BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah hal mendasar yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Hal tersebut muncul dan berkembang dengan besarnya manfaat komunikasi yang didapatkan manusia. Manfaat tersebut berupa dukungan identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang yang disekitar kita, baik itu lingkungan rumah, sekolah, kampus maupun lingkungan kerja. 1 Komunikasi juga pada hakekatnya terdiri dari beberapa jenis, antara lain: komunikasi antar pribadi, Komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Dari bentuk-bentuk komunikasi yang ada, komunikasi massa yang paling memiliki dampak paling besar terhadap masyarakat. Komunikasi massa merupakan proses transaksi pesan atau penyebaran informasinya yang disebarkan melalui media massa secara luas. Penyebaran informasi dengan cara tradisional saat ini, telah jauh mengalami kemajuan. Komunikasi
massa
merupakan
suatu
proses
komunikasi
yang
menggunakan media massa sebagai alat atau saluran penyampain pesan kepada khalayak luas. Media massa sebagai sarana komunikasi massa merupakan alat komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Media massa merupakan alat yang digunakan dalam menyampaikan dari sumber ke khalayak (penerima) 1
Dedy Mulyana. Ilmu Pengantar Suatu Komunikasi. (Bandung : Remaja Rosda Karya 2001) hlm 4.
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
dengan menggunakan alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, televisi. 2 Film adalah hasil proses kreatif para sineas yang memadukan berbagai unsur seperti gagasan, sistem nilai, pandangan hidup, keindahan, norma, dan tingkah laku manusia. Film sebagai karya seni budaya dan sinematografi dapat dipertunjukan dengan atau tanpa suara. Ini bermakna bahwa film merupakan media komunikasi massa yang membawa pesan yang berisi gagasan-gagasan penting yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk tontonan. 3 Film dalam konteksnya sebagai produk industri komunikasi massa merupakan salah satu media massa yang digunakan sebagai sarana hiburan, selain itu film berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat. Film menjadi salah satu media massa yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. Animo masyarakat terhadap film sangat besar dikarenakan film merupakan salah satu komunikasi media dengan menampilkan peran-peran yang merupakan refleksi dari kehidupan. Film berperan sebagai sarana menyampaikan pesan kepada masyarakat. Film dapat pula dikatakan sebagai transformasi kehidupan masyarakat, karena film adalah potret dari masyarakat dimana film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikan kedalam layar. 4
2
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2007) hlm 126.
3
Teguh Trianton, Film Sebagai Media Belajar (Yogyakarta: Graha Ilmu 2013) hlm 10.
4
Alex Sobur, Semiotik Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2009), hlm 127.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Film horor merupakan salah satu genre film yang paling digemari terutama di Indonesia. Film horor di Indonesia sendiri seakan tidak pernah ada habisnya dan selalu mengembangkan cerita yang sudah ada di kalangan masyarakat ataupun membuat sesuatu yang baru sehingga menarik dan membuat penasaran para penonton. 5 Jika kita mendengar kata horor, tentu identik dengan yang namanya hantu. Hantu menjadi daya tarik tersendiri di dalam dunia perfilman Indonesia. Pada umumnya kita juga tidak tahu bagaimana bentuk asli dan rupa hantu sebenarnya, namun cerita mengenai horor dalam perfilman selalu menghadirkan dengan rupa hantu yang bermacam-macam dan menyeramkan. Indonesia merupakan salah satu negara yang aktif dalam memproduksi film horor beberapa tahun belakangan ini. Tidak hanya itu, beberapa sutradara juga melakukan beberapa adaptasi terhadap film horor luar negeri, baik dari sesama negara asia maupun dari negara-negara barat. Sebenarnya, trend horor ini sudah dimulai sejak film Jelangkung garapan Rizal Mantovani yang berkolaborasi dengan Jose Purnomo pada tahun 2001 pada saat itu meledak diluar dugaan, Tusuk Jelankung diliris dan tidak sesukses Jelangkung. Periode berikutnya tahun 2002-2003 diisi dengan kejayaan film drama remaja seperti Ada Apa Dengan Cinta, Eiffel i am in love, sampai dengan Virgin yang kualitasnya jauh lebih buruk dibandingkan dengan Ada Apa Dengan Cinta. Terhitung sejak 2005 film horor kembali menjadi primadona, misalnya Bangsal 13, mirror, 12 am, Panggil
5
Amalia Syarafina dkk, Film Horor dan Roman Indonesia: Sebuah Kajian (Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi UAJY 2012), hlm 40.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Namaku 3 x, Rumah Pondok Indah, Hantu Bangku Kosong, Hantu Jeruk Purut, Pocong, Terowongan Casablanca, Roh, dan puluhan judul lainnya yang mencoba meraup untung dari film horor. Tak bisa dipugkiri jika film horor Indonesia beberapa tahun ini memang belum mempunyai kualitas yang baik. Dari segi tema, jelas bahwa mengangkat horor, menyajikan hal-hal mistis seperti melibatkan makhluk gaib. Seiring perkembangannya, film-film horor banyak peminatnya bukan karena dari ceritanya, akan tetapi horor dari adegan-adegan seks sebagai kombinasi yang mampu menarik minat penonton. Hal ini dibuktikan adanya hasil survey yang dilakukan Koran Tempo Minggu 28 Maret 2010, yaitu film dengan tema Horor Mesum seperti Suster Keramas, Dendam Pocong Mupeng, Kain Kafan Perawan, mempunyai penonton sekitar 200.000 sampai 800.000 penonton. Tak hanya itu, film yang dibintangi Tamara Blezinsky berjudul Air Terjun Pengantin bahkan bisa menembus hingga 1,4 juta penonton. Salah satu film yang menarik bagi peneliti adalah film berjudul “Jangan Dengerin Sendiri”. Film ini merupakan sebuah film horor yang diproduksi oleh Andromeda Pictures dan Himalaya Pictures. Berbeda dengan film horor lainnya yang menghadirkan unsur porno dalam adegan-adegannya, seperti adegan ranjang, buka-bukaan baju, atau tampil dengan busana super seksi yang menjadi ciri dari film porno. Film horor “Jangan Dengerin Sendiri” bercerita tentang ekspedisi ke sejumlah tempat-tempat angker, dalam ekspedisi itu mereka akan ditemani oleh sekelompok tim JDS (Jangan Dengerin Sendiri) dari Oz Radio Jakarta.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Cerita dimulai saat Alya, Reno dan Helda sedang mengeksplorasi Gunung Sadahurip. Gunung ini disebut sebagai salah satu Piramida di Indonesia. Dalam perjalanan mereka mendengarkan siaran radio berjudul Jangan Dengerin Sendiri atau JDS, tanpa sengaja mobil mereka naiki mogok disalah satu sudut jalan. JDS sendiri merupakan siaran seputar ekspedisi supernatural yang hadir setiap kamis malam di Radio OZ Jakarta dan Bandung yang dibawakan oleh Naomi, Daya dan Cahyo. Diam-diam Reno mendengarkan program JDS sendirian, ia pergi menjauh dari mobil juga dari Alya dan Helda. Apa yang dilakukan oleh Reno ternyata memancing kemunculan hantu. Akibatnya, mereka harus menghadapi sesosok hantu yang terus mengikuti dan melakukan teror ke mereka, bahkan hingga mereka tiba dirumah masing-masing. Ketiganya menjadi ketakutan sehingga mereka tak punya pilihan lain kecuali meminta pertolongan kepada tim JDS yang kebetulan saat itu sedang siaran JDS di Goa Belanda Bandung. Mereka dan Tim JDS berangkat menuju Gunung Sadahurip untuk mencari jejak hantu yang telah menteror mereka. Teror demi teror harus mereka hadapi, tanpa sengaja mereka terperosok ke dalam dasar Gunung Sadahurip. Mereka semua menyusuri jalanan gelap tanpa mengetahui bahwa bahaya telah menunggu kehadiran mereka, dimana Sang Penunggu Gunung Sadahurip sejak lama menanti kehadiran mereka. 6 Meskipun tak sepopuler film horor Hollywood, namun film horor Indonesia tetap memiliki penggemar setia yang tidak sedikit. Beberapa waktu 6
movie.co.id/jangan-dengerin-sendiri/ Diakses pada 28 Agustus 2016.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
belakangan ini, film horor Indonesia yang berbau dewasa agak berkurang, dan kebanyakan kini lebih menonjolkan sisi seram dan tegangnya. Hal itu merupakan berita baik untuk kemajuan film horor Indonesia. Berikut tabel film horor Indonesia yang mulai tayang Januari sampai Agustus 2016. 7
NO
JUDUL FILM
RILIS
JUMLAH PENONTON
1
Dilarang Masuk
24 Maret 2016
70.982 Penonton
2
Cipali KM 182
21 April 2016
53.591 Penonton
3
Jangan Dengerin Sendiri
19 Mei 2016
41.951 Penonton
4
Ghost Diary
7 April 2016
29.900 Penonton
5
Iblis
10 Maret 2016
19.513 Penonton
6
Rumah Pasung
28 April 2016
18.332 Penonton
7
Oops!! Ada Vampir
31 Maret 2016
12.909 Penonton
8
Air Terjun Bukit Perawan
28 Januari 2016
11.992 Penonton
9
Sawadikap
14 Januari 2016
9.368 Penonton
10
Indera Ke Enam
16 Juni 2016
4.624 Penonton
11
Pontien
9 Juni 2016
4.534 Penonton
12
Dia Pasti Datang
18 Februari 2016
2.209 Penonton
13
Hantu Cantik Kok Ngompol?
14 Januari 2016
1.696 Penonton
Film tidak hanya mengenai visual (gambar) saja, namun ada audio (suara) yang merupakan komponen penting dalam film. Audio dalam film dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yakni dialog, musik, dan efek suara. 8 Bagian audio tersebut dikerjakan oleh dua profesi, yaitu penata suara dan penata musik. Penata Suara, sering disebut dengan Sound Designer yang bekerja dibantu 7
http://theatersatu.com / Diakses pada 28 Agustus 2016.
8
Heru Effendy, Mari Membuat Film: panduan menjadi produser (Jakarta: Panduan dan Pustaka Konfiden 2002), hlm 93.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
oleh Sound Recorder. Sound designer bertugas menyunting suara dan menciptakan efek suara yang diciptakan dalam setiap adegan. Sedangkan penata musik, yang sering disebut Music Composer/Music Director bertugas untuk menciptakan sebuah komposisi musik sebagai bagian dari penceritaan sebuah film. Keduanya saling bahu membahu dalam menciptakan film scoring atau musik yang digunakan dalam sebuah film. Harus diakui, musik dapat mengekspresikan perasaan, kesadaran, dan bahkan pandangan hidup (ideologi) manusia. 9 Dalam dunia perfilman, fungsi musik tidak lain adalah untuk mempertegas sebuah adegan agar lebih kuat maknanya. Bayangkan saja, ketika dalam sebuah film muncul adegan seorang wanita sedang menatap keluar jendela, banyak interpretasi tentangnya. Akan tetapi, ketika dibarengi dengan suara gesekan biola, dapat dipastikan bahwa adegan itu menggambarkan kesedihan si wanita. Jean Luc, seorang film director menyatakan “Sound is 60 percent of cinema.” 10 Film semakin mudah dijangkau bagi siapapun yang menggelutinya seiring dengan berkembangnya teknologi. Sayangnya, perfilman di Indonesia hanya menitikberatkan pada visual atau gambarnya saja. Audio (suara) masih dianggap belum penting dalam perfilman Indonesia. Padahal, audio membawa efek sinestisia (efek bius) yang lebih kuat dibandingkan dengan visual (gambar).
9
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosdakarya 2010) hlm. 25.
10
Bryan McKernan, Digital Cinema: The Revolution ini Cinematography, Postproduction, and Distribution (New York: McGraw-Hill 2005) hlm. 109.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Pesatnya perkembangan film Indonesia, bukan berarti menandakan tingginya kualitas musik film Indonesia. Music composing di Indonesia sendiri bisa dikatakan masih belum maksimal, terutama dalam music illustration (ilustrasi musik). Ada tiga faktor yang utama yang mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa sesungguhnya musik belum dianggap cukup penting oleh sebagian besar kalangan perfilman di Indonesia. Ketiga faktor tersebut dapat dilihat dari kecenderungan cara kerja para produser dan sutradara dalam memandang musik dalam karya-karya mereka, kecenderungan para penata musik dalam kerja film mereka, maupun posisi musik itu sendiri dalam film di Indonesia. 11 Penting tidaknya posisi musik dalam sebuah film, tidak cukup diukur dari ada dan tidaknya keikutsertaan musik dalam film tersebut, akan tetapi harus dilihat dari posisi dan bagaimana musik itu diletakkan dalam sebuah film, dengan demikian sebuah Piala Citra Musik dalam Festival Film di Indonesia benar-benar mewakili etos kerja kreatif dunia musik perfilman di Indonesia. Dari 85 cerita panjang yang diikutsertakan dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2004, sebanyak 21 film sama sekali tidak menggunakan garapan “musik riil” yang khusus dibuat untuk film tersebut sebagai faktor penunjang. Artinya, para produser dan sutradara dari 21 film tersebut tidak menggunakan music composer dalam karya-karya mereka. Hal tersebut merupakan indikasi
11
Suka Harjana, Musik: Antara Kritik dan Apresiasi (Jakarta: Penerbit Buku Kompas 2004) hlm. 274.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
pertama bahwa musik belum dianggap penting oleh beberapa produser dan sutradara film di Indonesia. 12 Fakta tersebut menunjukkan masih adanya pandangan, bahwa seolah-olah musik untuk film dapat diambil dari bahan rekaman (stok recording). Hal tersebut merupakan warisan pandangan lama pada zaman film bisu, dimana fungsi musik hanyalah sebagai ilustrasi gerak-gerak gambar yang tak bersuara. Pandangan yang menganggap bahwa musik sekedar ilustrasi yang dapat diambil dari rekaman musik umum (diskografi) dianggap sudah kuno. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa dalam industri perfilman modern, film bukan lagi sebagai ilustrator belaka. Akan tetapi, musik menjadi bagian yang terintergrasi dalam sebuah film. Profesi penata musik di Indonesia harus direkonstruksi. Pemikiran mengenai musik film juga harus dikembangkan. Harus disadari bahwa sesungguhnya Indonesia kaya akan berbagai jenis musik dan instrumentarium daerah yang dapat dijadikan sumber inspirasi musik film yang akan melipatgandakan dua tiga kali efek gambar-gambar yang disajikan di atas layar. Dengan demikian, musik film Indonesia memiliki karakterisitik tersendiri yang mampu menciptakan emosi tertentu bagi penontonnya. Musik dalam film dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu ilustrasi music (Backsound) dan lagu (Soundtrack). Ilustrasi music (backsound) adalah musik latar yang mengiringi aksi selama cerita berjalan. Musik latar membentuk dan memperkuat mood cerita serta tema utama filmnya. Tidak semua musik latar sebuah film menuntut ilustrasi musik orkestra berskala besar. Banyak film yang 12
Ibid. hlm. 275.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
menggunakan musik latar hanya dengan satu atau dua instrumen untuk membangun mood. Selain ilustrasi musik dalam film, lagu juga mampu membentuk karakter serta mood film, seperti halnya ilustrasi musik, sebuah film juga sering memiliki lagu tema seperti lagu tema dalam film yang menampilkan tokoh James Bond yang selalu dilantunkan pada awal filmnya. Jenis lagu juga identik dengan film tertentu, misalnya lagu jenis pop sering digunakan untuk film drama romantis. Lagu pop serta rock alternatif sering digunakan untuk film drama atau komedi remaja. 13 Musik yang dipergunakan dengan baik dalam film akan sangat berpengaruh besar pada penontonnya. Seperti yang telah dipaparkan diatas, musik memiliki beberapa kelebihan, salah satunya seperti musik mampu mempengaruhi emosi pendengarnya yang tanpa kita sadari musik dapat membuat seseorang tersenyum, tertawa dan bahkan menangis mendengarnya. Begitu dahsyatnya hal yang ditimbulkan oleh musik backsound sehingga memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana peran musik backsound dalam sebuah film horor dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang hanya dapat dijawab melalui penelitian semacam ini. Alasan penulis memilih film horor karena dalam setiap adegan film horor pasti dilengkapi dengan backsound, berbeda dengan genre film lainnya yang hanya menggunakan backsound sebagai pemanis dalam sebuah film. Backsound dalam film horor merupakan salah satu kunci suksesnya film horor karena backsound inilah yang memicu perasaan takut penonton, ditambah lagi jika akan
13
Himawan Pratista, Memahami Film (Yogyakarta: Homerian Pustaka 2008), hal. 154.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
ada adegan yang mengagetkan, musiknya akan berhenti sejenak kemudian muncul dengan suara tinggi ketika hantunya muncul. Berangkat dari peranan musik backsound terhadap sebuah film horor dan atas dasar kecintaan peneliti terhadap musik dan film, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai keduanya dengan melihat peranan musik backsound pada sebuah film horor. Atas dasar itulah penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui, bagaimana peran musik backsound dalam film horor “Jangan Dengerin Sendiri”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
1.2. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan focus penelitian ini adalah Bagaimana Peran Musik Backsound dalam Film Horor “Jangan Dengerin Sendiri”?
1.3. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka sebuah film bergenre horor pasti memiliki tujuan khusus dalam menentukan musik backsound yang mengiringi sebuah adegan demi adegan. Baik untuk mendukung ataupun menguatkan atmosfer adegan, membangun emosi penonton serta memperkaya film tersebut. Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana peran musik backsound dalam film horor “Jangan Dengerin Sendiri”.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana musik backsoumd pada film horor dengan studi kasus film horor “Jangan Dengerin Sendiri”. Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui bagaimana peran music backsound 2. Mengetahui bagaimana manfaat music backsound 3. Mengetahui bagaimana pengaruh music backsound
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Ilmu Komunikasi, terutama di bidang broadcasting pada umumnya, khususnya pada bidang pengelolaan audio musik pada film bergenre horor. 1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara praktis kepada : Audio Man, Editor, Director, Produser maupun praktisi lain di dunia broadcasting, dan memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang peran backsound dalam film bergenre horor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/