BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dalam suatu sistem transportasi, hubungan antara prasarana, sarana, dan operasi sangat erat. Suatu ketersediaan prasarana dan sarana dapat secara maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai. Sebaliknya suatu pola operasi, dalam sistem angkutan kereta api, yang terkait dengan jumlah perjalanan atau frekwensi sesuai estimasi demand, tidak bisa dijalankan tanpa dukungan prasarana dan sarana yang memadai. Pada angkutan penumpang, estimasi kebutuhan agak sulit dipertahankan akurasinya karena mempunyai fluktuasi yang sangat dinamis. Pada angkutan barang, terutama batubara, estimasi demand bisa dilakukan relatif tepat. Oleh karena itu, pola operasi dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menentukan kebutuhan prasarana dan sarana untuk tingkat pelayanan tertentu, terutama pada jalur baru. Sebagai produk dari pasangan prasarana, sarana, dan operasi, biasanya berupa produk hasil angkutan yang bisa dibandingkan antara satu pola operasi dengan pola operasi lainnya.
1.2.
Identifikasi Masalah Masalah pemilihan keputusan strategi pembangunan akan berdampak serius dan dalam jangka yang panjang, baik pembangunan tersebut diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta.
1
2 Kesalahan dalam suatu program pembangunan akan mengurangi bahkan meniadakan dampak manfaat program maupun efektifitas penggunaan sumber daya. Begitu juga pada pembangunan sistem angkutan kereta api yang merupakan prasarana penting baik bagi angkutan penumpang maupun barang. Perencanaan sistem angkutan kereta api khusus untuk batubara ini memerlukan kajian yang menyeluruh atas segala aspek termasuk pola operasi agar diperoleh sistem yang sesuai dengan kebutuhan. Sistem angkutan kereta api mempunyai berbagai komponen yang harus saling selaras agar operasi yang dijalankan berlangsung lancar. Komponen dalam suatu sistem angkutan kereta api terdiri atas prasarana, sarana, dan sistem operasi atau pengendalian. Prasarana meliputi jalan rel, stasiun, sinyal, sistem komunikasi, dan sistem catu daya listrik, sedangkan sarana terdiri atas lokomotif, kereta, wagon, KRL/KRD. Sistem operasi terdiri atas serangkaian prosedur dan panduan untuk melaksanakan perjalanan kereta api reguler dan luar biasa sesuai keperluan. Keterkaitan antar komponen tersebut sedemikian rupa sehingga suatu sistem angkutan kereta api seolah-olah menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah. Oleh karenanya pembangunan suatu sistem angkutan kereta api harus disusun dengan pertimbangan menyeluruh agar setiap komponen dapat termanfaatkan dengan optimal. Dalam keseluruhan sistem angkutan kereta api, pembangunan komponen prasarana memerlukan biaya terbesar, sekitar 60% hingga 70% dari keseluruhan biaya yang diperlukan, sehingga cukup beralasan bila hanya pemerintah atau perusahaan besar yang mampu membiayainya. Berdasarkan kriteria teknis jalan rel, maka geometri yang terdiri atas plan dan profile mempunyai batasan spesifikasi yang ketat. Hal ini terkait dengan
3 karakteristik sarana yang akan menggunakannya, yang pada umumnya memiliki beberapa keterbatasan. Sebagai contoh suatu rangkaian kereta api tidak mampu berjalan pada jalan rel dengan gradien > 6 0/00 dan radius tikungan < 300 m. Oleh karena itu pembangunan prasarana kereta api, terutama jalan rel, baik menyangkut geometri maupun pentahapannya harus direncanakan secermat mungkin, termasuk memperhitungkan kemungkinan pengembangannya di masa depan. Hal tersebut juga menjadi topik bahasan yang dihadapi oleh PT. Bukit Asam (Persero), BUMN pengelola tambang batubara di Sumatera Selatan. Dalam rangka mendukung program peningkatan produksinya, PT. Bukit Asam berencana membangun suatu sistem angkutan kereta api baru yang menghubungkan lokasi tambang di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, dengan lokasi terminal di Srengsem, Lampung, sejauh 307,5 km. Sesuai dengan hasil kajian pemasaran yang telah dilakukan PT. Bukit Asam, maka peningkatan produksi direncanakan bertahap, yaitu 5 juta ton/tahun atau 5 MTA pada tahun pertama, meningkat menjadi 8 MTA pada tahun kedua, kemudian 10 MTA pada tahun ketiga, dan menjadi 20 MTA mulai tahun keempat hingga tahun ke dua puluh. Masalah mendasar yang dihadapi adalah apakah PT. Bukit Asam harus membangun sistem angkutan kereta api khusus batubara tersebut, terutama prasarana, secara bertahap sesuai dengan pola produksi ataukah membangun langsung dengan kapasitas angkut terbesar yaitu 20 MTA mulai dari awal. Pembangunan secara bertahap tentunya akan membutuhkan biaya lebih kecil di tahap awal, namun mengingat kesulitan teknis yang mungkin dialami pada saat konstruksi maka mungkin kesiapan sistem angkutan untuk keperluan
4 tahap-tahap selanjutnya tidak dapat tercapai sesuai waktu pola produksi. Sebaliknya, pembangunan langsung kapasitas angkut sebesar keperluan maksimum akan memerlukan biaya yang sangat besar, terutama pembangunan jalan rel, namun mempunyai kepastian bahwa pada saat produksi meningkat maka prasarana sudah siap mengangkut hasil produksi tambang batubara. Untuk menjawab masalah tersebut maka dalam penelitian ini dilakukan kajian melalui pendekatan analisis optimasi operasi dengan menggunakan hasil produksi angkutan sebagai kriteria untuk menentukan alternatif optimum. Permasalahan pada sistem angkutan kereta api batubara untuk PT. Bukit Asam terkait dengan pemilihan keputusan apakah penyediaan sistem angkutan perlu mengikuti skenario pola produksi yang meningkat secara bertahap, atau langsung ke pembangunan skala penuh sesuai target puncak produksi. Kedua pilihan tersebut sangat terkait dengan kapasitas angkutan. Besarnya kapasitas angkutan dalam hal ini bisa didekati dengan pola operasi perjalanan kereta api sebagai salah satu variabel yang menentukan, karena setiap pola operasi akan menghasilkan jumlah angkutan yang berbeda. Oleh karena itu optimasi operasi perjalanan kereta api dapat digunakan untuk menganalisis efektifitas keputusan yang layak secara teknis dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kapasitas angkut yang diperlukan.
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan untuk menentukan pola operasi perjalanan yang optimum sehingga diperoleh hasil angkutan batubara maksimum sesuai dengan rencana produksi.
5 Pola operasi sistem angkutan kereta api batubara yang optimum akan memberi hasil produksi angkutan maksimum. Optimasi tersebut akan memberi manfaat yang mengarah pada efektifitas penggunaan sumber daya dalam pembangunan sarana dan prasarana perkeretaapian yang baru.
1.4.
Lingkup Penelitian Lingkup penelitian meliputi aspek-aspek yang diperlukan untuk melakukan optimasi pola perjalanan kereta api yaitu: 1. Pemodelan masalah Pemodelan diawali dengan pemilihan model yang mampu menirukan permasalahan sebenarnya menjadi persamaan matematis atau grafis. Untuk dapat melakukan analisis optimasi maka permasalahan yang timbul harus dinyatakan dalam model optimasi sehingga dapat diketahui fungsi tujuan, fungsi batasan, dan variabel yang berperan dalam pola operasi perjalanan kereta api. Adapun obyek yang menjadi bahan kajian adalah rencana jalur kereta api angkutan batubara baru sepanjang 320 km yang menghubungkan lokasi tambang di Sumatra Selatan dengan pelabuhan terminal di Srengsem, Lampung. 2. Perhitungan variabel model berupa pola operasi perjalanan kereta api yang mewakili strategi dan hasil produksi angkutan yang merupakan dampak strategi dari setiap pola operasi. 3. Melakukan optimasi solusi masalah sesuai dengan fungsi tujuan yang telah dirumuskan dalam pemodelan. Asumsi yang diunakan adalah bahwa pola operasi berbanding lurus dengan sumber daya untuk pembangunan prasarana
6 dan penyediaan sarana serta untuk penyelenggaraan angkutan kereta api. Disamping itu hasil komersial dianggap proporsional dengan hasil produksi angkutan. Adapun batasan yang digunakan adalah segala bentuk biaya tidak termasuk dalam tinjauan. 4. Menyusun diagram ruang waktu atau grafik perjalanan kereta api bagi pola operasi perjalanan kereta api optimal yang menunjukkan pergerakan dan posisi seluruh perjalanan kereta api per 24 jam.
1.5.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini mencakup beberapa bab, yaitu : BAB 1 PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, lingkup penelitian serta sistematika pembahasan. BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Berisi uraian mengenai landasan teori berupa acuan pustaka mengenai pola operasi perjalanan kereta api. Teori yang terkait bersandar pada azas permintaan-penawaran (demand-supply), headway, kapasitas lintas jalur kereta api, diagram waktu-ruang, dan metoda optimasi. BAB 3 METODOLOGI Adalah uraian mengenai tahapan dan metoda analisis yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian, serta teknik yang digunakan pada setiap tahapan yang akan mempermudah pemahaman proses analisis.
7 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Membahas hasil pengumpulan data, proses perhitungan, analisis hasil perhitungan, proses optimasi dan penyusunan grafik perjalanan kereta api. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Uraian berisi kesimpulan hasil analisis optimasi pola operasi perjalanan kereta api dan saran-saran teknis yang berkaitan dengan analisa yang telah dilakukan.