BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pihak
manajemen kepada stakeholder terutama terhadap pemilik perusahaan. Dalam laporan keuangan memuat berbagai informasi keuangan dan hasil kinerja suatu perusahaan dalam suatu periode akuntansi. Tujuan laporan keuangan menurut SAK (Standar Akuntansi Keuangan) adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pemakai dalam pembuatan keputusan akuntansi. Mulyadi (2010) menyebutkan bahwa, laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal. Laporan keuangan yang telah dibuat oleh manajemen perusahaan tidak serta merta dipercayai oleh pihak eksternal. Sebab, laporan keuangan merupakan gambaran dari prestasi kerja manajemen perusahaan yang rentan untuk dipengaruhi oleh kepentingan pribadi manajemen perusahaan, sedangkan pihak eksternal selaku pengguna laporan keuangan sangat berkepentingan untuk mendapatkan informasi yang handal. Banyak
pihak
yang
berkepentingan
terhadap
laporan
keuangan
diantaranya pemilik perusahaan, karyawan perusahaan, kreditur, lembaga keuangan, investor, pemerintah dan masyarakat umum. Mengingat banyaknya pihak yang berkepentingan, maka informasi yang disajikan dalam laporan
1
keuangan tersebut haruslah wajar, sehingga laporan keuangan akan dipercaya serta tidak menyesatkan bagi pemakainya dan kebutuhan masing-masing pihak yang berkepentingan dapat dipenuhi. Dalam menjalankan perusahaan, kepentingan masing-masing pihak tidak akan semua dapat terpenuhi. Pada teori keagenan menggambarkan bahwa top manajer sebagai agen dalam suatu perusahaan, yang mempunyai kepentingan berbeda dengan pemilik perusahaan sebagai principal, tetapi keduanya berusaha memaksimalkan kepuasannya masing-masing. Permasalahan timbul dengan adanya informasi yang tidak seimbang, dimana top manajer sebagai agen mempunyai kecenderungan untuk menyembunyikan informasi penting dari pemilik perusahaan. Maka dari itu, perlu adanya pengawasan yang dalam hal ini merupakan suatu pemeriksaan yang akan dilakukan oleh akuntan publik. Akuntan publik independen sebagai pihak ketiga harus mampu menjadi penengah diantara kedua kepentingan tersebut. Akuntan publik berfungsi untuk melakukan pemeriksaan dan memberikan jaminan terhadap laporan keuangan yang disajikan perusahaan mendapat kepercayaan sehingga informasi menjadi handal untuk menjadi dasar pengambilan keputusan-keputusan bagi pihak yang berkepentingan. Auditor dituntut untuk bersifat obyektif dan independen terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Tugas seorang akuntan publik sebagai pihak yang independen yang akan memberikan penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan. Agar perusahaan klien dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas serta untuk menjaga independensinya.
2
Independensi merupakan kunci utama bagi seorang auditor dalam menilai kewajaran laporan keuangan. Mulyadi (2010), mendifinisikan independensi adalah sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi auditor adalah kunci utama dari profesi audit, termasuk untuk menilai kewajaran laporan keuangan. Secara umum, ada tiga bentuk independensi auditor: independence in fact, independence in appearance dan independen in competence. Independence in fact artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas. Independence in appearance artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Independen in competence artinya independensi dari sudut keahliannya terkait dengan kecakapan professional auditor (SPAP IAI, 2013). Independensi auditor terancam ketika auditor dan klien menjadi semakin dekat (Wijaya, 2012). Hilangnya independensi auditor dikarenakan auditor terlibat dalam hubungan pribadi dengan klien. Sikap independensi auditor selalu dipertanyakan mengingat bahwa antara auditor dan kliennya memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, di satu sisi auditor mendapatkan fee dari klien untuk jasa auditnya dan di sisi lain klien membutuhkan auditor untuk mendapatkan hasil audit. Auditor yang memiliki hubungan yang lama dengan klien diyakini akan membawa konsekuensi ketergantungan yang tinggi, sehingga dapat menciptakan hubungan kesetiaan yang kuat dan pada akhirnya memengaruhi sikap mental serta opini mereka (Wijayani dan Januarti, 2011). Untuk mengatasi masalah independensi seorang auditor yang disebabkan oleh
3
hubungan yang lama antara klien dengan KAP-nya, maka harus dilakukan rotasi auditor. Di Indonesia peraturan mengenai rotasi auditor telah diatur dalam Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 432/KMK.06/2002 tentang “Jasa Akuntan Publik” dimana telah diubah pada KMK Nomor 359/KMK.06/2003. Peraturan tersebut mengatur bahwa sebuah KAP dapat mengaudit sebuah klien dengan jangka waktu 5 tahun berturut-turut, dan bagi seorang akuntan publik dapat mengaudit sebuah klien dengan jangka waktu 3 tahun berturut-turut. Peraturan ini kemudian kembali diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik’ Pasal 3 ayat 1 dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Adanya peraturan mengenai pembatasan waktu perikatan belum tentu menjamin bahwa sebuah perusahaan tidak akan mengganti KAP-nya sebelum batas waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut. Menurut Mahantara (2013) bahwa Pergantian KAP yang disebabkan karena adanya peraturan disebut bersifat mandatory, dan pergantian KAP karena adanya keinginan perusahaan disebut bersifat voluntary. Jika pergantian auditor terjadi secara mandatory seperti yang terjadi di Indonesia, hal itu terjadi karena adanya peraturan yang mewajibkan. Sebaliknya, jika pergantian secara voluntary maka faktor-faktor penyebabnya dapat berasal dari sisi klien (misalnya manajemen yang gagal, masalah keuangan,
4
perubahan ownership, initial public offering, dan sebagainya) dan dari sisi auditor (misalnya fee audit, kualitas audit, dan sebagainya) (Febrianto, 2009). Penggantian KAP dapat disebabkan juga karena perusahaan ingin mencari KAP yang dapat memenuhi kepentingannya. Terkait dengan isu independensi auditor. Florencia (2012) berpendapat, jika perusahaan klien mengganti auditornya karena telah lima tahun berturut-turut melakukan audit atas laporan keuangannya, hal itu tidaklah menjadi masalah karena merupakan hal yang bersifat mandatory. Lain halnya, dengan perusahaan klien yang mengganti auditor secara voluntary, bukan sebagai pemenuhan aturan wajib. Hal itu akan menimbulkan pertanyaan apa alasan perusahaan melakukan pergantian auditor. Menurut Sinarwati (2010), jika terjadi penggantian KAP oleh perusahaan diluar ketentuan peraturan yang telah ditetapkan maka akan menimbulkan pertanyaan bahkan kecurigaan dari investor sehingga penting untuk diketahui faktor penyebabnya. Penelitian ini mencoba untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian KAP secara voluntary pada suatu perusahaan. Keputusan perusahaan dalam mengganti KAP secara voluntary terlihat menarik untuk diteliti, dikarenakan banyak faktor yang melatarbelakangi keputusan perusahaan untuk melakukan pergantian KAP. Faktor-faktor tersebut dapat dipengaruhi dari faktor klien maupun faktor auditor itu sendiri. Faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah firm size atau ukuran perusahaan, financial distress atau kesulitan keuangan dan pergantian manajemen.
5
Firm size atau ukuran perusahaan tercerminkan dari jumlah total asset yang dimiliki. Perusahaan klien yang besar biasanya lebih kompleks terhadap operasional bisnis yang dimilikinya daripada perusahaan yang lebih kecil. Ukuran perusahaan akan membawa dampak pada pemilihan perusahaan audit yang dikaitkan dengan ukuran auditee dan jenis layanan yang diperlukan (Suryandari, 2012). KAP yang berkualitas sangat diperlukan untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan (Wijayani dan Januarti, 2011). Perusahaan besar memiliki insentif yang lebih besar daripada perusahaan kecil untuk mempertahankan auditor mereka karena analis keuangan akan meneliti mengenai pemecatan auditor sebelum jangka waktu yang ditentukan (Carcello dan Neal, 2003). Ukuran perusahaan yang lebih kecil cenderung untuk melakukan pergantian KAP dengan melakukan perpindahan dari KAP big 4 ke KAP non big 4 dengan harapan untuk mengurangi biaya keagenan (biaya monitoring) (Suryandari, 2012). Keadaan ini secara potensial memicu pergantian ke KAP. Penelitian yang telah dilakukan Sinason et al. (2001), Woo dan Koh (2001), Nasser at al. (2006), Suparlan (2010), Astuti (2014) menyatakan firm size klien berpengaruh pada pergantian KAP. Sedangkan hasil penelitian Rismanda (2013), Anggreini (2011), Wijayanti (2010), Wijayani (2011) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu, firm size tidak berpengaruh pada pergantian KAP. Financial distress atau kesulitan keuangan perusahaan klien dapat berpengaruh terhadap pergantian KAP. Tingkat kesehatan suatu perusahaan dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan yaitu jika kewajiban keuangan lebih besar daripada kekayaannya, maka dapat dikatakan perusahaan berpotensi
6
mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang bangkrut, dan sedang mengalami posisi keuangan yang tidak sehat cenderung akan menggunakan KAP yang mempunyai independensi yang tinggi untuk meningkatkan kepercayaan diri perusahaan di mata pemegang saham, dan kreditur untuk mengurangi resiko litigasi (Francis dan Wilson, dikutip oleh Nasser, et al., 2006). Perusahaan dengan tekanan financial cenderung untuk mengganti KAP dibanding dengan perusahaan yang lebih sehat (Hudaib and Cooke, 2005). Temuan ini didukung oleh Schwartz dan Soo (1995) menyatakan bahwa perusahaan yang bangkrut lebih sering berpindah auditor dari pada perusahaan yang tidak bangkrut. Hal ini bertentangan dengan temuan Kartika (2006) dan Damayanti (2007) menemukan bahwa perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan tidak menjadi penyebab untuk mengganti KAP. Berbagai penelitian mengenai masalah keuangan menunjukkan perbedaan hasil yang didapat. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail et.al (2008), Sinason et.al (2001), Chadegani et.al (2011), dan Sinarwati (2010), menyatakan bahwa financial distress atau kesulitan keuangan berpengaruh signifikan terhadap pergantian KAP. Sedangkan terdapat pula penelitian yang menyatakan bahwa financial distress atau masalah keuangan tidak berpengaruh terhadap pergantian KAP. Peneliti tersebut ditemukan oleh Suparlan (2010), Nabila (2011), Sudewa (2012), dan Damayanti dan Sudarma (2007). Pergantian manajemen terjadi jika perusahaan mengganti jajaran dewan direksi, komisaris maupun direktur utama atau CEO (Chief Executive Officer). Hal ini disebabkan karena keputusan rapat umum pemegang saham atau pihak manajemen berhenti karena kemauan sendiri sehingga pemegang saham harus
7
mengganti manajemen lama. Adanya manajemen yang baru memungkinkan untuk terjadi perubahan kebijakan perusahaan dalam bidang keuangan, akuntansi dan lainnya termasuk penunjukan suatu KAP baru (Rahmawati, 2011). Manajemen yang baru berharap bahwa KAP yang baru lebih bisa bekerja sama dan bisa memberikan opini yang sesuai dengan harapan manajemen. Sinarwati (2009), menyatakan dengan adanya preferensi tersendiri tentang KAP yang akan digunakan dari manajemen baru, maka pergantian KAP dapat terjadi dalam perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayani dan Januarti (2011), Hubaib dan Cooke (2005), Ismail et.al (2008) menemukan adanya hubungan antara pergantian manajemen yang dilakukan oleh perusahaan dengan pergantian KAP yang akan melaksanakan audit. Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Sudarma (2007) dan Suparlan (2010) yang tidak menemukan adanya hubungan antara pergantian manajemen dan pergantian KAP yang dilakukan oleh perusahaan. Perbedaan dari hasil penelitian di atas memberikan motivasi bagi peneliti untuk meneliti kembali mengenai pergantian KAP beserta faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2013) yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk mengganti kantor akuntan publiknya baik secara upgrade, downgrade dan samegrade. Penelitian tersebut menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2011 kecuali sektor perbankan dan lembaga keuangan bukan bank. Variabel yang digunakan financial distress, perubahan
8
manajemen, profitabilitas, prior audit opinion sebagai faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk berganti KAP. Hasil penelitian Hermawan (2013) menunjukan bahwa financial distress berpengaruh terhadap pergantian KAP, pergantian manajemen berpengaruh terhadap pergantian KAP kecuali pergantian secara downgrade, profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pergantian KAP kecuali pergantian secara upgrade, prior audit opinion tidak berpengaruh terhadap pergantian KAP kecuali pergantian secara downgrade, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti ingin menguji variabel firm size sebagai variabel baru dan menguji kembali variabel financial distress, pergantian manajemen sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk berganti KAP baik secara upgrade, downgrade dan samegrade. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, sampel pada penelitian ini adalah perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2014. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah firm size, financial distress dan pergantian manajemen berpengaruh terhadap pergantian KAP baik itu pergantian KAP upgrade, downgrade maupun samegrade. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi pergantian KAP. Selain itu, dari berbagai penelitian yang dilakukan tentang pergantian KAP, banyak yang menunjukkan hasil penelitian yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan menguji kembali beberapa faktor yang akan mempengaruhi perusahaan dalam melakukan
9
pergantian Kantor Akuntan Publik baik upgrade, downgrade dan samegrade. Maka rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah firm size mempengaruhi pergantian KAP baik upgrade, downgrade dan samegrade pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2) Apakah financial distress mempengaruhi pergantian KAP baik upgrade, downgrade dan samegrade pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3) Apakah pergantian manajemen mempengaruhi pergantian KAP baik upgrade, downgrade dan samegrade pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian antara lain:
1) Untuk mengetahui apakah firm size berpengaruh terhadap pergantian KAP baik upgrade, downgrade dan samegrade pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2) Untuk mengetahui apakah financial distress berpengaruh terhadap pergantian KAP baik upgrade, downgrade dan samegrade pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3) Untuk mengetahui apakah pergantian manajemen berpengaruh terhadap pergantian KAP baik upgrade, downgrade dan samegrade pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
10
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak yaitu: 1) Kegunaaan Teoritis Penelitian ini mencoba untuk memberikan bukti empiris mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pergantian KAP baik upgrade, downgrade dan samegrade dan diharapkan menjadi referensi konseptual bagi penelitian sejenis maupun penelitian lainnya dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pengauditan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan sebagai bahan evaluasi bagi KAP (Kantor Akuntan Publik) yang di dalamnya mencangkup auditor senior maupun auditor junior guna meningkatkan independensi, objektifitas, kualitas audit dan kompetensi audior dalam melakukan pengauditan. 1.5
Sistematika Penulisan
Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang menunjang pembahasan terhadap masalah dalam penelitian ini yaitu teori agensi dan penjelasan
11
tentang pergantian kantor akuntan publik, pembahasan hasil penelitian sebelumnya, diakhiri dengan perumusan hipotesis dan model penelitian. Bab III Metode Penelitian Bab ini terdiri dari desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV
Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini terdiri dari deskripsi sampel penelitian, analisis statistik deskriptif, hasil uji regresi logistik multinomial, dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V
Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan tentang simpulan yang dibuat berdasarkan uraian pada bab sebelumnya serta saran-saran yang nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian berikutnya.
12
13