BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
Budaya dipikirkan,
dilakukan, dan diciptakan oleh manusia, yang berdasar kepada tuntunan Tuhan Yang Maha Kuasa. Budaya manusia ini mencakup aspek-aspek seperti: sistem religi, bahasa, organisasi sosial, teknologi, pendidikan, ekonomi, dan kesenian. Kesemuanya ini terbentuk dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu: ide atau gagasan, kegiatan atau aktivitas, dan benda-benda atau artefak. Contoh konkrit kebudayaan ini, pada masyarakat Melayu terdapat sistem kosmologi tentang alam yang diekspresikan dalam konsep kembali ke alam, atau belajar ke alam. Orang Melayu juga memiliki sistem teknologinya seperti panggunaan okik alat menyongket kain, teknologi membuat perahu, membuat rumah, sistem perbintangan, dan lain-lain. Begitu juga dengan kesenian seperti ronggeng, hadrah, rodat, dabus, senandung, gubang, mendu, jikei, makyong, dan lainnya. Semua ini memberikan identitas khas kepada kebudayaan Melayu. Agak berbeda jika dibandingkan dengan etnik-etnik lain di Nusantara, yang biasanya menentukan kelompok etniknya berdasarkan keturunan atau hubungan darah, maka etnik Melayu atau masyarakat Melayu menentukan etniknya berdasarkan budaya. Siapa pun boleh masuk Melayu, dengan syarat mengikuti kebudayaan Melayu. Dengan demikian Melayu ini bisa difahami dalam arti khusus sebagai etnik, rumpun Melayu, wangsa Melayu, dan juga ras
Universitas Sumatera Utara
Melayu. Kalau dipandang secara rasial, maka orang Melayu tersebar di kawasan Asia Tenggara, Pasifik, sampai ke Madagaskar dan Afrika bahagian Selatan. Dengan demikian ras Melayu ini memiliki kekuatan besar baik dalam kuantitas maupun kualitas sosiobudayanya. Kebudayaan ras Melayu ini dalam kajian keilmuan lazim disebut sebagai Melayu-Polinesia atau MelayuAustronesia (lihat Haziyah Hussein 2008). Indonesia dalam konteks ini dipandang sebagai bahagian dari Dunia Melayu atau Alam Melayu-Polinesia, bersama Malaysia, Thailand, Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, dan beberapa diaspora Melayu di Asia Tenggara. Masyarakat Melayu yang terbesar adalah di Indonesia. Dengan keadaan yang seperti ini dapat dilihat bagaimana identitas kebudayaan Melayu. Salah satu di antaranya adalah melalui kesenian. Kesenian ini sendiri ada yang berupa seni pertunjukan musik, tari, dan teter—juga seni rupa, arsitektur, dan lain-lainnya. Di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, saat ini, banyak terdapat bentuk kesenian. Mulai dari kesenian tradisional hingga kesenian yang dianggap modern atau yang telah mengalami kontak budaya dari luar negeri. Beberapa kesenian tradisional yang hingga pada saat ini telah mengalami kepunahan dan tidak dapat dilestarikan lagi yang karena kurangnya perhatian dari masyarakat pemiliknya dan dari pihak pemerintah yang terkait. Salah satu bentuk kesenian yang ada pada kebudayaan Melayu di daerah Sumatera Utara khususnya di Medan yakni kesenian tradisional yang yang dinamakan kesenian teater makyong.1 Sebutan makyong berasal dari kata Mak Hyang (Dewi Padi) yang berasal dari Kerajaan Melayu
1
Penulisan kata ini dengan huruf miring atau italuic hanya dimunculkan dan diterapkan pada saat pemunculan pertama ini saja, yang mengindikasikan ini adalah istilah yang dipakai dalam bahasa Melayu. Untuk pemunculan istilah atau terminologi kata ini berikutnya baik di Bab I ini atau bab-bab berikut tidak ditulis miring, untuk mengefektifkan penulisan. Skripsi ini bertema tentang makyong pada Sinar Budaya Group Medan, tentu saja akan muncul terus menerus istilah ini di semua tempat di dalam skripsi ini. Dalam tulisan-tulisan berbahasa Melayu atau Indonesia, kata makyong ini ada yang ditulis terpisah yaitu Mak Yong atau mak yong, dan ada pula yang ditulis menyatu yaitu makyong. Ini menggambarkan bahwa istilah tersebut belum dibakukan. Dalam skripsi ini penulis memilih menggunakan penulisan makyong.
Universitas Sumatera Utara
Patani (Thailand Selatan) pada abad ke-15 Masehi. Lalu makyong menyebar ke Kelantan dan Pahang (Malaysia) kemudian masuk ke Indonesia melalui Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat (Luckman Sinar 1990). Makyong 2 adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang pertunjukannya menggabungkan berbagai unsur-unsur ritual (persembahan menghadap rebab), sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh penari wanita dan menggunakan topeng. Pada masa awal perkembangannya (diperkirakan di masa Budha), pertunjukan makyong diadakan sebagai pertunjukan untuk acara doa ucapan syukur saat masa panen, acara pernikahan, perayaan ulang tahun raja, upacara penyelamatan yang digunakan dalam pertunjukan main puteri 3 yang merupakan upacara penyembuhan penyakit secara tradisional. Peran dalam teater makyong dilaksanakan oleh pemeran yang berjumlah antara 8 hingga 25 orang tergantung cerita yang dipersembahkan. Dalam pertunjukan makyong diperankan oleh wanita dan jika ada peran pria maka yang berperan tersebut harus menggunakan topeng atau setidaknya mengecat wajahnya. Beberapa tokoh-tokoh dalam teater makyong di antaranya adalah seperti daftar berikut ini. 1. Raja Muda Lembek, 2. Putri Ratna, 3. Raja Jemala Indra, 2
Parafrase tulisan ini dikutip dari laman web yang http://id.wikipedia.org/wiki/Mak_Yong,, yang diunduh pada 3 Maret 2010. 3
Perrtunjukan boneka yang diisi roh yang dipandu oleh dukun (bomoh). Dalam kebudayaan Melayu pada umumnya, unsure seni pertunjukan yang berkaitan dengan dunia gaib di antaranya adalah main puteri seperti diuraikan di ats. Di beberapa negeri Melayu, seperti di Perak dan Perlis terdapat upacara pengobatan secara spiritual dengan melibatkan jembalang (makhluk halus), pada genre seni ulik mayang. Di Riau upacara pengobatan seperti ini disebut dengan belian. Sementara di kawasan Serdang dan Bedagai terdapat seni gebuk, untuk mengobati penyakit akibat gangguan makhluk halus.
Universitas Sumatera Utara
4. Awang Pengasuh, 5. Awang Muda, 6. Mak Inang, 7. Gergasi (Raksasa), 8. Dayang-dayang, dan 9. Prajurit-prajurit. Pertunjukan makyong biasanya diiringi alat-alat musik seperti sepasang gendang; tawaktawak yang kini umumnya digantikan dengan talempong; serunai sebagai pengganti rebab, juga ditambah kesi (simbal kecil); sepasang canang; breng-breng (gong China); dua pasang batang bambu, dan gendang gedombak (semacam darbukeh dari Arab). Terjadinya variasi instrumentasi ini diakibatkan penyesuaian dengan perkembangan waktu. Beberapa lagu-lagu dalam makyong diantaranya; Lagu Menghadap Rebab, Lagu Memberi Arahan, Lagu Berjalan, Lagu Mengulit, Lagu Bersedih, Lagu Khusus, Lagu Sedayong Pakyong. Makyong juga diiringi dengan tari-tarian yang mendukung plot cerita seperti: Tari Menghadap Rebab, Pakyong Berjalan, Tari Inai, dan lain-lain. (Ben Pasaribu 1984:1). Persembahan makyong diawali dengan ritual pembuka salam dan doa dari pawang dimana hal ini dilaksanakan dengan tujuan agar acara pertunjukan dari awal hingga akhir pertunjukan dapat berlangsung dengan baik. Setelah pawang membacakan mantra ritual lalu musik pembuka dimulai
para penari dan tokoh-tokoh dalam cerita masuk ke panggung
bersamaan dengan pemain rebab lalu adegan cerita pun dimulai. Di Kota Medan terdapat salah satu group kesenian yang masih tetap melestarikan pertunjukan makyong hingga saat ini. Grup tersebut adalah Sinar Budaya Group. Penulis memilih grup kesenian ini sebagai objek penelitian karena kuantitas, kualitas, dan totalitasnya
Universitas Sumatera Utara
mementaskan pertunjukan makyong. Sinar Budaya Group beralamatkan di Jalan Abdullah Lubis No.47/42 Medan yang dibentuk pada tahun 1998 oleh Tengku Luckman Sinar, S.H;4 Drs. Fadlin, dan seniman-seniman lainnya yang tergabung dalam Sinar Budaya Group . Terbentuknya Sinar Budaya Group diawali keprihatinan Tengku Luckman Sinar atas semakin hilangnya jati diri kesenian Melayu dengan masuknya pengaruh modernisasi dari negara-negara maju. Sehingga dengan terbentuknya Sinar Budaya Group ini diharapkan dapat memelihara dan menumbuhkan jati diri kesenian Melayu, dan dengan demikian Sinar Budaya Group dapat menjadi wadah apresiasi dan kreativitas peminat seni budaya Melayu khususnya dan seni budaya Indonesia umumnya. Sinar Budaya Group (SBG) ini pada tahun 1994 sampai 1998 lebih sering disebut MABMI Cultural Group atau Lembaga Kesenian MABMI. 5
Bedanya di masa Lembaga
Kesenian Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia ini, mereka merupakan gabungan dari Sri Indera Ratu di bawah pimpinan Dra. Tengku Sitta Syaritsah, juga Lia Grup di bawah pimpinan Encik Dahlia Abu Kasim Sinar, dan Tengku Luckman sendiri. Mereka ini adalah keluarga besar
4
Pada tahun 1998 ini, beliau belum lagi menjadi Sultan Serdang. Saat itu jabatan Sultan Serdang dipegang dan dikendalikan oleh Tuanku Abu Nawar Sinar. Selain sebagai sultan beliau juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupatehn Deli Serdang. Selepas Tuanku Abu Nawar Sinar meninggal dunia tahun 2003, maka berdasarkan kerapatan adat Serdang, pemegang tampuk kekuasaan Kesultanan Serdang adalah Tuanku Luckman SInar Basharshah II, S.H. Kemudian pada hari Jumat 4 januari 2011 yang baru lalu, Tuanku Luckman Sinar Bashasrshah II meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur Malaysia. Beliau dimakamkan di Perbaungan dekat dengan makam ayahandanya Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah. Berdasarkan kerapatan adat Kerajaan Serdang maka terpilihlah Tuanku Drs. Ahmad Thala’a menjadi Sultan Serdang. 5
MABMI merupakan singkatan dari Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Ini adalah lembaga formal yang mewadahi budaya dan adat Melayu Sumatera Utara. Pendiri MABMI di antaranya adalah Raja Syahnan dan Tengku Amin Ridwan. Beberapa dekade, lembaga ini dipimpin oleh Tengku Amin Ridwan, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Kemudian dipimpin selama satu periode tahun 1999 sampai 2004. Kemudian dipimpin oleh H. Syamsul Arifin, S.E., mantan bupati Kabupaten Langkat. Kini adalah gubernur Sumatera Utara. Namun ia sedang menjalani hukuman akibat skandal korupsi semasa menjabat bupati Langkat, yang diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada juga beberapa pejabat di Sumatera Utara ini yang mengalami kasus yang sama dengan Syamsul Arifin, seperti mantan Walikota Medan Drs. Abdillah, mantan Wakil Walikota Medan Dr. Ramli, M.M. dan lain-lainnya. Semua ini adalah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sebagai tekad bangsa Indonesia dalam memberantas korupsi.
Universitas Sumatera Utara
Serdang dan Deli. Namun sejak 1998, Tengku Luckman Sinar mendirikan sendiri Sinar Budaya Grup, akibat dari pergesekan internal di Lembaga Kesenian MABMI. Kelompok seni SBG ini adalah grup kesenian yang melakukan beberapa kegiatan seni, yang didukung oleh para seniman dengan bidang-bidang keahlian dan kekhususan sebagai berikut ini. 1. Ahli pantun Melayu, 2. Pemain debus (Aceh), 3. Pemain teater tradisional Melayu makyong, 4. Pemain pertunjukan silat Melayu, 5. Pemain musik kompang atau hadrah, 6. Pemain band yang memainkan genre musik tradisional Melayu, Batak, Mandailing, Simalungun, Nias, Karo , Jawa, dan lain-lain, serta 7. Penari pria dan wanita yang menarikan tari-tarian Melayu, Batak, Karo, Nias, Simalungun, Mandailing, Aceh, Padang, Jawa, Bali, China Muslim serta tari kreasi baru kontemporer. Personil Sinar Budaya Group berjumlah sekitar 40 orang yang terdiri dari pimpinan, pemusik, penari, artis, dan petugas. Pada saat pertunjukan, Sinar Budaya Group menampilkan kesenian berdurasi selama 2 jam non-stop. Sinar Budaya Group juga menyelenggarakan pertunjukan kesenian untuk acara pesta perkawinan dan acara tari massal. Adapun menurut penjelasan para informan, berbagai pertunjukan kesenian yang ditampilkan oleh Sinar Budaya Group terdiri dari genre-genre sebagai berikut. 1. Teater tradisional Melayu Makyong (teater tradisional Melayu), 2. Tari Inai,
Universitas Sumatera Utara
3. Tari Indonesia Bersatu (Indonesia in Unity), 4. Tari Zapin Serdang, 5. Tari Rampoe Aceh, 6. Tari Debus, 7. Tari Tor-Tor Hatasopisik, 8. Tari Iyolah Molek, 9. Tari Piring (Sumatera Barat), 10. Tari Lenggok Jakarta (Betawi), 11. Tari Jaranan ( Jawa), 12. Tari Kipas (Sulawesi), 13. Tari Zapin Ya Salam ( Kalimantan), 14. Tari Bambu (Maluku), 15. Tari Payembrame ( Bali), 16. Tari Joget Pahang (Malaysia), 17. Tari Gulayim (Tiongkok Islam dari Sinjiang), 18. Tari Gorokinaka (India), dan 19. Pasukan Adat Kesultanan Adat Tombak Berambu, dan lain-lain. Dari tahun 1998 sampai 2003, pemimpin Sinar Budaya Grup adalah Tengku Luckman Sinar, dengan wakilnya Drs. Fadlin, sekretaris Drs. Muhammad Takari, M.Hum., bendahara Tengku Syahruwardi, Performing Art Manager Syainul Irwan, disertai beberapa penari dan pemusik, yang sifatnya ada yang tetap dan ada pula yang cabutan. Di masa mereka ini berbagai pergelaran pertunjukan dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
1. The OPEC International Culture Festival di Caracas Venezuela, tanggal 11 -17 September 2000, 2. Festival Gendang Nusantara I s/d XIII di Melaka, Malaysia Tahun 1997 – 2009, 3. Festival “Persatuan dan Kesenian Melayu – Polenesia” di Kuala Lumpur, Tahun 2002, 4. Festival tari Melayu Nusantara I – IV di Palembang , Tahun 2002 – 2005, 5. Festival Kraton Nusantara I – IV di Cirebon, Yogyakarta dan Solo, Tahun 2002 – 2006, Kemudian tahun 2003 dan seterusnya, tampuk kepemimpinan Sinar Budaya Group dipegang oleh Tengku Mira Sinar dan telah membawa SBG ke berbagai event di dalam dan di luar negeri, seperti ke Qatar, Portugal, Malaysia, Singapura, dan lain-lain. Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima oleh Sinar Budaya Group adalah pada event-event seni berikut ini. 1. The OPEC International Cultural Festival di Caracas Venezuela pada tanggal 11-17 September 2000, 2. Festival Gendang Nusantara – I s/d XIII di Melaka, Malaysia pada tahun 1997 s/d 2009, 3. Festival “Persuratab dan Kesenian Melayu-Polenesia” di Kuala Lumpur, pada tahun 2002, 4. Festival tari Melayu Nusantara I-IV di Palembang, tahun 2002-2005. 5. Festival Keraton I-IV, di Cirebon, Yogyakarta dan Solo, pada tahun 20022006, 6. Festival Budaya Melayu se-Dunia di Pekan Baru – Riau , pada Tahun 2003,
Universitas Sumatera Utara
7. Festival Budaya Melayu Dunia Islam di Melaka - Malaysia, tahun 20022006, 8. Malam Budaya Indonesia di Songkla-Thailand , tahun 2000, 9. Moslem Consumer Showcase in Singapore, pada tahun 2000, 10. Indonesian Night In Mumbay and New Delhi, pada tahun 2003, 11. Global Village Expo in Dubai, pada tahun 2005, 12. Indonesian Art’s Performance in Doha-Qatar, pada tahun 2005, 13. Bintan Art’s Festival, Tanjung Pinang-Bintan Island, pada tahun 2005, 14. Indonesian Art’s Performance in Doha-Qatar pada tahun 2006, 15. Indonesian Cultural and Culinary Show in Sana’a – Yaman, 2006, 16. Indonesian Art’s Performance in Portugal, pada tahun 2008, 17. Indoensian Cultural Night in France, pada tahun 2008, dan 18. Sumatera Utara Night in Thailand, pada tahun 2010. Sinar Budaya Group juga memiliki pakar-pakar sejarah yang menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara yang mana telah mengadakan pertunjukan kesenian dan juga menyertai berbagai seminar mengenai kebudayaan dibeberapa provinsi di Indonesia seperti, Riau, Aceh, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Yogyakarta dan juga dibeberapa negara seperti: Malaysia, Singapura, Thailand, India, Eropa, Venezuela, Dubai, Qatar, dan Yaman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SBG aktif dalam memperkenalkan dan memungsikan seni Melayu dan Sumatera Utara dalam lingkup dalam negeri maupun luar negeri, termasuk makyong yang menjadi tumpuan kajian dalam skripsi ini. Pertunjukan makyong pada saat ini masih dianggap fenomenal dan tetap dilestarikan namun beberapa unsur-unsur seperti pakem-pakemnya sudah tidak dipertahankan lagi karena
Universitas Sumatera Utara
pertunjukan yang tadinya biasa berlangsung selama berjam-jam bahkan semalaman suntuk, namun sekarang dalam pementasan pertunjukan Makyong cukup dipentaskan selama berdurasi sekitar 1,5 jam dan dapat disesuaikan dengan kondisi keadaan. Bahasa dalam dialog dan lelucon pun pada pertunjukan makyong, kini sudah diubah dan disesuaikan dengan dialek Melayu sekarang. Sejarah keberadaan teater makyong di Sumatera Utara6, tepatnya di Istana Kota Galuh Kesultanan Serdang, merupakan “buah tangan” dari perjalanan Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah (Sultan Serdang ke V) ketika melawat ke Perlis dan Kedah pada Tahun 1898. Ketika itu Tengku Mahmud dari Regent Kedah menghadiahkan seperangkat peralatan musik Makyong lengkap dengan para pemainnya. Sejak tahun 1945, makyong sudah jarang dipentaskan. Namun pada tahun 1970, Tengku Luckman Sinar Basarsyah-II, SH (Sultan Serdang ke VIII) mengangkat kembali pertunjukan Makyong dan diberi nuansa baru sesuai zaman sekarang, seperti penggarapan ide cerita baru. Dan untuk pertama kalinya pertunjukan Makyong kembali dipentaskan pada Pekan Budaya Melayu di Medan pada tahun 1989 yang dibawakan oleh Sinar Budaya Group Kesultanan Serdang. Lalu pada tahun 2003 Sinar Budaya Group mengadakan pementasan keliling makyong pada Kongres Kebudayaan Indonesia di Padang Panjang. Pada acara Pekan Produk Budaya (Kreatif) Indoensia pada 25-28 Juni tahun 2009 yang dibuka oleh Presiden Republik Indonesia di Jakarta Convention Center, Sinar Budaya Group juga turut mementaskan makyong pada acara tersebut. Makyong yang dipentaskan tersebut berjudul Putri Ratna yang disadur oleh Tengku Luckman Sinar Basarsyah II, SH.
6
Sumber data tertulis dari Ibu Tengku Mira Rozanna Sinar, S.Sos, 2011. Beliau lebih suka diberi pertanyaan dan menjawab secara tertulis tentang apa saja yang berkaitan dengan Sinar Budaya Group dan pengalaman dirinya dalam berkesenian.
Universitas Sumatera Utara
Makyong yang berjudul Putri Ratna berkisah tentang kaul (nazar) 7 dari ayah Raja Muda Lembek yang tidak dilaksanakan oleh Raja Muda Lembek untuk pergi bertapa ke Gunung Burma. Akibat dari perbuatan Raja Muda Lembek tersebut maka Raja Muda Lembek menjadi sakit lumpuh. Lalu Awang Pengasuh yang telah diusir Raja Muda Lembek mengingatkan kembali Sang Raja Muda Lembek agar melaksanakan kaul (nazar) ayah dari Raja Muda Lembek dilaksanakan agar Raja Muda Lembek bisa sembuh. Akhirnya Raja Muda Lembek melaksanakan kaul (nazar) tersebut dan sembuhlah Raja Muda Lembek. Ketika Raja Muda Lembek pergi bertapa, kepengurusan kerajaan dititipkan kepada Putri Ratna yang merupakan adik Raja Muda Lembek. Selama Putri Ratna memegang kepemimpinan, kerajaan Putri Ratna selalu diganggu oleh Gergasi (raksasa). Lalu Putri Ratna diselamatkan oleh Raja Jemala Indra (sahabat Raja Muda Lembek) dari gangguan gergasi, dan berlanjut menjalin cinta antara Putri Ratna dan Raja Jemala Indra dan diakhiri pernikahan mereka. Yang menarik di dalam pertunjukan teater makyong oleh Sinar Budaya Grup Medan ini terdapat plot cerita, musik iringan yang khas, dan tari-tarian. Sebahagian ada yang benar-benar tradisi dan sebahagian ada yang merupakan garapan baru. Ada juga genre tarian dan nyanyian dalam teater ini yang mereka masukkan dan menjadi ciri khas dalam konteks ini. Misalnya dengan masukknya lagu Zapin Serdang, yang berakar dari tradisi zapin di Serdang, khususnya lagu Selabat Laila.
7
Kaul atau nazar adalah suatu janji manusia kepada Penguasa (Tuhan) semesta alam. Nazar ini biasa dilakukan untuk mencapai sesuatu, atau menyelesaikan sesuatu. Misalnya seseorang yang bertahun-tahun sakit dan tidak sembuh-sembuh, sudah lelah berusaha mengobatinya. Akhirnya ia bernazar kepad Tuhan, bahwa kalau sembuh ia akan mendirikan rumah yatim dan mengasuh anak yatim. Atau sepasang suami dan isteri yang telah opuluhan tahun menikah tetapi tidak dikaruniai anak. Maka mereka bernazar, apabila memperoleh anak, laki-laki atau perempuan, mereka akan mendirikan mushala di kampungnya. Banyak lagi nazar-nazar yang lain. Intinya adalah janji untuk melaksanakan sesuatu apabila dikaruniai sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, secara keilmuan, pertunjukan teater (yang di dalamnya terdapat musik dan tari) sangat menarik untuk didekati dengan disiplin ilmu etnomusikologi, sebagai latar belakang ilmu penulis selama ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Alan P. Merriam tentang etnomusikologi sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound. 8 Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar etnomusikologi membawa dirinya
sendiri kepada
benih-benih
pembahagian
percampuran dua bagian
keilmuan yang
terpisah,
Kemudian menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan
ilmu, untuk yaitu
itu selalu dilakukan
musikologi
masalah
besar
dan
etnologi.
dalam rangka
mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya--seorang sarjana menulis secara teknis
8
Silahkan lihat lebih jauh Alan P. Merriam, op. cit. 1964. h. 3-4. Buku ini menjadi “bacaan wajib dan mendasar” bagi para pelajar etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayaan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teoriteori evolusioner difusi, dimulai
dengan
melakukan studi musik
dalam
konteks
etnologisnya. Di sini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran"
etnomusiko-logi di Jerman dan
Amerika,
yang sebenarnya
tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para Amerika
sarjana
telah mempersembahkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan di atas tergambar
dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin dasar yaitu etnologi dan musikologi, walau ahlinya.
terdapat variasi penekanan bidang yang
Namun terdapat persamaan
bahwa mereka
berbeda
dari masing-masing
sama-sama berangkat dari musik
dalam konteks kebudayaannya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian dan pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu kajian ilmiah tentang Makyong dan menuangkan kedalam tulisan yang berjudul Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan.
1.2 Pokok Permasalahan Pokok permasalahan yang penulis akan lakukan berdasar kepada pertanyaan: Bagaimana pertunjukan cerita Putri Ratna oleh kelompok kesenian Sinar Budaya Group. Pokok permasalahan ini akan dijawab dengan melakukan uraian dalam bentuk deskripsi pertunjukan makyong Sinar Budaya Group untuk cerita dimaksud. Kemudian menganalisis jalannya pertunjukan tersebut, dengan menotasikan musik, mentranskripsi dialog-dialog, dan kemudian menuliskannya dalam bentuk skripsi.
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan, maka tujuan utama dari penulisan dan penelitian ini adalah, 1. Untuk mengetahui bagaimana pertunjukan Makyong oleh Sinar Budaya Group mulai dari latihan sampai pementasan, khususnya untuk cerita Putri Ratna. 2. Untuk melengkapi persyaratan meraih gelar kesarjanaan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara .
Universitas Sumatera Utara
3. Sekaligus nantinya tulisan ini dapat menjadi referensi bagi rekan-rekan yang lain yang hendak membahas pertunjukan Makyong dimasa yang akan datang.
1.3.2 Manfaat Manfaat penulisan ini adalah : 1. Sebagai sumbangan bagi dokumentasi, referensi, dan analisis kebudayaan Melayu Sumatera Utara secara umum 2. Dapat digunakan oleh peneliti-peneliti dimasa yang akan datang sebagai suatu langkah awal untuk memulai ataupun melanjutkan penelitian kesenian pertunjukan Makyong kebudayaan Melayu Sumatera Utara secara khusus.
1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan 1.4.1 Konsep Koentjaraningrat (1980:207), menyebutkan bahwa konsep adalah suatu sistem pedoman hidup dan cita-cita yang akan dicapai oleh banyak individu dalam suatu masyarakat. Masingmasing suku bangsa mempunyai istilah dalam menyebut musik yang berbeda dengan suku lain. Dalam tulisan ini perlu dikemukakan konsep-konsep yang berkaitan dengan judul skripsi Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan. Dalam konteks penelitian ini, penulis akan menjelaskan pengertian secara harfiah beberapa kata kunci yang menjadi bingkai masalah penelitian, yaitu: deskriptif, pertunjukan, makyong yang berjudul “Putri Ratna” dan Sinar Budaya Group.
Universitas Sumatera Utara
(a) Deksriptif, berasal dari deskripsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:258), deskripsi berarti pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci sedangkan deskriptif berarti besifat deskripsi. (b) Menurut
Murgianto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang
dilakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan marasa bertanggung jawab pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. (c) Menurut penjelasan Tengku Mira Rozanna Sinar (wawancara Oktober 2010) , makyong yang berjudul Putri Ratna adalah merupakan bentuk seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Melayu yang disadur dari karya Tengku Luckman Sinar Basarsyah II, SH dimana pertunjukan tersebut berdurasi sekitar 1,5 jam yang diiringi dengan musik, lagu, tarian tradisonal Melayu. (d) Sinar Budaya Group merupakan sanggar seni yang didirikan oleh Tengku Luckman Sinar Basarsah II, SH dan Drs. Fadlin pada tahun 1998, yang bertujuan untuk melestarikan seni budaya Melayu khususnya dan seni budaya Indonesia umumnya. Dengan melihat definisi di atas, penulis memberi kesimpulan tentang konsep atau hal yang akan menjadi bingkai permasalahan penelitian, yaitu tulisan yang mampu memaparkan dan menggambarkan secara jelas dan terperinci tentang pertunjukan makyong yang berjudul Putri Ratna dari saat latihan hingga selesai pementasan.
1.4.2 Teori Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat 1973:10). Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Maka penulis menggunakan teori analisis pertunjukan oleh Edi Sedyawati (1981:48-66) yang mengemukakan bahwa suatu analisis pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan dimana seni pertunjukan tersebut dilaksanakan atau di dukung masyarakatnya, pergeseran-pergeseran yang terdapat didalam pertunjukan, dan kemungkinan yang muncul dari interaksi setiap orang (penyaji dan penyaji), (penyaji dan penonton) di antara variabel-variabel wilayah yang berbeda. Untuk mendeskripsikan pertunjukan menggunakan teori Milton Siger (dalam Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia 1996:164-165) juga menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini. 1. Waktu pertunjukan yang terbatas, 2. Awal dan akhir, 3. Acara kegiatan yang terorganisir, 4. Sekelompok pemain, 5. Sekelompok penonton, 6. Tempat pertunjukan, dan 7. Kesempatan untuk mempertunjukannya. Untuk mendukung teori analisis pertunjukan, maka penulis juga menggunakan teori fungsionalisme, dalam kaitannya mengkaji sejauh apa fungsi makyong dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Melayu, khususnya di Serdang dan lebih luas Sumatera Utara. Bagaimana makyong ini berfungsi dalam masyarakat Melayu tersebut. Menurut Lorimer et al., teori
fungsionalisme
adalah salah satu
teori
yang
dipergunakan pada ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusiinstitusi dan kebiasaan-kebiasaan bagaimana
susunan
sosial
pada masyarakat tertentu.
didukung
Analisis
fungsi menjelaskan
oleh fungsi institusi-institusi seperti: negara, agama,
keluarga, aliran dan pasar terwujud. Sebagai contoh, pada masyarakat yang kompleks seperti Amerika Serikat, agama dan keluarga mendukung
nilai-nilai
yang
difungsikan untuk
mendukung kegiatan politik demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam masyarakat yang lebih sederhana,
masyarakat
tribal, partisipasi
dalam
upacara keagamaan
berfungsi
untuk
mendukung solidaritas sosial di antara kelompok-kelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya.
Meskipun teori ini menjadi dasar bagi para penulis Eropa bada ke-19,
khususnya Emile Durkheim, fungsionalisme secara nyata berkembang sebagai sebuah teori yang mengagumkan sejak dipergunakan oleh Talcott Parsons dan Robert Merton tahun 1950-an. Teori ini sangat berpengaruh kepada para pakar sosiologi Anglo-Amerika dalam dekad 1970an.
Bronislaw Malinowski dan A. R. Radcliffe-Brown, mengembangkan teori ini di bidang
antropologi, dengan memusatkan perhatian pada masayarakat bukan Barat. Sejak dekad 1970an, teori fungsionalisme dipergunakan pula untuk mengkaji dinamika konflik sosial (Lorimer et al. 1991-112-113). Untuk melihat fungsi pertunjukan makyong penulis menggunakan teori fungsionalisme yang dikemukakan oleh Merriam (1964-219-226) yang memberikan contoh fungsi musik ke dalam 10 kategori, yaitu fungsi : (1) pengungkapan emosional,
Universitas Sumatera Utara
(2) penghayat estetis, (3) hiburan, (4) komunikasi, (5) perlambangan, (6) reaksi jasmani, (7) berkaitan dengan norma-norma social, (8) pengesahan lembaga sosial, (9) kesinambungan kebudayaan, dan (10) pengintegrasian masyarakat. Untuk mendeskripsikan struktur musik (baik melodi maupun ritme) yang dihasilkan ensambel makyong ini, penulis mempergunakan teori weighted scale yaitu teori yang lazim digunakan untuk menganalisis melodi seperti yang ditawarkan oleh William P. Malm (1977) yang terdiri dari delapan unsur, yaitu sebagai berikut.
1. Tangga nada, 2. Wilayah nada (ambitus), 3. Nada dasar (tone center), 4. Jumlah nada-nada, 5. Distribusi interval, 6. Formula melodi, 7. Pola-pola kadensa, dan 8. Kontur.
Universitas Sumatera Utara
Demikian kira-kira gambaran umum teori yang akan penulis gunakan nantinya dalam mendeskripsikan pertunjukan makyong cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan. Termasuk konteks sosiobudaya dalam masyarakat pendukungnya, seperti yang ditawarkan oleh para ahli teori dalam bidang seni pertunjukan dan etnpmusikologi.
1.5
Metode Penelitian Metode peneletian adalah suatu prosedur atau urutan kerja yang akan dilaksanakan dalam
rangka penyelidikan dari suatu bidang yang bertujuan untuk memperoleh fakta-fakta. Metode kerja yang penulis lakukan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu rangkaian kegiatan atau proses menyaring data/informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam bidang kehidupan tertentu pada objeknya (Bogdan dan Taylor 1975:176). Suatu penelitian kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan 1975:4-5). Dalam hal metode penelitian, penulis memakai metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Di sini penulis mencari data dilapangan dengan cara wawancara secara langsung. Sebelum melakukan wawancara penulis hanya mempersiapkan garis-garis besar pertanyaan yang akan ditanyakan. Seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan setiap informan penulis kumpulkan untuk diolah dalam kerja laboratorium. Menurut Netll (1964:62-64) ada 2 hal yang esensial untuk melakukan aktifitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu : kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pemilihan informan, pendekatan dan pengambilan data,
Universitas Sumatera Utara
pengumpulan dan perekaman data. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data, menganalisis dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data-data yang diperoleh. Namun demikian, sebelum melakukan hal ini terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yakni mendapatkan literatur atau sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
1.5.1 Pemilihan Lokasi Penelitian Sebagai sample kajian penelitian maka penulis memilih lokasi penelitian di jln. Abdullah Lubis No. 47/42 Medan yang merupakan alamat Sinar Budaya Group. Alasan penulis memilih daerah tersebut sebagai lokasi penelitian adalah dapat langsung bertemu dengan informan dan keterbukaan dari para informan tentang pertunjukkan Makyong dimana informan sangat respek dengan niat penulis untuk melakukan penelitian disanggar mereka. Sebagai bukti simpati dari informan penulis diberi video Makyong yang berjudul Putri Ratna dan catatancatatan mengenai Sinar Budaya Group dan Makyong. Penulis juga sering melakukan pertemuan dalam bentuk diskusi dan wawancara dengan Ibu Tengku Mira. Rozanna, S. Sos. sebagai pengelola Sinar Budaya Group.
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis menjalani dua tahapan, yakni: 1. Studi kepustakaan, 2. Penelitian lapangan.
1.5.2.1 Studi Kepustakaan
Universitas Sumatera Utara
Sebelum melakukan kerja lapangan, terlebih dahulu penulis membaca beberapa literatur yaitu berupa makalah, skripsi, buku-buku dan majalah yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Kemudian mencari konsep-konsep dan teori yang dapat menjadi sumber informasi bagi penulis untuk membahas tulisan ini. Untuk mencari teori, konsep dan juga informasi yang berhubungan dengan tulisan ini, yang dapat dijadikan landasan dalam penelitian, maka penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian lapangan. Sumber bacaan yang dilakukan dapat berasal dari peneliti luar maupun peneliti dari Indonesia sendiri. Selain bacaan yang dapat berupa majalah atau Koran, bulletin, buku ilmiah, jurnal, skripsi sarjana, tesis, berita dan lain-lain, penulis juga menggunakan buku-buku yang cukup relevan dengan topik permasalahan dalam penelitian ini, terutama yang menyangkut pertunjukan Makyong. Buku-buku tersebut antara lain ialah, Kebudayaan Melayu Sumatera Timur, tulisan Tuanku Luckman Sinar Basarsyah II. SH dan Wan Syaifuddin. M.A, The Anthropology of Music, tulisan Alan P. Merriam, 1964; Theory and Method in Ethnomusicology, karya Bruno Nettl, 1864; Pokok-pokok Antropologi Budaya, karya T.O. Ihromi, 1987; serta buku-buku pendukung lainnya yang dianggap relevan dengan topik penelitian ini.
1.5.2.2 Penelitian Lapangan Dalam penelitian lapangan penulis mengadakan observasi langsung dan wawancara langsung. Adapun observasi langsung ini dilakukan untuk mendapatkan secara langsung datadata yang dibutuhkan selama berlangsungnya kegiatan yang diamati tersebut. Selain mengamati
Universitas Sumatera Utara
kegiatan dari observasi langsung ini penulis dapat langsung menentukan orang-orang yang dianggap mampu menjadi narasumber dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan penulis. Pengamatan atau observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi, yaitu : a. Observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. b. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Dalam metode pengamatan setidaknya ada 3 (tiga) macam metode, yaitu : 1. Metode pengamatan bebas. Metode ini menggunakan teknik pengamatan yang mengharuskan si peneliti tidak boleh terlibat dalam hubungan-hubungan emosi pelaku yang menjadi sasaran penelitiannya. Si peneliti dalam hal ini tidak ada hubungan apapun dengan para pelaku yang diamatinya. 2. Metode pengamatan terkendali. Dalam pengamatan terkendali, si peneliti juga tidak terlibat hubungan emosi dan perasaan dengan yang ditelitinya, seperti halnya dengan pengamatan biasa. Yang membedakannya adalah pada pengamatan terkendali para pelaku yang akan diamati diseleksi dan kondisi-kondisi yang ada dalam ruang atau tempat kegiatan pelaku itu diamati dan dikendalikan oleh si peneliti. 3. Metode pengamatan terlibat. Melalui metode pengamatan terlibat si peneliti mempunyai hubungan dengan para pelaku yang diamatinya dalam melakukan pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan. Sasaran dalam metode pengamatan terlibat adalah orang atau pelaku.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode pengamatan terlibat. Disini penulis bertindak sebagai pengamat total yang dapat masuk ke suatu tempat dan melakukan pengamatan sebagai seorang peneliti. Melalui pengamatan ini peneliti dalam mengumpulkan bahan keterangan yang diperlukan tidak perlu bersembunyi tapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan yang diamati. Dalam hal ini, peneliti harus berusaha memperoleh kepercayaan penuh dari orang-orang yang menjadi sasaran penelitiannya. Wawancara
adalah
teknik
pengumpulan
data
yang
dilakukan
dengan
cara
mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder) (Suhartono, 1995:67). Teknik wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985:138-140) mengatakan bahwa wawancara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1. Wawancara berfokus : pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu dan selalu berpusat kepada satu pokok permasalahan 2. Wawancara bebas : pertanyaan yang diajukan tidak hanya berpusat pada pokok permasalahan tetapi beraneka ragam selama masih berkaitan dengan objek penelitian. 3. Wawancara sambil lalu : pertanyaan dalam hal ini diajukan kepada nara sumber dalam situasi yang tidak terkonsep ataupun tanpa persiapan. Dengan kata lain informan dijumpai secara kebetulan. Adapun wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara bebas. Wawancara bebas adalah wawancara yang lebih santai dan fleksibel. Kendala yang penulis alami dalam wawancara hanya berkisar dari informan yang merasa terganggu dengan adanya alat rekam. Namun setelah penulis memberikan pengertian dari tujuan
Universitas Sumatera Utara
dari peralatan tersebut hal ini segera dapat diatasi. Sebelum wawancara secara terfokus penulis membuat kerangka pertanyaan, hal ini sengaja penulis lakukan agar disaat wawancara dapat melakukan wawancara sesuai dengan yang penulis inginkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
1.5.3 Pemilihan Informan Dalam melaksanakan penelitian ini penulis terlebih dahulu menentukan informan pangkal sebagai sumber informasi yang dibutuhkan penulis. Ini merupakan titik awal bagi penulis untuk mencari informan lainnya. Untuk memulai peneletian ini penulis menetapkan Ibu Tengku Mira Rozanna Sinar,S.Sos sebagai informan pangkal. Adapun informan pangkal tersebut merupakan pengelola dari Sinar Budaya Group yang mana pada saat ini beliau salah satu orang yang masih melestarikan kesenian pertunjukan Makyong. Untuk informan lainnya berasal dari personil Sanggar Sinar Budaya Group.
1.5.4 Metode Penelusuran Data Online Perkembangan Internet yang sudah semakin maju pesat serta telah mampu menjawab berbagai kebutuhan masyarakat saat ini memungkinkan para akademisi mau ataupun tidak menjadikan media online seperti Internet sebagai salah satu medium atau ranah yang sangat bermanfaat bagi penelusuran berbagai informasi, mulai dari informasi teoritis maupun data-data primer ataupun sekunder yang diinginkan oleh peneliti untuk kebutuhan penelitian. “Pada mulanya banyak kalangan akademisi meragukan validitas data Online sehubungan apabila data atau informasi itu digunakan dalam karya-karya ilmiah, seperti penelitian, karya tulis, skripsi, tesis maupun disertasi. Namun ketika media Internet
Universitas Sumatera Utara
berkembang begitu pesat dengan sangat akurat, maka keraguan itu menjadi sirna kecuali bagi kalangan akademisi konvensional –ortodoks yang kurang memahami perkembangan teknologi informasi sajalah yang masih mempersoalkan akurasi media online sebagai sumber data maupun sumber informasi teori. Hal ini disebabkan karena saat ini begitu banyak publikasi teoritis yang disimpan dalam bentuk online dan disebarkan melalui jaringan Internet. Begitu pula saat ini, berbagai institusi telah menyimpan data mereka pada server-server yang dapat dimanfaatkan secara Intranet maupun Internet. Dengan demikian polemic tentang keabsahan dan validitas data-informasi online menjadi sesuatu yang kuno, tergantung pada bagaimana peneliti dapat memilih sumber-sumber data online mana yang sangat kredibel dan dikenal banyak kalangan”. Dengan demikian, Burhan Bungin menjelaskan bahwa metode penelusuran data online yang dimaksud adalah tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti Internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin, dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
1.5.5 Perekaman Ada dua jenis perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dan perekaman video audio. Hal perekaman audio digunakan tape perekam merk Sony sensitif audio,camera digital IXUS 8015 Canon 8.0 megapixels, michrophone laptop merk Keenion Mic-309, dan menggunakan software Adobe Audition 1.5. Sedangkan untuk merekam video digunakan
Universitas Sumatera Utara
digunakan kamera video Sony Handycam Wide LCD DCR/DVD808 dengan menggunakan MinicDVD Maxel 60 Minute.
1.5.6 Pemotretan Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar maka penulis menggunakan kamera digital merk Canon, 8 megapixel. Data digital ini kemudian dipindahkan ke dalam bentuk data komputer dalam format bmp (bitmap picture graphics), yang kemudian diinsert ke tempat-tempat analisis yang memerlukan data visual ini.
1.5.7 Kerja Laboratorium Kerja laboratoroium yang penulis lakukan adalah bertujuan mengolah data yang telah terkumpul dari pengamatan dan wawancara. Demua data diklasifikasikan sesuai dengan jenis yang dibutuhkan oleh penulis dengan melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis untuk mengolah data tersebut. Rekaman musik juga dianalisa untuk melihat hubungan music dengan pola gerak tari pertunjukan Makyong, juga melihat reportoar-reportoar dalam mengiringi pertunjukan tersebut. Data-data dioalah sesuai materi permasalahan. Hasil dari data yang telah diolah tersebut penulis jadikan sebagi laporan dalam bentuk skripsi.
Universitas Sumatera Utara