BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup
sendiri. Itu artinya, manusia harus berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya agar dapat bertahan hidup. Dalam berkomunikasi, diperlukan bahasa untuk berinteraksi. Di dunia ini terdapat banyak sekali bahasa, dan setiap negara memiliki bahasa yang berbeda-beda dan unik. Keunikan tersebut salah satunya terdapat pada bahasa di negara Jepang. Dalam berkomunikasi, bangsa Jepang adalah bangsa yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan. Oleh karena itu, dalam bahasa Jepang terdapat pembagian tingkatan ragam bahasa hormat yang disebut keigo. Terada Takanao (dalam Sudjianto, 2009:189) menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga. Hampir sama dengan pendapat itu, Nomura (dalam Sudjianto, 2009:189) juga menyatakan bahwa keigo adalah istilah yang merupakan ungkapan kebebasan yang menaikkan derajat pendengar atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Keigo dibedakan atas sonkeigo, kenjougo, dan teineigo. Sonkeigo adalah ragam bahasa yang dipakai untuk menjunjung tinggi tindakan atau perbuatan pendengar atau orang yang dibicarakan. Tutur halus sonkeigo juga digunakan untuk memperhalus tutur bahasa ketika pembicara sedang membicarakan tindakan orang ketiga. Adapun kenjougo atau bahasa merendah dipakai untuk merendahkan
1
2
tindakan atau perbuatan pembicara, dengan maksud menjunjung tinggi lawan bicara. Penggunaan kenjougo lebih sering digunakan ketika posisinya sedang berbicara kepada orang yang sangat kita hormati. Teineigo atau bahasa sopan adalah kata-kata atau ungkapan yang menunjukkan sikap sopan pembicara atau penulis terhadap pendengar atau pembaca. Dengan demikian bahasa sopan dipakai untuk memperhalus penuturan yang memberikan kesan baik bagi pendengar atau pembaca (Sudjianto, 2009:195). Budaya Jepang membedakan pemakaian tingkatan ragam bahasa hormat tersebut sesuai dengan jenis kelamin, usia, pekerjaan dan status sosial (Toshio dalam Sudjianto, 2009: 189).
Ketika seseorang menggunakan ragam bahasa
hormat dalam percakapan, maka secara tidak langsung hal itu akan menunjukkan bahwa orang tersebut berpendidikan dan menjunjung nilai-nilai kesopanan, sehingga orang lain akan lebih menghargainya. Oleh karena itu, sebagai pembelajar bahasa Jepang, keigo sangat penting untuk dipelajari. Dengan adanya pemakaian keigo, situasi, fungsi, dan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaannya, penulis tertarik untuk mengamati pemakaian keigo pada dialog-dialog dalam drama “Mei-chan no Shitsuji“. Drama Mei-chan no Shitsuji adalah drama yang menceritakan tentang seorang pelayan yang bernama Rihito dan majikannya yang bernama Mei. Rihito membantu Mei untuk menjadi ahli waris dari keluarga terkaya di Jepang, yaitu keluarga Hongo. Sebagai syarat menjadi keluarga Hongo, Mei harus dikirim ke akademi Saint Lucia agar menjadi lady yang layak.
3
Alasan pemilihan drama tersebut sebagai bahan penelitian yaitu karena pada drama tersebut terlihat jelas penggambaran perbedaan status antara pelayan dan majikan, sehingga diasumsikan akan terdapat dialog dengan bermacammacam keigo didalamnya. Berikut adalah beberapa contoh penggunaan keigo dalam drama tersebut : Contoh penggunaan sonkeigo : さま
リヒト Rihito
:お入りください、メイ様。 “Ohairi kudasai, Mei sama” ‘Silahkan masuk, nona Mei’
メイ Mei
:あ、あの、 “a..ano” ‘a.. itu’ (Mei-chan No Shitsuji, episode I menit ke 00:01:46)
Situasi pada contoh di atas terjadi di depan gerbang akademi Saint Lucia, ketika Rihito mempersilahkan Mei untuk masuk ke akademi Saint Lucia. Pembahasan : Sonkeigo Dalam percakapan di atas, ketika Rihito mempersilahkan Mei untuk masuk, Rihito mengucapkan kata ohairi kudasai yang termasuk salah satu bentuk sonkeigo. Kata ohairi kudasai berasal dari pola kalimat o + verba akar masu + kudasai. Rihito menggunakan bentuk tersebut kekita ia meminta secara sopan kepada Mei untuk memasuki akademi Saint Lucia. Selain kata ohairi kudasai, juga terdapat sama yang termasuk sonkeigo, yakni bentuk halus dari san. Fungsi sonkeigo tersebut untuk menyatakan penghormatan dengan cara meninggikan lawan bicara. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan sonkeigo di atas adalah
4
status. Rihito yang merupakan pelayan dari Mei (dan berstatus lebih rendah dari pada Mei), menggunakan kata ohairi kudasai ketika menyuruh Mei masuk ke dalam akademi Saint Lucia. Contoh penggunaan kenjougo : リヒト Rihito
:お待たせいたしました。では、参りましょう。 :Maafkan saya telah membuat anda menunggu. Kalau begitu, mari kita berangkat.
メイ
:一つだけ約束して。助のそばにいて。これからもず っと。 :Berjanjilah satu hal padaku. Tolong berada di sisiku. Sekarang dan selamanya.
Mei
(Mei-chan no Shitsuji, episode X menit ke 00:01:14) Situasi percakapan di atas menggambarkan Rihito yang sedang sakit karena terkena anak panah dari Tami. Kemudian dia keluar dari kamar dan mengajak Mei untuk menghadiri acara pertandingan antara dirinya melawan Aoyama. Mei yang takut kehilangan Rihito, menyuruh dia untuk tetap bersamanya. Pembahasan : Kenjougo Pada percakapan di atas, terdapat beberapa bentuk kenjougo, yaitu : omatase itashimashita ‘Maaf telah membuat anda menunggu’ dan mairimashou ‘mari berangkat’. Bentuk itashimashita merupakan bentuk halus dari shimashita (bentuk lamapu dari shimasu), sedangkan mairimashou adalah bentuk halus dari ikimashou. Alasan Rihito menggunakan kenjougo di atas adalah untuk meminta maaf telah membuat Mei menunggu dan menyampaikan ajakannya secara sopan kepada Mei. Fungsi kenjougo di atas untuk menyatakan penghormatan kepada
5
Mei dengan cara merendahkan perbuatan si pembicara (Rihito). Faktor yang melatarbelakangi penggunaan kenjougo di atas adalah status. Status Rihito lebih rendah dari pada Mei, sehingga Rihito menggunakan kenjougo ketika meminta maaf dan mengajak Mei. Contoh penggunaan teineigo : リヒト Rihito
:メイ様。ご出迎えです。ご挨拶を :Penyambutan nona Mei. Silahkan berkenalan.
メイ Mei
:私は、何で。 :Saya, kenapa? (Mei-chan no Shitsuji, episode I menit ke 00:01:45)
Situasi pada contoh di atas, ketika Rihito menjelaskan tentang upacara penyambutan kepada Mei. Namun, sebelum Mei selesai berkenalan para muridmurid sudah pergi meninggalkan dirinya. Pembahasan : Teineigo Pada percakapan di atas kata go-demukae desu ‘penyambutan’ dan go-aisatsu ‘silahkan berkenalan’ adalah salah satu teineigo. Kata godemukae dan go-aisatsu dibentuk dari pola ‘go + kata benda’. Alasan Rihito menggunakan teineigo di atas yaitu untuk menjelaskan upacara penyambutan yang dilakukan oleh para siswi Saint Lucia dan mempersilahkan Mei untuk memperkenalkan dirinya kepada para siswi Saint Lucia secara sopan. Fungsi teineigo di atas menyatakan penghormatan, karena teineigo tersebut digunakan oleh bawahan kepada atasannya. Faktor yang melatarbelakangi penggunaanya adalah status, yakni Rihito yang merupakan bawahan dari Mei, berstatus lebih rendah daripada Mei, sehingga Rihito
6
menggunakan teineigo ketika menjelaskan upacara penyambutan yang dilakukan oleh para siswi Saint Lucia kepada Mei. Dari beberapa contoh di atas, terlihat bermacam-macam penggunaan keigo dalam dialog-dialog drama Mei-chan no Shitsuji. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang penggunaan keigo dalam drama tersebut. Diharapkan melalui penelitian ini para pembelajar bahasa Jepang dapat lebih memahami dan mendalami tentang penggunaan keigo dalam percakapan bahasa Jepang.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut : a. Ragam bahasa hormat (keigo) apa sajakah yang terdapat dalam drama “Mei-chan no Shitsuji“? b. Fungsi dan faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi penggunaan bahasa hormat (keigo) dalam drama“Mei-chan no Shitsuji“?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu : a. Menjelaskan ragam bahasa hormat (keigo) apa sajakah yang terdapat dalam drama Mei-chan no Shitsuji. b. Menjelaskan fungsi dan faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi penggunaan bahasa hormat (keigo) dalam drama Mei-chan no Shitsuji.
7
1.4
Tinjauan Pustaka Buku yang digunakan penulis sebagai acuan dalam penulisan tugas akhir
ini salah satunya adalah Pengantar Linguistik Bahasa Jepang yang ditulis oleh Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2009). Buku tersebut menjelaskan tentang ragam bahasa hormat ( keigo ) dalam bahasa Jepang. Selain itu, penulis juga menggunakan referensi dari skripsi yang berjudul “Analisis Ragam Bahasa Hormat Irassharu, Ukagau, dan Mairu“ karya Heny Primawati (2010). Heny Primawaty lebih mengkhususkan skripsinya pada kata kerja irassharu, ukagau dan mairu saja. Kemudian penulis juga menggunakan referensi dari skripsi yang berjudul “Penggunaan Ragam Bahasa Hormat (keigo) Dalam Drama Attention Please Karya Sato Yuchi“ karya Marita Purnama Zandy (2014)”. Tema skripsi tersebut hampir sama dengan yang akan dibahas oleh penulis, perbedaannya terletak pada objek data yang akan diteliti dan hal-hal yang akan dibahas. Dalam skripsinya, Marita Purnama Zandy membahas semua aspek yang terdapat dalam keigo (sonkeigo, kenjougo dan teineigo), sedangkan kali ini penulis juga membahas tentang sonkeigo, kenjougo, dan teineigo, tetapi pada teineigo hanya akan dibahas mengenai kata-kata atau ungkapan sopan saja yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat pembicara kepada lawan bicaranya, dan tidak termasuk kata kerjanya.
8
1.5
Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis untuk meneliti adalah sebagai berikut : a. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memberikan hasil analisis berupa uraian dalam bentuk kata atau kalimat dan bukan uraian dalam bentuk angka (Marita, 2014:25). Bodgan dan Taylor (dalam Marita 2014:25) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. b. Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah dialog-dialog dalam drama Meichan no Shitsuji. Pada drama ini terdapat 10 episode dan masing-masing episode berdurasi kurang lebih 47 menit. Adapun alasan menggunakan drama Mei-chan no Shitsuji sebagai bahan penelitian adalah karena drama ini bercerita tentang hubungan antara atasan dan bawahan, sehingga diasumsikan terdapat bermacammacam keigo yang digunakan dalam percakapan antara atasan dan bawahan. Dialog-dialog yang mengandung keigo tersebut kemudian digunakan sebagai data penelitian. c. Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah tehnik pengamatan. Pengamatan adalah alat pengumpulan data
9
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Narbuko dan Achmadi dalam Marita, 2014). Fokus penelitian adalah bentuk-bentuk sonkeigo, kenjougo dan teineigo yang terdapat dalam dialog drama Mei-chan no Shitsuji. Bentuk teineigo yang diambil sebagai bahan penelitian hanyalah kata-kata atau ungkapan sopan saja yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat pembicara kepada lawan bicaranya, tidak termasuk kata kerja bentuk teineigo (bentuk -masu). Keigo yang terdapat dalam drama tersebut kemudian dicatat dan dianalisis situasinya serta fungsi dan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaannya. d. Analisis Data Proses analisis data dilakukan setelah data terkumpul. Data yang terkumpul dikelompokkan sesuai jenis-jenis keigo. Selanjutnya masingmasing keigo dianalisis pembentukan kata, alasan penggunaan kata-kata keigo, serta fungsi keigo dan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan keigo tersebut. Kemudian hasil analisis disajikan dalam bentuk penjelasan-penjelasan berdasarkan teori yang dipakai. Terakhir penulis membuat rekapitulasi hasil analisis yang telah dilakukan.
1.6
Sistematika Penulisan Tugas akhir ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut : Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
tinajuan pustaka, metode penelitian serta sistematika penelitian.
10
BabII berisi tentang konsep keigo berserta peranan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bab III berisi tentang sipnosis, analisis data (pembahasan) dan rekapitulasi data. Bab IV berisi tentang kesimpulan dan saran.