BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia, walaupun usaha pengembangan sumber daya manusia tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan formal. Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama dalam pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan dengan sistematis, pragmatis dan berjenjang. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar sekaligus menjadi kunci keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai Negara maju dan Negara tetangga seperti Singapura, Thailand dan Korea Selatan. Ketiga Negara tersebut, kini telah berkembang menjadi Negara industri baru di Asia, bukan karena kekayaan alamnya, tetapi karena mutu tenaga kerjanya. Bila sumber daya manusia Indonesia dalam jumlah besar seperti saat ini 1
2
dapat ditingkatkan mutu pendayagunaannya, maka diharapkan dalam waktu yang relatif singkat perekonomian Indonesia akan dapat tumbuh secara mantap dan memberikan tingkat pendapatan nasional yang relatif tinggi. Oleh karena itu, tantangan utama yang dihadapi sekarang ini dan untuk masa yang akan datang adalah bagaimana mempersiapkan tenaga-tenaga pelaksana pembangunan yang berkualitas, bukan saja yang mampu dan terampil melakukan pekerjaan, tetapi juga mempunyai inovasi dan kreativitas tinggi, serta mempunyai daya analisis dan pandangan jauh ke depan. Pembangunan pendidikan nasional merupakan usaha yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern. Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dan merupakan upaya menyeluruh untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan:
“Sistem
pendidikan
nasional
harus
mampu
menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan
pendidikan
secara
terencana,
terarah,
dan
berkesinambungan”. Berdasarkan aspek kualitas, permasalahan pendidikan tidak berdiri sendiri tetapi terkait dalam suatu sistem. Mutu keluaran dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses. Masukan pendidikan dapat dilihat dari kesiapan peserta didik. Permasalahan yang muncul adalah sebagian peserta didik menderita
3
kekurangan gizi, kondisi kesehatan yang tidak mendukung serta perilaku negatif peserta didik yang berdampak pada proses belajar. Persoalan yang terkait dengan kualitas pendidikan di sekolah adalah keterlaksanaan proses pembelajaran sebagai kegiatan inti pendidikan. Hasil analisis situasi yang dituangkan dalam Renstra Depdiknas menunjukkan bahwa: (1) Proses pembelajaran selama ini masih berorientasi terhadap penguasaan teori dan hapalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat; (2) Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi pada guru cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikan, dan mencerdaskan menjadi kurang optimal; serta (3) Muatan belajar yang terlalu terstruktur dan sarat beban, juga mengakibatkan proses pembelajaran di sekolah menjadi steril dengan keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial di lingkungan (Depdiknas, 2006). Keadaan ini menjadikan proses belajar kurang menarik, dan kurang mampu memupuk aktivitas sehingga mempengaruhi efisiensi pendidikan, angka mengulang kelas dan putus sekolah. Untuk mengatasinya, guru di sekolah dituntut untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif. Pemerintah Indonesia saat ini sedang melakukan pembaharuan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan bidang pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia menjadi semakin tertinggal baik proses maupun hasil belajar jika dikaitkan dengan tuntutan globalisasi. Banyak hal yang telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional untuk mengatasi masalah-
4
masalah tersebut, salah satunya adalah memberlakukan Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi sebagai pengganti dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2004 mempunyai orientasi pada proses pembelajaran agar siswa memiliki kompetensi
tertentu
untuk
mengembangkan
kemampuan
dalam
ranah
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap siswa (afektif). Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki mutu sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Fokus utama yang harus diperhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan institusi sekolah sebagai basis utama pendidikan, baik aspek manajemen, sumber daya manusianya, maupun sarana dan prasarananya. Sekolah adalah sistem sosial yang harus ditumbuhkembangkan melalui proses “self-renewal capacity” untuk merespon tuntutan stakeholders atas mutu pendidikan, dan perubahan lingkungan yang terus-menerus terjadi. (Djam’an Satori: 28 Nopember 2006) Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi pendidikan di Indonesia saat ini adalah berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang dipandang masih belum efektif. Indikasi ke arah sana tampak dengan adanya guru yang masih banyak terjebak dalam praktek kegiatan belajar mengajar yang cenderung membosankan bahkan membuat siswa menjadi tertekan. Dalam berinteraksi dengan siswa, posisi guru terasa masih sangat dominan, sementara siswa cenderung berada dalam posisi yang tidak berdaya. Pendekatan dan metode yang digunakan tampak kurang bervariasi, biasanya hanya mengandalkan dalam bentuk ceramah yang membuat siswa menjadi malah
5
terkantuk-kantuk. Konsep kegiatan belajar mengajar seperti itu tampaknya tidak relevan lagi dengan tuntutan dan tantangan pendidikan saat ini. Berbagai sinyalemen, dugaan, dan fakta menyatakan bahwa mutu pendidikan dan pembelajaran di Indonesia rendah, bahkan sangat rendah. Data Human Development index (HDI) tahun 1999 s.d. 2001 menempatkan Indonesia pada posisi 105 s.d. 109 di antara 175 negara jauh di bawah tiga Negara tetangga Indonesia. Hasil survey Political and Economic Rick Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong menunjukkan bahwa diantara 12 negara yang disurvei, sistem dan mutu pendidikan Indonesia menempati urutan 12 dibawah Vietnam (Tim BBE, 2001). Salah satu indikasi dapat dilihat dari nilai rata-rata UAN selama sepuluh tahun terakhir juga menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa-siswi Indonesia tergolong rendah. Berbagai sinyalemen dan dugaan banyak kalangan juga relatif senada. Jika semua dugaan dan data tersebut cermat dan benar, hal ini merupakan isyarat keterpurukan mutu pendidikan khususnya mutu pembelajaran Indonesia, isyarat rendahnya mutu dan prestasi pembelajaran di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan khususnya pembelajaran di Indonesia merupakan cerminan rendahnya atau kurangnya kualitas profesional gurunya dalam melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pembelajaran, disamping banyak faktor lain. Kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian peserta didik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Disamping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya,
6
serta adanya percaya diri. Adapun dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik (Usman, 2006). Hal ini sesuai dengan UU Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 yang menyatakan bahwa “ Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standardisasi Nasional Pendidikan (SNP) menjadi landasan bagi pelaksanaan Ujian Nasional. Kebijakan ini merupakan salah satu usaha pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 20 Tahun 2005 tentang Ujian Nasional. Diberlakukannya Kurukulum Berbasis Kompetensi mengisyaratkan perlunya perubahan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar. Salah satu ciri dalam perubahan itu adalah bagaimana guru mempersiapkan program pembelajaran secara cermat sehingga kegiatan pembelajaran dapat terlaksana secara menarik, melibatkan siswa dan sumber daya yang tersedia, serta bermakna. Disamping itu, guru juga dituntut supaya dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya dengan memanfaatkan internet untuk mengakses informasi dan mengembangkan bahan ajar. Usaha meningkatkan kualitas guru merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai faktor yang saling terkait. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya tidak hanya menuntut keterampilan teknis dari para ahli
7
terhadap pengembangan kompetensi guru, tetapi harus pula dipahami berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah faktor kecerdasan ganda pada anak yang beragam. Kecerdasan ganda berperan penting dalam keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam dunia pembelajaran dituntut dapat memahami dan mengembangkan kecerdasan
ganda
sebagai
bekal
untuk
meningkatkan
kualitas
dalam
pembelajaran. Kualitas guru dalam dunia pendidikan dirasakan masih banyak yang belum memahami standar. Parameter profesi bagi seorang guru yang sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 adalah guru wajib memiliki loyalitas dan dedikasi, kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, tanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk dapat menjadi pendidik yang profesional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, guru perlu mengembangkan kecerdasan ganda sebagai bekal untuk mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Secara ideal guru adalah orang yang memiliki kecerdasan linguistik, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa baik secara lisan maupun secara tertulis. Namun, tidak semua guru berasal dari latar belakang kecerdasan yang berbeda, bahkan ada dari disiplin ilmu yang berbeda. Kualitas pembelajaran memiliki ketergantungan terhadap banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran tersebut diantaranya faktor guru, kurikulum, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor
8
lingkungan. Dari sekian banyak faktor, guru dinilai mempunyai peran kunci dalam pencapaian kualitas proses pembelajaran. Dalam proses pendidikan, Guru merupakan salah satu komponen yang penting, menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal I ayat 1 mengatakan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan pengertian “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian. Kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”. Guru tidak cukup hanya memiliki predikat profesional saja dalam menjalankan fungsinya. Guru harus juga memiliki kompetensi yang melekat pada dirinya. Hal ini sejalan dengan UU No. 14 Tahun 2005 pasal I perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas sebagai keprofesionalannya. Usman (2002: 7) mengungkapkan bahwa tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan menggabungkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan para siswa. Sedangkan dalam proses pembelajaran, guru merupakan pemegang peran utama, karena secara teknis dapat menterjemahkan proses perbaikan dalam pendidikan di dalam satu kegiatan di kelasnya. Syaiful Bahri Djamarah (2002) mengungkapkan
9
bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Dalam proses pendidikan di sebuah sekolah guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, mandiri dan berakhlak mulia. Mendidik adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional seorang guru tidak hanya dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional, yaitu kemampuan untuk dapat: (1) Merencanakan program belajar mengajar, (2) melaksanakan dan memimpin kegiatan program belajar mengajar, (3) menilai kemajuan kegiatan belajar mengajar, dan (4) menafsirkan dan memanfaatkan hasil penilaian
kemampuan
belajar
mengajar
dan
informasi
lainnya
bagi
penyempurnaan perencanaan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Soedijarto, dalam Dicky, 2006: 8). Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Kompetensi yang dimaksud seperti yang tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1
10
tantang Guru dan Dosen mengatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang
guru
meliputi
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian,
kompetensi social dan kompetensi profesional. Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dala jenjang pendidikan apapun. Guru merupakan faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sebuah lenbaga pendidikan karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. (Zainal Aqib, Surabaya, 2002: 22). Lebih lanjut dia menyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu suatu proses pendidikan pada sebuah lembaga pendidikan. Ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru yang sangat menentukan mutu pembelajaran dalam suatu lembaga pendidikan. Guru merupakan jabatan fungsional yang harus berlandaskan kompetensi profesional dalam
menjalankan
kewenangan
keprofesionalnya.
Dengan
profesional yang dimiliki dan didukung oleh iklim organisasi
kompetensi sekolah yang
kondusif diharapkan guru mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga proses pembelajaran yang baik pula. Sekolah paling memahami permasalahan disekolahnya. Karena itu, sekolah merupakan unit utama yang harus memecahkan permasalahannya melalui sejumlah keputusan yang dibuat "sedekat" mungkin dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki kewenangan (otonomi), tidak saja dalam pengambilan keputusan, akan tetapi justru dalam mengatur dan mengurus
11
kepentingan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan payung kebijakan makro pendidikan nasional. 1. Perubahan di sekolah akan terjadi jika semua warga sekolah ada "rasa memiliki" dan "rasa memiliki" berasal dari kesempatan berpartisipasi dalam merumuskan perubahan dan keluwesan untuk mengadaptasikannya terhadap kebutuhan individu sekolah. Rasa memiliki ini pada gilirannya akan meningkatkan pula rasa tanggung jawab. Jadi, makin besar tingkat partisipasi warga sekolah dalam pengambilan keputusan, makin besar rasa memiliki terhadap sekolah, dan makin besar pula rasa tanggungjawabnya. Yang demikian ini berarti bahwa "perubahan" lebih disebabkan oleh dorongan internal sekolah dari pada tekanan dari luar sekolah. 2. Telah lama pengaturan yang bersifat birokratik lebih dominan dari pada tanggung jawab profesional, sehingga kreativitas sekolah pada umumnya dan guru pada khususnya terpasung dan bahkan terbunuh. Peran kepala sekolah sebagai pimpinan sangat penting dalam mewujudkan sekolah efektif yang diinginkan pada setiap sekolah. Sekolah hanya akan maju bila dipimpin oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki keterampilan manajerial, serta integritas kepribadian dalam melakukan perbaikan mutu. Kepemimpinan kepala sekolah tentu menjalankan manajemen sesuai dengan iklim organisasinya, dimana sebuah gerakan mutu pada lembaga pendidikan dalam upaya mewujudkan sekolah yang efektif untuk mengantisipasi tantangan perubahan eksternal di sekolah.
12
Kenyataan yang nampak di lapangan adalah bahwa budaya sekolah belum terbentuk secara khas yang berorientasi pada prestasi dan kualitas sebagaimana dituntut stakeholders. Pada lembaga pendidikan ditemukan budaya keseragaman dalam melaksanakan fungsi dan substansi manajerial. Padahal perbedaan tuntutan dan visi menuntut adanya budaya khas yang terbentuk pada tiap-tiap lembaga secara unik. Upaya untuk menciptakan sekolah yang fungsional dan bermutu dalam mencapai harapan pelanggan, maka perlu diciptakan hal-hal yang baru dalam organisasi pendidikan, baik dalam hal pilihan metode pengajaran, pembiayaan yang efektif, penggunaan alat-alat teknologi pengajaran yang baru, materi pengajaran yang bermutu tinggi, dan kemampuan menciptakan dan menawarkan lulusan. Kepala sekolah yang ingin mewujudkan sekolah efektif memerlukan pengertian akan dinamika perubahan dalam mengelola perubahan itu sendiri. Upaya untuk mewujudkan perubahan organisasi dalam mewujudkan sekolah efektif sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian mutu pembelajaran dan pelayanan pelanggan yang terbaik. Oleh karena itu kepala sekolah sangat berperan penting dalam mewujudkan sekolah efektif pada organisasi yang dipimpinnya. Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah terhadap Mutu Pembelajaran, diantaranya yaitu : 1. Mutu pembelajaran merupakan salah satu isu yang sangat kompleks karena melibatkan berbagai komponen dan dimensi yang saling ketergantungan satu
13
sama lain, mencakup konteks dan proses yang terus berkembang. Dalam konteks pendidikan di sekolah, secara umum dapat dinyatakan bahwa kunci mutu pembelajaran nasional terletak pada mutu sekolah, dan kunci mutu sekolah terletak pada mutu kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas. Mutu kegiatan belajar mengajar pada akhirnya diukur dari mutu hasil belajar yang dicapai oleh siswa. 2. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SMP dan SMU yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil. Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pembelajaran selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979, 1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di
14
tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa rendahnya kualitas manajerial organisasi pendidikan lebih banyak disebabkan karena kurangnya keahlian manajemen pendidikan yang merefleksikan pada kepemimpinan pendidikan dari tingkat konsep maupun praktek. 1) pada diri siswa: kurangnya keberanian mengeluarkan pendapat (takut salah), kurangnya kreativitas siswa karena tidak adanya dorongan dari pihak sekolah, jarangnya event-event yang dapat merangsang untuk meningkatkan aktivitas siswa, masih rendahnya nilai yang diperoleh saat evaluasi di sekolah; 2) pada guru; kurangnya kompetensi, motivasi dan komitment. Sementara itu pula organisasi pendidikan masih menunjukkan kinerja di bawah standar yang ditetapkan stakeholders yaitu belum memenuhi kualitas, budaya sekolah masih uniformitas, dan belum nampaknya inisiatif untuk tampil beda dengan yang lain dengan tetap menjunjung visi pendidikan secara umum. Selanjutnya untuk meningkatkan mutu sekolah seperti yang disarankan oleh Sudarman Danim (2007; 56), yaitu dengan melibatkan beberapa faktor yang dominan dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah: 1. Kepemimpinan kepala sekolah; kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikan layanan langsung yang optimal, dan disiplin kerja yang kuat. 2. Siswa: pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat” sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah
15
dapat menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa. 3. Guru: keterlibatan guru secara maksimal, dengan meningkatkan kompetensi, motivasi, komitmen dan profesi guru dalam kegiatan seminar, lokakarya, dan pelatihan sehingga hasil dari kegiatan tersebut dapat diterapkan di sekolah. Beberapa penelitian sejenis akan dikaji dalam penelitian ini: Cucu Sumaryani dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah Terhadap Produktivitas Sekolah (Studi pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Karawang)” hasil penelitian ditemukan bahwa (1) pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap produktivitas sekolah tergolong tinggi (2) pengaruh iklim organisasi sekolah terhadap produktivitas sekolah tergolong cukup tinggi (3) pengaruh kepemimipinan transformasional kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah terhadap produktivitas sekolah adalah cukup tinggi sebesar 46.8 % dan sisanya 53,2 % ditentukan oleh variable lain yang tidak diteliti yaitu sarana dan prasarana; pembiayaan; disiplin guru; kinerja guru; partisipasi orang tua;kompensasi; komunikasi; manajemen kepala sekolah; ekonomi; administrasi; psikologi kepala sekolah, guru, murid, staf serta orang tua dan lain-lain. Suryawati, dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Kinerja Kepala Sekolah dan Kinerja Guru dengan Mutu Lulusan (Studi pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Purwakarta), dalam hasil penelitiannya ditemukan bahwa (1) Besarnya hubungan kinerja kepala sekolah dengan mutu lulusan adalah cukup tinggi dengan kontribusi sebesar 32,49% (2) Besarnya hubungan kinerja guru dengan mutu lulusan cukup tinggi dengan kontribusi sebesar 31,8% dan (3)
16
Besarnya hubungan kinerja kepala sekolah dan kinerja guru secara bersama-sama dengan mutu lulusan adalah tinggi dengan kontribusi sebesar 37,5% dan sisanya 62,5% ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti yaitu sarana dan prasarana ; pembiayaan; disiplin guru; kinerja guru; partisipasi orang tua; kompensasi; komunikasi; manajemen kepala sekolah; ekonomi; administrasi; psikologi kepala sekolah, guru, murid, staf serta orang tua dan lain-lain. Berdasarkan kajian di atas, maka isu dalam penelitian ini adalah Bagaimana mutu pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah di lingkungan Sekolah Menengah Atas Negeri seKota Bandung. b. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Mutu pembelajaran sebagai subsistem dari kualitas pendidikan secara umum merupakan suatu permasalahan yang sangat kompleks, mengingat mutu pembelajaran itu merupakan muara dari seluruh komponen yang tergabung dalam sistem pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, mutu pembelajaran tidaklah ditentukan oleh faktor tunggal, melainkan terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah. Karena pada saat ini, maupun yang akan datang,
baik
penentu
maupun
pelaksana
kebijkan
pendidikan
harus
berkemampuan merespons perubahan tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu tinggi. Salah satu implikasinya adalah peningkatan mutu pembelajaran.
17
Inti kajian penelitian ini adalah mutu pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pembelajaran yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah. Agar penelitian ini lebih terfokus maka penelitian ini dibatasi pada perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah pada Sekolah Menengah Atas Negeri Negeri se-Kota Bandung. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa siswa Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung. Berdasarkan pada hal tersebut maka masalah yang di ungkapkan dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu pembelajaran baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Dengan demikian batasan masalah pada penelitian ini yaitu perilaku kepemimpinan kepalasa sekolah, budaya sekolah dan mutu pembelajaran. 2. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran perilaku kepemimpinan kepala sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung ? 2. Bagaimana gambaran budaya sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri seKota Bandung? 3. Bagaimana gambaran mutu pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung?
18
4. Bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung ? 5. Bagaimana pengaruh budaya sekolah terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung ? 6. Bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri seKota Bandung? c. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri yang berada di Kota Bandung. Sementara secara khusus ditujukan untuk mengetahui : 1. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri seKota Bandung. 2. Budaya sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung. 3. Mutu pembelajaran Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung. 4. Pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu pembelajaran Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung. 5. Pengaruh budaya sekolah terhadap mutu pembelajaran Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung. 6. Pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu pembelajaran Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kota Bandung.
19
d. Metode Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan analisisnya menggunakan metode deskriptif. Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini didasarkan pada permasalahan, rumusan masalah dan tujuan yang hendak dicapai. Data yang terkumpul dalam penelitian ini terlebih dahulu akan dideskripsikan dan dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus statistik yang relevan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara statistik, maka batasan metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analitis. Metode dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survey dan penyebaran angket, dengan menggunakan metode survey dan penyebaran angket, untuk mencari informasi tentang perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah dan mutu pembelajaran dari populasi yang ada dengan menggunakan sampel dan populasi. e. Manfaat Penelitian Nilai manfaat yang dapat dirasakan dengan penyelenggaraan penelitian ini yaitu meliputi : 1. Dilihat dari Aspek Teoritis Dilihat dari aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya beberapa konsep/teori yang sudah ada dan berusaha menemukan konsep dan metode yang efektif untuk memperkecil kesenjangan yang terjadi antara peran kepala sekolah yang dituntut memiliki kepemimpinan kepala sekolah
20
dan budaya sekolah dalam meningkatkan mutu pembelajaran menurut konsep/teori yang ideal dengan aktual yang terjadi di lapangan. 2. Dilihat dari Aspek Praktis Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini secara praktis diantaranya sebagai berikut : a. Bagi kepala sekolah dapat dijadikan landasan untuk melakukan perbaikan terhadap kepemimpinan kepala sekolahnya, budaya sekolah, dan mutu pembelajaran. b. Bagi Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kota Bandung dapat dijadikan informasi dan masukan untuk mengetahui kondisi kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri yang berada di Kota Bandung. f. Struktur Organisasi. Laporan tesis ini terdiri dari lima Bab, bab I pendahuluan, bab II kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian, bab III metode penelitian, bab IV hasil penelitian dan pembahasan, bab V kesimpulan dan saran. Bab I, Pendahuluan menjelaskan mengenai latang belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi Bab II, Kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian yang berkenaan dengan mutu pembelajaran, perilaku kepemimpinan kepala sekolah, dan budaya sekolah.
21
Bab III, Metode penelitian secara lebih detail, yaitu mengenai pendekatan, metode penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, langkahlangkah pengumpulan data penelitian, prosedur dan pengolahan data serta pengujian hipotesis penelitian. Bab IV, merupakan deskripsi dan analisis data penelitian. Deskripsi dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 11,5 sedangkan analisis data penelitian ini dilakukan berdasarkan kajian teoritik pada bab II. Bab V, merupakan kesimpulan dan saran penelitian.