BAB I PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG Perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi
kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.1 Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian nasional dengan menghindarkan diri dari sistem free fight liberalism yang bertentangan dengan instruksi Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Sistem ekonomi masa kini yang global dan sangat terintegrasi memberikan peluang dan masalah kepada kondisi perekonomian Republik Indonesia. Secara umum, kekayaan sumber daya alam Indonesia dan dimensi pasarnya menjanjikan
sejumlah
keunggulan
dalam
persaingan
global.
Namun
dibandingkan dengan para pesaingnya di kawasan Asia Tenggara, Indonesia ketinggalan dari segi good governance, kinerja aparat pemerintah, dan sudut pandang lingkungan hukum yang kondusif bagi perkembangan usaha dan pertumbuhan ekonomi. 1
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Medan, 2011, hlm. 1.
1
Pada awalnya strategi pembangunan ekonomi Indonesia mengacu kepada empat hal. Pertama, strategi pembangunan industri manufaktur sebagai substitusi impor dengan mengimpor bahan baku atau setengah jadi, yang mengakibatkan ketergantungan kepada prinsipal luar negeri dan bahkan industri dalam negeri hanya merupakan perpanjangan tangan atau bagian dari strategi pemasaran dari industri manufaktur di luar negeri. Kedua, pemberian perlindungan bagi industri dalam negeri baik melalui pengenaan tarif yang tinggi untuk barang impor ditambah dengan berbagai kebijakan non-tarif seperti kuota impor dan lain-lain. Ketiga, peran Pemerintah yang sangat besar untuk menentukan dan mengarahkan sektor dan jenis industri yang boleh dibangun termasuk perizinannya. Bahkan keterlibatan langsung Pemerintah melalui BUMN/BUMD. Keempat, subsidi Pemerintah untuk berbagai jenis barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yang menyebabkan APBN yang selalu defisit dan harus ditambal dengan pinjaman luar negeri2. Akibat dari kebijakan-kebijakan tersebut, maka muncullah berbagai industri dan atau perusahaan yang bersifat monopolistis dan oligopolistis. Dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (“Undang-undang Persaingan Usaha”) adalah merupakan landasan yuridis filosofis yang tepat, yakni dengan dicantumkannya ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan pokok yang kuat bagi
2
Soy Martua Pardede, Persaingan Sehat dan Akselerasi Pembangunan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2010, hlm. 1.
2
perekonomian Indonesia3. Prinsip dasar dari Undang-undang Persaingan Usaha tersebut adalah berisi larangan terhadap kegiatan bisnis yang memperlemah persaingan atau yang membatasi kebebasan pelaku usaha lain untuk berkembang secara sehat, dan upaya mengikat yang bertujuan untuk menguasai pasar dengan perjanjian terlarang, kartel, konspirasi, joint venture, akuisisi, merger, abuse of dominant position, dan lain sebagainya4. Melalui lahirnya Undang-undang Persaingan Usaha maka diharapkan akan menciptakan persaingan usaha yang sehat untuk mencapai ekonomi pasar yang efisien, dimana ekonomi pasar yang berdasarkan mekanisme supply-demand akan melahirkan jumlah dan harga produk yang merupakan kesepakatan alami antara produsen dan konsumen. Ban adalah salah satu komponen penting yang mempengaruhi gerak laju akselerasi sebuah kendaraan. Industri ban nasional merupakan salah satu andalan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Hal ini terindikasi dari pertumbuhan industri ban yang rata-rata 7 sampai 8 persen per tahun5. Industri ban nasional dapat dibagi menjadi 2 pasar, yaitu pasar penggantian (replacement) dan pasar produk awal bawaan kendaraan (original equipment). Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) merupakan asosiasi pelaku usaha industri ban Indonesia, berbentuk badan hukum non-profit dan non-politik yang memiliki fungsi utama sebagai jembatan antara para pelaku usaha kepada Pemerintah, baik untuk menyampaikan saran-saran maupun keberatan-keberatan
3
Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 5. 4 Soy Martua Pardede, Op.cit, hlm. 2. 5 Kompas, Industri Ban Diandalkan, http://kemenperin.go.id/artikel/7435/Industri-BanDiandalkan, 31 Maret 2015.
3
yang
berkenaan
dengan
kebijakan-kebijakan
atau
peraturan-peraturan
Pemerintah, yang dibentuk untuk membantu kemajuan dan kepentingan anggota secara bersama-sama dan lebih memfokuskan pada tujuan ekonomi, dimana setiap anggota APBI memiliki kewajiban untuk: 1.
Menjunjung tinggi makna, tujuan dan nama asosiasi serta kode etik asosiasi;
2.
Melaksanakan dan mentaati segala keputusan asosiasi;
3.
Ikut serta dan aktif dalam kegiatan asosiasi; dan
4.
Membayar uang pangkal, uang iuran dan sumbangan-sumbangan lain yang diwajibkan.
APBI secara rutin melakukan aktifitas atau kegiatan untuk melakukan pertemuan bersama-sama dengan anggotanya, baik dalam acara internal APBI maupun pertemuan-pertemuan dengan mengundang pihak ketiga. Aktivitas APBI tersebut lah yang menimbulkan inisiatif Komisi Pengawas Persaingan Usaha (”KPPU”) untuk melakukan penelitian tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang Persaingan Usaha dalam Industri Otomotif terkait Kartel Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat, yaitu khususnya terhadap dugaan pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut: 1.
Pasal 5 ayat (1) : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa
4
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. 2.
Pasal 11 : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan Laporan Dugaan Pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Industri Otomotif terkait Kartel Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat yang dikeluarkan oleh KPPU pada tanggal 12 Mei 2014, terdapat bukti awal dugaan pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang Persaingan Usaha yang dilakukan oleh 6 pelaku usaha industri ban Indonesia yang tergabung dalam APBI, antara lain PT Bridgestone Tire Indonesia; PT Sumi Rubber Indonesia; PT Gajah Tunggal, Tbk.; PT Goodyear Indonesia, Tbk.; PT Elangperdana Tyre Industry; dan PT Industri Karet Deli, yaitu sebagai berikut: 1.
6 pelaku usaha tersebut di atas berada dalam pasar bersangkutan yang memproduksi ban dalam periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, yaitu (i) Pasar Produk ban untuk kendaraan roda empat yang digunakan sebagai ban mobil penumpang untuk ban Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16; dan (ii) Pasar Geografis yang mencakup seluruh wilayah
5
Indonesia yang diproduksi dan dipasarkan oleh perusahaan ban yang tergabung dalam APBI; dan 2.
Telah terjadi tukar menukar informasi dan risalah APBI yang dapat dikategorikan sebagai bukti komunikasi yang sudah cukup untuk membuktikan
adanya
perjanjian
dan/atau
kesepakatan
untuk
mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dalam pasar ban roda empat.
Kedua bukti awal dugaan pelanggaran tersebut diperoleh dari rapat presidium APBI dalam kurun waktu 2009 sampai dengan 2012 yang mengindikasikan adanya kesepakatan untuk menahan produksi dan mengatur pengaturan harga. Dalam Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014 yang diputus pada tanggal 10 Desember 2014, KPPU tidak semata menggunakan Undang-undang Persaingan Usaha sebagai pertimbangan pokok dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh 6 pelaku usaha industri ban Indonesia yang tergabung dalam APBI tersebut, namun KPPU juga menggunakan metode Harrington untuk mengukur terjadinya sebuah kartel. Metode Harrington merupakan penggabungan dari berbagai metode yang melihat kartel dari berbagai sisi, yang menggunakan metode analisis hubungan error atau residual regresi antar perusahaan dari hasil estimasi data panel tersebut. Dalam ekonometrika, error atau residual regresi ini selalu dijadikan dasar untuk melihat perilaku dari suatu kartel. Menurut KPPU, metode
6
Harrington sendiri merupakan metode yang valid untuk membuktikan adanya kartel. Namun demikian, para pelaku usaha menolak Putusan KPPU tersebut di atas, dimana salah satu alasannya adalah KPPU tidak dapat menjerat para pelaku usaha dengan tuduhan kartel dengan menggunakan Metode Deteksi Kartel Harrington karena hal-hal sebagai berikut: 1.
Hukum pembuktian di Indonesia tidak mengenal Metode tersebut; dan
2.
Penggunaan Metode tersebut tidak bisa disamaratakan pada setiap negara karena karakter produsen dan pasar di masing-masing negara berbedabeda. Jika variabelnya berbeda, tentu metodenya tidak bisa diperlakukan sama, karena dapat menimbulkan analisa yang berbeda.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis mengenai pelaksanaan penggunaan metode deteksi kartel yang digunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014 serta bagaimana ketepatan penggunaan metode tersebut.
2.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah dijabarkan
pada poin 1 di atas, penulis membatasi beberapa permasalahan pokok yang akan penulis kaji dalam tesis ini, yaitu sebagai berikut:
7
1.
Bagaimana pelaksanaan penggunaan metode Harrington untuk menilai terjadinya kartel dalam produksi ban kendaraan bermotor roda empat?
2.
Bagaimana ketepatan penggunaan metode Harrington untuk menilai terjadinya kartel dalam produksi ban kendaraan bermotor roda empat?
3.
KEASLIAN PENELITIAN Penelitian mengenai Penggunaan Metode Harrington untuk Menilai
Terjadinya Kartel dalam Produksi Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014) dibuat oleh penulis sebagai hasil karya sendiri dengan mengkaji kasus yang sudah diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia dan teori hukum persaingan usaha sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta bahanbahan kepustakaan lainnya yang dikutip maupun dirujuk. Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan oleh penulis pada perpustakaan Universitas Gadjah Mada, terdapat sekurangnya 2 penelitian serupa yang membahas mengenai dugaan kartel, yaitu sebagai berikut: 1.
Analisis Hukum terhadap Produsen Minyak Goreng di Sulawesi Utara (Studi Kasus tentang Dugaan Pelanggaran terhadap Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang No. 5 Tahun 1999), yang ditulis oleh Edwin Steven Tulandi, SH., dengan pembimbing Drs. Paripurna S., SH., M.Hum., LL.M., Tahun 2011; dan
8
2.
Analisis Pembuktian Kartel dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Studi Keputusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009 tentang Kartel Minyak Goreng, yang ditulis oleh Mohamad Soleh, dengan pembimbing Drs. Paripurna P. Sugarda., SH., M.Hum., LL.M., Tahun 2013.
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan 2 penelitian serupa di atas adalah penulis membatasi penelitian kepada metode pembuktian kartel yang digunakan oleh KPPU dalam memutuskan perkara kartel ban kendaraan bermotor roda empat, yaitu Metode Harrington, serta ketepatan penggunaan metode tersebut oleh KPPU yang diukur dari ketentuan yuridis dan fakta-fakta selama proses persidangan.
4.
KEGUNAAN PENELITIAN Dari penulisan tesis ini diharapkan diperoleh kegunaan sebagai berikut:
1.
Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah untuk menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
2.
Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat umum adalah untuk memberikan kontribusi berupa sumbangan pemikiran dalam studi hukum bisnis pada umumnya dan hukum anti monopoli dan persaingan usaha pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan pengkajian dan penilaian dugaan terjadinya kartel pada dunia usaha, kepada para ahli, sarjana
9
hukum, para pengusaha dan instansi-instansi negara baik di pusat maupun di daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk, sebagai berikut:
1.
Mengetahui dan menganalisa mengenai pelaksanaan penggunaan metode Harrington untuk menilai terjadinya kartel dalam produksi ban kendaraan bermotor roda empat; dan
2.
Mengetahui dan menganalisa ketepatan penggunaan metode Harrington untuk menilai terjadinya kartel dalam produksi ban kendaraan bermotor roda empat.
6.
SISTEMATIKA PENULISAN TESIS Dalam menyusun tesis ini, penulis membagi ke dalam beberapa bab untuk
memudahkan pemahaman terhadap isi dari tesis ini, yaitu sebagai berikut:
BAB I
:
PENDAHULUAN Bab Pendahuluan merupakan bab pengantar dari tesis ini yang menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, keaslian penelitian, kegunaan penelitian, tujuan penelitian dan sistematika penulisan tesis.
10
BAB II
:
TINJAUAN PUSTAKA Pembahasan dalam bab ini menguraikan mengenai asasasas, teori-teori dan doktrin-doktrin terkait dengan hukum persaingan usaha di Indonesia.
BAB III
:
METODE PENELITIAN Pembahasan dalam bab ini menguraikan mengenai metode
penelitian
yang
digunakan
penulis
dalam
menyusun tesis ini, yaitu antara lain berupa uraian mengenai metode pendekatan yang digunakan, jenis data, teknik pengumpulan data, bahan penelitian, analisis data, dan tahapan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
BAB IV
:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang sifatnya terpadu dengan perumusan masalah pada Bab I, yaitu mengenai pelaksanaan penggunaan metode deteksi kartel yang digunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014 serta bagaimana ketepatan penggunaan metode tersebut untuk menilai terjadinya kartel dalam produksi ban kendaraan bermotor roda empat.
11
BAB V
:
PENUTUP Dalam bab penutup ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian dan analisa terhadap pokok-pokok permasalahan sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya serta saran-saran berdasarkan pertimbangan penulis untuk perkembangan aspek hukum persaingan usaha, khususnya mengenai kasus kartel yang ditangani oleh KPPU.
12