barel per hari dengan tingkat konsumsi BBM mencapai 1232, 57 ribu barel per hari, seperti yang disajikan pada Gambar 1.2.
Tahun 2013 impor minyak bumi mencapai 778,08 ribu barel per hari atau naik 9,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Impor minyak bumi dilakukan oleh Pertamina untuk menjamin pasokan kilang. Sebelum menentukan jumlah minyak bumi yang diimpor, Pertamina terlebih dahulu memperhitungkan produksi minyak milik sendiri; produksi minyak dalam negeri yang merupakan bagian Pemerintah, kontrak impor minyak yang telah disepakati dengan pihak lain dan kemungkinan pembelian produksi minyak Kontraktor Kontrak Kerja
Miliar Barel
Sama (KKKS) dalam negeri.
10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun Proven (Terbukti)
Potential (Potensial)
Gambar 1.3 Cadangan Minyak Indonesia, 2000-2013. Sumber: Diolah dari Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia, 2014.
Cadangan proven merupakan cadangan yang memiliki tingkat kepastian paling tinggi, informasi bawah permukaannya relatif lengkap jika dibandingkan cadangan potential. Cadangan potential adalah cadangan minyak Indonesia yang masih belum tereksplorasi dengan baik. Berdasarkan Gambar 1.3 cadangan minyak Indonesia secara total mempunyai trend menurun dengan beberapa kali kenaikan dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini diakibatkan adanya eksplorasi ataupun inovasi teknologi sehingga cadangan minyak proven meningkat dan di
saat yang bersamaan cadanganan minyak potential mengalami penurunan karena telah tereksplorasi. Cadangan proven minyak Indonesia mempunyai trend menurun akibat setiap tahunnya cadangan minyak akan terus berkurang karena tereskplorasi untuk memenuhi konsumsi minyak bumi. Cadangan potential minyak Indonesia mempunyai trend yang cenderung berubah-ubah karena cadangan ini belum secara tepat diketahui jumlahnya dengan alasan keterbatasan informasi ataupun teknologi. Pada tahun 2013 cadangan minyak bumi Indonesia mencapai 7,55 miliar barel terdiri dari cadangan proven (terbukti) 48,9% dan cadangan potential (potensial) 51,1%. Cadangan proven Indonesia sebesar 3,69 miliar barel sedangkan cadangan potential jumlahnya lebih tinggi 3,86 miliar barel (Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia, 2014). Saat ini telah banyak dilakukan berbagai studi empiris oleh akademisi, praktisi, maupun instansi yang membahas tentang estimasi konsumsi energi, suplai energi, dan ada atau tidaknya indikator ekonomi yang mempengaruhi. Berbagai studi empiris tersebut dilakukan dalam skala nasional, regional, maupun kumpulan dari beberapa negara. Yophy et al. (2010) pernah memilih Taiwan sebagai objek penelitian dengan tujuan mengestimasi konsumsi dan suplai energi di negara Taiwan pada tahun 2030. Penelitian ini dimotivasi oleh kondisi di Taiwan yang minim sumber daya alam dan masih bergantung pada impor energi. Dibandingkan dengan Indonesia, meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam yang relatif relatif banyak, kondisi ketergantungan impor energi merupakan gejala yang sama dengan yang dialami oleh Taiwan pada saat itu.
Amirnekooei et al. (2012) melakukan estimasi produksi dan konsumsi energi Iran hingga tahun 2035. Penelitian ini memasukkan asumsi perekonomian seperti adanya pertumbuhan Gross Domestric Product (GDP) dan pertumbuhan populasi. Asumsi ini diharapkan dapat mengestimasi lebih baik dibandingkan penelitian yang tidak memasukkan asumsi tersebut. Beberapa studi bahkan membahas topik yang khusus pada satu jenis energi. Salah satunya adalah Pohekar dan Kale (2014) yang melakukan estimasi konsumsi listrik di Maharashtra (India) hingga tahun 2030 dan mencari solusi kelangkaan listrik di India. Berlandaskan pada latar belakang yang telah dibahas, tingginya konsumsi dan rendahnya produksi minyak bumi Indonesia, maka perlu adanya penelitian tentang kondisi energi Indonesia dengan periode penelitian, aplikasi dan metode tertentu yang dapat mengestimasi pada jangka tertentu dengan baik juga, sehingga hasil estimasi nantinya dapat dijadikan masukan bagi sistem perencanaan energi Indonesia yang menggunakan sumber daya alamnya yang semakin terbatas dengan efektif dan efisien sehingga meminimalisir kelangkaan energi di masa mendatang. 1.2
Rumusan dan Batasan Masalah Minyak bumi dipilih menjadi fokus penelitian karena baik dari sisi permintaan dan penawaran Minyak Bumi Indonesia mempunyai masalah yang menarik untuk diteliti. Dari sisi permintaan, seperti yang telah dijabarkan pada Gambar 1.1, bahwa minyak bumi adalah sumber energi berasal dari fosil yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai sektor (industri, komersial, transportasi,pertanian, dan rumah tangga) dengan
persentasenya sebesar 52,88%. Meskipun pada nyatanya Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi penggunaan BBM. Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan adalah konversi minyak tanah dengan gas untuk sektor rumah tangga, penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk sektor transportasi, dan mandatori penggunaan bahan bakar nabati (BBN). Namun demikian masih banyak kendala yang dihadapi mengingat kebutuhan BBM terus meningkat. Masalah juga terdapat pada sisi suplai minyak bumi, produksi atau lifting minyak juga semakin menurun setiap tahunnya akibat sudah tuanya usia kilang minyak di Indonesia, ditambah belum adanya penemuan kilang dengan kapasitas lifting yang dapat mengimbangi peningkatkan konsumsi minyak bumi. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) pada tahun 2014, kilang terbaru yang berhasil dieksplorasi di Indonesia berada di Cepu, Jawa Tengah pada tahun 2011. Kilang tertua Indonesia merupakan Unit Pengolahan I Brandan milik Pertamina yang sudah ada sejak tahun 1883 dan telah ditutup pada tahun 2007 karena sudah menipisnya pasokan minyak bumi dan gas bumi pada kilang Brandan. Kapasitas kilang minyak yang ada di Indonesia menurut data KESDM dapat menampung setidaknya 1.157,1 ribu barel per hari namun belum dapat dimaksimalkan mengingat lifting Minyak Indonesia pada tahun 2013 hanya 939,29 ribu barel per hari. Berdasarkan Gambar 1.3, perbandingan antara potential dengan proven lifting minyak Indonesia pada tahun 2013 tidak jauh berbeda (proven: 3,69 miliar barel, potential: 3,86 miliar barel). Angka tersebut menunjukkan bahwa cadangan minyak Indonesia masih menyimpan banyak potensi, oleh karena itu
diperlukan adanya estimasi tentang tingkat produksi dan konsumsi minyak bumi sebagai masukan bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan atau inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi minyak atau menurunkan angka konsumsi atas minyak bumi agar sesuai dengan target pemerintah di tahun 2050. Indonesia memiliki Intensitas energi paling tinggi jika dibandingkan beberapa negara anggota International Energy Agency (IEA) seperti Jepang, Korea dan Australia. Nilai Intensitas energi2 Indonesia hampir 2 kali lebih besar (0.20) dibandingkan Jepang (0.12). Hal itu menunjukkan bahwa Jepang lebih efisien dalam memanfaatkan energi untuk menghasilkan 1 unit produk. Jika dibandingkan negara lainnya, Indonesia membutuhkan lebih banyak energi untuk menghasilkan jumlah produk yang sama (Ketahanan Energi Indonesia, 2014). Studi ini difokuskan pada estimasi serta analisis suplai dan konsumsi minyak dan ada atau tidaknya indikator ekonomi yang berpengaruh di Indonesia pada tahun 2050, dengan tahun 2012 sebagai tahun dasar dan 2050 sebagai tahun akhir estimasi penelitian sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mentargetkan energi Indonesia pada tahun 2050. Dalam penelitian ini penulis menggunakan perangkat lunak Long-range Energy Alternatives Planning System (LEAP). Berdasarkan penelitian sebelumnya, LEAP merupakan perangkat yang tepat karena fokus untuk mengestimasi variabel energi, dapat mengestimasi dengan jangka waktu yang relatif panjang, mudah digunakan, dan output berupa gambar maupun grafik yang memudahkan pembaca untuk memahami. 2
Intensitas energi adalah jumlah konsumsi energi per Produksi Domestik Bruto (PDB). Semakin rendah angka intensitas energi, semakin efisien penggunaan energi disebuah negara.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskanlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Berapa estimasi tingkat produksi dan konsumsi energi minyak bumi di Indonesia pada tahun 2050 ? 2) Berapa estimasi tingkat konsumsi minyak bumi Indonesia pada tahun 2050 per sektor? 3) Berapa estimasi impor minyak per tahun yang harus dilakukan Indonesia apabila tidak ditemukannya sumber minyak baru hingga 2050? 4) Pada tahun berapa cadangan minyak Indonesia diestimasi akan habis?
1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui estimasi tingkat produksi dan konsumsi energi minyak bumi di Indonesia pada tahun 2050. 2) Mengetahui estimasi tingkat konsumsi minyak bumi Indonesia pada tahun 2050 berdasarkan kebutuhan tiap sektor (industri, komersial, transportasi, pertanian, dan rumah tangga). 3) Mengetahui estimasi tingkat impor minyak bumi yang harus dilakukan Indonesia bila tidak ditemukannya kilang minyak yang baru hingga tahun 2050. 4) Mengetahui estimasi cadangan minyak bumi yang ada di Indonesia.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan penulis dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1) Menjadi kerangka berpikir atau referensi untuk kegiatan penelitian selanjutnya yang mengangkat topik tentang suplai dan konsumsi energi di Indonesia. 2) Menjadi sumber informasi bagi masyarakat umum maupun akademisi tentang estimasi minyak bumi di Indonesia. 3) Rekomendasi bagi pemerintah pusat khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dalam merumuskan serta menentukan kebijakan yang akan diambil untuk memenuhi permintaan minyak bumi di Indonesia.
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini ditulis ke dalam lima bab dengan rincian sebagai berikut: 1) BAB 1 Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan dan batasan masalah, serta, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 2) BAB 2 Landasan Teori Bab ini merangkum literatur yang digunakan dalam penelitian ini maupun studi empiris yang memuat penelitian-penelitian terdahulu.
3) BAB 3 Metodologi Penelitian Bab ini akan membahas model penelitian, asumsi yang digunakan dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian. 4) BAB 4 Hasil dan Pembahasan Penelitian Bab ini akan menganalisis hasil perhitungan yang didapat dari pengolahan data dengan menggunakan LEAP. 5) BAB 5 Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang didapatkan dan saran yang diberikan peneliti untuk pengambil kebijakan dan untuk penelitian selanjutnya.