BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan adalah masalah yang tidak ada habisnya untuk dibahas, apalagi Indonesia penduduk terpadat ke empat dunia masih menyimpan
persoalan-persoalan
kemiskinan.
Bank
Dunia
2008
memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000, per hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank Dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia ‘hanya’ sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Dilihat dari keseluruhan penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan dan wilayah pesisir, Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir (Naila, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Rendahnya penghasilan nelayan menjadi faktor masih tingginya angka kemiskinan nelayan. Sekitar 16,2 juta nelayan di Indonesia atau sekitar 44 persen dari jumlah nelayan yang mencapai 37 juta jiwa hidup dibawah ambang kemiskinan. Tidak mengherankan lagi jika kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan (Pemkab Purbalingga, 2009). Kemiskinan masih menjadi masalah nasional yang serius, begitu juga dengan Sumatera Utara tercatat pada tahun 2009 jumlah kemiskinan di Sumatera Utara
1.480.877 jiwa. Belum lagi penyandang masalah sosial
lainnya seperti rumah tidak layak huni 157.505 buah, dan anak jermal 1.184, dan keluarga rentan 88.542. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Sumatera Utara mencatat pada tahun 2009 jumlah penyandang masalah sosial sebesar 2.458.803 (Dinas Kesos Sumut 2009). Seharusnya Sumatera Utara salah satu propinsi yang terletak di bagian barat Indonesia dengan potensi laut yang cukup strategis dan memiliki dua kawasan pantai sekaligus yakni Pantai Barat dengan panjang 763.47 Km dan Pantai Timur dengan panjang 545 Km bebas dari masalah kemiskinan. Tetapi sangat ironis, berdasarkan pendataan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, jumlah nelayan 231.000 dengan angka kemiskinan mencapai 138.000 atau sekitar 60 persen (Antara sumut, 2009). Sementara jumlah nelayan di Kabupaten Batu Bara tahun 2008 adalah 15.538 orang yang terdiri dari 10.989 orang nelayan penuh, 3.128 orang nelayan sambilan utama dan 1.421 orang nelayan sambilan tambahan. Jumlah rumah tangga budidaya perikanan darat ada sebanyak 709 rumah tangga, terdiri dari 553 rumah tangga petambak dan 156 rumah tangga budidaya kolam.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan produksi ikan Produksi ikan laut di Batu Bara pada tahun 2008 sebesar 17.800 ton, produksi ikan darat sebesar 401 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Kecamatan Tanjung Tiram yaitu sebesar 10.866 ton disusul Medang Deras dengan produksi sebesar 7.111 ton. (BPS Kabupaten Asahan, 2009). Kabupaten Batu Bara tidak jauh berbeda dengan kondisi pada umumnya. Masyarakat Kabupaten Batu Bara masih bergelut dengan kemiskinan dan kekurangan terutama masyarakat yang nelayan yang tinggal dikawasan pesisir. Kabupaten Batu Bara berada di wilayah Pantai Timur Sumatera yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan juga Malaysia dan Singapura. Terdiri dari 7 kecamatan, yaitu: Kecamatan Air Putih, Sei Suka, Medang Deras, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Sei Balai, Kecamatan Talawi dan Kecamatan Tanjung Tiram dan mempunyai garis pantain sepanjang ± 72 Km dengan luas laut ± 539,30 Km2. Populasi penduduk Kabupaten Batu Bara tercatat pada tahun 2008 adalah 370.371 jiwa yang lebih 31 % tinggal di kawasan pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan kecil yang beroperasi di wilayah tangkap di bawah 4 mil dari gars pantai (Dinas Kelautan dan Perikanan Batu Bara, 2009). Berdasarkan hasil prapenelitian melalui observasi menunjukkan bahwa kemiskinan dan kondisi kualitas hidup masyarakat jauh dari baik, seperti rumah yang tidak layak huni, sanitasi dan air bersih yang buruk adalah kondisi pemukiman nelayan nelayan yang berada di Desa Kuala Indah, Kuala Tanjung, Medang Deras Desa Gambus Laut. Tanggungjawab sosial PT INALUM juga tiap tahun membangun sarana air bersih untuk masyarakat, misalnya pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 2009 PT INALUM membangun 5 saranan air bersih di lokasi yang berbeda. Tidak jarang juga proposal dari kepala desa memohon kepada PT INALUM untuk membantu warganya yang memiliki rumah tidak layak huni. Begitu juga dengan kehidupan masyarakat yang mempunyai mata pencarian di bidang kelautan dan perikanan khususnya nelayan Kabupaten Batu Bara masih jauh dari kondisi yang baik. Hal ini akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, lemahnya permodalan nelayan, serta karakteristik sosial budaya nelayan yang masih belum kondusif untuk kemajuan usaha. Hal ini dipercepat pula dengan rusaknya kawasan ekosistem mangrove dan karang pesisir Kabupaten Bara. Selain dari pada itu, masih banyaknya pelanggaran di wilayah penangkapan ikan (Zonasi) oleh nelayan-nelayan besar (kapal Motor >5 GT) yang beroperasi di wilayah kurang dari 4 mil. Selain menurunkan produktifitas nelayan-nelayan kecil, untuk jangka panjang hal tersebut dapat merusak sumber daya alam yang ada di sekitar perairan Kabupaten Batu Bara. Persoalan-persoalan seperti masalah kemiskinan, seharusnya dapat diatasi dengan meningkatkan peran serta perusahaan dalam menguatkan perekonomian masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui TSP. Apalagi jumlah investasi asing di Indonesia sangat besar, bahkan perusahaan-perusahaan besar dan multi nasional dikelola dan dikuasai oleh investor asing. Tingginya nilai investasi dan menjamurnya perusahaan asing di Indonesia tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Di Sumatera Utara misalnya berdasarkan data Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Sumut, realisasi investasi Penanaman Modal Asing
Universitas Sumatera Utara
(PMA) pada triwulan I tahun 2010 ada empat proyek dengan nilai investasi USD- 47,365 juta. Periode yang sama pada 2009, BPMP mengeluarkan 50 Surat Peberitahuan (SP) baru untuk 50 proyek PMA dengan nilai USD-396,73 juta, sedangkan PMDN diterbitkan 22 SP untuk 22 proyek dengan nilai Rp7,12 miliar (Pemko Medan, 2010). Perusahaan memiliki kewajiban
terhadap kesejahteraan masyarakat
sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, maka perusahaan memiliki kewajiban untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui TSP. Oleh sebab itu TSP dituntut profesioanal dan sifatnya pemberdayaan. TSP jangan dijadikan sebagai ajang charity (amal) perusahaan yang justru dapat menimbulkan persoal-persoalan baru seperti ketergantungan masyarakat kepada perusahaan. Sebagai bagian dari masalah sosial, kemiskinan tentu saja menjadi bagian dari tanggungjawab pemerintah, LSM, maupun korporasi untuk bersama-sama mengatasi masalah tesebut. Misalnya saja korporasi bisa mengatasi masalah tersebut melalui penerimaan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja, maupun melakukan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP) yang profesional. Tentu saja melalui peranan yang dimiliki oleh korporasi membuat masyarakat menanggapinya dengan bermacam-macam terhadap perusahaan yang melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan. Menurut hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden di 23
Universitas Sumatera Utara
negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, TSP akan paling berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan dan brand image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan TSP adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut (wikipedia, 2010). Kondisi itu membuat perusahaan-perusahaan dengan gencar melakukan TSP dengan baik, bahkan tidak jarang perusahaan menggabungkan antara TSP dengan promosi perusahaan. Harapan korporasi tentu saja agar produk yang dihasilkan dibeli oleh konsumen dan menjadi citra positif bagi perusahaan itu serta mampu menghindari sanksi sosial yang dibuat oleh masyarakat. PT INALUM adalah salah satu perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Batu Bara dan memiliki berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup para nelayan khususnya kelompok nelayan Desa Gambus Laut. PT INALUM melalui tanggungjawab sosial perusahaan memberikan bantuan pembuatan rumpon (terumbu karang Buatan), pelatihan cara membuat dan menjaga rumpon dan studi banding ke daerah lain yang telah berhasil menerapkan rumpon untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan dan meningkatkan pendapatan nelayan.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 15 Juni 2009 PT INALUM, kelompok nelayan Desa Gambus Luat, Kecamatan Lima Puluh, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batu Bara, mengadakan koordinasi rencana program bantuan rumpond kepada kelompok nelayan dengan hasil sebagai berikut: 1. Pelatihan tentang rumpon dan hal-hal terkait dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2009. 2. Instruktur, materi dan peralatan pengajaran dalam pelatihan tersebut disediakan dan menjadi tanggungjawab dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batu Bara. 3. Studi banding ke Kabupaten Serdang Bedagai (atau tempat lainnya) dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2009. 4. Pembuatan rumpon dilakukan oleh PT INALUM, Kelompok Nelayan dan Dinas Kelautan dan Perikanan pada tanggal 22 Juli – 13 Agustus 2009 5. Pelaksanaan studi banding tersebut dikoordinir oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batu Bara. 6. Perusahaan akan menyediakan bantuan peralatan belajar, tempat dan konsumsi bagi kelompok nelayan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batu Bara 7. Pemasangan rumpon di laut dilakukan pada tanggal 19 – 20 Agustus 2009. (Sumber: Humas PT INALUM 2009). Apa yang dilakukan PT INALUM dalam meningkatkan sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut tentu saja perlu dikaji lebih lanjut melalui penelitian untuk melihat dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Desa Gambus Laut Khusunya kelompok nelayannya. Apalagi program ini sudah hampir dua tahun selesai sehingga sangat perlu untuk mengungkap fakta-fakta dan manfaat dari program ini terhadap kesejahteraan nelayan Desa Gambus Laut. Selain untuk mengetahui dampaknya, penelitian ini sangat penting untuk menambah kajian-kajian penelitian tentang masyarakat pesisir. Karena penelitian secara kuantitatif
tentang masyarakat nelayan atau masyarakat
pesisir masih sangat terbatas (langka), jika dibandingkan dengan masyarakat petani atau masyarakat perkotaan. Kajian masyarakat nelayan ini memiliki nilai yang sangat berarti untuk kepentingan pembangunan manusia karena masyarakat nelayan merupakan masyarakat yang paling miskin, dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainya (Wiyata, 2003: 92). Semakin dituntutnya perusahaan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, secara tidak langsung memaksa perusahaan untuk menerapkan TSP dengan tepat, benar dan sifatnya pemberdayaan. Sebab keberhasilan sebuah perusahaan dalam menerapkan TSP bukan diukur dari jumlah yang telah disalurkan, namun diukur dari seberapa besar manfaat dan pengaruh TSP terhadap sosial ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Berdasarkan informasi dan peristiwa tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Pengaruh
Pelaksanaan
Program
Tanggungjawab
Sosial
Perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium Terhadap Sosial Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara”.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang maka yang menjadi permasalahan adalah: “Bagaimana pengaruh pelaksanaan program tanggungjawab sosial perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium terhadap sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut” 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut: “Untuk mengetahui tanggungjawab sosial perusahaan PT INALUM dan pengaruhnya terhadap sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut”
1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Secara pribadi, untuk menerapakan ilmu-ilmu yang diperoleh sebagai mahasiswa Depertemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU serta menambah wawasan keilmuan dan pengalaman bagi penulis 2) Memberikan kontribusi keilmuan tentang pengetahuan dan tentang pengaruh tanggungjawab sosial perusahaan terhadap sosial ekonomi masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
3) Sebagai sarana perbaikan model-model tanggungjawab sosial PT INALUM dan mungkin juga dapat diterapkan oleh perusahanperusahan lain.
1.5 Sistematika Penulisan Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN Berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara