BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makluk berbudaya dan menciptakan kebudayaan. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh dan bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif dan kegiatan sosial manusia (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya). Setiap kebudayaan manusia tumbuh berkembang dengan memiliki ciri khas tersendiri yang membawa unsur budaya suatu suku, daerah atau negara tertentu. Kebudayaan itu dinamakan dengan kearifan lokal ( local wisdom ) atau dikenal juga dengan local genius. Menurut Moendardjito dalam Ayatrohaedi (1986:40-41) unsur budaya daerah potensial disebut sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Sibarani
(2014:114-115)
mengatakan
bahwa
kearifan
lokal
adalah
kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Permainan tradisional
adalah salah satu bentuk dari kearifan lokal. Dimana permainan
tradisional dideskripsikan sebagai permainan yang menggunakan alat sederhana, dan dalam permainan itu terdapat nilai dan fungsi tertentu yang diturunkan secara turun –
1
temurun. Permainan tradisional tidak hanya digunakan sebagai salah satu cara untuk menghabiskan waktu, juga dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun hubungan antar sesama. Karena pada hakikatnya permainan tradisional sebagai bagian dari kearifan lokal bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan, menciptakan kedamaian dan membangun stabilitas komunikasi di masyarakat. Aspek sosial merupakan hal dominan yang tercermin dalam permainan tradisional karena memiliki unsur kerjasama, suka akan keteraturan, hormat menghormati, balas budi dan sifat malu (Ananta, 2011 : 3). Jepang merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Timur dan dikenal sebagai salah satu negara termaju dan modern di Asia ataupun di dunia. Setelah masa Perang Dunia II berakhir, ekonomi Jepang ikut menanjak naik seiring dengan terjadinya westernisasi. Koudou Keizai Seichouki atau masa pertumbuhan ekonomi tinggi mulai terjadi sejak dekade 50-an hingga dekade 70-an (Ogin, Kousa, 1984 : 1). Keberhasilan ekonomi Jepang juga turut diimbangi perkembangan teknologi yang mendongkrak Jepang menjadi salah satu negara paling maju di dunia seperti sekarang. Namun perkembangan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan, juga terjadinya modernisasi secara besar – besaran turut mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang. Dalam hal ini, dampak yang paling menonjol adalah pergeseran pola pemikiran dan kebiasaan hidup masyarakat Jepang. Kehidupan masyarakat pada zaman dahulu erat dengan kebiasaan melakukan kegiatan sosialisasi. Terutama kalangan anak – anak yang senang berkumpul bersama untuk bermain permainan tradisional seperti kagome kagome, ohajiki, atau otedama. Seiring berjalannya waktu,
2
kalangan muda di Jepang kini sudah jarang untuk bermain bersama teman sebayanya. Terlebih dengan pesatnya perkembangan teknologi. Hal ini menjadikan kalangan muda Jepang lebih menyibukkan diri bermain dengan gadget atau perangkat elektronik mereka seperti ponsel cerdas (smartphone) dan video game. Kecanduan berlebih terhadap permainan game dapat menyebabkan seseorang menjadi kurang bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dan pada akhirnya dapat berujung menjadi hikikomori. Seorang hikkikomori akan mengunci dirinya sepanjang hari di dalam kamar untuk bermain game. Tidak melakukan interaksi sosial apapun, tidak memperdulikan teman dan keluarga dikarenakan seluruh perhatiannya sudah tersita kepada game modern seperti game console dan game online. Sistem perekonomian Jepang yang baik sebanding dengan biaya hidup yang tinggi. Hal ini memaksa masyarakat Jepang untuk bekerja keras demi menghidupi keluarganya. Kesibukan bekerja dan tingginya jam kerja juga berpengaruh dalam renggangya hubungan komunikasi, baik komunikasi antara keluarga ataupun sesama teman. Shogi (将棋) merupakan permainan tradisional yang menjadi bagian dari kearifan lokal Jepang yang masih ada hingga saat ini. Shogi merupakan permainan kompetitif dan edukatif. Dalam kamus Kenji Matsuura, shogi bermakna permainan catur. Shogi atau catur Jepang dikatakan juga sebagai General’s Game merupakan adalah permainan yang dapat dimainkan oleh dua orang pemain atau lebih (https://en.wikipedia.org/wiki/Shogi). Kata shogi berasal dari kanji ‘sho’ (将) yang bermakna jenderal dan ‘gi’(棋) dan bermakna permainan papan. Sebagai salah satu permainan tradisional di Jepang, shogi dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat hingga
3
saat ini. Shogi memiliki nilai tradisi yang diturunkan sejak zaman nenek moyang dan mengandung nilai edukasi yang mendidik didalamnya. Tidak ada batasan umur, status, ataupun gender dalam memainkan permainan shogi. Permainan shogi sebagai kearifan lokal diharapkan dapat menjadi jembatan untuk melakukan komunikasi sosial di antara sesama khususnya masyarakat Jepang. Berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis bermaksud meneliti lebih lanjut tentang shogi baik dari sejarah perkembangannya, permainan shogi secara umum juga fungsi sosialnya dalam masyarakat Jepang melalui skripsi yang berjudul “FUNGSI SOSIAL PERMAINAN SHOGI DI JEPANG DEWASA INI” 1.2 Rumusan Masalah Kurangnya interaksi sosial dapat membuat seorang individu menjadi penyediri dan tidak memiliki lingkungan pertemanan. Tidak memiliki lingkungan pertemanan dapat merubah seorang individu menjadi hikikomori ataupun NEET. Selain itu, tidak adanya interaksi sosial sama sekali dengan teman sebayanya juga menimbulkan sifat individualisme (Halo Jepang, 2015 : 17). Kurangnya interaksi dan komunikasi dengan orang tua dapat menyebabkan renggangnya hubungan di dalam keluarga. Kepopuleran permainan elektronik di Jepang juga menjadikan permainan tradisional Jepang seperti shogi tersisihkan. Padahal, pada dasarnya permainan tradisional berfungsi membentuk kerja sama dan interaksi dalam lingkungan bermasyarakat tanpa memerlukan alat permainan canggih dan mahal. Kearifan lokal
4
seperti permainan tradisional juga berguna untuk membentukan karakter dan menjaga stabilitas dalam hubungan antar manusia. Shogi tidak bisa dimainkan sendiri dan membutuhkan interaksi dengan lawan main secara langsung melalui tatap muka. Tidak seperti game online, para pemain hanya melakukan interaksi melalui dunia maya dan bahkan tidak melakukan interaksi apapun. Butuhnya interaksi langsung oleh para pemain shogi pastinya memiliki pengaruh tersendiri dalam membantu tumbuhnya hubungan sosial dalam masyarakat Jepang Seperti yang sudah diuraikan di atas, dalam penelitian ini penulis akan membatasi rumusan masalah agar lebih terperinci. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana sejarah dan permainan shogi secara umum? 2. Apa saja fungsi sosial permainan Shogi dalam masyarakat Jepang? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Agar pembahasan lebih terarah, ruang lingkup pembahasan dibutuhkan untuk memudahkan analisis topik penelitian. Ruang lingkup pembahasan juga digunakan untuk mencegah agar pembahasan tidak melenceng dari topik. Shogi merupakan salah satu kearifan lokal Jepang adalah permainan tradisional yang dikenal luas di Jepang. Penulis akan mencoba membahas tentang
5
sejarah shogi dan penjelasan tentang permainan shogi secara umum, juga pengaruh sosial yang diberikan oleh shogi kepada masyarakat Jepang. 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka
Kemajuan ekonomi dan teknologi Jepang memberikan banyak dampak. Tidak hanya
kepada kemajuan
negara,
tapi
juga
perubahaan
dalam
kehidupan
masyarakatnya. Kesibukan bekerja menyebabkan buruknya hubungan komunikasi di antara anggota keluarga dan kurangnya sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kemajuan teknologi juga turut memundurkan eksistensi permainan tradisional. Shogi sebagai permainan tradisional memerlukan interaksi dan tatap muka antar sesama pemain. Dimana interaksi yang terjadi melalui permainan ini diharapkan dapat menjadi sarana agar masyarakat Jepang untuk dapat kembali melakukan interaksi sosial antara sesama.
Conny R. Semiawan, menyatakan bahwa tinjauan pustaka atau literature review adalah bahan yang tertulis berupa buku, jurnal yang membahas tentang topik yang hendak diteliti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tinjauan pustaka adalah pengumpulan bahan – bahan bacaan yang berkaitan dengan topik penelitian yang akan dibahas dan memuat uraian tentang data yang sebenarnya. Tinjauan pustaka sangat penting bagi jalannya proses penelitian karena menjadi salah satu sumber informasi dan pembahasan mengenai objek penelitian. Tinjauan pustaka yang
6
digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku – buku yang berkaitan dengan shogi dan juga berasal dari media online.
2. Kerangka Teori Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1971 : 1) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata. Dalam mengerjakan penelitian ini, pendekatan yang digunakan oleh penulis menggunakan pendekatan fenomenologi, sosiologi dan pendekatan fungsional. Fenomenologi dalam Kuswarno (2009 : 2) menyatakan, fenomenologi adalah sebuah analisis yang berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain). Melalui teori ini penulis berpendapat bahwa interaksi dan komunikasi antar sesama manusia sangat dibutuhkan. Tanpa adanya interaksi dan komunikasi, manusia tidak dapat membangun kehidupan bermasyarakat. Komunikasi merupakan hal yang sangat essensial di dalam kehidupan manusia. Penulis juga menggunakan pendekatan sosiologis. Menurut Weber dalam Abdurrahman (1999 : 11) tujuan penelitian ini adalah memahami arti subjektif dari perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Melalui pendekatan ini penulis ingin melihat pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh permainan shogi kepada masyarakat Jepang.
7
Selain dari dua teori yang telah disebutkan diatas, penulis juga melakukan pendekatan dengan menggunakan teori fungsional. Dalam Lestari (2013: 15), teori fungsional dikatakan sebagai teori yang digunakan untuk menjelaskan fungsi dan struktur pranata sosial dalam kehidupan masyarakat. Melalui teori fungsional dapat membantu menjawab apa penyebab suatu fenomena sosial dapat dipertahankan, diubah atau dibatalkan. Berdasarkan teori ini, penulis ingin mencari tahu apakah permainan shogi dapat membantu membangun kembali komunikasi dan hubungan sosial di Jepang. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejarah shogi dan menjelaskan permainan shogi secara umum. 2. Untuk mengetahui fungsi sosial shogi didalam masyarakat Jepang. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Menambah pengetahuan tentang bagaimana sejarah dan penjelasan mengenai permainan shogi.
8
2. Menambah pengetahuan tentang fungsi sosial shogi didalam masyarakat Jepang. 3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sumber ide dan tambahan informasi bagi penulis selanjutnya yang merasa tertarik untuk meneliti dan menulis tentang kebudayaan permainan di Jepang, khususnya shogi. 1.6 Metode Penelitian Metode berasal dari Bahasa Yunani ‘methodos’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Istilah metode bermakna jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Penyusunan rencana dan pelaksanaan dari rencana adalah hal yang penting dalam metode. Menurut Sujoko, Stevanus, dan Yuliawati (2007:7) dalam bukunya menyatakan, “Metode penelitian merupakan bagian dari metodologi yang secara khusus mendeskripsikan tentang cara mengumpulkan data dan menganalisis data.” Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data yang diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada
9
Berdasarkan deskripsi diatas, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah dengan dikaji berdasarkan data yang dikumpulkan dengan memberikan gambaran yang lengkap dan cermat mengenai objek yang sedang diteliti. Metode
studi
kepustakaan
adalah
metode
yang
digunakan
dalam
pengumpulan referensi data – data yang berhubungan dengan objek penelitian yang diteliti untuk mencapai tujuan pembahasan penelitian dengan menggunakan literatur buku, majalah, jurnal sebagai sumber utama. Data juga dihimpun dari berbagai macam blog dan situs yang berasal dari media online termasuk Google book atau buku online.
10