1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masa depan bangsa Indonesia amat ditentukan oleh sumber daya manusianya. Bangsa Indonesia memiliki berbagai lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan agama yang dikelola oleh masyarakat.1 Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam, yang tertua di Indonesia. Pondok pesantren diakui sebagai sistem dan lembaga pendidikan yang memiliki akar sejarah dengan ciri-cirinya yang khas. Keberadaannya sampai sekarang masih berdiri kokoh di tengah-tengah komunitas masyarakat.2 Dalam dinamika sejarah pesantren tercatat bahwa lembaga pendidikan ini mempunyai andil yang besar dan selalu aktif menyumbangkan sumber daya manusianya kepada bangsa Indonesia. Sampai saat ini pun pesantren bersikap konsisten untuk senantiasa memikirkan dan melaksanakan pengembangan sumber daya manusia bagi kepentingan bangsa dan negara.3 Hal ini terbukti dengan kenyataan bahwa pondok pesantren saat ini masih menampakkan keaslian, kebhinekaan dan kemandirian walaupun usianya setua proses Islamisasi di Negeri ini.4
1
Irfan Hielmy, "Usulan program pembentukan ma'had 'aly kerjasama departemen agama republik Indonesia dengan pondok pesantren seluruh Indonesia," Buletin Bina Pesantren , Edisi Agustus 1999, 2. 2 http://pesantren.tebuireng.net/index.php?pilih=hal&id=21, diakses 23 Maret 2009. 3 Hielmy, Usulan program pembentukan ma'had 'aly, 2. 4 http://pesantren.tebuireng.net/index.php?pilih=hal&id=21.
2
Pesantren dewasa ini juga mulai berkembang tidak hanya di lingkungan pedesaan, tetapi juga perkotaan. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa meskipun sistem pendidikan pesantren memiliki beberapa kelemahan, namun pesantren ternyata masih dianggap sebagai tempat yang efektif untuk mengenalkan ajaran Islam.5 Dalam perkembangannya, pondok pesantren menjelma sebagai lembaga sosial yang memberikan warna khas bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. Peranannya pun berubah menjadi agen perubahan (agent of change) dan agen pembangunan masyarakat. Sekalipun demikian apapun usaha yang dilakukan pondok pesantren tetap saja menjadi khittah berdirinya dan tujuan utamanya, yaitu tafaqquh fî al-dîn dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, tata aturan dan nilai agama Islam sebagai pedoman kesalehan individual maupun kesalehan sosial.6 Dalam dinamika pendidikan pesantren memaparkan bahwa perkembangan pondok pesantren telah mengalami pergeseran atau perubahan pada beberapa aspek seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.7 Wacana yang berkembang dalam dinamika pemikiran dan pengalaman praktis alumni pesantren tampaknya menegaskan bahwa pesantren merupakan bagian dari infrasruktur masyarakat yang secara makro telah berperan menyadarkan komunitas masyarakat untuk mempunyai idealisme, kemampuan intelektual, dan perilaku mulia (al-Akhlâq al-Karîmah) guna menata dan
5
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia (Malang: UMM,2006), 95-96. H.E. Badri dan Munawiroh, Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007), 3. 7 Ibid, 15. 6
3
membangun karakter bangsa yang paripurna. Ini dapat dilihat dari peran strategis pesantren yang dikembangkan dalam kultur internal pendidikan pesantren.8 Berdasarkan pemikiran di atas pesantren saat ini sedang dan akan mengambil langkah strategis dengan membentuk program pendidikan pasca santri. Program ini merupakan jenjang pendidikan lanjutan bagi para santri yang telah menyelesaikan pendidikannya (dalam waktu tertentu) di pesantren. Dalam istilah pesantren program ini disebut Ma'had 'Aly.9 Keberadaan pesantren Ma'had 'Aly dianggap sebagai gerakan reformasi bidang pendidikan Islam yang cukup spektakuler. Ma'had Aly dibentuk dalam rangka mempersiapkan kader-kader ulama' yang memiliki integritas ilmiah, amaliah dan khuluqiyah yang berkualitas dan memiliki nilai strategis dengan berorientasi keadilan, kesetaraan, keterbukaan, kejujuran, kepercayaan, dan kerakyatan. Ma'had Aly berdasarkan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dengan dasar Islam dimaksudkan bahwa Ma'had Aly diadakan, diselenggarakan, dan dikembangkan berangkat (point of depture) dari ajaran Islam, proses pengelolaannya secara islami dan menuju apa yang diidealkan oleh pendidikan yang Islami.10 Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat.11 Dalam
8
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), 177. 9 Ibid, 2. 10 http://www.nuruljadid.net/index.php?co=f2034, diakses 23 Maret 2009. 11 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 39-40.
4
pendidikan pesantren yang memiliki visi dan misi serta tujuan yang mandiri dalam arti tanpa batasan dari pemerintah akan lebih mempermudah pendidikan pesantren dalam menentukan sistem pendidikannya sebagai jalan untuk mencapai tujuan.12 Karena sedikit demi sedikit peran ulama dan pondok pesantren mulai ditinggalkan dalam dunia pendidikan maupun persoalan kenegaraan. Dalam hal ini negara hanya memfasilitasi IAIN yang dipersiapkan untuk mengisi posisi Departemen Agama. Untuk lebih melengkapi lembaga pendidikan yang berbasis Islam dan pemenuhan akademik keislaman, diperlukan suatu lembaga atau institusi pendidikan yang dibutuhkan bangsa dalam komunitas berbasis Pondok Pesantren sebagai sentral kajian kitab turats (kitab kuning) bagi thalabah (Mahasiswa) yang merupakan calon ulama berwawasan kekinian.13 Allah Ta’ala berfirman:
ْM^ُ lْ Qَf َ ل ُ \ُZkV Hن ا َ \ُ^iَ س َو ِ OVPH اeَQf َ َا َءbcَ d ُ َ_^ُ\]ُ\اH` OًYZ َ َوUً WV ْ ُأM ُآOَPQْ Rَ S َ F َ HِIَ َو َآ 14
ًاblِcd َ
Artinya: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. al-Baqarah :143)."
12 Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1997), 11-12. 13 http://alhikmahdua.com/mahadali.php, diakses 23 Maret 2009 14 Al-Qur'an, 2:143.
5
Untuk menjadi umat yang adil dan pilihan sebagaimana tercantum pada ayat 143 dari surat al-Baqarah tersebut di atas, maka diperlukan beberapa hal antara lain: kesadaran, pemikiran, pengetahuan, pengorbanan, begitu pula sarana dan prasarana yang memudahkan agar proses pembentukan karakter manusia yang bersesuaian dengan ayat tersebut di atas bisa berjalan secara semestinya. Untuk itu hadir di tengah-tengah ummat dalam rangka ikut mewujudkan harapan tersebut di atas dalam bentuk Pendidikan Tinggi Islam (Ma'had 'Aly). Karena hasil didik dari pendidikan tersebut lebih mampu menangkap substansi ajaran Islam yang telah dipaparkan oleh para ulama’ salaf al-shâlih yang difasilitasi oleh para dosen sebagai stimulus dan begitu pula mampu menangkap problem yang mendasar dan aspirasi masyarakat secara umum agar hasil didik nanti mampu mengkomunikasikan hasil belajarnya dengan bahasa yang bisa difahami oleh masyarakat.15 Dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penulis akan mencoba membahas masalah keberadaan sistem Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan sangat penting untuk diketahui dan diteliti, sehingga dapat memperoleh hasil yang benar dari pembahasan tersebut. Penelitian ini diberi judul: "EKSISTENSI SISTEM PENDIDIKAN MA'HAD 'ALY DALAM PP NO 55 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN." Kajian terhadap sistem pendidikan pesantren Ma'had 'Aly dianggap cukup menarik, mengingat pesantren 15
=29
http://an-nuur.org/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id=23&Itemid
6
Ma'had 'Aly merupakan corak pendidikan Islam yang "khas" karena merupakan bentuk pendidikan Tinggi Islam yang berbasis pesantren.
B. Rumusan Masalah Dalam kajian ini ada beberapa masalah yang menjadi fokus pembahasan di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi riil eksistensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly di Indonesia sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007? 2. Bagaimana eksistensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly di Indonesia setelah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007? 3. Apa kelemahan dan kekuatan sistem pendidikan Ma'had 'Aly di lingkungan pondok pesantren ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007? 4. Apa peluang dan ancaman sistem pendidikan Ma'had 'Aly di lingkungan pondok pesantren ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007?
C. Tujuan Kajian Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mendiskripsikan kondisi riil eksistensi Ma'had 'Aly di Indonesia sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007. 2. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan eksistensi Ma'had 'Aly di Indonesia setelah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007.
7
3. Untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan Ma'had 'Aly di lingkungan pondok pesantren setelah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007. 4. Untuk mengetahui peluang dan ancaman Ma'had Aly di lingkungan pondok pesantren setelah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007. D. Manfaat Kajian Dengan adanya kajian ini, nantinya diharapkan terkumpulnya data-data yang memiliki nilai guna. Kegunaan yang dimaksud di sini ada dua macam, yaitu: 1. Kegunaan teoritis Dari hasil kajian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam menentukan gambaran tentang eksistensi Ma'had 'Aly di lingkungan pondok
pesantren
yang
sekaligus
dapat
memperkaya
khazanah
pengetahuan dalam bidang pendidikan. 2.
Kegunaan secara praktis Hasil kajian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis secara pribadi khususnya, bagi pemerintah, lembaga pendidikan pesantren, calon peserta mahasantri, lembaga pendidikan secara umum, dan bagi masyarakat luas.
E. Telaah Pustaka Di samping memanfaatkan teori yang relevan dengan bahasan ini, penulis juga melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Adapun hasil penelitian tedahulu oleh Fatah Syukur tahun 2007 dengan judul penelitian Ma'had 'Aly: Lembaga Pendidikan Tinggi Pesantern Pencetak Kader Ulama' (Studi di pesantren Ma'had 'Aly Situbondo dan Pesantren Al-Hikmah 2 Brebes, menyimpulkan desain kurikulum Pendidikan Ma'had 'Aly
8
sukorejo Situbondo dan al-Hikmah Brebes sebagai bentuk kurikulum pendidikan tinggi Islam sinergik antara pendidikan pesantren dan pendidikan tinggi. Dalam merespon dinamika kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi selalu diupayakan dengan melibatkan seluruh komponen kurikulum pendidikan Ma'had 'Aly. Selanjutnya dari diskripsi-diskripsi tersebut diperoleh gambaran tentang kendala-kendala dalam proses telaah dan pengembangan kurikulum Pendidikan Ma'had 'Aly dikedua pesantren Ma'had 'Aly
tersebut.
Setidaknya ada 3 kendala, yaitu: soal pendanaan, soal kompetensi para pendidik (ustadz), dan pengakuan legal formal. Kendala pertama terjadi di kedua PMA (sekalipun hingga saat ini dapat diatasi oleh yayasan). Sementara kendala kedua dan ketiga hanya terjadi di PMA Brebes, Permasalahan kedua dan ketiga ini hingga sekarang belum teratasi dengan baik. Dari hasil penelitian tersebut sama dalam meneliti Ma'had 'Aly, namun di sini lebih dikhususkan dalam membahas tentang kurikulum pendidikan Ma'had 'Aly. Dimana penelitian itu dilakukan dengan meneliti dua perguruan tinggi pesantren serta perkembangannya. Dari hasil penelitian Agus Muhammad dengan judul Ma’had Aly: Pendidikan Tinggi ala Pesantren, Rabu 03 Desember 2008 menyimpulkan salah satu fenomena penting kajian keislaman di pesantren adalah berdirinya model pendidikan tinggi yang secara khusus mengkaji khazanah keislaman klasik yang diperkaya dengan materi keilmuan kontemporer. Model pendidikan tinggi ini dikenal dengan sebutan Ma’had Aly.
9
Ma’had Aly sebagai sebuah model pendidikan tinggi di pesantren bisa digolongkan dalam dua jenis; pertama Ma’had Aly yang secara kelembagaan organisasional dan administratif memang menyelenggarakan pendidikan tingkat tinggi yang berbasis pada tradisi intelektual dan keilmuan pondok pesantren. Dalam pengertian ini, Ma’had Aly memang dikelola oleh suatu lembaga resmi yang ditopang dengan manajemen dan administrasi yang profesional. Kedua Ma’had Aly secara substansial. Berbeda dengan yang pertama, model yang terakhir ini tidak dilengkapi dengan kerangka kelembagaan dan organisasi-administratif yang secara khusus mengelola sistem penyelenggaraan pendidikan ini, tetapi dalam praktiknya, pendidikan Ma’had Aly terus-menerus dilaksanakan. Perbedaan kedua model ini terutama terletak dalam pengelolaannya yang sistematis dan terstruktur sebagaimana manajemen pendidikan pada umumnya. Dalam kategori kedua, banyak pondok pesantren yang bisa dimasukkan di sini. Ukuran tradisi akademik dan intelektual klasik tingkat tinggi itu adalah selain standar kitab kuning yang menurut orang pesantren, tinggi juga proses pembelanjarannya.Tidak saja mengandalkan pembacaan literal dan pemahaman tekstual dari isi kitab dan pemikiran seorang ulama, melainkan telah masuk kedalam analisis isi (dirâsah tahliliyyah), pembacaan kontekstual (qirâ’ah siyaqiyah), dan lebih-lebih kritik atas isi kitab dan produk pemikiran tersebut (dirâsah naqdiyyah). Meski tidak seluruhnya terpenuhi, beberapa pondok pesantren bisa dimasukkan dalam kategori ini, yakni misalnya Pondok Pesantren Lirboyo Kediri,
10
Pondok Pesantren Maslakhul Huda Kajen Pati, Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang, Pondok Pesantren Sidogiri, Pondok Pesantren Dar Al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, Pondok Pesantren Sarang, Pondok Pesantren Al-Ihya’ Kesugihan Cilacap, dan lain-lain. Dalam skripsi yang akan kami bahas ini adalah yang berkaitan dengan sistem pendidikan yang ada pada perguruan tinggi pesantren (Ma'had 'Aly), yang mana kurikulum juga termasuk bagian dari salah satu sistem pendidikan. Dengan rangkaian sistem pendidikan yang baik dan memadahi maka program pendidikan akan mudah dilaksanakan.
Dalam skripsi ini membahas tentang sistem
pendidikan Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam kajian ini digunakan pendekatan deskriptif analisis kritis evaluatif dan kontekstual. Penulis mencoba menganalisis eksisitensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Dan dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian pustaka (library research), artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku yang ada kaitannya dengan skripsi ini yang diambil dari perpustakaan atau juga yang diambil dari media internet. Dan semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitiaan dan literatur-literatur yang lainnya.
11
2. Sumber Data Sebagai penelitian literatur, maka sumber data penelitian ini diambil sepenuhnya dari riset kepustakaan dengan mengandalkan bacaan yang berupa buku-buku, kitab, karya ilmiyah dan koran yang mempunyai relevansi dengan masalah yang dibahas, yaitu eksistensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly di lingkungan pondok pesantren. Sebagaimana lazimnya penelitian pustaka, data dalam penelitian ini akan menggunakan dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder. a. Sumber data primer, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. b.Sumber data sekunder, yaitu buku atau dokumen lain yang ditulis oleh orang lain serta artikel, jurnal, majalah dan yang lainnya yang membahas tentang eksistensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Di antaranya data sekunder ialah: 1. Al-Qur'an, 2:143 2. E Badri, dan Munawiroh. Pergeseran Literature Pesantren Salafiyah. Jakarta: Puslitbang lektur keagamaan, 2007. 3. Irfan Hielmy,. "Usulan program pembentukan ma'had 'aly kerjasama departemen agama republik Indonesia dengan pondok pesantren seluruh Indonesia," Buletin Bina Pesantren , Edisi Agustus 1999.
12
3. Prosedur Pengumpulan Data Proses pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik membaca (literer), yaitu mengumpulkan data dengan cara membaca literatur (buku-buku) yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang ditetapkan, kemudian data data tersebut dicatat untuk mempermudah analisisnya. Data yang ada dalam kepustakaan tersebut dikumpulkan atau diolah dengan cara atau sebagai berikut: a. Editing Pemeriksaan kembali data yang diperoleh dengan kerangka yang sudah ditentukan. b. Organising Menyatakan data-data yang diperoleh dengan kerangka yang sudah ditentukan. c. Penemuan hasil penemuan Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan. 4. Analisis Data Dari data-data yang telah terkumpul, maka selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan pola pikir :
13
a. Deduktif : Cara berfikir yang menggunakan analisa yang berpijak pada pengertian-pengertian atau fakta umum kemudian diteliti yang hasilnya dapat memecahkan masalah-masalah yang khusus. b. Induktif : Cara berfikir dengan berpijak pada pengertian-pengertian atau fakta-fakta
khusus
yang diteliti yang kemudian hasilnya dapat
memecahkan masalah-masalah yang umum, induktif digunakan dalam perumusan pengertian dan kesimpulan. F. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pembahasan agar dapat ditelaah dan dicerna secara runtut maka diperlukan sebuah sistematika pembahasan. Sistematika pembahasan ini menguraikan secara garis besar apa yang termaktup dalam pembahasan setiap bab. Sistematika pembahasan dirancang untuk diuraikan dengan sistematika sebagai berikut : Bab satu, Lebih banyak menguraikan penekanan pada awal studi ini. Sebagaimana penggambaran awal, maka Bab ini memberikan deskripsi dan ilustrasi menyangkut dasar pemikiran dan latar belakang penulisan, kemudian asumsi-asumsi
penelitian
yang
digunakan,
pokok
permasalahan
dan
pembahasanya, tujuan penelitian dan manfaatnya, landasan teori, metodologi penelitian dan terakhir sistematika pembahasan penelitian. Bab dua, Pembahasan ini lebih ditekankan pada landasan teori yang berisikan tentang sistem pendidikan Ma'had Aly dalam pendidikan agama dan keagamaan di antaranya sejarah munculnya Ma'had Aly, sistem pendidikan
14
Ma'had Aly tentang tujuan pendidikan, anak didik, pendidik, lingkungan dan alat pendidikan. Bab tiga, Merupakan objek bahasan yang menjelaskan tentang sistern pendidikan Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, di antaranya: Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Bab empat, Menganalisis data yang sudah ada. Dalam bab ini, berisi tentang analisis eksistensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly dalam pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Bab lima, Penutup merupakan bab terakhir dari semua rangkaian pembahasan yang berisi penutup, dalam bab penutup ini terdapat jawaban dari pokok masalah yang tercantum dalam kesimpulan serta memberikan saran-saran juga disertai dengan daftar pustaka dan biografi riwayat penyusun.
15
BAB II SISTEM PENDIDIKAN MA'HAD 'ALY DALAM LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN
A. Sejarah Berdirinya Ma'had 'Aly Pondok pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia. Sejak pesantren Ampel Denta Surabaya, berdiri selanjutnya berturut-berturut lembaga pendidikan Pondok Pesantren terus menyebar di tanah air terutama di Pulau Jawa. Dari Pondok Pesantren tersebut, telah melahirkan pemimpin seperti Raden Fattah dengan Majelis Wali Sanga (1478-1518 H). Pesantren merupakan kekayaan nusantara yang di masa lampau menjadi lembaga pendidikan utama bagi bangsa Indonesia, di samping lembaga pendidikan sekuler yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda. Melalui sistem pendidikan pesantren, tradisi intelektual keagamaan Tafaqquh fî al-dîn yang berbasis kepada khazanah intelektual klasik (kitab kuning) tetap terjaga dengan kelebihan dan kekurangannya.16 Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang digunakan untuk asrama santri. Disamping itu kata "pondok" mungkin juga berasal dari bahasa Arab "fundûq" yang berarti hotel atau asrama.17 Dalam suatu pondok itu terdapat santri dan kyai dan alat pembelajarannya yang digunakan untuk mengkaji ilmu pengetahuan agama. 16
Fuaduddin T.M, Pendidikan Ma'had 'Aly antara Membangun Tradisi dan Keilmuan Pesantren dan Pengembangan dan Muadalah (t.t.:t.p.,t.t.), 1. 17 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1983), 18.
16
Pondok pesantren yang merupakan "bapak" dari pendidikan Islam di Indonesia,18 didirikan karena ada tuntutan dan kebutuhan zaman. Hal ini bisa dilihat dari perjalanan historisnya, bahwa sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiah, yakni penyebaran dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama' dan da'i.19 Perjalanan pendidikan di pesantren memakan waktu bertahun-tahun yang menunjukan adanya pendakian kailmuan dari satu tahap ke tahap yang lain yang lebih tinggi. Keberadaan kesarjanaan dalam pendidikan pesantren ditandai oleh beberapa hal. 1. Adanya tahapan-tahapan materi keilmuan dari mulai ilmu akhlak, ilmu alat, ilmu diniyah dan ilmu hikmah. 2. Adanya hirarki kitab-kitab yang menjadi bahan kajian di pesantren, yang pada umumnya dimulai dari khulashah, matan sampai dengan syarh yang bervariasi. 3. Adanya hirarki kesarjanaan antara kyai dan murid dan kiyai dan guru (intellectual chain) yang menunjukan tingkat kelayakan masing-masing dalam memberikan pengajaran. 4. Adanya metodologi pembelajaran yang bervariasi mulai dari pola terpimpin seperti bandongan dan sorogan, sampai dengan pola mandiri dan ekspresif seperti muthâla'ah, musyawarah dan baths al- masâ'il.
18 Pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia, sebelum pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikan baratnya. 19 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, cet. 2 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 40.
17
5. Adanya jaringan pesantren yang menggambarkan tingkatan-tingkatan pesantren, milai dari pesantren tingkat permulaan sampai dengan takhassush yang hanya biasa diikuti oleh mahasantri yang sudah melampaui tahapan kajian-kajian dasar dan umum.20 Kata Ma'had 'Aly secara etimologi berarti Pesantren Tinggi atau dengan kata lain setingkat dengan perguruan tinggi. Dalam konteks pesantren, sebagai suatu institusi, Ma'had 'Aly merupakan pendidikan tinggi keagamaan yang merupakan lanjutan dari pendidikan diniyah tingkat 'Ulya. Dari sudut pandang sosiologis, Ma'had 'Aly dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk usaha institusionalisasi tradisi dan etika kesarjanaan di lingkungan pesantren yang berbasis pada programprogram takhassush yang telah berkembang perpuluh-puluh tahun di lingkungan pesantren. Munculnya Ma'had 'Aly dilatarbelakangi oleh langkanya pendidikan formal yang secara khusus mencetak ulama' dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan, meskipun banyak perguruan tinggi Islam. Seperti diketahui seiring dengan peningkatan modernisasi, kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia terus berubah dan berdampak pada pola keberagaman yang lebih rasional dan fungsional. Sebagai implikasi dari hal tersebut, adalah otoritas keulama'an harus beradapan dengan aneka tuntutan masyarakat pada sebuah perikehidupan yang cenderung pragmatis.21
20
Bagian Proyek Peningkatan Ma'had 'Aly, Pedoman Penyelenggaraan Ma'had 'Aly, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Depertemen Agama RI 2004, 2. 21 Bagian Proyek Peningkatan Ma'had 'Aly, Naskah Kurikulum Ma'had 'Aly, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Depertemen Agama RI 2004, 4.
18
Secara historis eksistensi Ma’had ‘Aly di Indonesia pada awalnya muncul dari beberapa pesantren terutama di Jawa sebagai upaya pengembangan dari program takhasshush yang merupakan jenjang pendidikan tingkat tinggi dalam tradisi pendidikan pondok pesantren khususnya yang mempertahankan sistem klasik dengan orientasi pengkaderan ulama, melalui jenjang takhasshush inilah dibina para kader ulama (biasa disebut kiyai) yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan bidang spesialisasi keilmuan yang diprogramkan.22 Secara umum, meskipun institusi tahashshush ini bersifat non formal dan tidak pernah pengelolanya berurusan dengan pemerintah untuk mendapat pengakuan dan penyetaraan secara formal namun dari segi efektifitas dapat dikatakan berhasil dan kualitas luarannya dapat diunggulkan. Bisa ditebak dengan mudah, siapa yang lebih mendalam penguasaan ilmuilmu fiqih beserta segenap ilmu-ilmu alatnya (Bahasa Arab, Ilmu Tafsir, Musthalah Hadist, dan sebagainya) antara seorang alumni tahashshush fiqih dari sebuah pondok pesantren misalnya, dengan seorang lulusan S1 dari fakultas syari’ah suatu Perguruan Tinggi Agama Islam yang formal di Negeri ini baik negeri maupun swasta. Padahal, rumusan misi dan tujuan kedua lembaga di atas bisa dipastikan sama atau paling tidak hampir sama atau mirip-mirip. Mengapa hal itu bisa terjadi? Banyak faktor yang terkait; namun yang paling mendasar adalah
persoalan
penerjemahan
orientasi
pendidikan
dalam
tataran
operasionalnya, yang bila lebih dijabarkan akan tercakup dengan sendirinya
22
http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=365&Ite mid=167, diakses 23 Maret 2009.
19
persoalan
kurikulum,
metodologi,
dosen,
mahasantri,
lingkungan
dan
sebagainya.23 Memperhatikan efektifitas program takhasshush atau Ma’had ‘Aly di satu sisi dalam upaya mencapai misi pendidikannya, dan menyadari fenomena disorientasi yang terjadi secara umum pada PTAI pada sisi yang lain, sudah kurang lebih satu dekade terakhir DEPAG RI melalui Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Ditpekepontren) secara serius mempelopori upaya pengembangan Ma’had ‘Aly yang ada di pesantren, menjadikannya sebagai suatu institusi formal dan menyetarakannya dengan Perguruan Tinggi Islam (PTAI) yang ada. Akan tetapi pola pendidikan dan tradisi kesarjanaan kepesantrenan tetap dipertahankan, orientasinya jelas ialah menghasilkan para ulama yang selain memiliki potensi karismatik dan kepemimpinan tentu berbekal penguasaan ilmuilmu Islam yang memadai dan secara khusus memiliki satu bidang spesialisasi yang menjadi area kompetensi keilmuannya. Menurut Direktur Pekapontren DEPAG RI, Amin Haedari, ditargetkan perangkat-perangkat aturan tentang Perguruan Tinggi Ma’had ‘Aly bisa rampung paling lambat tahun 2007 dan akan diadakan launching Ma’had ‘Aly secara nasional sebagai sebuah bentuk Perguruan Tinggi Islam resmi, sejajar dengan Perguruan Tinggi Islam lainnya namun tetap dengan karakter khasnya.24 Dilatar belakangi oleh satu kerisauan bahwa semakin giatnya pesantrenpesantren melakukan penyesuaian kurikulum dan segala aturan pendidikan formal 23 24
Ibid. Ibid.
20
lainnya, dikhawatirkan justru orang-orang alim fiqih (fuqâha') akan semakin kecil. Berbeda dengan yang terjadi di awal abad XX, pesantren begitu berperan dalam mencetak ahli-ahli fiqih, untuk tampil sebagai panutan umat. Justru ketika pesantren begitu maju, selalu ingin menyesuaikan dengan lingkungan, orang yang ahli dalam bidang hukum Islam semakin berkurang.25 Ide kemunculan Ma'had 'Aly beranjak dari sebuah kenyataan dan keadaan yang sebenarnya yang menunjukan bahwa dekade terakhir ini mulai dirasakan ada "penggeseran" peran dan fungsi pondok pesantren. Peran dan fungsi pesantren sebagai " kawah candradimuka" orang yang rasikh fi al-dîn terutama yang terkait dengan pemahaman fikih semakin memudar. Penyebabnya tidak lain adalah desakan gelombang modernisasi, globalisasi dan informasi yang berakibat pada bergesernya arah hidup masyarakat Islam. Bukti terkuat yang mudah ditemukan ditengah masyarakat muslim adalah semakin kendornya minat masyarakat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Kondisi ini bertambah "genting" dengan banyaknya ulama yang meninggal sebelum sempat mewariskan ilmu dan kesalehannya secara utuh kepada generasi selanjutnya. Beberapa faktor inilah yang menjadikan pondok pesantren dari waktu kewaktu mengalami kemunduran, baik dalam amaliyah, ilmiyah, maupun budi pekerti.26
25
Abdul Djalal, disampaikan dalam "Workshop Pengembangan pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah (Ma'had 'Aly) yang diselenggarakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Depag RI di Bogor, pada tanggal 31 Oktober hingga 02 Nopember 2008. 26 Fatah Syukur, "Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama' (Studi di Pesantren Ma'had 'Aly Situbondo dan Pesantren Al-Hikmah 2 Brebes," Forum Tarbiyah 2 (Desember 2007), 153.
21
Pada hakekatnya upaya untuk membentuk Ma'had 'Aly
sudah lama
difikirkan oleh kalangan pesantren, tetapi faktor-faktor pendukung yang menunjang terbentuknya Ma'had 'Aly itu belum disiapkan secara serius oleh pesantren. Dalam hal ini kalangan pesantren menyadari sepenuhnya bahwa pembentukan Ma'had 'Aly merupakan program yang mendesak untuk diwujudkan. Berdasarkan pada satu asumsi bahwa pesantren harus tetap menjadi basis pencetakan
dan
pengkaderan
al-'ulama'
al-waratsâtu
al-anbiyâ
yang
sesungguhnya dikhawatirkan akan semakin langka di Indonesia. Oleh karena itu pembentukan Ma'had 'Aly dimaksudkan sebagai upaya pesantren untuk mengatasi kemungkinan kelangkaan ulama yang pada gilirannya untuk memelihara ajaran Islam.27 Dalam konsep Choer Affandi "Pondok pesantren tidak sekedar lembaga penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar semata melainkan merupakan lembaga kedaulatan umat, karena dalam kenyataanya banyak sekali persoalan keumatan selalu bermuara ke Kyai pondok pesantren dari mulai persoalanpersoalan individu sampai persoalan jama'ah bahkan persoalan pemerintah sekalipun."28 M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat.29 Berbagai pandangan menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan proses budaya untuk mengangkat 27
Irfan Hielmy, "Usulan program pembentukan Ma'had 'Aly kerjasama departemen agama republik Indonesia dengan pondok pesantren seluruh Indonesia," Buletin Bina Pesantren , Edisi Agustus 1999, 2. 28 Progres Report Ma'hadul 'Aly Pondok Pesantren Miftahul Huda Mononjaya Tasikmalaya. 29 Pernyataan M. Natsir di atas merupakan indikasi tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan manusia, kerena pendidikan itu sendiri mempunyai peranan sentral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek kehidupan demi mencapai kemajuan dan untuk menunjang perenannya dimasa datang.
22
harkat dan martabat menusia dan berlangsung sepanjang hayat. Dengan demikian, maka
pendidikan pemegang peranan yang menentukan eksistensi dan
perkembangan manusia.30 Penurunan peran dan fungsi pesantren ini memunculkan kerisauan dan kegelisahan di kalangan ulama' akan punahnya khazanah ilmu-ilmu keislaman. Jika persoalan ini tidak ditangani secara serius tentu sangat membahayakan masa depan umat Islam. Dari sinilah ulama' merasa penting dan segera membentuk sebuah lembaga yang secara khusus giat mempersiapkan kader-kader ulama' yang memiliki kejujuran, ketulusan ilmiyah, dan amaliyah yang mumpuni. Atas dasar pemikiran itulah Ma'had 'Aly31 didirikan. Salah satu program pendidikan untuk menyiapkan kader ulama' yang sudah lama dilaksanakan di kalangan pesantren dan telah mendapat legalitas dari pemerintah sejak tahun 2002 adalah Ma'had 'Aly. Ide ini lahir tahun 1989 dari hasil konsensus para kyai pesantren yang dimotori almarhum K.H. As'ad Syamsul Arifin. Dalam buku petunjuk pelaksanaan pengembangan lembaga pendidikan Ma'had 'Aly yang diterbitkan Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Tahun 2002 disebutkan bahwa Ma'had 'Aly merupakan bentuk usaha pelembagaan tradisi akademik pesantren. Cikal bakal pelembagaan ini adalah program-program tahashshush 30
Hujair A.H. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), 4-5. 31 Ma'had 'Aly secara resmi didirikan pada tanggal 21 Februari 1990, di Sukorejo Situbondo. Pendirinya adalah K.H. As'ad Syamsul Arifin. Lembaga pasca pesantren pertama ini kemudian dikenal dengan Al-Ma'had 'Aly Lil Ulum al-Islamiyah Qism al-Fiqh. Lembaga ini eksistensinya semakin menjadi kokoh ketika dukungan dari pemerintah, terutama Departemen Agama, diberikan melalui SK Menag RI No. 284 Tahun 2001. Pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan dukungannya melalui SK Menag adalah bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Islam akan ulama, maka diperlukan Lembaga Pendidikan Tinggi Pasca Pesantren.
23
yang sudah berkembang berpuluh-puluh tahun di lingkungan pesantren. Pembentukan Ma'had 'Aly dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren tingkat tinggi yang mampu melahirkan ulama di tengah-tengah kemajuan ilmu dan teknologi. Karena itu, untuk mengungkap pemenuhan akademi keislaman diperlukan suatu lembaga atau institusi pendidikan yang dibutuhkan bangsa dalam komunitas berbasis Pondok Pesantren sebagai sentral kajian kitab al-turats (kitab kuning) bagi thalabah (Mahasantri) yang merupakan calon ulama berwawasan kekinian. Saat ini lebih dari 13 pesantren yang telah menyelenggarakan pendidikan model Ma’had Aly secara reguler, baik dalam arti institusional maupun substansial. Di antaranya adalah Ma’had Aly Al-Hikmah di Pesantren Al-Hikmah Sirampog, Brebes, Jawa Tengah, Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah di Pesantren Sukorejo Asembagus Situbondo, Jawa Timur, Ma’had Aly Nurul Jadid di Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Ma’had Aly Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo, Kediri, Jawa Tengah, Ma’had Aly Sidogiri Pasuruan Jawa Timur, Ma’had Aly API Tegalrejo Magelang, Jawa Tengah, Ma’had Aly Mamba’ul Ma’arih Denanyar Jombang Jawa Timur, Ma’had Aly Darussalam Ciamis, Jawa Barat, Ma’had Aly Dar el-Tauhid, Arjawinangun Cirebon, Jawa Barat, Ma’had Aly Sunan Ampel Malang, Ma’had Aly al-Ihya’ Ulumaddin, Kesugihan, Cilacap Jawa Tengah, Ma’had Aly Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Ma’had Aly AJI Mahasiswa Krapyak Yogyakarta.32
32
http://www.pondok pesantren.net/ponpren/indek.php?option=com-content&task= view&id+156, diakses 23 Maret 2009.
24
Sekilas orang akan menyangka bahwa Ma’had Aly sama dengan perguruan tinggi agama Islam yang sudah ada, seperti Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sebagian berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), atau Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) atau lembaga serupa lainnya. Namun jika kita mencoba masuk ke “dapur” Ma’had Aly, maka kita akan menemukan bahwa Ma’had Aly sama sekali berbeda dengan Perguruan Tinggi Agama Islam pada umumnya.33 Perbedaan ini bukan semata-mata karena Ma’had Aly dikelola oleh pesantren dan diselenggarakan di lingkungan pesantren, tetapi terutama karena pendidikan tinggi ala pesantren ini lebih menekankan aspek intelektualitas dibandingkan formalitas. B. Prinsip dan Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Ma'had 'Aly Sekurangnya terdapat tiga prinsip yang dipegang kuat dan akan dipertahankan oleh Ma'had 'Aly dalam menyelenggarakan pendidikannya. Pertama, prinsip kemandirian. Kemandirian adalah hal atau keadaan yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Jadi, prinsip kemandirian adalah prinsip yang selalu berupaya untuk tidak terlalu dan tidak terus menerus bergantung pada orang lain. Ini bukan berarti tidak membutuhkan orang lain. Kebutuhan kepada orang lain adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi kebutuhan kepada orang lain jangan mematikan kreatifitas, apalagi aktifitas, dikarenakan terlalu dan terus menerus bergantung dengannya. Dengan konsep kemandirian semacam ini Ma'had 'Aly berdiri dan berkembang. Kemandiriannya meliputi
33
Ibid.
25
bidang akademik, operasional, pengelolaan, kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan, dan penilaian. Kedua, prinsip keseimbangan. Dalam merumuskan kompetensi lulusan, menyusun kerangka dasar dan struktur kurikulum, serta melakukan proses pendidikan dan pembelajaran Ma'had 'Aly berpegang pada prinsip keseimbangan ini. Prinsip keseimbangan adalah prinsip penyeimbangan antara kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta penyeimbangan antara kemampuan ilmiyah, amaliyah dan khuluqiyah. Prinsip keseimbangan juga mendorong penyeimbangan antara kompetensi kepesantrenan dan kompetensi akademik. Di samping itu, prinsip keseimbangan juga menjaga penyeimbangan kemampuan penguasaan kitab kuning dan kemampuan pengaplikasian nalar usul fiqih. Ketiga, prinsip moderasi. Dalam mengembangkan diskursus pemikiran keislaman, Ma'had 'Aly menerapkan prinsip moderasi. Prinsip moderasi adalah prinsip mencari jalan tengah antara dua kecenderungan ekstrimis. Prinsip ini bisa berupa tidak ini tidak itu, dan juga ya ini ya itu. Ya kualitas ya formalitas, ya tradisi pesantren ya tradisi akademik. Prinsip moderasi juga mengembangkan jalan tengah antara idealitas dan realitas, antar dimensi Ilahiyah dan insaniyah, dan antara konservatif dan liberal. Sudah barang tentu, penerapan prinsip-prinsip di atas memunculkan pro kontra di kalangan pesantren sendiri.34 Ma'had 'Aly dibentuk dalam rangka mempersiapkan kader-kader ulama' yang memiliki integritas ilmiah, amaliah dan khuluqiah yang berkualitas dan
34 Abdul Djalal, disampaikan dalam "Workshop Pengembangan pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah (Ma'had 'Aly) yang diselenggarakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Depag RI di Bogor, pada tanggal 31 Oktober hingga 02 Nopember 2008.
26
memiliki nilai strategis dengan berorientasi keadilan, kesetaraan, keterbukaan, kejujuran, kepercayaan dan kerakyatan. Dasar pemikiran yang melandasi didirikannya Ma'had 'Aly adalah sebagai berikut:35 1. Kemampuan pengetahuan tentang agama Islam yang tersusun secara sistematik, baik pengetahuan tentang Islam sebagai Agama, sebagai ajaran Iman, maupun sebagai kebudayaan, yaitu suatu cara hidup yang dikembangkan oleh berbagai lapisan umat Islam di dunia dari segala zaman. 2. Kemampuan pengetahuan tentang persoalan zaman yang ada dewasa ini, khususnya pengetahuan tentang persoalan aktual yang di hadapi umat Islam. 3. Kemampuan untuk meramu suatu bagian dari pengetahuan tentang agama Islam, dengan suatu bagian pengetahuan mengenai persoalan zaman, dalam rangka menyusun langkah-langkah bimbingan umat, sehingga terwujud rangkaian kegiatan bimbingan yang mantab dan dapat berkembang secara dinamis. Dilihat dari ke-3 poin dasar pemikiran pendirian Ma'had 'Aly tersebut, dapat dipahami bahwa pesantren Ma'had 'Aly ada juga yang menyebutnya "Program Mahasantri". Program ini ditunjukan untuk mensinergikan dan mangintegrasikan model pendidikan melalui sistem pembelajaran model pondok pesantren dalam bentuk pengasramaan para peserta didik. Ini diharapkan dapat memberikan pembinaan secara intensif pada mahasantri dalam program yang padat dengan
35
Syukur, Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama', 154.
27
kurikulum pesantren yang memuat berbagai khazanah ilmu pengetahuan keislaman yang kontekstual. Sedangkan model pendidikan di perguruan tinggi diharapkan mampu memberikan bekal pada mahasantri dalam mengembangkan kecerdasan intelektualitas, moralitas, dan integritas keilmuan Islam. Perpaduan dua model, sistem pesantren dan sistem perguruan tunggi ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan diharapkan menjadi solusi terhadap persoalan-persoalan dalam dunia pendidikan Islam selama ini.
C. Dasar, Visi, Misi, Orientasi, Tujuan dan Fungsi Ma'had 'Aly 1. Dasar Ma'had 'Aly adalah pendidikan tinggi yang berdasarkan Islam dan bersifat independen. Penyelenggaraannya bersumber pada prinsip-prinsip ajaran Islam dan nasionalisme dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.36 2. Visi Visi Ma'had 'Aly adalah sebagai pusat unggulan (center of excellent) studi ilmu keislaman dan kaderisasi ulama', pewaris tradisi ilmiyah dan amaliyah salaf al-shâlih mengintegrasikan tradisi keilmuan pesantren dan tradisi akademik perguruan tinggi, dengan kompetensi mengaktualisasikan ilmu-ilmu agama bagi kemaslahatan umat manusia.37 3. Misi 36 Pedoman Penyelenggaraan Ma'had 'Aly, Bagian Proyek Peningkatan Ma'had 'Aly Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI 2004, 8. 37 Ibid, 8.
28
a. Menyelenggarakan dan melaksanakan studi keislaman yang mendalam utuh, dan komprehensif. b. Menyelenggarakan dan melaksanakan kederisasi ulama dengan membekali dan menanamkan tradisi ilmiyah dan amaliyah salaf al-shâlih. c. Menyelenggarakan dan melaksanakan sistem pendidikan pondok pesantren setingkat perguruan tinggi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Mengadakan perpustakaan yang representatif bagi studi keislaman. e. Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga dan instansi serta lintas perguruan tinggi dalam dan luar negeri. f. Menumbuhkembangkan berbagai program penelitian dan pengabdian pada masyarakat. g. Membentuk jaringan alumni dan pemberdayaannya.38 4. Orientasi Ma'had 'Aly berorientasi pada kualitas, kebenaran dan kemaslahatan bagi seluruh kepentingan bangsa dan negara serta agama sebagai konsekuensi logis bahwa Islam adalah rahmatan lil 'âlamîn.39 Adapun orientasi diselenggarakannya Ma'had 'Aly adalah sebagai berikut: a. Terwujudnya lembaga kader ahli fiqih sebagai pusat studi ilmu-ilmu fiqih klasik dan kontemporer demi merespon dinamika sosial yang terus bergulir.
38 39
Ibid, 8. Ibid, 9.
29
b. Tumbuh dan berkembangnya generasi al-Faqih al-Zaman (Ahli Fiqih Kontemporer) yang mempunyai pemahaman yang utuh terhadap khazanah klasik, mampu mengaktualisasikan fiqih dalam konteks kehidupan riil sekarang, serta mempunyai kesalehan secara ritual dan sosial.40 5. Tujuan Sebagaimana yang tercantum dalan status lembaga pendidikan tinggi Ma'had 'Aly memiliki tujuan: 41 a. Menanamkan etos tafaqquh fî al-dîn di kalangan mahasantri sehingga mereka dapat mengembangkan dan mengkontekstualisasikan ajaran Islam dalam derap perubahan zaman; b. Mengembangkan fiqih dan ushul fiqih sesuai dengan ajaran Ahl alSunnah wa al-Jamâ’ah; c. Mengkondisikan mahasiswa dalam suasana yang dapat melahirkan seorang
faqih
yang
mampu
memecahkan
masalah-masalah
keagamaan dan kemasyarakatan secara cepat dan tepat; dan d. Menanamkan sikap dan kemampuan mahasantri agar memiliki kesalehan individual dan kesalehan sosial secara sekaligus. Artinya, di samping sebagai orang yang ‘alim, mereka juga dapat mengetahui mashâlih al-khalqi. 40
161.
41
Fatah Syukur, Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama', 160-
Agus Muhammad, Ma'had 'Aly: Pendidikan Ala Pesantren, Rabu, 03 Desember 2008, http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=156, diakses 23 Maret 2009.
30
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembentukan Ma'had 'Aly ini, yaitu yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus: a. Tujuan umum Mempersiapkan dan membina mahasantri untuk menjadi manusia muslim yang paripurna (insan kamil), yang berjiwa ikhlas, tabah, tanggap, tangguh, dalam menjalankan syariat Islam secara utuh dan dinamis. b. Tujuan khusus 1) Mengerahkan mahasantri agar mencintai dan memperdalam ilmuilmu agama Islam dan ilmu-ilmu bantu yang diperlukan. 2) Menanamkan etos tafaqquh fî al-dîn di kalangan mahasantri agar mereka mampu memahami ajaran-ajaran Islam secara baik dan benar. Hal ini sejalan dengan firman Allah, dalam surat atTaubah ayat 122, yang berbunyi : ×πxÍ←!$sÛ öΝåκ÷]ÏiΒ 7πs%öÏù Èe≅ä. ÏΒ txtΡ Ÿωöθn=sù 4 Zπ©ù!$Ÿ2 (#ρãÏΨuŠÏ9 tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# šχ%x. $tΒuρ šχρâ‘x‹øts† óΟßγ‾=yès9 öΝÍκös9Î) (#þθãèy_u‘ #sŒÎ) óΟßγtΒöθs% (#ρâ‘É‹ΨãŠÏ9uρ ǃÏe$!$# ’Îû (#θßγ¤)xtGuŠÏj9 ∩⊇⊄⊄∪ Artinya : "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."
31
3) Mengkondisikan
mahasantri
dalam
suasana
yang
dapat
melahirkan ulama'42 yang mampu memecahkan masalah-masalah keagamaan secara tepat sesuai dengan perkembangan zaman 4) Menanamkan sikap dan kemampuan mahasantri agar dapat memiliki keshalihan (al-akhlâq al-karîmah) dan kepakaran (al-'ulûm al-nafî'ah).43 Sebagaimana disinggung di atas, dari berbagai macam tujuan penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Ma'had 'Aly dapat disimpulkan bahwa program Ma'had 'Aly bertujuan untuk mencetak generasi muslim yang memiliki kompetensi dan komitmen terhadap persoalan-persoalan hukum dan pendidikan. Atau secara formal, program Ma'had 'Aly ditujukan untuk mencetak para Ulama' yang intelek dan beraqidah, beramal shaleh, berilmu manfaat dan berakhlak karimah. 6. Fungsi Ma'had
'Aly
mempunyai
fungsi
untuk
menyelenggarakan
dan
mengembangkan pendidikan keislaman, sebagai pusat pengkajian dan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu keislaman, sebagai pusat
42
Keberadaan pondok pesantren tradisional yang begitu banyak, jika dilihat dari dimensi tranmisi Islam memang cukup menggebirakan, namun jika dilihat dari dimensi reproduksi ulama, dengan jumlah santri yang hampir dua juta orang, nampaknya tidak begitu mudah diwujudkan. Tidak mudah diwujudkanya ribuan ulama' oleh pondok pesantren tradisional disebabkan oleh benyak faktor, antara lain karena girah (kemauan) dan kemampuan santri pasca pendidikan pondok pesantren tradisional tidak sama. Fenomena ini bukan berarti pondok pesantren tradisional tidak sama. Fenomena ini bukan berarti pondok pesantren berhenti dari fungsi transfer keilmuan Islam dan reproduksi ulama, melainkan masih tetap berlanjut dari tahun ketahun, sembari mendidik santri agar mereka menjadi orang alim sebagaimana yang dicita-citakan ulama yang mendirikanya. Setidak-tidaknya ada sebagian (tâ'ifah) dari sejumlah santri itu benar-benar tafaqquh fî al-dîn untuk menjadi ulama, selaras dengan firman Allah dalam al-Qur'an surat alTaubah: 122. 43 Hielmy, Usulan Program Pembentukan Ma'had 'Aly, 4.
32
pengabdian kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadaban (civil society), sebagai pusat kebudayaan dan peradaban, khususnya umat Islam.
D. Sistem pendidikan Ma'had 'Aly Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti "cara, strategi." Dalam bahasa Inggris system berarti "sistem, susunan, jaringan, cara." Sistem juga diartikan "sebagai suatu strategi, cara berfikir atau model berfikir." Jadi dapat didefinisikan sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Misalnya mobil adalah suatu sistem, yang meliputi komponen-komponen seperti roda, rem, kemudi, mesin dan sebagainya.44 Pengertian "system" bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian di mana satu sama lain saling berhubungan dan memperkuat. Dengan demikian sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Bila digunakan dalam istilah sistem pendididikan pesantren adalah sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren.45 Sedangkan unsur-unsur yang saling terkait dalam sistem pendidikan terdiri atas komponen-komponen di antaranya tujuan, anak didik, pendidik, lingkungan dan alat pendidikan. Di dalam pendidikan pondok pesantren terdapat sistem 44
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 19. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), cet.2 (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 257. 45
33
pendidikan formal seperti sistem madrasah atau sekolah, mulai dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan tingkat pendidikan tinggi, begitu pula sistem pendidikan kepesantrenan terdapat tingkat pemula (dasar), menengah dan takhassus berserta pendidikan ketrampilan yang bervariasi.46 Sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengertian lainnya yang lebih umum dipahami di kalangan awam adalah bahwa sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu yang dalam penggunaanya tergantung pada berbagai faktor yang erat hubungannya dengan usaha pencapaian tujuan tersebut. Bila digunakan dalam lingkungan pesantren, maka yang dimaksud dengan sistem pendidikan adalah sarana berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren.47 Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penentuan diri secara etis, kreatif, sistematis dan intensional sesuai dengan hati nurani dibantu dengan metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.48 Pondok pesantren adalah termasuk pendidikan khas Indonesia yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta telah teruji kemandiriannya sejak berdirinya sampai sekarang. Pada awal berdirinya, bentuk pondok pesantren masih sangat sederhana. Kegiatannya masih diselenggarakan di dalam masjid dengan beberapa orang santri yang kemudian dibangun pondok-pondok sebagai 46
Ahmad Tafsir dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004), 214. 47 Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 144; H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 257. 48 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2004), 133.
34
tempat tinggalnya. Pondok pesantren paling tidak mempunyai tiga peran utama, yaitu sebagai lembaga pendidikan Islam, lembaga dakwah dan sebagai lembaga pengembangan masyarakat.49 Salah satu fenomena penting kajian keislaman di pesantren adalah berdirinya model pendidikan tinggi yang secara khusus mengkaji khazanah keislaman klasik yang diperkaya dengan materi keilmuan kontemporer. Model pendidikan tinggi ini dikenal dengan sebutan Ma’had Aly.50 Pendidikan tinggi yang diselenggarakan Ma’had Aly tidak lebih dan tidak kurang seperti pondok pesantren dengan berbagai kultur dan tradisi yang melingkupinya. Hanya saja karena kekhususannya, dalam hal-hal tertentu Ma’had Aly di berbagai pesantren diberi fasilitas khusus, seperti asrama, ruang kelas, perpustakaan, dan sarana aktualisasi seperti penerbitan atau ceramah di luar pondok pesantren. Yang membedakan dengan yang lain adalah metode pembelajarannya, yang melibatkan santri sebagi subyek belajar, dan tingkatan kitab kuning yang dikaji relatif tinggi, serta cara mengkajinya secara lebih kritis.51 Pembentukan dan pengelolaan Ma'had 'Aly sebagai program pendidikan tinggi model pesantren melibatkan setidaknya empat faktor, yaitu : a. Faktor kualitas input mahasantri, yang efektif dengan latar belakang kepesantrenan yang kuat dan intelektuallitas serta moralitas yang tinggi.
49
H. E. Badri dan Munawwiroh, Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007), 3. 50 http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view& id =156, diakses 23Maret 2009. 51 Ibid.
35
b. Faktor sistem belajar mengajar, yang dialogis antara mahasantri dan dosen serta dikondisikan dalam suasana kemitraan. c. Faktor kualitas tenaga pengajar yang menguasai kitab Islam klasik dan menguasai metodologi. d. Faktor perangkat dan fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar yang menunjang antara lain peraturan yang memadai dan efektifitas serta sistem penyuluhan dan pengawasan yang terprogram. Dalam pendidikan Ma'had 'Aly terdapat komponen-komponen mahasantri, ustadz (dosen), kurikulum, metode belajar, dan fasilitas sarana prasarana yang ada serta tujuan yang inggin dicapai. 1. Mahasantri Dalam lembaga pendidikan tinggi Ma'had 'Aly mahasantri menjadi elemen penting dalam sebuah rangkaian sistem pendidikan pesantren. Para santri yang dalam istilah Ma'had 'Aly disebut dengan mahasantri harus diorientasikan kepada upaya menumbuhkembangkan potensi moralitas dan spiritualitas, dimensi intelektual mahasantri harus menjadi acuan pertama dalam proses pembelajaran. Akhirnya mahasantri diharapkan memiliki tiga kepekaan sekaligus, yaitu intelaktual, moral dan spiritual.52 Al-Ghazali mempergunakan istilah anak didik dengan beberapa kata: seperti al-shabiy (anak-anak), al-Muta'allim (pelajar), Thâlib al-'Ilmi (penuntut ilmu pengetahuan). Oleh karena itu, istilah anak didik dapat
52
Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), 86.
36
diartikan anak yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya hingga ia meninggal dunia.53 Kualitas dan kuantitas mahasantri dalam sebuah pesantren mempunyai peran besar terhadap nilai pesantren. Semakin banyak mahasantri yang dimiliki dan semakin beragam daerah asal mahasantri, maka nilai pesantren akan semakin lebih tinggi, karena kemasyhuran sebuah pesantren dapat dilihat dari kondisi obyektif santrinya.54 Oleh karena itu, studi terhadap mahasantri akan difokuskan pada daerah asal mahasantri, latar belakang pendidikan keluarga, serta kemampuan ekonomi keluarga mahasantri, serta perkembangan kuantitas mahasantri yang memiliki pesantren. 2. Para Dosen Ustadz atau dosen dalam pesantren Ma'had 'Aly juga mempunyai peran penting dalam sistem pendidikan pesantren, karena ustadz dalam pesantren merupakan tokoh sentral dalam kegiatan proses belajar mengajar. Seringkali sebuah pesantren menerapkan ajaran yang terdapat dalam kitab Ta'lim alMuta'alim, dalam hal mana sosok seorang ustadz merupakan figur yang wajib dipatuhi oleh semua mahasantri tanpa boleh bantah, kharismatik dan dianggap penentu keberhasilan proses belajar mengajar.55 Unsur dosen merupakan tenaga inti dalam pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan tinggi, di samping tenaga peneliti, tenaga administrasi, tenaga pustakawan yang menjadi penunjangnya ia merupakan 53
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), 74.
54
Munir, et.al., Rekonstruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam (Yogyakarta: Global Pustaka utama, 2005), 95. 55 Ibid, 95-96.
37
tenaga pelaksana pendidikan, yang tugas pokoknya mentransformasikan bahan pengajaran, yang digali dari kegiatan penelitian secara terus menerus, dalam kegiatan belajar mengajar.56 Persyaratan untuk menjadi tenaga pengajar Ma'had 'Aly adalah memiliki kemampuan membaca kitab Islam klasik dengan baik, memiliki pengalaman mengajar di pondok pesantren, memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap pondok pesantren dan kepemimpinan kyai.57 Secara khusus tenaga pengajar dalam Ma'had 'Aly dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian: a. Al-Muhâdhirûn, yaitu beberapa tenaga pengajar yang secara temporal memberikan kuliah umum dengan tema-tema sentral yang meliputi Masail Fiqhiyah, Usul Fiqh, Sosial Politik, Tasawuf dan Filsafat. b. Al-Mudarrisûn, yaitu beberapa tenaga pengajar yang secara rutin memberikan kuliah dengan jadwal dan mata kuliah yang telah ditentukan. c. Al-Musyrifûn, yaitu beberapa tenaga pengajar yang bertugas sebagai pendamping harian, dengan mengawasi dan membimbing santri secara intensif. Dalam proses rekruitmen tenaga edukatif (dosen), ada dua hal yang dilakukan, yaitu: a. Ada rekomendasi kelayakan dari dewan Masyâyikh.
56
Cik Hasan Basri, Agenda Pengembangan Pendidikan Tinggi Islam, cet 1 (Jakarta: Logos Wahana Ilmu, 1999),1. 57 Hielmy, Usulan Program Pembentukan Ma'had 'Aly, 5.
38
b. Ujian kelayakan secara tidak langsung melalui seminar atau diskusi.58 Secara umum tenaga pengajar Ma'had 'Aly yang selanjutnya disebut syekh, terdiri dari para ilmuwan yang sudah diakui keahliannya dalam mewarisi tradisi salaf al-shâlih, dan juga ilmuwan yang berlatar belakang akademis, baik di dalam dan luar negeri. 3. Kurikulum Ma'had 'Aly Kurikulum (manhaj/curriculum) adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.59 Kurikulum merupakan unsur lain yang tidak kalah penting, karena kurikulum pada dasarnya merupakan manifestasi tujuan dan nilai-nilai yang ingin dicapai oleh pesantren. Nilai-nilai, konsep-konsep dan cita-cita yang menjadi identitas para pelaku pendidikan pesantren dapat dilihat dari kurikulumnya, baik menyangkut isi, orientasi, jenis maupun organisasinya.60 Kurikulum terdiri dari kurikulum nasional sebagai standar nasional yang disusun oleh masing-masing penyelengaraan Ma'had 'Aly. Kurikulum pada satu Ma'had 'Aly mencerminkan program akademik dan program professional untuk mencapai standar kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan Ma'had
58 59
122.
60
Syukur, "Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama', 167-168. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006), Munir, et.al., Rekonstruksi dan Modernisasi, 95-96.
39
'Aly. Adapun silabinya disusun dan ditetapkan oleh masing-masing Ma'had 'Aly.61 Kurikulum Ma'had 'Aly bertolak dari beberapa prinsip :62 a. Prinsip kesinambungan ajaran, pemikiran dan tradisi keislaman dari masa ke masa b. Prinsip holistic dalam kajian keislaman baik secara material maupun metodologikal (ushul) c. Prinsip dinamis dalam merespon dan mengantisipasi perkembangan zaman d. Prinsip gradual dalam penyajian dan pengajarannya sesuai dengan jenjang dan target pendidikan e. Prinsip kepribadian sebagai muslim yang kaffah f. Berkarya dalam mengembangkan rahmatan lil 'âlamîn g. Mampu hidup bersama dalam masyarakat madani. Komponen kurikulum Ma'had 'Aly terdiri dari : 63 a. Komponen pengkajian tekstual yang merujuk pada al-Qur'an, al-Hadist dan al-Kutub al-Mu'tabarah b. Komponen pengembangan wawasan substansial yang meliputi disiplin keislaman dan disiplin umum yang relevan dengan merujuk pada berbagai madzab pemikiran dan aneka literatur, baik klasik maupun kontemporer. Disiplin keilmuan dimaksud melalui landasan atau dasar keilmuan yang 61
Bagian Proyek Peningkatan Ma'had 'Aly, Pedoman Penyelenggaraan Ma'had 'Aly, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI 2004, 11. 62 Bagian Proyek Peningkatan Ma'had 'Aly Naskah Kurikulum Ma'had 'Aly, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI 2004, 6. 63 Ibid., 6-7.
40
kuat (filsafat ilmu) agar mampu memberikan penjelasan ajaran agama secara ilmiah (rasional) dan memiliki pengetahuan agama yang mendasar sesuai dengan tantangan zaman c. Komponen ilmu alat yang meliputi bahasa, mantiq dan ilmu ushul. Desain kurikulum Ma'had 'Aly disusun dengan memadukan antara tradisi ilmiah pesantren dengan sistem perguruan tinggi umum. Secara umum, struktur kurikulum Ma'had 'Aly tersusun sebagai berikut; Mata Kuliah Dasar, Mata Kuliah Konsentrasi, Mata Kuliah Ketrampilan dan Penulisan Karya Ilmiah, Berdasarkan jenjang pendidikan Ma'had 'Aly, Kurikulum dapat didiskripsikan sebagai berikut: 64 a. Madrasah I'dadiyah Ma'had 'Aly Struktur Kurikulum Tabel 1 Komponen Mata Kuliah Dasar 1
Bahasa Arab Praktis (Lab Komputer)
2 sks
2
Bahas Inggris Praktis (Lab Komputer)
2 sks
3
Bahasa Indonesia (Teknologi Pendidikan Karya Ilmiah)
2 sks
4
Ilmu Nahwu
2 sks
5
Ilmu Sharaf
2 sks
6
Ilmu Balaghah
2 sks
7
Ilmu Mantiq
2 sks
8
Ilmu Kalam
2 sks
64
Syukur, Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama',161-164.
41
9
Ilmu Tasawwuf
2 sks Jumlah
18 sks
Tabel 1.1 Komponen Mata Kuliah Konsentrasi 1
Studi Naskah Ushul Fiqh 1
3 sks
2
Studi Naskah Ushul Fiqh 2
3 sks
3
Naskah Qawa'id al-Fiqh
3 sks
4
Studi Naskah Fiqh al-'Ibadah
3 sks
5
Studi Naskah al-Muamalah
3 sks
6
Studi Naskah al-Munakahah
3 sks
7
Studi Naskah al-Jinayah
3 sks
8
Studi Naskah Ushul al-Fiqh (Princiles of Islamic
3 sks
Jurisprudence) 9
Studi Naskah Fiqh (Theories of Islamic Law)
3 sks
10
Studi Naskah Pengantar Fiqh Kontemporer
3 sks
Jumlah
30 sks
Tabel 1.2 Komponen Mata Kuliah Pendukung 1
Ulumul Qur'an
2 sks
2
Ulumul Hadist
2 sks
3
Pengantar Tarikh Tasyri'
2 sks
4
Sirah Nabi
2 sks
42
5
Filsafat Islam
2 sks
6
Aliran Modern Pemikiran Islam
2 sks
7
Metodologi Penelitian
2 sks Jumlah
14 sks
Tabel 1.3 Komponen Mata Kuliah Ketrampilan 1
Seminar Proposal
0 sks
2
Studi Penyelesaian Masa'il Fiqhiyah
0 sks
3
Penulisan Skripsi
6 sks Jumlah
6 sks
Jumlah Total 68 sks
b. Ma'had 'Aly Marhalah Wustho Struktur Kurikulum Tabel 1.4 Komponen Mata Kuliah Dasar 1
Filsafat Ilmu
2 sks
2
Qawa'id al-Fiqh
2 sks
3
Studi al-Qur'an (Ayat-ayat Ahkam)
2 sks
4
Studi Hadist (Hadist-hadist Ahkam)
2 sks
6
Studi Sirah (Pejalanan) Nabi
2 sks
43
Tabel 1.5 Komponen Mata Kuliah Konsentrasi 1
2
Studi Naskah Klasik (Tahlil al-Turath)
3 sks
a. Kitab Jam' al-Jawami' (Ushul Figh)
3 sks
b. Kitab Bidayah al-Mujtahid (Fiqh Perb)
3 sks
c. Kitab Fath al-Wahhab (Fiqh Syafi'i)
3 sks
d. Kitab Ihya' Ulum al-Din (Tashawwuf)
3 sks
Studi
Tematik
Metodologi
Istinbath
(Thuruq
al-
3 sks
Istinbath)
3
a. Ushul Fiqh 1 (Kaedah Penafsiran Teks)
3 sks
b. Ushul Fiqh 2 (Studi Kritis Pemikiran)
3 sks
c. Ushul Fiqh 3 (Maqashid al-Syari'ah)
3 sks
Studi tematik Fiqh Kontenporer (Fiqh al-Mu'asharah)
3 sks
a. Fiqh al-Iqtishad al-Islamy al-Hadist
3 sks
b. Al-'Alaqat al-Dauliy
3 sks
c. Al-Fiqh al-Dustury
3 sks
Tabel 1.6 Komponen Mata Kuliah Pendukung 1
2
Metodologi Penelitian
2 sks
a. Kualitatif
2sks
b. Kuantitatif
2 sks
Kajian Islam Kontemporer (eklektif)
2 sks
a. Fiqh al-Ta'min
2 sks
44
3
b. Al-Fiqh al-Mashrafy
2 sks
c. Al-Iflas wa al-Azmah al-Iqtishadiyyah
2 sks
Seminar proposal Tesis
0 sks
Tabel 1.7 Komponen Mata kuliah Keterampilan 1
Analisi Sosial
0 sks
2
Teknik Advokasi
0 sks
3
Teknik Penulisan Karya Ilmiah
0 sks
4
Kerja Lapangan
4 sks
5
Penulisan Tesis
6 sks
Kurikulum Ma’had Aly disusun sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu mengkaji bidang studi Agama Islam dengan program kekhususan ilmu yang terbagi dalam 5 (lima) program bidang studi :65
65
a.
Program Pengajian pendalaman Tafsir
b.
Program Pengajian pendalaman Hadits
c.
Program Pengajian pendalaman Fiqih dan Ushul Fiqih
d.
Program Pengajian pendalaman Ilmu Alat
e.
Program Pengajian pendalaman Tasawuf
http://pesantren.tebuireng.net/index.php?pilih=hal&id=21, diakses 23 Maret 2009.
45
Aspek terpenting dalam kurikulum adalah aspek pelaksana. Hal ini mencakup struktur kelembagaan Ma'had 'Aly dari tahun ke tahun mengalami perubahan dan beberapa penyempurnaan. 4. Metode Belajar Metode pendidikan dan pengajaran adalah salah satu unsur sistem pendidikan pesantren yang cukup penting, karena metode mempunyai pengaruh langsung terhadap efektifitas proses belajar mengajar. Sebagian ahli pendidikan memandang bahwa "metode lebih penting dari pada materi."66 Dalam usaha pencapaian tujuan ideal tersebut, maka perkuliahan di Ma'had 'Aly terutama di Situbondo ditempuh dengan menggunakan tiga pendekatan: a. Pendekatan tekstual, yaitu memahami nushûsh secara lughawiyah, harfiyah dan tarkîbiyah. Hal ini ditempuh dengan dua cara, yaitu al-tadrîs (bimbingan/ tutorial seorang dosen) dan mudârasah (diskusi). b. Pendekatan kontekstual, yaitu memahami nushûsh secara cermat dan dititik beratkan pada maqâshid al-syar'iyyah-nya dengan telaah secara kritis (alnaqd). Kajian ini dilakukan dengan lintas madzhab dan disampaikan dalam beberapa kuliah umum, penyusunan karya tulis, studi naskah dan lain-lain. c. Pendekatan naqdiyah (kritis), yaitu melatih diri untuk mencoba melihat beberapa karya para imam mujtahid dengan muqâbalat al-kutub alqâdîmah wa al-mu'âshirah (komparasi kitab-kitab klasik dan referensi kontemporer).
66
Munir, et.al., Rekonstruksi dan Modernisasi, 96.
46
Metode merupakan suatu cara atau siasat menyampaikan mata kuliah agar mahasantri dapat mengetahui, memahami dan mempergunakanya dengan baik dan benar. Ada tiga metode yang digunakan oleh Ma'had 'Aly terutama di Situbondo, yaitu: a. Ceramah dan Dialog. Metode ini diberikan untuk memberikan penjelasan dan pengertian dari suatu masalah. Ceramah diperuntukan untuk materi yang bersifat tuntutan (taujihah), sedangkan dialog diperlukan untuk materi yang lebih menekankan pemahaman dan penyelesaian masalah. b. Diskusi (Musyawarah). Metode ini dipergunakan untuk memecahkan suatu masalah, merangsang dan menghidupkan kemampuan berfikir santri, serta menyalurkan pendapat. c. Penugasan proyek dan penulisan karya-karya ilmiah. Metode ini dipergunakan nuntuk memberi tugas yang harus dipertanggungjawabkan. Metode ini dalam pelaksanaanya dapat berupa tugas individu maupun kelompok.67 Adapun metode pengajian yang digunakan dalam menyelenggarakan Ma'had 'Aly adalah metode: a. Sorogan68 b. Bandongan ( wekton) 67
165.
68
Fatah Syukur, Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama',164-
Menurut Mastuhu, Sorogan adalah belajar secara individual dimana seseorang santri berhadapan dengan guru, dan terjadi interaksi saling mengenal antara keduanya. Sedangkan menurut Zamakhsyari Dlofier, Metode sorogan biasanya digunakan untuk mengkaji kitab kuning yang mana kitab kuning tersebut merupakan sesuatu yang sangat esensial sekali dalam dunia pesantren karena metode tersebut digunakan sebagai salah satu jalan untuk memahami suatu kitab. Basuki, "Pesantren dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill)", Cendekia Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan 5, Edisi Juli-Desember 2007.
47
c. Muhawarah (Muhadatsah) d. Halaqah (Mudzakarah) yang terdiri atas: Antar Kyai, Antar Mahasantri e. Seminar dengan makalah yang bersifat tematis.69 Metode dalam sebuah pembelajaran itu sangat penting, karena dapat mempengaruhi kesuksesan mahasantri dalam menuntut ilmunya, apalagi pada saat ini zaman sudah menuntut kita untuk lebih maju dan bijak dalam menanggapi masalah masyarakat perlu adanya renovasi metode. 5. Sarana Prasarana Sarana prasarana juga merupakan unsur penting dalam sistem pendidikan pesantren, karena unsur ini ikut berpengaruh terhadap kelancaran proses pendidikan yang diselenggarakan. Lebih dari itu sarana dan prasarana yang memiliki sebuah institusi pendidikan, untuk saat ini justru merupakan faktor penting, apakah lembaga tersebut diminati atau tidak oleh masyarakat. Dengan kata lain bahwa fasilitas yang dimiliki oleh pesantren juga sangat menentukan daya tarik tersendiri, apakah pesantren akan diminati atau tidak oleh masyarakat.70 Adapun sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan Ma’had ‘Aly meliputi: a. Ruang Kuliah, Untuk menunjang kelancaran perkuliahan b. Ruang Kantor / administrasi c. Ruang mudir / pimpinan d. Ruang Tata Usaha dan administrasi 69 70
Hielmy, Usulan Program Pembentukan Ma'had 'Aly, 4. Munir, et.al., Rekonstruksi dan Modernisasi, 97.
48
e. Ruang dosen f. Ruang aula / pertemuan g. Perpustakaan Perpustakaan merupakan sumber dan jantung ilmu pengetahuan bagi Ma’had Aly. Berbagai aktifitas kajian fiqih dilakukan. Ruang dan koleksi judul pustaka yang disediakan belum memiliki standar kebutuhan. Koleksi kitab dan buku yang terdiri dari tiga bahasa: Arab, Inggris, dan Indonesia. h. Laboratorium Laboratorium adalah sarana pendudukung kegiatan perkuliahan yang dimaksudkan untuk praktikum sebagai upaya penguatan pemahaman pengetahuan ataupun ketrampilan. Saat ini Ma’had Aly memiliki dua laboratorium, yaitu: Laboratorium Bahasa, Laboratorium Komputer.71 Dengan kelengkapan sarana dan prasarana maka sebuah lembaga pendidikan akan mudah dalam menjalankan programnya. Karena sebuah pendidikan yang unggul adalah fasilitas tinggi serta kemampuan dalam mengolahnya pun terbaik. B. Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan 1. Pendidikan Agama Pendidikan merupakan bimbingan atau arahan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju
71
http://pesantren.tebuireng.net/index.php?pilih=hal&id=21, diakses 23 Maret 2009.
49
terbentuknya kepribadian yang utama.72 Tujuan pendidikan dalam pandangan al-Qur'an adalah untuk mengembangkan kemampuan inti manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya.73 Pendidikan pada dasarnya adalah proses rekayasa atau rancang bangun kepribadian manusia. Menurut pandangan Islam manusia sebagai titik sentral dalam proses pendidikan, memposisikan manusia sebagai 'abd Allah dan Khalifah Allah fî al-'Ardh.74 Konsepsi manusia sebagai 'abd Allah, lebih banyak mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Tugas ini berwujud dengan ritual (ibadah). Sebagaimana dalam ayat al-Qur'an surat Adz Dzariyat 56 yang berbunyi: ∩∈∉∪ Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 āωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ Artinnya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." Karena fungsi manusia sebagai hamba Allah dirasa belum cukup, maka manusia masih dituntut untuk melakukan fungsi khalifah Allah yang di dalamnya sebetulnya harus tercermin sebagai refleksi dari fungsi sebagai
72
Basuki, Pesantren dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills), Cendekia 2, Desember 2007, 293. 73 Muhaimim, dkk.,"Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman," Buletin Bina Pesantren, Edisi Mei 1999, 3. 74 Soepomo, "Pendidikan Agama dan Pengembangan Etika Sosial: Sebuah Upaya Untuk Efektifitas Pendidikan Budi Pekerti," Cedikia Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan 4, (Desember 2006), 80.
50
hamba Allah. Sebagaimana dalam firman Allah yang terdapat dalam surat AlBaqarah ayat 31 yang berbunyi : öΝçFΖä. βÎ) ÏIωàσ‾≈yδ Ï!$yϑó™r'Î/ ’ÎΤθä↔Î6/Ρr& tΑ$s)sù Ïπs3Í×‾≈n=yϑø9$# ’n?tã öΝåκyÎz÷tä §ΝèO $yγ‾=ä. u!$oÿôœF{$# tΠyŠ#u zΝ‾=tæuρ ∩⊂⊇∪ tÏ%ω≈|¹ Artinya : "Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" Dalam Peraturan Pemerintah pasal 1, yang dimaksud dengan pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,
yang
dilaksanakan
sekurang-kurangnya
melalui
mata
pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Sasarannya adalah pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.75 Membicarakan tentang pendidikan agama memang telah cukup lama mendapat perhatian dari para tokoh dan telah melahirkan banyak pemikiran dan kebijakan yang diambil dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan agama. Wujud dari upaya tersebut nampak pada munculnya berbagai pemikiran dan kebijakkan tentang
75
M. Saerozi, Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), 29.
51
pembinaan terpadu pendidikan agama di sekolah umum, madrasah, pondok pesantren dan lain sebagainya. Namun saat sekarang ini terjadi penilaian kritis terhadap pelaksanaan pendidikan agama (khususnya di sekolah): 1. Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang perlu dipraktekkan). 2. Pendidikan agama lebih ditekankan pada hubungan formalitas antara hamba dan Tuhan. 3. Penalaran dan argumentasi berfikir untuk masalah keagamaan kurang mendapatkan perhatian. 4. Penghayatan nilai-nilai agama kurang mendapatkan penekanan. 5. Menatap lingkungan untuk kemudian memasukkan nilai-nilai Islam sangat kurang mendapatkan perhatian. Ada tiga hal penting yang dikembangkan melalui pendidikan agama yang pada prinsipnya hampir sama dengan pola umum pendidikan sebagai pengembangan potensi yang terpendam dalam diri anak didik, yaitu nilai (value), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). Di samping itu dalam pelaksanaan pembalajaran juga dikenal teori Taxonomi Bloom, yaitu tiga ranah proses pembalajaran, yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), dan ranah psikomotorik (psycomotoric domain).76 Pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, sedangkan pendidikan non Islam, orientasinya
76
Soepomo, "Pendidikan Agama dan Pengembangan Etika Sosial, 81-82.
52
duniawi semata. Islam sebagai agama yang universal berisi ajaran-ajaran yang dapat membimbing manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 2. Pendidikan Keagamaan Secara kelembagaan, kehadiran lembaga pendidikan keagamaan dilingkungan masyarakat minoritas dilatarbelakangi oleh keinginan kuat dan semangat yang tinggi para tokoh masyarakat yang dipicu oleh kekhawatiran akan melunturnya akidah di kalangan anak-anak, pelajar dan generasi muda pada umumnya yang semakin hari semakin memperhatinkan. Lembaga pendidikan keagamaan di lingkungan masyarakat minoritas muncul karena kepedulian masyarakat terhadap masa depan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan keagamaan dilingkungan masyarakat minoritas merupakan lembaga-lembaga kecil yang pada awalnya berupa pengajian, mulai pengajian di rumah, mushalla, masjid, kemudian dilembagakan.77 Pendidikan keagamaan baik yang diselenggarakan oleh Madrasah Diniyah maupun pesantren adalah atas prakarsa masyarakat muslim dalam rangka memajukan generasi penerus umat Islam. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang secara agama kuat dilihat dari latar belakang pendidikan dan organisasi keagamaan masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan pondok pesantren, PTAI, PGA, Aliyah, memiliki keprihatinan yang tinggi terhadap kondisi pendidikan agama generasi penerus,
77
Wahid Khozin, "Pendidikan Keagamaan dan Masyarakat Minoritas," Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan ( t.t., t.p., t.t.), 76.
53
sehingga mereka rela mengabdikan ilmu dan tenaganya dilembaga pendidikan keagamaan. Bentuk pelayanan pendidikan keagamaan dibagi dalam tiga bentuk TKA/TPA, Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren. Jenis pelayananan pendidikan keagamaan yang diberikan berkisar pada baca tulis al-Qur'an, belajar shalat, do'a sehari-hari, Fiqih, Aqidah-akhlak, Tarikh Ialam, Bahasa Arab.78 Dalam peraturan pemerintah pasal 1, yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.79 Jadi, pendidikan keagamaan adalah lembaga yang mempersiapkan peserta didik untuk bisa menjalankan peranannya sebagai khalifah di bumi, yang mampu mengarahkan mereka ke dalam penguasaan ilmu agama dan mengamalkannya.
78
Ibid. Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. 79
54
BAB III EKSISTENSI SISTEM PENDIDIKAN MA'HAD 'ALY DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2007
A. Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Eksistensi dalam kamus ilmiah popular, berarti keberadaan; wujud (yang tampak); adanya; sesuatu yang membedakan antara suatu benda dengan benda lain.80 Secara historis eksistensi Ma’had ‘Aly di Indonesia pada awalnya muncul dari beberapa pesantren terutama di Jawa. Sebagai upaya pengembangan dari program tahashshush Ma’had ‘Aly, merupakan jenjang pendidikan tingkat tinggi dalam tradisi pendidikan pondok pesantren. Khususnya yang mempertahankan sistem klasik dengan orientasi pengkaderan ulama. Melalui jenjang tahashshush inilah dibina para kader ulama (biasa disebut kyai) yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan bidang spesialisasi keilmuan yang diprogramkan. Secara umum, meskipun institusi tahashshush ini bersifat non formal dan tidak pernah pengelolanya berurusan dengan pemerintah untuk mendapat pengakuan dan penyetaraan secara formal, namun dari segi efektifitas dapat dikatakan berhasil dan kualitas kelulusannya dapat diunggulkan.81 Bisa ditebak dengan mudah, siapa yang lebih mendalam penguasaan ilmuilmu fiqih beserta segenap ilmu-ilmu alatnya (bahasa Arab, ilmu tafsir, musthalah
80 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 133. 81 http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id =365&Itemid=167
55
al-hadîst, dan sebagainya) antara seorang alumni tahashshush fiqih dari sebuah pondok pesantren misalnya, dengan seorang lulusan S1 dari fakultas syari’ah suatu perguruan tinggi agama Islam yang formal di negeri ini, baik negeri maupun swasta. Padahal, rumusan misi dan tujuan kedua lembaga di atas bisa dipastikan sama atau paling tidak hampir sama atau mirip-mirip. Persoalan penerjemahan orientasi pendidikan dalam tataran operasionalnya, yang bila lebih dijabarkan akan
tercakup
dengan
sendirinya
persoalan
kurikulum,
metodologi,
pendidik/pengajar, anak didik/anak ajar, lingkungan dan sebagainya. Memperhatikan efektifitas program tahashshush atau Ma’had ‘Aly di satu sisi dalam upaya mencapai misi pendidikan. Menyadari fenomena disorientasi yang terjadi secara umum pada perguruan tinggi agama Islam. Pada sisi yang lain, kurang lebih satu dekade terakhir DEPAG RI melalui Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Ditpekepontren) secara serius memelopori upaya pengembangan Ma’had ‘Aly yang ada di pesantren. Dan menjadikannya sebagai suatu institusi formal dan menyetarakannya dengan Perguruan Tinggi Islam yang ada, akan tetapi pola pendidikan dan tradisi kesarjanaan kepesantrenan tetap dipertahankan. Orientasinya jelas menghasilkan para ulama yang selain memiliki potensi karismatik dan kepemimpinan tentu berbekal penguasaan ilmu-ilmu Islam yang memadai dan secara khusus memiliki satu bidang spesialisasi yang menjadi area kompetensi keilmuannya.82 Ma’had Aly yang diselenggarakan di berbagai pondok pesantren di Indonesia adalah wujud kongkrit dari sebuah komitmen untuk
82
Ibid.
56
mengembangkan jenis pendidikan tinggi yang secara khusus mendalami khazanah keilmuan klasik dan sekaligus dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan kontemporer. Sejauh ini, pembiayaannya ditanggung oleh pondok pesantren yang bersangkutan. Dan hampir tidak ada yang menerima bantuan dari pemerintah. Ini memang bukan barang aneh bagi pondok pesantren, karena lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini sejak dahulu kala sudah terkenal dengan kemandiriannya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tentu saja Ma’had Aly membutuhkan perhatian ekstra tidak hanya dari pengelola yang bersangkutan, tetapi juga dari masyarakat dan khususnya dari pemerintah. Sebab, dari lembaga inilah diharapkan lahir ulama yang mampu menjembatani kesenjangan antara keilmuan klasik dan keilmuan modern. Dengan berbagai alasan yang telah disebutkan, pemerintah akhirnya merespon masalah yang ada pada masyarakat saat ini. Terutama masalah pondok pesantren
yang
sangat
membutuhkan
perhatian
pemerintah
dalam
hal
mengembangkan pendidikan yang berbasis pesantren. Sebagai tiangnya negara yang saat ini sumber daya manusianya sangat memprihatinkan karena banyaknya dunia Barat yang masuk dalam budaya Indonesia. Pondok Pesantren dalam arti sudah mampu melaksanakan pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi, maka pemerintah mengeluarkan peraturan dalam Peraturan Pemerintah berbunyi :
Nomor 55 Tahun 2007 pasal 20 ayat 1 yang
57
Pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan profesi berbentuk universitas, institut, atau sekolah tinggi. Adapun penjelasan dari pasal 20 ayat 1 sebagai berikut : Pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi antara lain Ma’had ‘Aly.83
Melihat dari isi peraturan pemerintah tersebut jelas bahwa pemerintah telah memberikan wewenang kepada pesantren untuk melaksanakan pendidikan Ma'had 'Aly sebagai jenjang pendidikan tinggi. Dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa mendirikan Ma'had 'Aly atau paling tidak terakreditasi B+ atau A, yang menjadi standaritas pemerintah dalam memberikan izin kepada pesantren untuk bisa mendirikan Ma'had 'Aly tersebut. Pengawasan dan akreditasi dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh Dirjen yang terdiri dari unsur Departemen Agama dan Dewan Ma'had 'Aly. Hal ini dilaksanakan untuk pengendalian mutu program akademik dan non akademik yang dilakukan oleh Ma'had 'Aly, agar dapat menghasilkan lulusan sebagaimana diharapkan dalam profil lulusan. Tim pengawas mutu bertugas, menetapkan komponen
dan
tatacara
pengawasan
mutu,
Melaksanakan
pengawasan,
Memberikan penilaian dan rekomendasi status Ma'had 'Aly.
B. Sistem Pendidikan Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007
83
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Thun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
58
Sistem pendidikan Ma'had 'Aly yang meliputi peserta didik, pendidik, kurikulum, metode belajar, sarana dan prasarana. Peserta didik yang terdiri dari mahasantri yang telah lulus dari jenjang pendidikan pesantren. Adapun para dosen yang mengajar Ma'had 'Aly adalah dosen yang harus memenuhi kriteria dosen yang dibutuhkan Ma'had 'Aly, semisal harus lancar dalam membaca kitab kuning dan lain sebagainya, mengingat visi dan misi Ma'had 'Aly adalah mencetak ulama yang tangguh dalam ilmu agama terutama fiqih, yang berwawasan kekinian. Dapat kita dari tabel 2.1 Visi Ma'had 'Aly dari beberapa Pesantren di bawah ini : 84 Tebel 2.1 Visi Ma'had 'Aly sebagai The Desire Future State No
Ma'had A'ly
1
2
Visi
Salafiyah Syafi'iyah,
Melahirkan calon ulama'/fuqaha yang
Situbondo
sekarang semakin langka
Nurul Jadid, Paiton
Mempersiapkan calon ulama', Muballig yang menguasai metode dakwah dan karakter
masyarakat
(Community
Development) 3
Sidogiri
Sebagai Qismu tahashshush dini untuk mempersiapkan calon-calon ulama' fiqih atau fuqaha melalui Bahts al-Masâil.
84
Fuaduddin T.M, Pendidikan Ma'had 'Aly antara Membangun Tradisi dan Keilmuan Pesantren dan Pengembangan dan Muadalah (t.t.:t.p.,t.t.), 4-5.
59
4
Krapyak, Yogyakarta
Mempersiapkan penguasaan
ulama'
ilmu
syariah
dengan atau
fiqih
ditunjang dengan Tahfidz al-Qur'an 5
Wahid Hasyim
Menghasilkan ahli tafsir dan hukum Islam atau Fiqih
6
Futuhiyyah, Mranggen
Menghasilkan calon ulama' Fiqih atau Fuqaha
7
Al-Itqon, Semarang
Ilmu-ilmu
keislaman/Ulama'
belum
menentukan spesifikasinya kerena masih tahap penyiapan. 8
Miftahul Huda,
Menciptakan ulama' warâstah al-anbiyâ'
Tasikmalaya
yang berperan sebagai mu'allim, mujaddid, murabby dan mujâhid
9
10
Al-Hikamus Salafiyah.
Pusat studi dan kaderisasi ulama' seperti
Babakan Ciwaringgin
turunan Salafiyah Syafi'iyah, Situbondo
Raudhatul Ulum,
Menghasilkan ulama' dan ustadz yang
Pendeglan
menguasai
kitab-kitab
kuning
tingkat
tinggi, di samping tarekat dan ilmu hikmah 11
Nurul Mursyidah
Mempersiapkan
lulusan
yang
dapat
membaca kitab kuning tapi juga dapat melanjutkan ke PTAI
60
Kondisi dan perkembangan di 11 Pesantren yang ada menunjukkan sebagai hasil dari perkembangan apa yang sudah dicapai yang berupaya untuk ditingkatkan dan dikembangkan sesuai dengan visi yang diperjuangkan. Kesenjangan tersebut yang menjadi kajian Needs Assesment terlihat seperti dalam tebel 2.2 :85 Tabel 2.2 Perkembangan yang ada dan visi dan misi Ma'had 'Aly No
Kondisi Sekarang
Hasil yang diharapkan
Semakin berkurang santri yang Menjadikan kitab kuning sebagai 1
tujuan utamanya belajar kitab basis pengembangan tafaqquh fî alkuning (tafaqquh fî al-dîn)
dîn (secara intelektual dan kultural)
Banyak santri yang menguasai Tafaqquh kitab 2
kuning,
tetapi
al-dîn
dengan
tidak penghargaan atau mu'âdalah sesuai
penghargaan dengan kompetensinya (S1 atau S2)
memperoleh (mu'âdalah)
fî
karena
dianggap
sebagai pendidikan non formal Pemahaman kitab kuning sering Kajian teks Klasik menggunakan 3
dipahami sebagai doktrin dan ilmu pendekatan tekstual, kontekstual dan usul fiqih belum dimanfaatkan naqdiyah. dalam pemahaman realita Semakin langkanya ulama' yang Terpenuhinya
atau
semakin
mewarisi tradisi keilmuan salaf banyaknya ulama' yang menguasai
85
Ibid, 5-6
61
4
(lizamanihi). Sebaiknya banyak ilmu agama tafaqquh fî al-dîn tetapi cendekiawan
muslim
kurang juga menguasai ilmu bantu yang lain
menguasai khazanah intelektual yang diperlukan. klasik Pesantren lebih benyak berfungsi Pesantren sebagai 5
pusat
kajian
dengan tafaqquh fî al-dîn dan mendidik
boarding
lingkungan
sebagai
Tetapi calon ulama'. Disamping mereka
salafiyah.
tradisi keilmuannya tidak lagi yang belajar madrasah atau sekolah umu di pesantren.
tafaqquh fî al-dîn Hilangnya
6
intelektual Menemukan
tradisi
pesantren
yang
berbasis
kuning
(al-turats),
kitab membangunnya
kembali
atau
kembali
tradisi
bergeser intelektual berbasis kitab kuning,
kepada tradisi intelektual barat dengan ditunjang ilmu-ilmu lain. (sekuler) Pesantren
umumnya
mengembangkan 7
modern
sudah Pesantren Ma'had 'Aly yang awalnya
menejemen pendidikan non formal seyogyanya
khususnya
yang dikelola secara profesional
mengelola pendidikan formal. Pemahaman kitab dan sumber Mengembangkan basis epistimologi ilmu agama secara baku terstruktur dengan melakukan revitalisasi fiqih 8
dan
cenderung
Sementara
Fiqih,
doktriner. dan usul fiqih, diversifikasi teks dan Usul
Fiqih, perluasan takwil.
Tafsir dan sebagainya. Belum
62
sepenuhnya dikembangkan untuk memahami realita. Pesantren sudah membuka diri Membuka
diri
dengan
alumni
menerima tamatan luar pesantren perguruan tinggi agama dan umum 9
PTAI atau PTU, namun masih dalam belum
sepenuhnya
dan
luar
negeri.
al-
dapat Muhadzirûn, al-Mudarrisûn dan al-
mengembangkan basis akademik Musyrifûn tafaqquh fî al-dîn.
10
Dikhotomi
antara
pendidikan
pesantren
sistem Disinergikan dan saling menunjang dengan seperti
pendidikan tinggi agama Islam
yang
dilakukan
oleh
sejumlah Ma'had 'Aly
Kurikulum pesantren selama ini Dirumuskan berdasarkan visi, misi 11
didasarkan pada level kitab dan dan kompetensi kelulusan pesantren diserahkan
sepenuhnya
pada atau Ma'had 'Aly
santri. Makna tujuan keberadaan Ma'had 'Aly ini semata-mata mencari keridhaan Allah dalam bidang pendidikan, sedang sebagai harapan, semoga melalui Ma'had 'aly ini dianugerahkan santri atau pribadi yang manfaat fî al-dîn, memahami hukum syara' hingga trampil memecahkan permasalahan kemanusiaan dalam berbagai bidang kehidupan. Adapun tujuan Ma'had 'Aly secara spesifik adalah : a. Menyampaikan
risalah Islamiyah dalam wujud pendidikan dan
pengajaran tingkat tinggi
63
b. Menanamkan ta'ammuq fî al-dîn bagi para peserta didik sesuai tradisi keilmuan Salafu al-Shâlih c. Mengikhtiarkan kajian-kajian Islamiyyah yang representatif d. Mengikhtiarkan kader ulama' ahli fiqih, "fuqaha fî al-dîn ", yang siap memecahkan masalah hukum berlandaskan kitab Allah dan sunnah Rasulullah. Dalam Pendidikan Tinggi Ma'had 'Aly, untuk kriteria dosen atau pengajar dalam pendidikan Ma'had 'Aly harus benar-benar diperhatikan, agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Secara garis besarnya kurikulum Ma'had 'Aly lebih banyak diarahkan pada keahlian bidang fiqih baik yang ada di matakuliah pokok maupun pendukung ditambah dengan matakuliah pelengkap. Sebaran dan bobot mata kuliah mencerminkan visi dan misi Ma'had 'Aly untuk membangun kembali tradisi tafaqquh fî al-dîn, untuk menghasilkan calon ulama'. Dalam penyusunan kurikulum melibatkan para ulama' (kyai), dewan Masyâyikh, serta para cendekiawan muslim bahkan sampai kepada persetujuan ulama' luar negeri. Sejauh mana keberhasilan penerapannya masih memerlukan waktu, karena membangun tradisi akademik memerlukan proses panjang bukan terkait dengan sistem diluar pesantren, terlebih lagi dengan budaya masyarakat pesantren sendiri.86
86
Ibid,7-8
64
Kerangka kurikulum yang menjadi standaritas pondok pesantren untuk melaksanakan Ma'had 'Aly sebagaimana pemerintah mengaturnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 pasal 20 ayat 2 yang berbunyi : Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan untuk setiap program studi pada perguruan tinggi keagamaan Islam selain menekankan pembelajaran ilmu agama, wajib memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia.87 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, dan “Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab, serta berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”88 Arti sebuah pendidikan dan tujuan pendidikan sebagaimana tersusun dalam UU No. 20 th 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Ma'had 'Aly dengan visi dan misi, tujuan dan susunan kurikulumnya mampu membentuk potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab, serta berfungsi 87
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan 88 UU No. 20 th 2003, Sistem Pendidikan Nasional
65
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan dasar kurikulum pendidikan menurut, al-Ghazali bahwa mendekatkan diri kepada Allah merupakan tolok ukur kesempurnaan manusia, dan untuk ke sana ada jembatan yang disebut ilmu pengetahuan. Jika ilmunya banyak dan sempurna, ia akan semakin dekat kepada Allah dan semakin menyerupai malaikat.89 Kurikulum Ma'had 'Aly yang disusun sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu mengkaji bidang studi agama Islam dengan program kekhususan ilmu yang terbagi dalam lima kelompok studi, yaitu: a.
Pengajian pendalaman Tafsir
b.
Pengajian pendalaman Hadits
c.
Pengajian pendalaman Fiqih dan Usul Fiqih
d.
Pengajian pendalaman Ilmu Alat
e.
Pengajian Ahlaq dan Tasawwuf
Dari kajian ilmu-ilmu agama tersebut dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Misalnya kurikulum Ma’had ‘Aly
dengan program studi
kekhususan kajian Fiqih dan Usul Fiqih. Adapun kurikulum yang dimaksud adalah sebagai berikut:90 Tabel 2.3 Kurikulum Ma'had 'Aly
89 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan (Yogyakarta: Putaka Pelajar, 1998), 89-90. 90 Kami ambil dari contoh kurikulum Ma'had 'Aly Al-Tarmasi, Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan.
66
No
Kelompok
Kode mata kuliah
Sks
mata kuliah
Jumlah
Prosentase
sks
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
2
Kompetensi
Civic Education
2
Dasar
Ilmu Alat 1
2
Ilmu Alat 2
2
Ilmu Alat 3
2
Bahasa Inggris 1
2
Bahasa Inggris 2
2
Bahasa Inggris 3
2
Mantiq
2
Filsafat Ilmu
2
Ulumul Qur’an
2
Ulumul Hadits
2
Mata Kuliah Tafsir Ahkam 1
2
Kompetensi
Tafsir Ahkam 2
2
Penunjang
Hadits Ahkam 1
2
Hadits Ahkam 2
2
Ilmu Kalam
2
Akhlak Tasawuf
2
Tarikh Tasyri’
3
Ilmu Hukum
3
26 SKS
16,77 %
36 SKS
23,22 %
67
Al-Qur’an fi al-Islam
3
Thabaqat al-fuqaha
3
Sosiologi Umum
2
Istilah Fiqhiyah
2
Hukum Perdata Islam 2 di Indonesia (KHI) Yurisprudensi PA
2
Metodologi penelitan
2
Tarikh Madzahibfi al- 2 fiqh JUMLAH SKS
No
Kelompok
Kode mata kuliah
62 SKS
Sks
mata kuliah
Jumlah sks
Mata kuliah A. Studi Materi Fiqih Kompetensi
Fiqih Ibadah
3
Keahlian
Fiqih Muamalah
3
Fiqih Munakahat
3
Fiqih Jinayah
3
Fiqih Mawarits
3
Fiqih Muqaran
3
Kapita Selekta Ijma’
2
32 SKS
Prosentase
68
Masail Fiqhiyah 1
3
Masail Fiqhiyah 2
3
Ilmu Falak
3
Ilmu Falak 2
3
Mata kuliah B. Studi Metode Istinbath Kompetensi
Ushul Fiqih 1
3
Keahlian
Ushul Fiqih 2
3
Ushul Fiqih 3
3
Qawaid Fiqhiyah 1
3
Qawaid Fiqhiyah 2
3
Hikmah
21 SKS
al-tasyrî’ 3
(Fisafat Hukum Islam) Metode
Penelitian 3
Hukum Islam C. Studi Naskah Turats Al-Risalah (Ushul al-
3
fiqh) 1 Al-Risalah (Ushul al-
3
fiqh) 2 Ghayat al-Wushul
3
(Ushul al-fiqh) 1 Ghayat al-Wushul
3
30 SKS
60 %
69
(Ushul al-fiqh) 2 Jami’ al-Jawâmi’
3
(ushul al-fiqh pebandingan) 1 Jam’ al-Jawâmi’
3
(ushul al-fiqh pebandingan) 2 Mata kuliah Mauhibah 1
3
Kompetensi
Mauhibah 2
3
Keahlian
Bidayat al-Mujtahid 1
3
Bidayat al-Mujtahid 2
3
21 SKS
D. Mata Kuliah Kajian Mandiri Khidmah Masyarakat 4
10 SKS
(KPM) Skripsi
6
Mata Kuliah pilihan Mata Kuliah PKTI Pilihan
(Penulisan 0
Karya Tulis Ilmiah) Komputer
0
Metode Dakwah
0
CO (Community
0
Organizer) JUMLAH SKS
93 SKS
70
Kurikulum Perguruan Tinggi Ma’had ‘Aly sebagaimana contoh di atas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 pasal 20 ayat 3 sebagai berikut : Mata kuliah dalam kurikulum program studi memiliki beban belajar yang dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Merespon hal tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa Ma’had ‘Aly sudah memenuhi kriteria yang sebagaimana diatur oleh pemerintah. Bahwa dalam program studinya sudah dinyatakan dalam satuan kredit semester.
C. Eksistensi Sistem Pendidikan Ma'had 'Aly dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Sebelum membahas keberadaan sistem pendidikan Ma’had ‘Aly lebih jauh. Sedikit kita lihat bagaimana organisasi Ma’had ‘Aly. Kerorganisasian Ma’had ‘Aly diselenggarakan oleh pondok pesantren yang bersangkutan, yang dipimpin oleh seorang pemimpin Ma’had ‘Aly yang disebut dengan Mudir, dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seorang Mudir dibantu oleh Naib Mudir yang jumlahnya disesuaikan kebutuhan. Mudir dan Naib Mudir ditetapkan oleh ketua yayasan Ma’had ‘Aly berdasarkan usulan majelis Ma’had ‘Aly. Majelis Ma’had ‘Aly adalah majelis yang dibentuk oleh institusi Ma’had ‘Aly yang terdiri dari Mudir, Naib Mudir dan pewakilan ustadz yang ditetapkan oleh penyelenggara Ma’had ‘Aly. Dewan Ma’had ‘Aly adalah Dewan Nasional yang berkedudukan dipusat yang anggotanya para Mudir, Naib Mudir Ma’had
71
‘Aly dan tokoh-tokoh dan cendikiawan Islam yang ditetapkan oleh Dirjen kelembagaan agama Islam atas nama Menteri Agama. Ketua dewan Ma’had ‘Aly dipilih oleh anggota dewan Ma’had ‘Aly berdasarkan musyawarah dan ditetapkan Menteri Agama. Dewan Ma’had ‘Aly berfungsi dan bertugas: 1. Memberikan pertimbangan kepada Menteri Agama tentang kelayakan pendirian dan penyelengggarakan Ma’had ‘Aly 2. Merumuskan standar nasional Ma’had ‘Aly 3. Merumuskan norma dasar dan tolak ukur penyelenggaraan Ma’had ‘Aly 4. Merumuskan Kriteria Tenaga pengajar 5. Memberikan
pertimbangan
kepada
pentyelenggaraan
kepada
penyelenggaraan Ma’had ‘Aly tentang kriteria calon Mudir. Tenaga pengajar Ma’had ‘Aly disebut Dosen atau ustadz yang diangkat oleh Mudir setelah mendapat persetujuan dari majelis Ma’had ‘Aly. Dosen atau ustadz Ma'had ‘Aly terdiri dari dosen atau ustadz tetap dan tidak tetap serta professor tamu (visiting professor atau al-ustadz al-zâiriy). Peserta didik dalam
Ma’had ‘Aly disebut dengan Mahasantri. Untuk
menjadi peserta didik Ma’had ‘Aly (Mahasantri) seseorang tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, lulus rekruitmen yang dilaksanakan Ma’had ‘Aly yang bersangkutan, warga Negara asing dapat menjadi Mahasantri setelah memenuhi persyaratan tambahan tertentu. Seorang Mahasantri dalam pendidikannya berhak dalam beberapa hal di antaranya :
72
a. Menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab untuk menuntut ilmu sesuai dengan norma dalam lingkungan Ma’had ‘Aly b. Memperoleh layanan akademik, administrasi dan informasi. c. Memanfaartkan fasilitas Ma’had ‘Aly dalam rangka meningkatkan mutu akademik d. Mendapat bimbingan dari dosen atau ustadz yang berkaitan dengan bidang studinya e. Mempunyai hak untuk pindah ke Ma'had ‘Aly atau perguruan tinggi lainnya bilamana memenuhi persyaratan f. Berhak menyandang gelar akademik setelah mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh perguruan tinggi pendamping. Adapun kewajiban sebagai Mahasantri sebagai peserta didik adalah sebagai berikut: a. Mematuhi semua peraturan yang berlaku pada Ma’had ‘Aly maupun pesantren penyelenggaranya. b. Ikut memelihara sarana dan prasarana c. Ikut serta dalam menanggung biaya penyelenggaraan Ma’had ‘Aly d. Menjaga nama baik dan kode etik Ma’had ‘Aly (Almamater) Alumni Ma’had ‘Aly adalah seseorang yang telah menyelesaikan seluruh program studi Ma’had ‘Aly melalui proses akademik dan diberikan ijazah atau syahadah. Unit Pelaksana Akademik (UPA) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Ma’had ‘Aly ditetapkan oleh Mudir setelah mendapatkan persetujuan Majelis Ma’had ‘Aly.
73
Kualifikasi calon Mahasantri harus memiliki kemampuan analisis ilmu– ilmu keislaman dengan indikator, mampu membaca menulis menerjemah dan memahami kitab Fathul Qarib dan atau yang sederajat dengan Ma’had ‘Aly Strata Satu (S.1) , dan Fathul Mu’in atau sederajat untuk Ma'had 'Aly Strara Dua (S.2). Bahasa pengantar di Ma’had ‘Aly adalah bahasa Indonesia, bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Penilaian hasil studi terhadap kemajuan dan kemampuan Mahasantri dilakukan secara berkala yang berbentuk ujian tengah semester, ujian akhir semester, pelaksanaan tugas dan pengamatan oleh dosen atau ustadz. Ujian akhir kelulusan Ma’had ‘Aly dilakukan oleh Ma’had ‘Aly dengan melibatkan dosen atau ustadz, tamu atau visiting professor sebagai tim penguji. Indeks prestasi kelulusan ditetapkan sebagai berikut: a.
Predikat Mumtaz/Cumlaude merupakan prestasi kelulusan tertinggi (istimewa) dengan nilai antara 3.50 hingga 4.00
b.
Predikat Jayyid Jiddan/Very Good merupakan prestasi kelulusan amat baik dengan nilai antara 3.00 hingga 3.49
c.
Predikat Jayyid/Good merupakan prestasi kelulusan baik dengan nilai antara 2.50 hingga 2.99
d.
Predikat Maqbul/ Fair merupakan prestasi kelulusan sedang dengan nilai antara 2.00 hingga 2.49
e.
Predikat Rasib/Fall merupakan tidak lulus antara nilai 0.00 hingga 1.99
Gelar akademik Ma’had ‘Aly bagi lulusan Ma’had ‘Aly diatur oleh dewan Ma’had ‘Aly yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
74
Pembiayaan dan otonomi Pengelolaan Ma’had ‘Aly diperoleh dari sumber keuangan sendiri, masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkang pengelolaan dana Ma’had ‘Aly diatur sesuai dengan praturan serta kesepakatan yang telah ditetapkan oleh penyelenggra Ma’had ‘Aly. Dalam pelaksanaan kegiatan akademiknya, Ma’had ‘Aly dapat menjalin Kerjasama dengan prorangan dan lembaga-lembaga lain, baik dalam maupun luar negeri yang mekanismenya diatur sendiri sesuai bentuk dan sifat kerjasamanya. Pengawasan dan Akreditasi dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh drijen yang terdiri dari unsur Departemen agama dan dewan Ma’had ‘Aly. Pengawasan ditunjukan untuk pengendalian program akademik dan non akademik yang dilakukan oleh Ma’had ‘Aly agar dapat menghasilkan lulusan sebagaimana diharapkan dalam profil lulusan. Jika kita lihat dari prinsip diselenggarakannya Ma’had ‘Aly yaitu kemandirian, keseimbangan dan moderasi. Perpaduan antara sistem pendidikan pesantren dan perguruan tinggi sudah menjadi misi utama dalam penyelenggaraan Ma’had ‘Aly. Didalam kerangka dasar dan struktur kurikulum serta dalam proses pendidikan dan pembelajaran, tradisi ini bisa dilihat. Di samping kajian, penguasaan dan pendalaman terhadap kitab kuning, baik yang disajikan lewat pengajian bandongan dan sorogan, maupun yang diformat dalam bentuk mudzâkarah atau musyawarah, juga dilakukan penugasan penulisan makalah dan seminar kelas masing-masing mata kuliah. Pengajian kitab kuning bertujuan melakukan pengkayaan materi. Sedangkan penulisan makalah dan
75
seminar kelas dimaksudkan untuk melakukan penguasaan serta penerapan metodologi. Untuk tujuan ini dibentuk team teaching untuk mengampu mata kuliah tertentu. Namun, melaksanakan misi di atas tidak semudah membalik telapak tangan. Karena suatu waktu asyik dengan tradisi pesantren, sehingga tradisi akademiknya sedikit terabaikan. Dan pada waktu yang lain justru larut dalam tardisi akademiknya, sehingga tradisi pesantrennya kurang mendapat perhatiaan. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian muncul penilaan masyarakat bahwa Ma’had ‘Aly mundur dan konservatif. Akan tetapi, secara umum, sampai sekarang perpaduan antara tradisi pesantren dan akademik masih terus dilakukan dan akan terus ditingkatkan dimasa yang akan datang. Hal ini sudah menjadi komitmen Ma’had ‘Aly sejak awal berdirinya. Proses pembelajaran Ma’had ‘Aly sejak awal berdirinya telah menerapkan pemaduan antara tradisi pesantren dan akademik. Tidak ada stigmatisasi bahwa Ma’had ‘Aly itu konservatif atau liberal. Semua berjalan apa adanya dan apresiasi positif bermunculan. Akan tetapi, setelah lahirnya gelombang reformasi di Indonesia dan bermunculannya aliran-aliran pemikiran keagamaan baru, seperti jil, yang lebih berhadap-hadapan dengan kelompok mainstrim. Lalu muncul stigma dari sebagian kelompok bahwa Ma’had ‘Aly liberal, tapi tidak sedikit pula yang menilai konservatif. Stigmatisasi dan penilaian di atas menunjukan bahwa ma’had ‘Aly berada dikeduanya. Sejak awal berdirinya, Ma’had ‘Aly ingin membangun meanstrim
76
moderasi. Adapun adanya stigmatisasi dan penilaian miring seperti di atas adalah akibat melihat sesuatu yang tidak utuh, tidak konprehensif, dan tidak holistic. Ibarat orang buta yang ingin tau bentuk gajah, mereka melihat Ma’had ‘Aly hanya pada satu sisi, lalu menyimpulkan bahwa Ma’had ‘Aly liberal. Semenrata sebagian yang lain melakukan hal yang sama mereka melihatnya pula dari satu sisi yang lain saja, kemudian menarik kesimpulan bahwa Ma’had ‘Aly bari berbagai aspeknya, tentu akan lebih baik. Sehingga stigmasasi dan penilainya negative dapat terhindarkan. Akhirnya, apapun kata orang dan bagaimana pun kondisinya Ma’had ‘Aly di seluruh Indonesia harus tetap terjaga eksistensinya, dibantu dalam mewujukkan jati dirinya, dan difasilitasi pengembangannya. Ini adalah tugas kita semua, termasuk dan terutama pemerintah yang direpresentasikan oleh departemen Agama RI. Tugas mulia ini harus segara dilakukan ketika kerisauan dan kegelisahan akan kelangkaan faqîh fî al-dîn semakin nyata dan meningkat.91 Eksistensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly dalam peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan sudah menempati tempat yang seharusnya diperoleh Ma'had 'Aly sebagai Pendidikan Tinggi Islam. Keberadaan sistem pendidikan Ma'had 'Aly dalam peraturan pemerintah yang sudah memenuhi peraturan pemerintah. Namun, tetap pada visi dan misi dari masing-masing lembaga Ma'had 'Aly, dengan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing lembaga Perguruan Islam. 91
Abdul Djalal, Disampaikan dalam "Workshop Pengembangan pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah (Ma'had 'Aly) yang diselenggarakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Depag RI di Bogor, pada tanggal 31 Oktober hingga 02 Nopember 2008.
77
Oleh karena itu pemerintah perlu memperhatikan perkembangan Ma'had 'Aly karena ini adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang mampu mencetak para pemimpin-pemimpin yang berilmu pengetahuan klasik juga modern. Serta bertujuan mencetak ulama'-ulama' yang pada saat ini sudah semakin langka karena pengaruh teknologi barat yang semakin canggih yang harus diambil langkah, agar Indonesia terjaga dari pengaruh buruk perkembangan zaman.
78
BAB IV ANALISIS EKSISTENSI SISTEM PENDIDIKAN MA'HAD 'ALY DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2007
A. Analisis Eksistensi Sistem Pendidikan Ma'had 'Aly di Indonesia sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang hingga sekarang tetap survive dan berkembang dengan jumlah peserta didik atau santri yang selalu meningkat. Pesantren merupakan kekayaan nusantara yang di masa lampau menjadi lembaga pendidikan utama bagi bangsa Indonesia di samping lembaga pendidikan sekuler yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda. Melalui sistem pendidikan pesantren, tradisi intelektual keagamaan tafaqquh fî aldîn yang berbasis kepada khazanah intelektual klasik (kitab kuning) tetap tejaga dengan kelebihan dan kekurangannya.92 Melalui sistem pendidikan yang dibangun dalam perpaduan tradisi intelektual islam klasik dan budaya nusantara, pesantren telah melahirkan para pejuang kemerdekaan, tokoh nasional, ulama atau kyai besar panutan umat bukan saja bidang dakwah agama tetapi juga bidang sosial lainya. Pesantren dengan tradisi dan lingkungan budayanya yang menekankan nilai-nilai kemandirian, keikhlasan, dan kesederhanaannya mampu memainkan peran-peran strateginya berupa tranmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam, pemeliharan tadisi Islam serta reproduksi ulama’ serta peran-peran sosial lainnya. 92
Fuaduddin T.M, Pendidikan Ma'had 'Aly antara Membangun Tradisi dan Keilmuan Pesantren dan Pengembangan dan Muadalah (t.t.:t.p.,t.t.), 1.
79
Dengan kesadaran tradisionalnya pesantren dalam perkembangannya awalnya mengembangkan epistimologi pendidikan berbasis kitab kuning (alTurats) yang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pesantren yang senantiasa menanamkan nilai-nilai keiklasan, kemandirian dan kesederhanaan, dinilai akan mampu menghadap globalisasi, tantangan terbesar dunia pesantren. Realita menunjukan, pada saat pesantren dihadapkan dengan modernitas dan sistem pendidikan di luar dunia pesantren, tetap dengan dasar pada kaidah almuhâfazhah 'alâ al-qadîm al-shâlih wa al-akhdzu bi al-jadîd al-ashlâh. Ternyata dengan kondisi tersebut pesantren terbelah. Sebagian pesantren ada yang tidak menerima sistem pendidikan sekolah dan madrasah tersebut dan ada pesantren yang menerima, dan pesantren yang menerima sebagian dan menolak sebagian.93 Seiring dengan perubahan sosial akibat dari proses modernisasi dan globalisasi, pesantren telah mengalami diversifikasi bentuk dan jenis pendidikan. Bentuk dan jenis pendidikan itu adalah pendidikan non formal yang secara khusus mendalami ilmu-ilmu agama, pendidikan yang menyelenggarakan sistem madrasah, dan pendidikan yang menyelanggarakan sistem sekolah. Namun bentuk dan jenis pendidikan pesantren itu, khususnya terkait dengan fungsi sebagai penyiapan kader ulama', dianggap oleh sebagian para ulama' telah mereduksi misi utama pendidikan pesantren sebagai pusat tafaqquh fî al-dîn (pendalaman ilmuilmu agama) atau telah memudarnya peran dan fungsi pesantren sebagai tempat kaderisasi ulama'.94
93
Ibid Husen Hasan Basri, Persepsi dan Aspirasi Masyarakat Pesantren Terhadap Penyiapan Ulama’ Melalui Pesantren: Studi Kasus di Delapan Kota, Edukasi Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan, Vol 5 (April-Juni 2007), 79-80. 94
80
Pada pihak lain terdapat pandangan sebagian para ulama' yang melihat masih besarnya fungsi pesantren sebagai basis penyiapan ulama'. Tetapi, ulama' yang yang dihasilkan lembaga pesantren saat ini tidak seperti ulama' yang dipahami zaman dahulu. Akibat terjadinya transformasi pendidikan di pesantren seperti sebagai pusat pengembangan ekonomi masyarakat, alumni pesantren tidak saja manjadi ulama' saja, melainkan juga dapat menjadi "ulama' intelektual" dan "intelektual ulama". Adanya krisis pesantren dalam menghasikan ulama' tidak berdasar karena titel ulama' merupakan hak perogatif masyarakat dan tidak ada kriteria formal seperti persyaratan studi, ijazah dan sebagainya. Ulama' itu merupakan status sosial yang diberikan kepada orang yang mempunyai karakteristik kepribadian tertentu, terutama kedalaman pengetahuan agama dan kebutuhan moral. Karena kualifikasi ulama, yang diperlukan tidak sederhana seperti yang sudah dihasilkan dan persoalan menyangkut kualitas, intensitas dan efektifitas lembaga-lembaga pendidikan agama yang dimiliki umat Islam, maka pesantren harus merespon makna ulama’ dan merubah sistem pendidikan dan pengajarannya yang diperlukan pada masa kini dan masa datang.95 Ide kemunculan Ma'had 'Aly beranjak dari sebuah kenyataan dan keadaan yang sebenarnya yang menunjukan bahwa dekade terakhir ini mulai dirasakan ada "penggeseran" peran dan fungsi pondok pesantren. Peran dan fungsi pesantren sebagai "kawah candradimuka" orang yang rasikh fî al-dîn terutama yang terkait dengan pemahaman fikih semakin memudar.
95
Ibid, 80.
81
Penyebabnya
tidak
lain
adalah
desakan
gelombang
Modernisasi,
Globalisasi dan informasi yang berakibat pada bergesernya arah hidup masyarakat Islam. Bukti terkuat yang mudah ditemukan ditengah masyarakat muslim adalah semakin kendornya minat masyarakat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Karena dirasa pendidikan agama itu kuno bagi mereka yang sebagian kecil menilai dan tidak menjamin kehidupan mereka untuk hidup lebih baik didunia. Hal ini bisa disebabkan karena minimnya nilai agama yang tetanam pada diri mereka. Kondisi ini bertambah "genting" dengan banyaknya ulama yang meninggal sebelum sempat mewariskan ilmu dan kesalehannya secara utuh kepada generasi selanjutnya. Beberapa faktor inilah yang menjadikan pondok pesantren dari waktu kewaktu mengalami kemunduran, baik dalam amaliyah, ilmiyah, maupun budi pekerti.96 Penurunan peran dan fungsi pesantren ini memunculkan kerisauan dan kekegelisahan di kalangan ulama’ akan punahnya khasanah ilmu-ilmu keislaman. Jika persoalan ini tidak ditangani secara serius tentu sangat membahayakan masa depan umat Islam. Dari sinilah para ulama’ merasa penting dan segera dibentuk sebuah lembaga yang secara khusus giat mempersiapkan kader-kader ulama’ yang memiliki kejujuran, ketulusan ilmiah, dan amaliah yang mumpuni. Atas dasar itulah Ma’had ‘Aly didirikan. Dengan berbagai kelemahan dan kendala yang dialami Ma’had ‘Aly dalam menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Islam, tidak membuat lembaga Ma’had 96
Fatah Syukur, "Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama' (Studi di Pesantren Ma'had 'Aly Situbondo dan Pesantren Al-Hikmah 2 Brebes," Forum Tarbiyah 2 (Desember 2007), 153.
82
‘Aly mundur, justru menguatkan mereka untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Karena dirasa pendidikan Ma’had ‘Aly adalah pendidikan yang sangat diperlukan masyarakat pada saat ini. Untuk menjawab dari segala permasalahan yang ada pada masyarakat pada masa era kemodernan, yang segala sesuatunya banyak menganut budaya barat. Pada akhirnya dengan segala keunggulan yang dimiliki pesantren dari masa kemasa, dari zaman sebelum merdeka hingga pada tahap pembangunan Indonesia. Eksistensi pesantren dengan mengadakan perubahan-perubahan pada sistem pendidikannya, dengan segala upaya dengan prinsip kemandiriannya masih banyak diakui masyarakat mampu membentuk manusia yang tafaqquh fî al-dîn. Akhirnya pada tahun 2001, pesantren yang pertama kali mengadakan Ma’had ‘Aly mendapatkan dukungan dari pemerintah dengan SK Menag RI No. 284 Tahun 2001. Pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan dukungan melalui SK Menag adalah bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Islam akan ulama’, maka diperlukan lembaga tinggi pasca pesantren. Hal ini membuat Ma’had ‘Aly semakin kokoh.
B. Analisis Eksistensi Sistem Pendidikan Ma'had 'Aly di Indonesia setelah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Keberadaan Ma’had ‘Aly yang masih menyisakan banyak masalah, mulai dari kompetensi alumni, standarisasi kurikulum hingga pengakuan pemerintah.
83
Pemerintah telah memiliki rencana untuk mengatasi problem tersebut. Berikut hasil wawancara Subhi Azhari dari the Wahid Institut dengan Direktur pendidikan Keagamaan dan pondok pesantren Depag RI Amin Haidari. Ma’had
‘Aly
merupakan
pendidikan
keagamaan
yang
berfungsi
mempersiapkan peserta didik untuk menjadi ahli agama (tafaqquh fî al-dîn). Ini tentu beda dengan madrasah yang menampilkan dirinya sebagai lembaga pendidikan umum berciri khas Islam. Ma’had ‘Aly juga sebagai benteng terakhir dalam mempertahankan nilai-nilai kepesantrenan, misalnya nilai kemandirian, tradisi keilmuan, nilai-nilai kesederhanaan, dan ketokohan kiyainya. Karena Ma’had ‘Aly berfungsi sebagai lembaga pengkaderan ulama, maka lembaga ini berorientasi pada pendalaman ilmu-ilmu keislaman. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, pendidikan keagamaan bisa diselenggarakan dalam jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Jadi Ma’had ‘Aly itu ada dua model, Ma’had ‘Aly formal yang mengikuti aturan Perguruan Tinggi (PT) dan MA’had ‘Aly tahashshush yang tidak terikat dengan Perguruan Tinggi. Posisi Ma’had ‘ALy formal berbeda dengan MA’had ‘Aly tahashshush yang ada di pesantrenpesantren. Ma’had ‘Aly takhassus itu masuk dalam kategori pendidikan keagamaan non formal. Keduannya bisa dapat pengakuan dari pemerintah, seperti ditegaskan dalam SNP (Standar Nasional Pendidikan) No. 19 tahun 2005 pasal 93. Namun pengakuan itu disesuaikan dengan Ma’had ‘Aly bersangkutan. Jika Ma’had ‘Aly
84
itu formal, maka lulusannya berhak mendapat legalisasi formal (Ijazah Perguruan Tinggi), baik untuk S1, S2 atau S3. Sedang Ma’had ‘Aly nonformal, pengakuannya diberikan dalam bentuk sertifikasi tahashshush sesuai keilmuan yang dikaji. Nantinya sebagai lembaga pendidikan keagamaan tinggi, Ma’had ‘Aly harus mengikuti ketentuan Perguruan Tinggi. Ma’had ‘Aly yang setara dengan S1 misalnya, harus menggelar kajiankajian keilmuan dengan bobot minimal 140 SKS. Perguruan Tinggi Agama Islam telah mengalami disorientasi. Seharusnya Perguruan Tinggi Agama Islam dipersiapkan untuk melahirkan ulama’, tapi dalam kenyataannya tidak. Karena itu jangan sampai kita terjerumus pada kesalahan yang sama. Untuk menuju hal tersebut harus ada akreditasi. Kontrol terhadap kualitas Ma’had ‘Aly, semacam Dewan Ma’had ‘Aly terdiri dari pakar dan tokoh pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan. Dalam konteks ini Depag hanya berfungsi administratif dalam pengembangan Ma’had ‘Aly. Penyetaraan Ma’had ‘Aly dilakukan melalui usulan dari Ma’had ‘Aly ke Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Memang, legalitas formal hanya dikeluarkan oleh BSNP, tetapi penentuan itu didasarkan pada rumusan yang sebelumnya kita sepakati. Direktorat Pekapontren hanya mengesahkan usulan yang diajukan dalam setiap Ma’had ‘Aly yang bersangkutan. Hal ini sudah dilakukan di Ma’had ‘Aly Salafiyah Syafiiyah Situbondo untuk setara S2. Ma’had ‘Aly ke depan harus mampu mengintegrasikan tradisi keilmuan pesantren dan tradisi akademik Perguruan Tinggi. Dengan adanya peraturan pemerintah tentang pendidikan tinggi ala pesantren yang sudah
85
mendapatkan pengakuan dari pemerintah, Ma'had 'Aly semakin hari semakin berkembang dan memunculkan Ma'had 'Aly yang lain yang mempunyai kekhususan dalam bidang yang dikaji, serta visi misi serta tujuan yang berbeda pula.
C. Analisis
Kelemahan
dan
Kekuatan Sistem Pendidikan Ma'had 'Aly di
Lingkungan Pondok Pesantren setelah Peraturan
Pemerintah
Nomor
55 Tahun 2007 Pendidikan Tinggi menurut PP No. 30 tahun 1990 tentang pendidikan bab I pasal 1 pendidikan jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. PP No 30 tahun 1990 ini sangat penting bagi pendidikan tinggi di seluruh Indonesia untuk memberikan landasan dan arah yang jelas agar tujuan yang dicita-citakan pendidikan tinggi bisa tercapai.97 Dalam PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama pada bab II Pasal 1 dan 2 Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama. Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.98 Dengan ini, sistem pendidikan Ma’had ’Aly mempunyai kekuatan untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang 97
Djoko Widagdho, et. al., Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 249. 98 PP No 55 Tahun 2007 Tentang pendidikan agama dan Pendidikan Keagamaan.
86
Maha Esa, karena dengan metode kepesantrennannya yang berfasilitas asrama dengan segala dukungan yang disediakan pesantren Ma’had ’Aly mampu mencetak manusia yang berakhlak mulia dengan mengacu pada ajaran ulama’ salaf yang sudah menjadi ciri dari pesantren itu sendiri. Selain itu, dengan pengasramaan para mahasantri yang terdiri dari berbagai daerah mampu mencetak dan membiasakan mereka untuk menjaga kedamaian dan kerukunan walau berbeda-beda asal daerahnya juga bermasyarakat dengan masyarakat sekitarnya. Dengan diimbangi mahasantri, dosen, sarana dan prasarana dan lain sebagainya yang terangkai dalam rangkaian sistem pendidikan yang seimbang, maka akan memudahkan dalam kelancaran perkuliahan para mahasantri. Ini adalah salah satu kekuatan yang harus dimiliki moleh Ma'had 'Aly agar apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Bab III dalam PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.99 Maka tujuan Ma’had ’Aly secara spesifik yaitu :
99
PP No 55 Tahun 2007 Tentang pendidikan agama dan Pendidikan Keagamaan
87
1.
Menyampaikan risalah Islamiyah dalam bentuk pendidikan dan pengajaran tingkat tinggi.
2.
Menanamkan ta’ammuq fî al-dîn bagi para mahasantri sesuai tradisi keilmuan salafu al-shâlih
3.
Mengikhtiarkan kajian-kajian Islamiyah yang representatif
4.
Mengikhtiarkan kader ulama’ ahli fiqih, fuqaha’ fî al-dîn yang siap memecahkan masalah hukum berlandaskan kitab Allah dan sunnah Rasulullah.
Silabus Ma’had ’Aly mengacu pada pokok-pokok masalah dan kitab. Perpaduan antara pokok-pokok masalah dan kitab-kitab pegangan (kutub muqarrah) itu dimaksudkan untuk menjamin bobot silabus. Maknanya, penetapan kitab-kitab ulama’ salaf (al-kutub al-salafiyyah) dalam silabus itu dimaksudkan, disamping itu merupakan naskah-naskah yang ditulis pertama oleh Aimmatu almadzahib. Maka akan dapat kita ketahui keaslian madzhab dan cara-cara istimbath-istidlâl pada ulama’. Sementara di sisi lain kita akan dapat mengetahui kemungkinan kekeliruan penulis mu’ashir dalam menukil aslinya. Dimungkinkan kelemahan sistem pendidikan Ma'had 'Aly adalah belum terbiasanya menggunakan cara pembelajaran akademik. Karena sudah terbiasa dengan cara salaf, maka kegiatan akademiknya terlupakan atau bahkan sebaliknya jika menggunakan cara pembelajaran akademik, maka bisa jadi metode salafnya terabaikan. Penulis mendapatkan belum adanya kejelasan dalam pembuatan silabus pendidikan yang kami temukan. Ini dapat dipahami masih belum terposisikan dengan baik sistem pendidikan Ma'had 'Aly, yang dimungkinkan
88
karena masih dininya Ma'had 'Aly untuk berbenah diri dalam mewujudkan perguruan tinggi yang akan menjadi sorotan para pakar pendidikan. D. Analisis
Peluang dan
Ancaman Sistem
Pendidikan
Ma'had 'Aly
di
Lingkungan Pondok Pesantren setelah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2007
Dalam konsep Choer Affandi: "Pondok pesantren tidak sekedar lembaga penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar semata melainkan merupakan lembaga kedaulatan umat, karena dalam kenyataanya banyak sekali persoalan keumatan selalu bermuara ke Kyai pondok pesantren dari mulai persoalanpersoalan individu sampai kepersoalan jama'ah bahkan persoalan pemerintah sekalipun."100 M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat. Berbagai pandangan menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan proses budaya untuk mengangkat harkat dan martabat menusia dan berlangsung sepanjang hayat. Dengan demikian, maka
pendidikan pemegang peranan yang menentukan
eksistensi dan
perkembangan manusia.101 Proses pembelajaran Ma’had ‘Aly sejak awal berdirinya telah menerapkan pemaduan antara tradisi pesantren dan akademik. Tidak ada stigmatisasi bahwa Ma’had ‘Aly itu konservatif atau liberal. Semua berjalan apa adanya dan apresiasi positif bermunculan. Akan tetapi, setelah lahirnya gelombang reformasi di
100 Progres Report Ma'hadul 'Aly Pondok Pesantren Miftahul Huda Mononjaya Tasikmalaya. 101 Hujair A.H. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), 4-5.
89
Indonesia dan munculnya aliran-aliran pemikiran keagamaan baru, yang lebih berhadapan-hadapan dengan kelompok mainstrim. Lalu muncul stigma dari sebagian kelompok bahwa Ma’had ‘Aly liberal, tetapi tidak sedikit pula yang menilai konservatif. Dalam hal ini Ma'had 'Aly mempunyai peluang yang tinggi dengan sistem pendidikan yang telah ditentukan, karena Ma'had 'Aly sudah dirasa mampu mencetak ulama' kekinian yang berlandaskan kepada kitab-kitab salaf dengan perpaduan dua metode yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan tinggi Islam dalam dunia pesantren. Kemungkinan adanya ancaman bagi sistem pendidikan Ma'had 'Aly, yaitu masalah belum adanya keikutsertaan pemerintah dalam menentukan dan pembentukan sistem pendidikan tinggi ala pesantren ini. Yang mana pada saat ini masih sedikit sekali Ma'had 'Aly yang sudah mendapatkan perhatian pemerintah, dengan memberikan sertifikat setara dengan pendidikan Stara1 dan Stara 2. Akhirnya masih banyak yang menilai Ma'had 'Aly belum mendapatkan pengakuan pemerintah secara kelembagaan dan keberadaannya sebagai perguruan tinggi Islam, sehingga dirasa kurang kuat dalam legalitas kelulusannya. Semua ini terjadi karena PP No. 55 tahun 2007 sampai sekarang belum ada surat keputusan atau peraturan menteri agama sebagai petunjuk operasional (Jurlak dan Jurnis) atas penilaian pemerintah di Ma'had 'Aly.
90
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 1. Kondisi riil keberadaan sistem pendidikan Ma'had 'Aly, sebelum adanya PP No 55 tahun 2007 masih tergolong belum sempurna, walaupun sudah tersusun dan dijalankan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang mana dalam hal ini masih banyak kendala yang dialami Ma'had 'Aly karena masih adannya ketidaksempurnaan di antara masing-masing sistem sehingga rangkaian pembelajaran tidak berjalan sesuai yang diingginkan. Sistem pendidikan yang dibangun dalam perpaduan tradisi intelektual Islam klasik dan budaya nusantara diharapkan mampu memunculkan ulama'-ulama' yang berwawasan tinggi yang tafaqquh fî al-dîn. 2. Eksistensi sistem pendidikan Ma'had 'Aly setelah adanya PP No 55 tahun 2007 semakin terangkai dengan baik, adannya mahasantri, dosen, sumber belajar pendidikan dan sarana prasarana semakin baik. Begitu pula kurikulumnya sudah ditetapkan dengan tingkatan-tingkatan untuk jenjang dari I'dadiyah dan Marhalah Wustho yaitu jenjang S 1 dan S 2 terutama pada Ma'had 'Aly Situbondo. 3. Kelemahan sistem pendidikan Ma'had 'Aly setelah adanya PP No 55 tahun 2007, belum terbiasanya menggunakan cara pembelajaran akademik. Penulis mendapatkan belum adannya kejelasan dalam pembuatan silabus pendidikan
91
yang kami temukan. Ini dapat kami simpulkan masih belum terposisikan dengan baik sistem pendidikan Ma'had 'Aly, yang dimungkinkan karena masih dininya Ma'had 'Aly untuk berbenah diri dalam mewujudkan perguruan tinggi yang akan menjadi sorotan para pakar pendidikan. Kekuatan sistem pendidikan Ma’had ’Aly setelah adanya PP No 55 tahun 2007 untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan metode kepesantrennannya yang berfasilitas asrama dengan segala dukungan yang disediakan pesantren Ma’had ’Aly mampu mencetak manusia yang berakhlak mulia dengan mengacu pada ajaran ulama’ salaf yang sudah menjadi ciri dari pesantren itu sendiri. 4. Peluang Ma'had 'Aly setelah adanya PP No 55 tahun 2007 dengan sistem pendidikannya yang telah ditentukan, Ma'had 'Aly sudah dirasa mampu mencetak ulama' kekinian yang berlandaskan kepada kitab-kitab salaf dengan perpaduan dua metode yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Tinggi Islam dalam dunia pesantren. Ancaman bagi sistem pendidikan Ma'had 'Aly setelah adanya PP No 55 tahun 2007, yaitu belum adanya keikutsertaan pemerintah dalam menentukan dan pembentukan sistem pendidikan tinggi ala pesantren ini. Yang mana pada saat ini masih sedikit sekali Ma'had 'Aly yang sudah mendapatkan perhatian pemerintah, dengan memberikan sertifikat setara dengan pendidikan Stara1 dan Stara 2.
92
B. SARAN Seluruh rangkaian dari sistem pendidikan tinggi ala pesantren (Ma'had 'Aly) dalam upaya menciptakan ulama' yang pada saat ini semakin langka, maka pesantren dengan jiwa kemandiriannya yang mampu mendongkrak kembali pendidikan agama yang membentuk pribadi yang tafaqquh fî al-dîn. Komponen yang terangkai dalam sistem pendidikan Ma'had 'Aly selaras dengan apa yang diperlukan dalam sebuah pembelajaran, dimana mahasantri, dosen, kurikulum, metode pembelajaran, sarana dan prasarana terpenuhi dengan baik maka proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik pula. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya memperhatikan pendidikan pesantren dimana sejak zaman sebelum Indonesia merdeka sudah diakui dalam keberhasilannya mencetak para ulama' yang tafaqquh fî al-dîn, untuk itu Ma'had 'Aly pantas untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari pemerintah serta pengakuan kelegalitasnya sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam. Yang setara dengan pendidikan tinggi Islam yang lainnya.
93
DAFTAR RUJUKAN Al-Qur'an, 2:143. A.H., Hujair, Sanaky. Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003. Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), cet.2. Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Badri, E dan Munawiroh. Pergeseran Literature Pesantren Salafiyah. Jakarta: Puslitbang lektur keagamaan, 2007. Bagian Proyek Peningkatan Ma'had 'Aly, Pedoman Penyelenggaraan Ma'had 'Aly. Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Depertemen Agama RI 2004. _______. Naskah Kurikulum Ma'had 'Aly. Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Depertemen Agama RI 2004. Basri, Cik, Hasan. Agenda Pengembangan Pendidikan Tinggi Islam, cet 1. Jakarta: Logos Wahana Ilmu, 1999. Basri, Husen, Hasan. Persepsi dan Aspirasi Masyarakat Pesantren Terhadap Penyiapan Ulama’ Melalui Pesantren: Studi Kasus di Delapan Kota, Edukasi Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan, Vol 5. April-Juni 2007. Basuki. Pesantren dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills), Cendekia 2, Desember 2007. Daulay, Haidar, Putra. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004. Djalal, Abdul. disampaikan dalam "Workshop Pengembangan pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah (Ma'had 'Aly) yang diselenggarakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Depag RI di Bogor, pada tanggal 31 Oktober hingga 02 Nopember 2008. Djamaluddin dan Aly, Abdullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1983.
94
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999. Hielmy, Irfan. "Usulan program pembentukan ma'had 'aly kerjasama departemen agama republik Indonesia dengan pondok pesantren seluruh Indonesia," Buletin Bina Pesantren , Edisi Agustus 1999. Kartono, Kartini. Tinjauan politik mengenai system pendidikan nasional beberapa kritik dan sugesti. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1997. Khozin. Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia. Malang: UMM,2006. Wahid Khozin, "Pendidikan Keagamaan dan Masyarakat Minoritas," Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan. t.t., t.p., t.t.. Muhammad, Agus. Ma'had 'Aly: Pendidikan Ala Pesantren, Rabu, 03 Desember 2008. Muhaimim, dkk.. "Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman," Buletin Bina Pesantren, Edisi Mei 1999. Mujib, Abdul. dan Mudzakkir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2006. Munir, et.al.. Rekonstruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta: Global Pustaka utama, 2005. Partanto, Pius A. dan Al Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994. Pedoman Penyelenggaraan Ma'had 'Aly, Bagian Proyek Peningkatan Ma'had 'Aly Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI 2004 Progres Report Ma'hadul Tasikmalaya.
'Aly Pondok Pesantren Miftahul Huda Mononjaya
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006. Rusn, Abidin, Ibnu. Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan (Yogyakarta: Putaka Pelajar, 1998. Saerozi, M. Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004. Sanaky, Hujair, A.H., Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003.
95
Soepomo. "Pendidikan Agama dan Pengembangan Etika Sosial: Sebuah Upaya Untuk Efektifitas Pendidikan Budi Pekerti," Cedikia Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan 4, Desember 2006. Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. Syukur, Fatah. "Ma'had 'Aly Lembaga Tinggi Pesantren Pencetak Kader Ulama' (Studi di Pesantren Ma'had 'Aly Situbondo dan Pesantren Al-Hikmah 2 Brebes," Forum Tarbiyah 2 Desember 2007. Tafsir, Ahmad dkk. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka, 2004. Tholkhah, Imam. dan Barizi, Ahmad. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. T.M., Fuaduddin. Pendidikan Ma'had 'Aly antara Membangun Tradisi dan Keilmuan Pesantren dan Pengembangan dan Muadalah. t.t.:t.p.,t.t . Widagdho, Djoko, et. al.. Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. UU No. 20 th 2003, Sistem Pendidikan Nasional http://pesantren.tebuireng.net/index.php?pilih=hal&id=21 http://annuur.org/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id=23&Ite mid=29 http://www.nuruljadid.net/index.php?co=f2034 http://alhikmahdua.com/mahadali.php http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task =view&id=156 http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=36 5&Itemid=167
96