BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada berbagai keadaan sakit secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan, sehingga harus diperhatikan secara individual. Khususnya di rumah sakit, seharusnya penyelenggaraan makanannya optimal, namun asuhan nutrisinya seringkali diabaikan, padahal dengan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah sakit selama dalam perawatan. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk mempercepat penyembuhan, memperpendek hari rawat pasien, dan mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi. Dalam suatu institusi seperti rumah sakit, masalah penyelenggaraan makanan merupakan suatu subsistem dari sistem pelayanan kesehatan paripurna dari rumah sakit itu sendiri. Tujuan utama dari penyelenggaraan makanan adalah mengetahui apa yang diharapkan oleh pasien dalam hal penyediaan makanan, serta memberikan manfaat yang besar bagi pihak rumah sakit (Depkes, 2007). Dari hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju maupun berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup tinggi. Di Belanda prevalensi malnutrisi di rumah sakit 40%, di Swedia 17-47%, di Denmark 28%, di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya antara 40-50%, periode 2002-2004 di Rumah Sakit Vietnam terdapat 56% pasien prabedah mengalami malnutrisi. Sedangkan studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta 69% mengalami
penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit (Lipoeto, 2006). Keadaan ini menunjukkan bahwa masih ada masalah dengan asuhan nutrisi di rumah sakit. Penggunaan makanan dalam penyembuhan penyakit memiliki peranan yang sama penting dengan penggunaan obat. Bahkan penggunaan makanan memiliki peran dalam jangka yang lebih panjang. Makanan yang diberikan
kepada orang sakit
haruslah disesuaikan dengan keadaan penyakitnya. Berdasarkan konsistensinya makanan yang paling umum diberikan kepada orang sakit yang dirawat di rumah sakit adalah makanan biasa dimana susunan makanan yang dipilih tidak berbeda dengan makanan orang sehat. Modifikasi yang paling ringan hanya dalam hal penggunaan bumbu-bumbu, karena dalam keadaan sakit, orang sakit tidak boleh makan makanan yang rasanya pedas atau zat-zat yang merangsang saluran pencernaan atau yang dapat menyebabkan diare (Moehyi, 1999). Keberhasilan suatu pelayanan gizi dikaitkan dengan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan dengan melihat sisa makanan yang ada, sehingga pencatatan sisa makanan merupakan salah satu cara penentuan dari evaluasi yang sederhana dapat dipakai sebagai indikator keberhasilan pelayanan gizi. Sisa makanan dalam hal ini merupakan berat di piring yang tidak dihabiskan atau dibuang oleh pasien yang disajikan dalam persentase (Wiliam dan Walton, 2011). Bila jumlahnya tinggi dapat juga menyebabkan tingginya biaya yang terbuang yang akan mengakibatkan anggaran gizi yang kurang efisien dan merugi. Penelitian yang dilakukan oleh Barton et al (2000) di sebuah rumah sakit pendidikan di Eropa menyebutkan rumah sakit menyediakan lebih dari 2000 kkal/hari dengan tingkat pemborosan lebih dari 40% perhari dan rata-rata biaya sisa makanan setiap pasien per
hari pada 1200 tempat tidur sekitar Rp.2.041.909,-. Biaya rata-rata sisa makanan yang lebih banyak ditemukan pada penelitian Irawati (2009) yang dikutip oleh Berdhika (2012) di RSJ Madani Palu pada pasien skizofrenia sebesar Rp.1.529,33 perhari. Sisa makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis dikonsumsi dan dibuang sebagai sampah, ini merupakan salah satu dari berbagai hal yang ada di rumah sakit yang harus diperhatikan. Tingginya sisa makanan merupakan masalah serius untuk segera ditangani karena makanan yang disajikan di rumah sakit telah memperhitungkan jumlah dan mutu menurut kebutuhan pasien. Oleh karena itu seluruh makanan yang disajikan harus dihabiskan hanya oleh pasien itu sendiri demi tercapainya penyelenggaraan makanan yang baik di rumah sakit. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini kemudian dapat berdampak pada lamanya masa perawatan di rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan (Depkes, 2007). Menurut Hayes dan Gibson (2003) yang dikutip oleh Juariah (2007) salah satu yang mempengaruhi lamanya hari perawatan yaitu intake makanan selama dirawat, dimana penyembuhan pasien yang dirawat berkaitan dengan status gizi yang didapat dari makanan selama hari perawatan. Data sisa makanan umumnya digunakan untuk mengevaluasi efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan dan pelayanan makanan, serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau perorangan (Barker, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam pasien antara lain keadaan
psikis, kebiasaan makan, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar pasien, meliputi penampilan makanan yang dapat diamati dari warna, bentuk, konsistensi, besar porsi, dan rasa makanan dilihat dari aroma, bumbu, keempukan, tingkat kematangan, dan suhu makanan, termasuk juga sikap petugas ruangan, jadwal makan, suasana lingkungan tempat perawatan, mutu makanan, dan makanan dari luar rumah sakit (Moehyi, 1992). Faktor lain yang menentukan bagaimana seseorang memilih makanan yaitu kesenangan dan ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta ketersediaan makanan, kepercayaan dan ketakhyulan, faktor agama serta psikologis dan yang paling akhir dan sering tidak dianggap penting pertimbangan gizi dan kesehatan (Hartono, 2000). Sedangkan menurut Djamaluddin (2005) jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur dan cita rasa pasien juga mempengaruhi seseorang dalam memilih makanaan yang dikonsumsi. Berdasarkan penelitian Budiarti (2009) di RSUD kota Salatiga Jawa tengah sebanyak 53,1% pasien mempunyai sisa makanan dan 46,9% pasien yang tidak menyisakan makanannya. Penelitian Aristi (2010) di RSU Kabupaten Tangerang 83 orang (58,5%) pasien yang meninggalkan sisa makanan banyak, dan 66 orang (46,5%) yang meninggalkan makanan sedikit, dan terdapat hubungan yang bermakna antara penampilan makanan, rasa makanan, kebiasaan makan, konsumsi makanan dari luar rumah sakit, dan hari rawat dengan terjadinya sisa makanan. Demikian juga penelitian Rijadi (2002) pada Rumah Sakit Islam Samarinda dari 35 responden 30,4% tidak dapat menerima makanan biasa yang disajikan, padahal bila makanan yang disajikan tidak dihabiskan dan berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan pasien mengalami defisiensi zat-zat gizi dan ini berarti pelayanan gizi yang baik tidak
tercapai. Demikian juga dengan hasil penelitian Zulfah (2002) di RSU DR. Zainoel Abidin Banda Aceh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi rumah sakit menyatakan bahwa pasien dengan intake makanan yang tidak cukup kemungkinan mempunyai resiko 6 kali lebih besar terhadap terjadinya malnutrisi rumah sakit dibandingkan dengan pasien yang intake makanannya cukup. Sesuai dengan hasil penelitian Dwiyanti (2003) mengenai pengaruh asupan makanan terhadap kejadian malnutrisi di rumah sakit menyimpulkan bahwa pasien dengan asupan energi tidak cukup selama di rumah sakit mempunyai resiko besar untuk malnutrisi dibandingkan dengan pasien asupan energi cukup. Berdasarkan laporan data survei kepuasan pasien yang dilakukan Instalasi gizi (1998) menyatakan bahwa sisa makanan terbanyak adalah jenis sayuran 41,38% kemudian bubur 32%. Hal ini disebabkan sayuran yang disajikan kurang menarik terutama bentuk potongannya dan sayuran yang disajikan sudah dingin. Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Pirngadi Medan yang dilakukan pada pasien dengan jenis makanan biasa yang diamati secara visual selama 2 hari, diperkirakan 50% pasien menyisakan makanannya dan hasil wawancara kepada beberapa pasien rawat inap menyatakan makanan yang disajikan tidak enak, sehingga sebagian pasien tidak menghabiskan makanan yang disajikan. Bahkan ada di antara mereka yang tidak memakan sama sekali dengan alasan yang sama, dan ada pasien mengakses makanan dari luar, baik dari rumah maupun dari warung. Menurut hasil penelitian terakhir di rumah sakit Pirngadi tentang hubungan penyajian makanan biasa dengan tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap kelas III RSUD Pirngadi Medan, dimana tingkat kepuasan pasien diukur dari sisa makanan menggunakan skala
Comstock, penelitian ini menghasilkan data bahwa 56,7% pasien tidak puas dengan makanan yang disajikan dan rata-rata pasien hanya mengkonsumsi <60% makanan. Hal ini tentunya mengganggu pelaksanaan diet yang diberikan di rumah sakit. Rumah sakit Pirngadi 1 tahun terakhir ini menjalankan penyelenggaraan makanan secara langsung yaitu sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan menggunakan seluruh sumber daya yang disediakan oleh institusi itu sendiri, sebelumnya rumah sakit Pirngadi menjalankan penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing dengan sistem full outsourcing yaitu sebagai penyedia makanannya adalah perusahaan jasaboga PT. ACS Medan, dan sebagai penyaji makanan di rumah sakit adalah ahli gizi yang ada di rumah sakit itu sendiri. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Pirngadi Medan yang dilakukan pada pasien dengan jenis makanan biasa kelas III yang diamati secara visual selama 2 hari, diperkirakan 50% pasien menyisakan makanannya. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan biasa pada pasien rawat inap kelas III di RSUD Pirngadi Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui persentase rata-rata seluruh sisa makanan biasa, menurut waktu makan dan menurut jenis makanan. 2. Untuk mengetahui penampilan makanan yang berupa warna, tekstur, bentuk, porsi, dan penyajian makanan dari rumah sakit.
3. Untuk mengetahui rasa makanan yang berupa aroma, bumbu, keempukkan, kematangan, dan temperatur makanan dari rumah sakit. 4. Untuk mengetahui konsumsi makanan pasien dari luar rumah sakit. 5. Untuk mengetahui kebiasaan makan pasien 6. Untuk mengetahui hubungan penampilan makanan dengan sisa makanan. 7. Untuk mengetahui hubungan rasa makanan dengan sisa makanan 8. Untuk mengetahui hubungan makanan dari luar rumah sakit dengan sisa makanan. 9. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan makanan dengan sisa makanan. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pihak rumah sakit sebagai bahan evaluasi terhadap penyelenggaraan makanan.
1.5
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara penampilan makanan dengan sisa makanan 2. Ada hubungan antara rasa makanan dengan sisa makanan 3. Ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan sisa makanan 4. Ada hubungan antara kebiasaan makan dengan sisa makanan