BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen (Schipper dan Vincent, 2003). Menurut Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan-laporan tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengguna laporan keuangan (khususnya pemegb nang saham dan investor) untuk pengambilan keputusan (khususnya keputusan investasi). Laporan keuangan juga sangat mempengaruhi perusahaan dalam memperoleh cost of equity (COE) dari para investor yang digunakan untuk investasi perusahaan. Cost of equity merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena dapat menunjukan tingkat minimum laba investasi yang harus diperoleh dari investasi tersebut. Masalah terkait laporan keuangan telah menjadi isu sentral karena dianggap sebagai sumber penyalah gunaan informasi yang merugikan pihakpihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT Lippo dan PT Kimia Farma. juga melibatkan pelaporan keuangan yang berawal dari terdeteksinya manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen (Boediono, 2005). Pada
1
2
tahun 2009 juga terungkap Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century atau secara teknis disebut sebagai penyertaan modal sementara (PMS) yang dikucurkan dalam kurun waktu delapan bulan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai sejumlah Rp 6,7 triliun adalah salah satu tata cara penanganan terhadap bank gagal yang dilakukan
oleh Komite
beranggotakan Menteri
Stabilitas
Sektor
Keuangan,Bank
Keuangan (KSSK) yang
Indonesia (BI)
dan Lembaga
Pengawas Perbankan (LPP) dalam hal ini termasuk bank gagal dalam dampak sistemik, untuk saat sekarang Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) masih berada dalam naungan lingkup kerja pada Bank Indonesia (BI). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya Bank Century diubah nama menjadi Bank Mutiara. Dari banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia tersebut mengakibatkan tingkat kepercayaan para investor dan pemegang saham
terhadap
perusahaan-perusahaan
juga
menurun.
Sehingga,
perusahaan harus berusaha memperoleh kepercayaan para investor agar dapat menanamkan modalnya pada perushaan dengan salah satu caranya adalah memiliki corporate governance yang baik yang menggambarkan situasi perusahaan yang sehat dan dapat meyakinkan para investor bahwa resiko yang dihadapi dengan adanya corporate governance yang baik juga semakin rendah. Resiko yang rendah yang di dapatkan para investor akan mengakibatkan cost of equity perusahaan juga semakin rendah. Mekanisme tata kelola korporat mempunyai arti bahwa ada jaminan perusahaan dikelola secara professional, ini artinya mengurangi estimasi
3
resiko, sehingga mengurangi cost of equity. Penelitian ini didukung oleh penelitian Chen et al. (2004) dan Ashbaugh et al. (2004) yang menunjukan bahwa mekanisme tata kelola korporat berhubungan negatif dengan cost of equity capital. Penelitian
Ashbaugh, Collins, dan LaFond (2004) juga
menyatakan bahwa perusahaan dengan corporate governance yang lebih baik menggambarkan risiko agensi yang lebih kecil yang menghasilkan cost of equity capital yang lebih rendah. Meyakinkan
investor
untuk
menanamkan
modalnya
kepada
perusahaan sangat sulit, investor tidak hanya melihat dari keuntungan yang dijanjikan oleh perusahaan, akan tetapi juga melihat corporate governance, apakah perusahaan berprospek dalam kelangsungan hidup perusahaan dan menjanjikan dalam memberikan keuntungan kepada para pemegang saham dan investor. Terjadinya skandal dan manipulasi keuangan tersebut menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance yang diterapkan oleh perusahaan masih lemah, padahal mekanisme corporate governance dapat digunakan untuk mengurangi risiko atau konflik agensi sehingga dapat mengurangi asimetri informasi. Dikatakan bahwa terjadinya skandal keuangan tersebut juga menunjukkan kegagalan laporan keuangan dalam memenuhi kebutuhan informasi para penggunanya. Informasi laba yang tidak berkualitas dapat menyesatkan penggunanya (khususnya investor) dalam pengambilan keputusan karena laba tersebut dapat menimbulkan interpretasi yang keliru. Banyaknya skandal terkait laporan keuangan mengakibatkan banyak kerugian, terkait dengan para investor sendiri yang
4
akan semakin tidak percaya atau ragu untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan yang tersangkut kasus-kasus tersebut. Hal itu menyebabkan cost of equity juga semakin besar, yang mana seharusnya cost of equity perusahaan yang baik adalah yang memiliki cost of equity yang rendah. Adanya cost of equity yang rendah sudah menunjukan kepercayaan investor kepada perusahaan juga tinggi. Bagi calon investor atau pemegang saham, laba dianggap mempunyai kandungan informasi untuk menganalisis nilai saham perusahaan. Investor juga memerlukan informasi laba dalam menentukan tingkat timbal balik hasil saham yang dipersyaratkan, yaitu tingkat pengembalian minimum yang diinginkan investor sehingga mereka tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan atau dikenal dengan nama cost of equity
(Utami, 2005). Dalam proses memaksimalkan laba
perusahaan akan mendapati konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut agency problem. Pihak manajemen yaitu manajer perusahaan tidak jarang mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict, hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga
5
menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Nilai perusahaan yang rendah akan berdampak pada tingkat kepercayaan para investor juga rendah dan akan berakibat pada cost of equity yang tinggi. Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Agent adalah manajemen perusahaan yang mempunyai tugas mengelola sumber daya perusahaan yang dipercayakan principal kepada mereka. Sebagai pengelola perusahaan, manajer mempunyai informasi yang lebih banyak dan lebih up to date tentang kondisi internal dan prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan principal (pemegang saham atau stakeholders lainnya). Kondisi tersebut dikenal sebagai asimetri informasi (information asymmetry) (Murni, 2004). Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana manjer mempunyai akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Jansen dan Meckling (1976) dalam Rahmawati dkk. (2006) menambahkan bahwa jika agen dan principal adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan principal. Principal itu sendiri dapat membatasinya dengan
6
menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Jika risiko dan konflik agensi antara pemegang saham/investor dan manajemen dapat diminimumkan dengan penerapan mekanisme corporate governance, maka asimetri informasi perusahaan itu akan berkurang. Penurunan asimetri informasi pada suatu perusahaan akan diikuti dengan peningkatan likuiditas saham perusahaan dan akan terjadi peningkatan permintaan saham perusahaan sehingga hal tersebut pasti akan membuat harga saham perusahaan akan meningkat. Ashbaugh, Collins, dan LaFond (2004) menyatakan bahwa perusahaan dengan corporate governance yang lebih baik menggambarkan risiko agensi yang lebih kecil yang menghasilkan cost of equity capital yang lebih rendah. Bloomfield (2000) menyatakan bahwa kenaikan harga saham akan menurunkan cost of equity capital perusahaan. Menurut Schipper dan Vincent (2003) kualitas laba pada khususnya dan kualitas informasi laporan keuangan pada umumnya penting bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan investasi. Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para penyusun laporan keuangan lainnya dalam proses pelaporan keuangan suatu perusahaan . Manajemen laba merupakan salah satu hal yang menarik karena menggambarkan adanya perilaku manajer yang termotivasi untuk mengatur data keuangan dalam melaporkan laporan keuangan usahanya pada periode tertentu. Motivasi-motivasi tersebut digolongkan oleh Watts dan Zimmerman (1986) menjadi tiga
7
hipotesis motivasi, yaitu hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis), hipotesis perjanjian hutang (the debt covenant hypotesis), dan hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis). Manajemen laba tidak selalu dihubungkan dengan usaha untuk memanipulasi data yang terkait informasi akuntansi, akan tetapi dapat juga dilakukan dengan cara pemilihan metode akuntansi (accounting methods) yang diperkenankan sesuai peraturan akuntansi yang berlaku di Indonesia. Menurut Assih dan Gudono (2000) manajemen laba adalah suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Adopted Accounting Principles (GAAP) yang mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Mulford dan Comiskey (2002) juga menegaskan bahwa manajemen laba merupakan financial numbers game (permainan angka– angka keuangan) yang dilakukan melalui creative accounting practises akibat adanya kelonggaran atau flexibility principles yang dikeluarkan oleh GAAP. Walaupun tindakan manajemen laba merupakan hal yang legal dan tidak melanggar GAAP, manajemen laba dapat membawa konsekuensi negatif terhadap stakeholder, karyawan, masyarakat, komunitas dimana perusahaan melakukan kegiatan operasinya, reputasi dan karier manajer yang bersangkutan (Zahra, Priem dan Rasheed, 2005). Konsekuensi paling fatal yang merupakan akibat praktik manajemen laba adalah hilangnya kepercayaan dan dukungan dari para stakeholder. Kepercyaan yang hilang dari para investor dan pemegang saham akan berdampak buruk bagi perusahaan , salah satunya adalah modal yang sulit didapatkan dari para
8
investor karena adanya tindakan manajemen laba yang menggambarkan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki corporate governance yang baik. Resiko yang akan dihadapi para investor apabila menanamkan modal pada perusahaan yang sudah tercemar dengan praktik manajemen laba juga akan semakin tinggi, yang akan mengakibatkan biaya modal (cost of equity) juga tinggi. Berdasarkan mekanisme
uraian
corporate
di
atas,
governance
peneliti dapat
menyimpulkan
meminimumkan
bahwa earnings
management melalui penurunan asimetri informasi sehingga dapat mengakibatkan cost of equity perusahaan menjadi rendah. Meskipun telah banyak penelitian di Indonesia yang menguji tentang corporate governance, namun sepengetahuan peneliti, masih belum banyak yang menguji pengaruh antara corporate governance dengan cost of equity secara langsung. Peneliti memilih untuk mengaitkan corporate governance dengan cost of equity karena dengan cost of equity, investor dapat mengetahui tingkat pengembalian yang akan diterima oleh investor di masa yang akan datang jika investor menanamkan modalnya pada perusahaan yang bersangkutan. Cost of equity dapat digunakan investor untuk menentukan dimanakah mereka harus menanamkan dananya dan juga mengevaluasi ulang kualitas investasi yang ada secara rutin. Peneliti akan mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Tarjo yang ber judul Mekanisme Tata Kelola Korporat: Mampukah menurunkan Cost of Equity Capital ?. Perbedaan penelitian
9
ini pada penelitian sebelumnya, peneliti menambahkan “Manajemen Laba Sebagai Variabel Pemoderasi”. Dengan demikian, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Mekanisme Corporate Governance (CG) Terhadap Cost of Equity (COE) : Manajemen Laba Sebagai Variabel Pemoderasi .
B.
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap cost of equity ? 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of equity? 3. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap cost of equity ? 4. Apakah keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap cost of equity ? 5. Apakah manajemen laba memperlemah pengaruh positif kepemilikan institusional terhadap cost of equity ?
10
C.
Batasan Masalah Agar masalah yang diteliti tidak meluas maka peneliti membatasi masalah pada : 1. Terbatas pada perusahaan manufaktur tahun 2011-2013 yang telah go public. 2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan dalam rupiah. 3. Variabel pemoderasi yang diteliti dalam corporate governance hanya meneliti pada kepemilikan institusional.
D.
Tujuan Penelitian Untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh mekanisme corporate
governance,
yang
terdiri
dari
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan institusional, dewan komisaris, dan keberadaan komite audit terhadap cost of equity. Serta untuk mengetahui apakah manajemen laba merupakan variabel pemoderasi dalam peran corporate governance terhadap cost of equity.
E.
Kegunaan Penelitian 1. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu investor pada khususnya dan stakeholders pada umumnya dalam memahami mekanisme dan model-model corporate governance sehingga investor dapat mengetahui seberapa besar tingkat risiko yang mereka hadapi dan
11
seberapa besar cost of equity perusahaan yang peroleh serta tidak melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi.
2. Bagi Emiten Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu manajemen perusahaan dalam memahami mekanisme dan model-model corporate governance. Selain itu, dapat juga digunakan untuk menelaah lebih jauh mengenai efektivitas penerapan corporate governance pada perusahaan sehingga manajemen dapat mengoptimalkan fungsi mekanisme tersebut dalam mengurangi risiko agensi dan asimetri informasi sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan mengurangi cost of equity perusahaan di mata investor dan para stakeholders lainnya melalui peningkatan kualitas laba pada maupun kualitas informasi. 3. Bagi Akademisi Diharapkan dapat menambah literatur terkait pengaruh corporate governance terhadap cost of equity yang melibatkan juga manajemen laba sebagai variabel pemoderasi.