BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Majlis taklim dari segi bahasa terdiri dari kata “majlis” yang berarti tempat duduk, tempat sidang atau dewan, dan “ta’lim” yang berarti pengajaran atau pengajian. Dengan demikian, majlis taklim adalah forum pengajian keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat muslim. Sebagai forum pengajian, maka lembaga ini menampung jama’ah dari berbagai latar belakang dan lapisan-lapisan.1 Seorang muslim berupaya memperoleh status yang tinggi dengan menjaga persahabatan dengan orang-orang yang jujur yang mau saling menasehati mengenai kebenaran (haqq) dan kesabaran (sabr), dan secara berkala mengikuti perkumpulan-perkumpulan yang disitu nama Allah sering disebut, dilakukan diskusi-diskusi tentang kebenaran ajaran Islam berkenaan dengan tarbiyah (pendidikan dan pengembangan) individu, keluarga, dan komunitas, dan di situ orang-orang yang hadir merenungkan keagungan Allah Yang Maha Lembut, Yang Maha Kuasa, yang tidak satu pun makhluk di langit dan di bumi bisa mengurangi
keajaiban
ciptaan-Nya,
1
baik
alam
maupun
manusia.
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia (Malang: Universitas Muhammadiyah, 2006), 240.
1
2 Dalam perkumpulan tersebut, jiwa menjadi tersucikan, hati dibersihkan, dan kemakhlukan seseorang penuh dengan keimanan.2 Fenomena-fenomena awal yang penulis temukan melalui observasi dan wawancara bahwa dengan adanya pengajian majlis taklim Raudlatul Jannah di masjid Wangsid al-Hidayah dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo, Ponorogo, terutama warga Sekayu yang mengikuti majlis taklim Raudlatul Jannah tersebut telah ada kesadaran untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid. Dulu sebelum ada majlis taklim Roudlotul Jannah, masyarakat di sekitar masjid masih banyak yang belum bergerak hatinya untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid, karena belum adanya kesadaran lebih mengutamakan acara televisi dan pekerjaan. Kesibukan seringkali menggoda manusia untuk melupakan Allah, melupakan saudaranya eama muslim dan bahkan melupakan dirinya sendiri. Melupakan Allah karena lupa berdo’a dan berterima kasih kepada Allah melalui kegiatan shalat, karena hakekatnya shalat merupakan salah satu ekspresi manusia kepada Allah SWT. Melupakan manusia lainnya karena tidak sempat lagi shalat berjama’ah dengan keluarga dan sesama manusia lainnya. Shalat fardlu dapat dilakukan secara perorangan, dan dapat pula dilakukan shalat berjama’ah. Hanya saja shalat fardlu yang dilakukan secara berjama’ah jauh lebih utama dari pada shalat sendirian. Rasulullah menggambarkannya 2
Muhammad Ali al-Hasyimi, Muslim Ideal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 64.
3 dengan perbandingan pahala dua puluh tujuh derajat untuk shalat yang dikerjakan secara berjama’ah, dan satu derajat bagi shalat sendirian. Makna dua puluh tujuh derajat yang akan didapatkan oleh orang yang mengerjakan shalat dengan berjama’ah menggambarkan betapa besarnya keutamaan dan hikmah yang terkandung di dalamnya.3 Dari uraian di atas, maka peneliti mengambil judul ;AJLIS TAKLIM RAUDHATUL JANNAH DAN PENINGKATAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus
Di Masjid ;angsid al-Hidayah; Dusun Sekayu Gandukepuh
Sukorejo Ponorogo). B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian pada “Majlis taklim dan peningkatan shalat berjamaah”. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk kegiatan majlis taklim Roudlotul Jannah di Masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo?
3
Musthafa Kamal Pasha, et al., Fiqih Islam (Yogyakarta: Citra Karya Mandiri, 2003), 73.
4 2. Apakah materi yang diajarkan dalam majlis taklim Roudlotul Jannah di Masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo? 3. Bagaimanakah aktivitas shalat berjama’ah anggota majlis taklim Roudlotul Jannah di Masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk-bentuk kegiatan majlis taklim Roudlotul Jannah di masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. 2. Untuk mengetahui apa saja materi yang diajarkan dalam majlis taklim Roudlotul Jannah di masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. 3. Untuk mengetahui bagaimanakah aktivitas shalat berjama’ah anggota majlis taklim Raudlatul Jannah di masjid “Wangsid al-Hidayah" dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. E. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis
5 Penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan untuk kajian lebih lanjut bagi mereka yang terkait dengan masalah ini. 2. Secara praktis a. Bagi peneliti khususnya akan mendapat pengalaman pengetahuan yang akan diamalkan pada masyarkat. b. Sebagai wahana pengembangan keilmuan bagi peneliti yang nantinya dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha mengungkapkan gambaran fenomenafenomena yang ada di lapangan dan menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati.4 Pendekatan
ini
digunakan
karena
lebih
mudah
mengadakan
penyesuaian dengan kenyataan yang berdimensi ganda, lebih mudah menyajikan secara langsung hakekat antara peneliti dan subyek penelitian, memiliki kepekaan dan daya penyesuaian diri dengan banyak pengaruh yang timbul dari pola-pola yang dihadapi.
4
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), 27.
6 Dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu deskripsi intensif dan analisa fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi, atau masyarakat. Studi kasus dapat digunakan secara tepat dalam berbagai bidang. Di samping itu, merupakan penyelidikan secara rinci satu setting, satu subyek tunggal, satu kumpulan dokumen, atau satu kejadian tertentu.5 2. Kehadiran peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitian yang menentukan keseluruhan skenarionya.6 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen, yang lain bertindak sebagai penunjang. 3. Lokasi penelitian Dalam penelitian ini, penulis memilih lokasi penelitian di masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun. Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. Peneliti mengambil lokasi tersebut karena majlis taklim Raudlatul Jannah tersebut tidak sama dengan majlis-majlis taklim yang lainnya. Majlis taklim Raudlatul Jannah yang ada di masjid “Wangsid al-Hidayah” Gandukepuh Sekayu Sukorejo Ponorogo selain banyak anggotanya juga banyak pula aktivitas-aktivitasnya. 5 6
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 41. Moleong, Metodologi Penelitian…, 117.
7 4. Sumber data Sumber data utama penelitian ini adalah kegiatan-kegiatan dalam majlis taklim Roudlotul Jannah. Selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Data akan dikumpulkan yang pertama dengan menggunakan metode wawancara Terhadap bapak Imam Boyadi, ibu Hartini, ibu Aning, ibu Nanik, saudara Udin dan saudara Didik. Kedua menggunakan metode observasi, apa saja bentuk-bentuk kegiatan yang dilaksanakan di majlis taklim Raudlatul Jannah. 5. Metode pengumpulan data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi, sebab bagi peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, di mana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu, untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek). a. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang/ melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertentu.7
7
Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), 180.
8 Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Wawancara mendalam, artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa terkumpul semaksimal mungkin. 2) Wawancara terbuka, artinya bahwa dalam penelitian ini para subyeknya mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Dalam penelitian ini, orang-orang yang akan diwawancarai adalah bapak kyai selaku pemimpin majlis taklim Raudhatul Jannah dan para anggota majlis taklim Raudhatul Jannah. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang latar belakang, bentuk-bentuk kegiatan, materi yang diajarkan, dan aktivitas shalat berjama’ah anggota majlis taklim Roudlotul Jannah di masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. b. Observasi Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan catatan dengan sistematik fenomena- fenomena yang diselidiki.8 Sedangkan Suharsimi Arikunto mengartikan observasi sebagai berikut: “Observasi adalah 8
Sutrisno Hadi, Metodologi Reesearch (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1981), 136.
9 aktivitas untuk memperhatikan sesuatu dengan menggunakan alat indra, yakni melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap”.9 Dengan pengertian tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud dengan teknik observasi adalah pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung terhadap obyek dengan panca indra. Hasil observasi dicatat dalam catatan lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. Pada waktu di lapangan peneliti membuat catatan setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan”.10 Dapat dikatakan dalam penelitian kualitatif, jantungnya adalah catatan lapangan. Catatan lapangan pada penelitian ini bersifat deskriptif, artinya bahwa catatan lapangan ini berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan fokus penelitian. Dan bagian deskriptif tersebut berisi beberapa hal, diantaranya adalah gambaran diri fisik, rekonstruksi dialog, deskripsi latar fisik, catatan tentang peristiwa khusus, gambaran kegiatan
9
dan
perilaku
pengamat.11
Format
rekaman
abservasi
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktek, Edisi revisi II (Jakarta: PT. Renika Cipta, 1992), 102. 10 Moleong, Metode Penelitian …, 153-154. 11 Ibid., 156.
10 (pengamatan) catatan lapangan dalam penelitian ini menggunakan format rekaman hasil observasi. c. Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insan. Sumber ini terdiri dari dokumentasi dan rekaman.12 Teknik dokumentasi sengaja digunakan dalam penelitian ini, mengingat: 1) Sumber ini selalu tersedia dan mudah, terutama ditinjau dari efisiensi waktu. 2) Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil. 3) Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya secara kontekstual dan mendasar dalam konteksnya. 4) Sumber ini sering merupakan pertanyaan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas. Hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini dicatat dalam format transkip dokumentasi. Dokumen merupakan cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pemikiran dan pendekatan terhadap dokumen-dokumen yang tersimpan tentang suatu peristiwa. Metode ini mencari data tentang sejarah berdirinya majlis taklim Raudhatul Jannah, tujuan, letak geografis, struktur organisasi, data jama’ah dan sarana dan prasarana. 12
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid II (Yogyakarta: Fakultas Psikologi, 1991), 226.
11 6. Analisis data Teknik analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif, mengingat konsep yang diberikan oleh Miles & Huberman. Miles & Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi data reduction,13 data display,14 dan conclusion.15 Di sini semua data yang telah terkumpul diproses menurut satuan terlebih dahulu, setelah itu dikategorikan menurut kelompok masingmasing, lalu dilakukan analisa data dan penarikan kesimpulan. 7. Pengecekan keabsahan data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.16 Perpanjangan keikutsertaan yaitu yang sebelumnya mencari data selama 13
Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Lihat dalam Mattthew B. Miles dan As Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), 16. 14 Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Ibid., 17. 15 Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Ibid., 19. 16 Moleong, Metodologi Penelitian …, 178.
12 4 bulan akan ditambah 2 minggu, dan ketekunan pengamatan yang bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. 8. Tahapan-tahapan penelitian Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: a. Tahap pra lapangan, yang meliputi: menyusun rencana penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan
diri
memasuki
lapangan
dan
berperan
serta
sambil
mengumpulkan data. c. Tahap analisis data, yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data. d. Tahap penulisan hasil laporan penelitian.17 G. Sistematika Pembahasan Penulisan skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab, yang disusun sebagai berikut: 17
Ibid., 109.
13 Bab pertama, merupakan gambaran umum yang mencerminkan isi keseluruhan masalah yang akan dibahas dalam skripsi, yang terdiri dari: latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teorit, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua berisi tentang penyajian dasar teoritis yang menjadi pijakan dalam analisa selanjutnya yang terdiri dari dua sub bab. Pertama, membahas tentang majlis taklim. Kedua, membahas tentang shalat berjama’ah. Bab ketiga, merupakan bab yang menyajikan data hasil penelitian lapangan yang terdiri dari dua sub bab. Sub bab yang pertama mengenai keadaan umum, antara lain: sejarah berdirinya majlis taklim Raudlatul Jannah di masjid ‘Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo, letak geografis, struktur organisasi, anggota majlis taklim Raudhatul Jannah, sarana dan prasarana. Sedangkan data khusus meliputi: bentuk-bentuk kegiatan, materimateri yang diajarkan dan aktivitas shalat berjama’ah anggota majlis taklim Raudhatul Jannah. Bab keempat, merupakan analisis data tentang majlis taklim Raudlhatul Jannah dalam meningkatkan shalat berjama’ah. Bab kelima, merupakan bagian terakhir dari pembahasan skripsi, yang berisi tentang kesimpulan dan saran yang terkait dengan hasil penelitian.
14
BAB II MAJLIS TAKLIM DAN PENINGKATAN SHALAT BERJAMA’AH
H. Majlis Taklim 1. Pengertian majlis taklim
Majlis taklim adalah lembaga (organisasi) sebagai wadah pengajian atau sidang pengajian.18 Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa semua lembaga (organisasi) yang di sana dilaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan atau sidang pengajian baik yang bertempat di masjid maupun yang lainnya, maka lembaga (organisasi) tersebut termasuk dalam kategori pengertian majlis taklim. Adapun pengertian secara istilah tentang majlis taklim adalah lembaga pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak, 18
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 545.
15
bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan santun dan serasi antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.19 Berdasarkan pengertian di atas, tampak bahwa penyelenggaraan majlis taklim berbeda dengan penyelenggaraan pendidikan Islam lainnya, seperti pesantren dan madrasah, baik menyangkut sistem, materi, maupun tujuannya. Pada majlis taklim ada hal-hal yang cukup membedakan dengan yang lainnya, yaitu: a. Majlis taklim adalah lembaga pendidikan Islam non-formal. b. Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap kali sebagaimana halnya sekolah atau madrasah. c. Pengikut atau pesertanya disebut jama’ah (orang banyak) pelajar atau santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di majlis taklim, tidak merupakan kewajiban sebagaimana kewajiban murid menghadiri sekolah atau madrasah.
19
Tim Depag RI, Pedoman Pembinaan Majlis Taklim Dakwah Agama Islam Pusat, 2002), 1.
(Jakarta: Proyek Bimbingan dan
16 d. Tujuannya yaitu memasyarakatkan agama Islam.20
Dari sejarah kelahirannya, majlis taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam, sebab sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW meskipun tidak disebut dengan majlis taklim. Namun, pengajian Nabi Muhammad SAW yang berlangsung secara sembunyisembunyi di rumah Arqam bin Abil Arqam ra. di zaman Rasul atau periode Makkah dapat dianggap sebagai majlis taklim dalam konteks pengertian sekarang. Kemudian setelah adanya perintah Allah SWT untuk menyiarkan Islam secara terang-terangan, pengajian seperti itu segera berkembang di tempat-tempat lain yang diselenggarakan secara terbuka dan tidak sembunyi-sembunyi lagi.21 Sedangkan di masa kejayaan Islam, majlis taklim disamping dipergunakan sebagai tempat 20
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 203. 21 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21 (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), 14.
17
menuntut ilmu juga menjadi tempat ulama dan pemikir menyebarluaskan hasil penemuannya atau ijtihad-nya, dapat dimungkinkan bahwa para ilmuwan Islam dari berbagai disiplin ilmu ketika itu menempatkan produk dari majlis taklim.22 Sementara itu, di Indonesia terutama di saat-saat penyiaran Islam oleh para wali dahulu juga mempergunakan majlis taklim untuk menyampaikan dakwahnya. Itulah sebabnya, maka untuk Indonesia, majlis taklim juga merupakan organisasi pendidikan Islam tertua. Barulah kemudian seiring dengan perkembangan ilmu dan pemikiran dalam mengatur pendidikan, disamping majlis taklim itu sendiri yang bersifat non-formal juga tumbuh lembaga lain yang lebih formal, misalnya pesantren, madrasah, sekolah, dan lain-lain. Dengan demikian, menurut pengalaman historis, sistem majlis taklim telah berlangsung sejak awal penyebaran Islam di Saudi Arabia, 22
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia (Jakarta: PT Rajawali Press, 2001), 9.
18
kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam di Asia, Afrika, dan Indonesia pada khususnya sampai sekarang.23 2. Fungsi dan tujuan majlis taklim
Sebagai lembaga pendidikan non-formal, majlis taklim menurut Hasbullah itu berfungsi sebagai berikut: a. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT. b. Sebagai
taman
rekreasi
rohani,
karena
penyelenggaraannya bersifat santai. c. Sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi masal yang dapat menyuburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah.
23
Hasbullah, Kapita Selekta…, 101.
19
d. Sebagai
sarana
dialog
yang
berkesinambungan antara ulama dari umara dengan umat. e. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumnya.24 Fungsi tersebut sejalan dengan adanya kebutuhan dan hasrat anggota masyarakat akan pengetahuan dan pendidikan agama. Peningkatan tuntutan jama’ah dan peranan pendidikan yang bersifat non-formal menimbulkan berbagai inisiatif dari anggota masyarakat untuk mengembangkan dan meningkatkan eksistensi majlis taklim sehingga dapat menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Hj. Tuti Alawiyah, fungsi majlis taklim itu sebagai berikut: 24
Ibid.
20
Pertama, tempat memberi dan memperoleh tambahan ilmu dan kemampuan. Kedua, tempat mengadakan kontak dan pergaulan sosial. Ketiga, tempat bersama-sama dalam mewujudkan minat sosial. Keempat, tempat untuk mendorong agar lahir kesadaran dan pengamalan yang menyejahterakan hidup rumah tangga.25 Majlis taklim merupakan lembaga pendidikan agama Islam non-formal yang merupakan sarana dakwah umat Islam yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan masyarakat Islam pada umumnya dan khususnya bagi para anggota (jama’ah) untuk meningkatkan amal ibadah masyarakat, dan juga supaya membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
25
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim (Bandung: Mizan, 1997), 76.
21
mensukseskan program pemerintah, terutama di bidang pembangunan mental spiritual.26 Untuk tujuan tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang mudah untuk mencapainya, tetapi perlu adanya pemimpin sebagai penunjuk arah kepada pencerahan hidup beragama yang Islami, artinya sebagai tempat pembinaan keagamaan majlis taklim harus dapat menjadikan umat Islam sebagai umat yang sadar atas tugas sebagai kholifah di muka bumi dan bertanggung jawab atas semua tindakannya di akhirat nanti. Sistem pendekatan dalam majlis taklim yang bersifat religius menuntut kepada semua masyarakat untuk mampu menguak dan menginterpretasikan ajaran agama yang menimbulkan suasana keagamaan dalam majlis taklim serta menimbulkan karakter dalam pribadi peserta didik.
26
Tim Depag, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: CV. Anda Utama, 1987), 556.
22
Sistem pendekatan keagamaan yang ada dalam majlis taklim digunakan agar para jama’ahnya dapat memahami betul arti ajaran agama Islam sehingga di dalam jiwanya timbul perasaan paham dalam arti mau mengamalkan ajaran tersebut. Menurut Tutty Alawiyah tujuan majlis taklim berdasarkan fungsinya sebagai berikut: Pertama, berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majlis taklim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengamalan ajaran agama. Kedua, berfungsi sebagai tempat kontak sosial, maka tujuannya adalah silaturrahmi. Ketiga, berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jama’ahnya.27
Adanya berbagai tujuan yang sesuai dengan fungsinya majlis taklim, hal tersebut terjadi karena para pendiri majlis taklim, organisasi,
27
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah …,78.
23
lingkungan, dan jama’ahnya berbeda antara satu dengan lainnya. Bahwasannya tujuan dan fungsi majlis taklim itu sejalan dengan kegiatan, materi, serta peserta yang mengikuti kegiatan di majlis taklim tersebut, atau dapat dikatakan bahwa tujuan dan fungsi itu sesuai dengan situasi dan kondisi pelaksanaan kegiatan di majlis taklim. 3. Bentuk-bentuk kegiatan majlis taklim Dari pengalaman selama ini, majlis taklim merupakan tempat berkumpul, tempat belajar dan tempat bermasyarakat. Sambil berkumpul waktu yang tersedia diisi dengan membaca shalawat dan al-Qur’an. Para jama’ah mendapat pelajaran agama dari seorang atau beberapa orang guru tetap. Pada kesempatan-kesempatan tertentu, mereka memperingati hari-hari besar Islam. Acara ini biasanya diisi dengan ceramah keagamaan dengan mengundang muballigh/muballighoh. Di samping menyerap pendidikan non formal seperti itu majlis-majlis taklim selalu memiliki kegiatan tambahan, khususnya berupa kumpulan dana sosial yang biasanya disumbangkan untuk menyantuni anak yatim piatu, serta
24 membangun masjid dan madrasah. Kadang-kadang mereka mengadakan kunjungan ke panti asuhan dan jompo, atau lawatan hibah keluar daerah.28 4. Metode pelaksanaan majlis taklim Metode menurut Doktor Salahuddin Sanusi adalah “berasal dari kata methodus yang artinya adalah metode yang telah mendapat pengertian yang diterima oleh umum, yaitu cara-cara, prosedur atau ketentuan gerak usaha tertentu untuk mencapai suatu tujuan”.29 Metode majlis taklim yang dipandang sebagai lembaga dakwah Islamiyah ialah cara-cara penyampaian ajaran agama Islam kepada individu, kelompok, atau masyarakat supaya ajaran itu dengan tepat dimiliki, diyakini, dan dijalankan.
Sebagai lembaga dakwah Islamiyah sekaligus organisasi pendidikan luar sekolah majlis taklim mempunyai metode: a. Hikmah, ialah ucapan yang jelas, logis, dan diiringi dengan dalil yang memperjelas bagi kebenaran serta menghilangkan keraguan. b. Wal mau’izatul hasanah, ialah melalui dalil-dalil yang zhanni (meyakinkan) yang menyejukkan bagi orang awam.
28 29
Ibid., 94-95. Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), 104.
25 c. Wajadilhum billati hiya ahsan, percakapan dan bertukar pikiran untuk memuaskan bagi orang-orang yang menentang.30 Metode dakwah Islamiyah yang tepat dengan tidak keluar dari sumber pertama dan utama, yakni yang telah digariskan oleh sumber utama agama Islam yaitu al-Qur’an, hadith, maka tinggal bagaimana prosesnya sehingga metode yang dimaksud oleh al-Qur’an dan hadith tersebut sampai pada sasarannya. Sedangkan menurut Hj. Tutty Alawiyah, “metode majlis taklim yaitu membaca bersama, menirukan ceramah, dan tanya jawab dalam kategori yang lebih besar. Tabligh adalah bagian dari metode dakwah, sehingga metode dakwah adalah tabligh, penerbitan, percontohan, dan pengamatan bersama”.31 Penggunaan metode-metode ini akan lebih berhasil secara maksimal apabila disesuaikan dengan situasi dan kondisi majlis taklim. Dari beberapa metode di atas, dapat diambil pengertian bahwa penggunaan metode pada majlis taklim disesuaikan dengan situasi dan kondisi majlis taklim itu sendiri dengan lingkungan. 5. Sarana majlis taklim
30
Imam Zaidillah, Strategi dalam Membentuk Da’i dan Khotib Profesional (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 70. 31 Alawiyah, Strategi Dakwah …, 80.
26
Majlis taklim sebagai lembaga dakwah Islamiyah yang tentunya di dalam pelaksanaan dakwahnya itu memerlukan berbagai bahan dan persiapan yang cukup layak sebagai wasilah dan dapat mengantarkan umat kepada tujuannya. Mengingat Islam adalah dakwah, maka sudah menjadi kewajiban kaum muslimin untuk mempersiapkan segala kelengkapan yang diperlukan bagi kesempurnaan pelaksanaannya berupa perlengkapan atau sarana. Wasail “sarana” bentuk jamak dari wasilah, artinya mencapai sesuatu dengan kemauan. Sedangkan wasilah dalam gambaran umum adalah segala sesuatu yang dengan berangkatnya suatu pekerjaan untuk dilaksanakan atau dibantu merealisasikannya serta menghadapinya sebagaimana mestinya.32 Di bidang pendidikan dan pengajaran, wasilah merupakan media untuk menyampaikan materi pengajaran kepada anak didik, lebih berbentuk materiil maupun immaterial, teori maupun praktek, dan media ini pun beragam bentuknya. Untuk menyampaikan ajaran kepada umatnya, seorang juru dakwah (dai) dapat menggunakan sarana atau media. Salah satu unsur dari
32
Ali Mahmud dan Abdul Halim, Pendidikan Rohani (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 41.
27 keberhasilan dalam berdakwah adalah kepandaian seseorang dalam memilih dan menggunakan sarana atau media yang ada. Adapun sarana pada majlis taklim umumnya ada 4 macam, yaitu sebagai berikut: a. Organisasi yang riil dan kompak. b. Prestasi ilmiah yang memadai. c. Akhlaqul karimah. d. Kekuasaan dalam masyarakat.33 Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa sarana sangat menentukan tercapainya tujuan majlis taklim. Penggunaan sarana itu haruslah sesuai dengan bentuk kegiatan yang diselenggarakan. 6. Organisasi dalam majlis taklim Kamus administrasi memberikan definisi “organisasi”, yaitu suatu sistem usaha kerja sama dari sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, organisasi adalah sebuah perangkat untuk mencapai sasaransasaran tertentu.34 Oleh karena itu, organisasi terdiri dari dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kerja sama tersebut
33 34
Alawiyah, Strategi Dakwah …, 64. Moh. E. Ayub, et.al., Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 31.
28 sudah barang tentu didorong oleh kehendak atau motif untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Mejlis taklim dipandang sebagai salah satu organisasi dakwah Islamiyah mempunyai organisasi yang terdiri dari dai atau muballigh (pihak yang menyampaikan sarana), mad’u (pihak penerima seruan). Penyediaan sarana dan fasilitas melalui pembagian fungsi dan tugas kesemuanya berkehendak bekerja sama untuk menampilkan pesan dakwah ke arah tercapainya tujuan berupa aktualisasi isi pesan dakwah. Organisasi majlis taklim menurut organisasi jama’ahnya ada beberapa klasifikasi antara lain: a. Majlis taklim yang dibuka, dipimpin, dan bertempat khusus yang dibuat oleh pengurus sendiri atau guru. b. Majlis taklim didirikan, dikelola, dan ditempati bersama, mereka mempunyai
pengurus
yang
dapat
diganti
menurut
periode
kepengurusannya (di pemukiman atau di kantor). c. Majlis taklim mempunyai organisasi induk, seperti Aisyiah, Muslimat, alHidayah, dan sebagainya. Klasifikasi organisasi majlis taklim menunjukkan mutu, materi, dan kegiatan tambahan dari majlis taklim sendiri yang masing-masing memiliki misi dan visi sesuai dengan tujuan diadakannya majlis taklim ini.35 35
Alawiyah, Strategi Dakwah…, 77-78.
29 7. Materi yang diajarkan dalam majlis taklim Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam majlis taklim. Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran Islam dengan segala keluasannya.36 Untuk memudahkan penyusunan materi pelajaran, ajaran Islam itu dibagi-bagi menjadi sejumlah bidang pengajaran, seperti tauhid, fiqh, tafsir, hadith, akhlaq, tarih, dan lain sebagainya. Disamping itu, bahasa Arab dengan segala cabang ilmunya merupakan alat untuk mempelajari Islam. Oleh karena itu, bahasa Arab sering disebut sebagai ilmu alat. Sementara itu, Tutty Alawiyah mengklasifikasikan jenis majlis taklim dari materi yang diajarkannya kepada lima hal: Pertama, majlis taklim yang tidak mengajarkan sesuatu secara rutin, tetapi hanya sebagai tempat berkumpul, membaca sholawat bersama, atau membaca surat Yasin, atau membaca maulid Nabi SAW, dan Shalat sunah berjama’ah sebulan sekali. Pengurus majlis taklim mengundang seorang guru untuk berceramah. Ceramah inilah yang merupakan isi taklim. Kedua, majlis taklim yang mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan dasar ajaran agama, seperti belajar membaca al-Qur’an atau penerangan fiqh.
36
Tim Depag RI, Pedoman Pembinaan…, 55.
30 Ketiga, majlis taklim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqh tauhid, atau akhlak yang diberikan dalam pidato-pidato muballigh, kadang-kadang dilengkapi pula dengan tanya jawab. Keempat, majlis taklim seperti butir ketiga, dengan mempergunakan kitab tertentu sebagai pegangan, ditambah pidato-pidato/ceramah. Kelima, majlis taklim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran pokok yang diberikan teks tertulis, materi pelajaran disesuaikan dengan situasi hangat berdasarkan ajaran Islam.37 I. Shalat Berjama’ah 1. Pengertian Sebagai karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah menjadikan pahala yang berlimpah-limpah karena menggunakan shalat berjama’ah. Pahala ini dimulai sejak hati tergantung di masjid, lalu berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah di dalamnya sampai seorang hamba selesai menunaikan shalat. Pahala tersebut tidak terhenti di sini, namun masih terus menerus sampai hamba tersebut sampai ke rumahnya.38 Shalat jama’ah ialah apabila dua orang atau lebih melakukan shalat bersama-sama dan salah seorang diantara mereka tampil di depan untuk
37 38
Alawiyah, Strategi Dakwah …, 79. Fadlal Ilahi, Penggugat Kesunnatan Shalat Berjama’ah (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2004), 8.
31 diikuti oleh orang lain. Orang yang diikuti (di depan) dinamakan imam dan yang mengikuti dinamakan makmum.39 Di kala shalat berjama’ah, makmum berdiri dalam satu barisan atau lebih dengan rapi dan teratur. Dihadapan mereka berdiri seorang imam yang harus diikuti gerak-gerik dan perbuatannya, dalam ajaran Islam shalat berjama’ah adalah cara yang terbaik sekali dalam mengerjakan shalat, karena dengan demikian kaum muslimin berkesempatan untuk berkenalan, beramah tamah, tolong menolong, dan berkumpul bersama-sama dalam mendo’akan, berzikir dan menundukkan hati kepada Tuhan, pemimpin alam semesta.40 Menurut pendapat ulama’ yang terbanyak (jumhur ulama’), mengerjakan Shalat fardhu secara berjama’ah hukumnya bukan wajib, melainkan sunnat yang sangat dikuatkan ( sunnat muakkad ).41 Dalam melaksanakan shalat jama’ah diperlukan seorang pemimpin yang akan bertugas memimpin shalat jama’ah tersebut. Syarat-syarat menjadi pemimpin shalat jama’ah antara lain : a. Fasih bacaan al-Qur’an b. Mereka yang mengerti hadith-hadith Nabi
39
Abu Ahmadi & Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 156. 40 Syekh Mahmud Syaltut, Akidah dan Syari’ah Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1990). 41 Musthofa, Fiqih Islam …, 75.
32 c. Lebih dahulu hijrahnya, kalau tidak ada maka dipilih d. Yang lebih tua e. Diutamakan tuan rumah dari pada tamu f. Imam adalah salah seorang dari mereka yang disenangi dalam kelompok tersebut bukan yang dibenci, tidak disukai atau ditolak.42 2. Jumlah orang dalam shalat berjama’ah Pada dasarnya terdapat kesepakatan di kalangan ulama fiqih bahwa jumlah minimal berjama’ah itu adalah dua orang, yaitu satu orang imam dan satu orang makmum, menurutulama madzhab Safi’i, apabila yang menjadi makmum itu anak kecil sekalipun, tetap dapat disebut sebagai shalat berjama’ah.43 Shalat berjama’ah minimal dilakukan oleh dua orang yang satu menjadi imam dan yang satunya lagi menjadi makmum. Jadi banyaknya shalat berjama’ah itu tidak terbatas. Sebagaimana sabda Rasulullah:
Y ِ hْ iَa ُ cb d اeَ Zَ Uِ Vِ WَX َوjِ Pِ R ْ َوUِ Vِ W َ X َ ْYZِ [َ` َا ُزآ ِa ُ cb d اeَ Zَ ` ِa ُ cb d َة اW َ X َ ن b ِا ` ba َ َوkb l َ ِ mَ[ اd ِإp o R َ َأrَ sُ tَ cَ uُ َآvَZ`ِ َوa ُ cb d اeَ Zَ Uِ Vِ WَX ْYZِ vَ َازْآ Artinya: “Sesungguhnya shalat seorang laki-laki bersama yang lain lebih suci dari pada shalat sendiri. Shalat seorang laki-laki bersama dua orang laki-laki adalah lebih suci dari pada shalat seorang laki-laki dan shalat yang jama’ahnya banyak adalah lebih dicntai Allah azza wa jalla”.44 3. Uzur meninggalkan shalat jama’ah 42
Sentot Haryanto, Psikologi Sholat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), 122-123. Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet. 1 (Jakarta: Ichtiah Baru Van Hoeve, 1996). 1575. 44 Sunan Abu Dawud, Sunan Abu Dawud 1-2 (Bairut: Dar al-Fikr, t.t.), 152. 43
33 Ulama fiqih menetapkan bahwa uzur yang dapat dijadikan alas an untu meninggalkan shalat berjama’ah adalah sebagai berikut: a. Menderita sakit yang sulit baginya untuk berjama’ah ke masjid b. Khawatir diri, harta, kehormatan dan keluarganya mendapat madarat c. Turun hujan, salju, terlalu dingin, panas luar biasa, ada angin ribut dan malam hari yang sangat gelap d. Dalam keadaan terburu-buru, misalnya ingin buang air besar atau kecil e. Orang yang habis memakan makanan yang meninggalkan bau tidak enak pada mulut, sampai bau makanan tersebut hilang f. Ulama
madzhab
Syafi’i
menambahkan
bahwa
termasuk
uzur
meninggalkan jama’ah adalah terjadi gempa, keributan di pasar, sedang menyelenggarakan jenazah g. Seseorang dalam penjara yang mengalami kesulitan untuk berjama’ah. 4. Tujuan shalat berjama’ah Shalat berjama’ah disyari'atkan Islam dalam berbagai kesempatan dengan tujuan berkumpulnya umat Islam untuk saling memupuk rasa persaudaraan, persatuan, bertukar pikiran, dan persamaan.45
45
Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 1573.
34 Sedangkan tujuan shalat berjama’ah menurut Wahbah az-Zuhaily (ahli fiqh Mesir) dapat berdampak timbulnya rasa persamaan, mencegah diskriminasi, menciptakan satu barisan yang kuat, menjadi sarana untuk patuh melaksanakan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kemaslahatan umum dengan mengikuti seorang pemimpin (imam) dan menimbulkan rasa tolong menolong dalam kebajikan, yang kuat membantu yang lemah, dan yang kaya membantu yang miskin.46 5. Manfaat shalat berjama’ah Shalat berjama’ah lebih utama pada shalat sendirian. Shalat berjama’ah juga memiliki keistimewaan-keistmewaan lain dan beberapa manfaat yang besar sekali, yang itu semua tidak keluar dari lingkaran rasa kesatuan dan persatuan. Adapun manfaat shalat berjama’ah antara lain: a. Berkumpul bersama serta keberadaan kaum muslimin dalam satu barisan dibelakang imam yang sama. b. Seorang muslim yang fakir dapat berdiri disamping seorang muslim yang kaya, tanpa ada perbedaan dan pemisah diantara keduanya. c. Bahwa diantara ciri shalat berjama’ah adalah kaum muslimin dapat berkumpul bersama meski diantara mereka tidak saling kenal. d. Shalat jama’ah itu melebihi keutamaan shalat sendirian, dengan dua puluh tujuh derajat.47 46 47
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), 208. Syarif Hade Masyah, Hikmah di Balik Hukum Islam (Jakarta: Murtaqim, 2002), 217-219.
35
BAB III PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN
J. Data Umum 1) Sejarah Berdirinya Majlis Taklim Raudhatul Jannah di Dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo
Pada tahun 2004 awal mulanya Bapak Imam Boyadi datang dari Pondok Pesantren Cekok Babadan, melihat situasi masjid “Wangsid alHidayah” yang sudah kurang lebih 2 tahun masjid tersebut yang jama’ah hanya 1-4 orang kemudian beliau meminta kesepakatan kepada bapak RW. I RT. I dan RT. II untuk mengadakan majlis taklim dan atas kesepakatan warga pengajian itu dilaksanakan setiap satu minggu sekali yang tepatnya pada hari minggu sore. Kemudian beliau mengajak para tetangganya mengadakan tahtimul Qur’an keliling di dusun tersebut. Dan setelah tahtimul Qur’an sudah berlangsung kira-kira beberapa bulan, beliau mengajak para tetangganya untuk
36
mendengarkan pengajian di Pondok Cekok Babadan, dan dirasa-rasa para tetangga senang dengan pengajian di Pondok Cekok tersebut, kemudian Bapak Imam Boyadi mendirikan pengajian sendiri di masjid “Wangsid alHidayah” yang sudah beberapa tahun masjid ini kosong akan jama’ahnya. Berdasarkan kesepakatan para warga RT dan RW pengajian tersebut diadakan dan dilaksanakan setiap satu minggu sekali tepatnya setiap hari Minggu sore. Kemudian setelah pengajian itu sudah dilaksanakan dua minggu, Bapak Imam Boyadi menghadirkan kyainya dari Pondok Thoriqul Huda Cekok Babadan tersebut untuk memberi nama majlis taklim Raudhatul Jannah. Dalam pengisian majlis taklim Raudhatul Jannah tersebut pada awalnya diberikan kitabkitab yang memberikan motivasi tentang shalat berjama’ah, manfaat shalat berjama’ah serta kerugian orang-orang yang tidak mau shalat
37
berjama’ah. Materi ini ditekankan untuk pertama kali. Kemudian setelah pengajian ini sudah berjalan, maka tahtimul Qur’an keliling yang juga sudah berjalan dipindah waktunya setiap Ahad Pon dan diadakan hanya bertempat di masjid “Wangsid al-Hidayah” saja, tidak keliling lagi. Pertama kali didirikan majlis taklim tersebut jama’ahnya sudah agak banyak, sekitar kurang lebih 40 orang. Hal ini disebabkan karena: a. Orang-orang di sekitar dusun Sekayu tersebut sudah banyak yang mengetahui ilmu agama walaupun hanya sedikit. b. Untuk lingkup RT 1 RW I dan lingkungan RT 2 RW I sebagian sudah mengenal istilah santri, jadi mereka mudah mengajak tetangga dan keluarganya untuk mengikuti pengajian majlis taklim Raudlotul Jannah tersebut. c. Bapak Imam Boyadi mempunyai seorang tim, yaitu Ibu Hartini cs, para pengurus jama’ah majlis taklim, disebar yang otomatis dia menggerakkan tetangga dan keluarganya untuk mengikuti majlis taklim Raudlotul Jannah tersebut.
38
Majlis taklim Raudlatul Jannah dapat berjalan hingga sekarang. Selain itu, pesertanya pun juga bertambah, yaitu yang semula pesertanya hanya datang dari lingkungan dusun Sekayu desa Gandukepuh saja, sekarang bertambah jama’ah yang datang dari luar desa Gandukepuh, seperti Karangtal desa Nambangan, sehingga jumlah pesertanya mencapai 73 orang.48 2) Tujuan majlis taklim Raudhatul Jannah Majlis taklim Raudhatul Jannah didirikan dan dikelola dengan tujuan umum, yaitu untuk mengembangkan nilai-nilai agama Islam yang sekaligus untuk menggerakkan peningkatan shalat berjama’ah masyarakat di lingkungan dusun Sekayu Gandukepuh dan sekitarnya, selain itu, juga untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah antar anggota. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai pada majlis taklim Raudhatul Jannah secara khusus adalah: a. Untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
48
Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 01//D/F-1/14-VI/2007 dalam lampiran laporan hasil skripsi ini.
39 b. Mendidik dan membina anggota untuk berilmu, beramal, dan berakhlakul karimah. c. Untuk memupuk rasa persaudaraan diantara para anggota. d. Sebagai sarana untuk meningkatkan shalat berjama’ah masyarakat di lingkungan dusun Sekayu Gandukepuh dan sekitarnya.49 3) Letak geografis majlis taklim Raudhatul Jannah Letak geografis majlis taklim Raudhatul Jannah terletak di dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. Majlis taklim ini terletak di tengahtengah pemukiman penduduk, tepatnya di sebelah barat masjid “al-Muttaqin” Sekayu Gandukepuh. Sedangkan batas-batas daerahnya adalah: Sebelah barat
: dusun Sawahan
Sebelah utara
: dusun Karangtal Nambangrejo
Sebelah selatan
: dusun Tempuran
Dan sebelah timur : jembatan Sekayu50 2. Struktur organisasi majlis taklim Raudhatul Jannah Adapun susunan pengurus masjid “Wangsid Al-Hidayah” dan majlis taklim Raudhatul Jannah tersebut tertera sebagai berikut:
49 50
Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/F-1/24-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini. Lihat Transkrip Observasi nomor: 05/O/17-VI/2007 dalam lampiran laporan skripsi ini.
40 Penasehat : Suwandi Ketua I
: Junaidi
Sekretaris : Ida Nurnaini Sumini Bendahara : Ismu Hartatik Sri Rahayu Seksi-seksi Seksi dakwah
: Kyai Imam Boyadi
Seksi perlengkapan : Bahruddin Nanang Setiono Suroso Seksi humas
: Basuki Harjito
Seksi kegiatan
: Suhartini
Seksi konsumsi
: Anik Unaijah Suhartini Aning Surati51
51
Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 02/D/16-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini.
41 Demikianlah secara singkat susunan organisasi kepengurusan majlis taklim Raudhatul Jannah di masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. 3. Data jama’ah Tabel 3.1 Data jama’ah majlis taklim Raudhatul Jannah No
Nama
Jenis Kelamin
Alamat
1
Suhartini
P
Sekayu
2
Ida Nurnaini
P
Sekayu
3
Imuk Hartatik
P
Sekayu
4
Tumi
P
Sekayu
5
Ismi
P
Sekayu
6
Siwoh
P
Sekayu
7
Sri Rahayu
P
Sekayu
8
Sumini
P
Sekayu
9
Narti
P
Sekayu
10
Ngoilah
P
Sekayu
11
Komsiyah
P
Sekayu
12
Rompyoh
P
Sawahan
13
Surati
P
Sekayu
14
Istirokah
P
Sekayu
15
Aning
P
Sekayu
16
Sumilah
P
Sekayu
42
17
Suhartatik
P
Sekayu
18
Anik Unaijah
P
Sekayu
19
Siti Juwariyah
P
Sekayu
20
Misringah
P
Karangtal
21
Iyah
P
Karangtal
22
Sumini
P
Sekayu
23
Kasemi
P
Sekayu
24
Sipun
P
Sekayu
25
Sumarten
P
Sekayu
26
Rumini
P
Sekayu
27
Sadiyem
P
Karangtal
28
Marfu
P
Karangtal
29
Mening
P
Sawahan
30
Nuryati
P
Sawahan
31
Sumbruk
P
Sawahan
32
Ami
P
Sawahan
33
Katinem
P
Sawahan
34
Liilah
P
Sawahan
35
Boyati
P
Sawahan
36
Wiji
P
Sawahan
37
Yatun
P
Sekayu
38
Painem
P
Sekayu
39
Hajjah Katumi
P
Sekayu
40
Suyatun
P
Sekayu
41
Suhartatik
P
Sekayu
43
42
Endang Porwati
P
Sekayu
43
Lilik Suryani
P
Sekayu
44
Hepi
P
Sekayu
45
Supriyanti
P
Sekayu
46
Nikmatul Marhaini S.
P
Sekayu
47
Mardiningsih
P
Sekayu
48
Bela
P
Sekayu
49
Ambi’
L
Sekayu
50
H. Sogol
L
Sekayu
51
Darimen
L
Sekayu
52
Juwari
L
Sekayu
53
Harjito
L
Sekayu
54
Suwandi
L
Sekayu
55
Rakijan
L
Sekayu
56
Karto Temu
L
Sekayu
57
Edi Subekti
L
Sekayu
58
Bahruddin
L
Sekayu
59
Bokir
L
Sekayu
60
Nanang Setiono
L
Sekayu
61
Zainul Abidin
L
Sekayu
62
Agus Supriyanto
L
Sekayu
63
Totok Hadisaputra
L
Sekayu
64
Didik
L
Sekayu
65
Basuki
L
Sekayu
66
Imam Boyadi
L
Sekayu
44
67
Wahyudi
L
Sekayu
68
Junaidi
L
Sekayu
69
Suroso
L
Sekayu
70
Marjiah
P
Sekayu
71
Dwi Anggraini
P
Sekayu
72
Wiwit Kataringga
P
Sekayu
73
Dewi
P
Sawahan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah jama’ah laki-laki ada 21 orang, perempuan ada 52 orang. Dari dusun Sekayu sebanyak 60 orang dan dari luar sekayu 13 orang. Adapun dari jama’ah yang aktif mengikuti kegiatan 75 %.52 4. Sarana dan prasarana majlis taklim Raudhatul Jannah Tabel 3.2 Sarana dan prasarana majlis taklim Raudhatul Jannah No Jenis Barang 1. Alat-alat pendidikan
52
Jumlah
a. Papan tulis
1 dos
b. kapur tulis
1 buah
c. Kitab Mabadi’ al-Fiqhiyah
9 buah
d. Kitab Durroh an-Nasi’in
4 buah
e. Kitab Sarah al-Hikam
2 buah
Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 06/D/F-1/6-VIII/2007 dalam lampiran skripsi ini.
45
2.
3.
f. Kitab Bulugh al-Maram
1 buah
g. Al-Qur’an
9 buah
h. Juz Amma
11 buah
I. Iqra’
15 buah
Alat-alat kebersihan a. Sapu lidi
2 buah
b. Sapu duk
2 buah
c. Keset
3 buah
Perlengkapan a. Lemari
1 buah
b. Jam dinding
2 buah
c. Kipas angin
2 buah
d. Lampu
4 buah
e. Karpet
2 buah
f. Karpet sajadah
2 buah
g. Meja tulis
6 buah
h. Type
1 buah
i. Mikropon
3 buah
j. Kaset shalawat
3 buah
k. kamar mandi
1 buah
K. Data Khusus (Deskripsi Data) Bentuk-bentuk kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah di masjid “Wangsid alHidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo
46 Tabel 3.3 Bentuk-bentuk kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah
No. Hari
Tanggal
Kegiatan
Metode
1.
Minggu
1,8,15,22,29 April
Pengajian rutin
Ceramah dan Tanya jawab
2.
Minggu
1,8,15,22,29 April
Istighasah
Membaca
3.
Kamis
5,12,19,26 April
Mujahadah
Membaca
4.
Senin, Selasa, Rabu, Jum’at, Sabtu
-
Membaca Al-Qur’an
Sorogan
5.
Senin sampai Minggu
-
Shalat berjama’ah
Berjama’ah
6.
Minggu
1 April
Maulid Nabi SAW.
Ceramah
7.
-
1-30 Muharam
Tahtimul Qur’an
Membaca
8.
Senin
10 Muharam
Menyantuni yatim
9.
Minggu
12 Agustus
Isra’ Mi’raj SAW.
10.
Senin
27 Agustus
Ziarah auliya’
11.
Jum’at – Jum’at
14 September – 12 Tadarusan Oktober
anak
makam
Ceramah Sima’an
47 Keterangan: Metode yang digunakan dalam kegiatan istigosah yaitu membaca, maksudnya imam memimpin jama’ah di dalam membaca kalimat demi kalimat istigosah yang telah ditentukan dan jama’ah mengikuti terhadap segala hal yang dipimpinnya dalam kegiatan tersebut. Kegiatan
membaca
Qur’an
menggunakan
metode
sorogan,
maksudnya santri maju satu demi satu untuk mengajukan bacaan alQur’annya
kepada
ustadz/ustadzahnya
dan
dengan
metode
tersebut
ustadz/ustadzahnya dapat mengetahui kemampuan santrinya dalam membaca al-Qur’an. Kegiatan ziarah makam auliya yang diselenggarakan oleh majlis taklim Raudlatul Jannah di masjid “ Wangsid al-Hidayah” sementara makammakam yang diziarahi hanya sekitar Ponorogo saja, antara lain makam Bathoro Katong, Tegalsari, Siteman dan lain-lain. Untuk ziarah makam ini menggunakan metode kepemimpinan, maksudnya imam memimpim jama’ah untuk diantarkan ke beberapa tempat atau
makamnya
para
Wali
Allah,
kemudian di tempat tersebut jama’ah mengadakan tahlilan secara bersamasama dan dipimpin oleh seorang imam dari jama’ah tersebut.
48 Materi yang diajarkan dalam majlis taklim Raudhatul Jannah di masjid “Wangsid al-Hidayah” dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo. Berdasarkan observasi pada tanggal 10 Juni 2007 bahwasanya materi yang diajarkan di majlis taklim Raudhatul Jannah yaitu berupa istighosah, membaca sholawat bersama-sama, mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan dasar ajaran agama berupa tuntunan ibadah shalat, mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih, hadits, tafsir dan tarih yang diambil dari beberapa kitab kuning yang disajikan dalam bentuk ceramah dan tanya jawab. Hal tersebut sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Imam Boyadi selaku pengasuh majlis taklim Raudhatul Jannah. Tabel 3.4 Materi Majlis Taklim Raudhatul Jannah No 1
Materi Fiqih
Metode Salafiyah haditsah
a. Kitab Mabadi’ al-Fiqhiyah b. Kitab Taqrib 2
Hadits
Salafiyah haditsah
a. Kitab Arba’in Nawawi b. Kitab Riyad Salikin c. Kitab Bulugh al-Maram 3
Tafsir a. Kitab Tafsir Yasin b. Kitab Tafsir Jalalain
Salafiyah haditsah
49
4
Tasawuf
Salafiyah haditsah
a. Kitab Nasaikhu al-‘Ibad b. Kitab Siraju al-Talibin c. Kitab Minhaj al-‘Abidin d. Kitab Sirah al-Hikam 5
Tarikh
Salafiyah haditsah
a. Kitab Dhurrat al-Nasihin 6
Ketrampilan muatan local
Demonstrasi
a. Ketrampilan ibadah 7
Kegiatan pengembangan diri
Membaca53
a. Shalawatan Keterangan: Metode yang digunakan oleh pengasuh majlis taklim Raudhatul Jannah dalam menyampaikan materi kitab kuning tersebut adalah memakai sistem salafiyah haditsah, yakni klasik dan modern. Jadi, dibaca kalimat demi kalimat kemudian dijelaskan pengertiannya dan setelah selesai menjelaskan kalimat yang dibaca tersebut, maka para peserta baru dipersilahkan mengadakan tanya jawab tentang materi yang dibahas saat itu. Adapun jika pertanyaan dari para peserta tersebut perlu jawaban yang memerlukan suatu kisah, maka di situ juga akan diberikan kisahnya yang tentunya ada kaitannya dengan masalah tersebut. 54
53 54
Lihat Transkrip wawancara nomor: 12/7-W/F-1/25-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini Lihat Transkrip observasi nomor: 03/O/F-2/10-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini.
50
Aktivitas Shalat Berjama’ah Anggota Majlis Taklim Raudhatul Jannah di Masjid “Wangsid al-Hidayah” Dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo Aktivitas shalat berjama’ah merupakan agenda rutin di majlis taklim Raudhatul Jannah. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Imam Boyadi selaku pengasuh majlis taklim Raudhatul Jannah bahwasannya aktivitas shalat berjama’ah di Masjid “Wangsid al-Hidayah” itu masih tiga waktu yaitu subuh, maghrib dan isya’. Dalam penekanan shalat berjama’ah itu ditekankan lima waktu. Sedangkan dulu sebelum adanya majlis taklim itu yang jama’ah hanya sekitar satu sampai empat orang dan setelah diadakan majlis taklim yang mau shalat berjama’ah di masjid itu ada sekitar 30 orang. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara sebagai berikut: Sementara aktivitas shalat berjama’ah di masjid “Wangsid al-Hidayah” itu masih tiga waktu yaitu subuh, maghrib dan isya’ dan dalam penekanan shalat berjama’ah itu saya tekankan lima waktu entah itu di rumah atau masjid sekitarnya. Dulu sebelum adanya majlis taklim yang shalat hanya ada kurang lebih 1-4 orang dan setelah diadakan majlis taklim yang shalat bertambah sekitar kurang lebih 30 orang.55
Sedangkan menurut Bapak Imam Boyadi selaku pengasuh majlis taklim Raudlotul Jannah, bahwasannya jama’ah Dhuhur dan Ashar itu dianjurkan shalat berjama’ah di rumahnya sendiri-sendiri. Sebagaimana wawancara berikut ini. Karena kalau Dhuhur dan Ashar para anggota jama’ah majlis taklim Raudhatul Jannah ini banyak memiliki kegiatan masing-masing, dan untuk saya sendiri juga tidak bisa karena saya juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya, tapi saya
55
Lihat Transkrip wawancara nomor: 02/1-W/F-3/12-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini.
51 usahakan kalau di perjalan saya melakukan shalat berjama’ah dengan anak buah saya, baik shalat Dhuhur maupun Ashar.56
Hal serupa juga dikatakan oleh bapak Wandi bahwa shalat dhuhur dan asyar para jama’ahnya sibuk memiliki kegiatan masing-masing.57 Setelah shalat berjama’ah dilakukan langsung berdzikir seperti biasa yang diucapkan sama dengan dzikir yang ada di kalangan masyarakat pada umumnya. Tetapi setiap malam Jum’at setelah maghrib melakukan mujahadah. Kegiatan mujahadah ini dilakukan dengan bersama-sama dan dipimpin oleh majlis taklim Raudhatul Jannah. Adapun bacaannya itu biasanya lebih panjang dibanding bacaan yang ada pada kegiatan istighasah dan tahlil. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan shalat berjamaah di masjid Wangsid al-Hidayah: 1. Adanya kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah yang mana majlis taklim tersebut mempunyai banyak kegiatan khususnya yang diadakan di dalam masjid.58
2.
Dalam pengisian majlis taklim Raudhatul Jannah pada awalnya diberikan kitab-kitab yang memberikan motivasi tentang shalat berjamaah, serta kerugian orang-orang yang tidak mau shalat berjamaah di masjid. 59
56
Ibid. Lihat Transkrip wawancara nomor: 05/3-W/F-3/17-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini. 58 Lihat Transkrip wawancara nomor: 01/1-W/F-1/12-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini. 59 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 01/D/F-1/14-VI/2007 dalam lampiran skripsi ini. 57
52
BAB IV MAJLIS TAKLIM DAN PENINGKATAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus Di Masjid “Wangsid Al-Hidayah” Dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo)
A. Analisa tentang Bentuk-Bentuk Kegiatan Majlis Taklim Raudhatul Jannah di Masjid “Wangsid alHidayah” Dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo Majlis taklim merupakan lembaga pendidikan agama Islam non formal yang merupakan sarana dakwah umat Islam yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan masyarakat Islam pada umumnya dan khususnya bagi para anggota (jama’ah) untuk meningkatkan amal ibadah masyarakat dan supaya membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mensukseskan program pemerintah, terutama pembangunan mental dan spiritual. Begitu pula keberadaan majlis taklim Raudhatul Jannah di masjid “Wangsid alHidayah” dusu Sekayu Gandukepuh Sukorejo
53
Ponorogo, keberadaan majlis taklim tersebut sudah mampu menuangkan pengetahuan dan membangkitkan kesadaran beragama sehingga terwujud masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun bentuk-bentuk kegiatan yang ada di majlis taklim Raudhatul Jannah adalah: 1. Pengajian rutin, pengajian rutin majlis taklim Raudhatul
Jannah
adalah
kegiatan
yang
dilaksanakan setiap minggu sore dengan tujuan memperoleh ilmu dan kemampuan khususnya ilmu agama Islam dan para jama’ah bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari. 2. Ziarah maqam auliya’, kegiatan ini bertujuan supaya selalu mengingat akhirat dan berbuat baik kepada semua orang. Dengan demimikian supaya selalu bertaqwa kepada Allah.
54
3. Kegiatan mujahadah dan istighosah, kegiatan ini bertujuan untuk mengingat Allah dan bertaqwa kepadanya 4. Tadarusan, kegiatan ini bertujuan menambah ilmu dan keyakinan kepada Allah. 5. Peringatan maulud Nabi dan Isra’ mi’raj bertujuan meningkatkan kesadaran dan kese Raudlotul Jannah kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan. Berdasarkan tujuan kegiatan-kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah sesuai dengan tujuan majlis taklim. Berdasarkan keterangan di atas kegiatan yang diadakan majlis taklim Raudlotul Jannah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tutty Alawiyah bahwasannya dari pengalaman selama ini, majlis taklim merupakan tempat berkumpul dan tempat bermasyarakat. Sambil berkumpul, waktu yang tersedia diisi dengan bersama
55
membaca ratib dan al-Qur’an. Para jamaah mendapat pelajaran agama dari seorang atau beberapa orang guru tetap. Dalam kesempatankesempatan tertentu, mereka memperingati harihari besar Islam. Acara ini biasanya diisi dengan ceramah mubaligh atau mubaligh undangan. Dismping menyerap pendidikan formal seperti itu, majlis-majlis taklim selalu memiliki kegiatan tambahan, khususnya berupa pengumpulan dana sosial, yang biasanya disumbangkan untuk menyantuni anak yatim piatu, serta membangun masjid dan madrasah. Kadang-kadang mereka mengadakan kunjungan ke panti-panti asuhan atau jompo, atau lawatan muhibbah keluar daerah. Untuk jelasnya dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut: Gambar 4.1 Bentuk-bentuk kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah Majlis Kegiatan
Taklim
1. Pengajian kitab kuning 2. Sorogan al-Qur’an 3. Tadarus 4. Tahtimul Qur’an 5. Peringatan Maulud Nabi 6. Peringatan Isra’ Mi’raj 7. Istighatsah 8. Mujahadah 9. Ziarah makam auliya’ 10. Silaturrahmi
56
B. Analisa tentang Materi yang Diajarkan dalam Majlis Taklim Raudhatul Jannah di Masjid “Wangsid alHidayah” Dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo Dalam sebuah proses pendidikan, salah satu faktor komponen yang harus ada adalah materi pengajaran. Sebagaimana dalam kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah yang diselenggarakan di desa Gandukepuh Sekayu, Ponorogo, juga ada beberapa materi yang diberikan. Dengan adanya materi yang disampaikan di majlis taklim tersebut dan ditambah dengan adanya muballigh atau pemimpin sebagai petunjuk arah kepada pencerahan hidup bergama yang Islami artinya sebagai tempat pembinaan keagamaan majlis taklim Raudhatul Jannah harus dapat menjadikan jama’ah sebagai jama’ah yang sadar atas tugas sebagai khalifah di muka bumi dan bertanggung jawab atas semua tindakannya di akhirat nanti. Sistem pendekatan keagamaan yang ada di majlis taklim Raudhatul Jannah digunakan agar para jama’ahnya dapar memahami betul ajaran agama Islam sehingga di dalam jiwanya timbul perasaan paham dalam arti mau
57
mengamalkan ajaran tersebut khususnya shalat berjama’ah di masjid. Sebagaimana observasi pada tanggal 10 Juni 2007 dan wawancara dengan Bapak Imam Boyadi pada tanggal 8 Juli 2007 bahwasannya materi yang diajarkan di majlis taklim Raudlotul Jannah adalah membaca shalawat bersama, mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan dasar ajaran agama, berupa tuntutan ibadah shalat. Sedangkan pengetahuan agama yang diajarkan berupa ilmu fiqh, hadits, tafsir, tasawuf, dan tarikh, yang diambil dari beberapa kitab kuning. Data tersebut sesuai dengan teori Tutty Alawiyah yang mengklasifikasikan jenis majlis taklim dari materi yang diajarkan kepada lima hal: Pertama, majlis taklim yang tidak mengajarkan sesuatu secara rutin. Kedua, majlis taklim yang mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan dasar ajaran agama, seperti belajar membaca al-Qur’an atau penerangan fiqh. Ketiga, majlis taklim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqh tauhid, atau akhlak yang diberikan dalam pidato-pidato muballigh, kadangkadang dilengkapi pula dengan tanya jawab. Keempat, majlis taklim seperti butir ketiga, dengan mempergunakan kitab tertentu sebagai pegangan, ditambah pidato-pidato/ceramah. Kelima, majlis taklim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran
58
pokok yang diberikan teks tertulis, materi pelajaran disesuaikan dengan situasi hangat berdasarkan ajaran Islam. Untuk memudahkan penyusunan materi pelajaran, ajaran Islam dibagi menjadi sejumlah bidang pengajaran seperti tauhid, fiqh, tafsir, hadith, akhlak, tarikh, dan lain-lain. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari lapangan, bahwasannya materi yang disampaikan dalam majlis taklim Raudlotul Jannah sejalan dengan pengklasifikasian bagian satu, dua, tiga, dan empat. Pertama, dengan adanya mujahadah dan istighotsah. Kedua, adanya sorogan al-Qur’an. Ketiga, adanya beberapa pengetahuan agama yang diberikan dalam pidato-pidato oleh muballigh. Dan yang keempat yaitu adanya penggunaan kitab sebagai pegangan ditambah pidatopidato/ceramah. Pada poin yang terakhir ini yang lebih ditekankan di Majlis Taklim Raudhatul Jannah adalah: Gambar 4.2 Materi yang diajarkan di majlis taklim Raudhatul Jannah Majlis Muballigh
Taklim a. Kitab Mabâdi’ al-Fiqhiyah Materi
Fiqh Hadits
a. Kitab Arbangîn Mawâwî b. Kitab Riyâd Sâlikîn
59
Tafsir Tasawuf Tarih
a. b. a. b. c. d. a.
Kitab Tafsîr Yasin Kitab Tafsîr Jalâlayn Kitab Nasaikhu al-‘Ibât Kitab Siraju al-Tâlibîn Kitab Minhâj al-‘Âbidîn Kitab Sirah al-Hikam Kitab Dhurrat al-Nâsihîn Nasikhin
60
C. Analisa
tentang
Aktivitas
Shalat
Berjamaah
Anggota Majlis Taklim Raudhatul Jannah di Masjid “Wangsid al-Hidayah” Dusun Sekayu Gandukepuh Sukorejo Ponorogo Shalat berjamaah disyariatkan Islam dalam berbagai kesempatan dengan tujuan berkumpulnya umat Islam untuk saling memupuk rasa persaudaraan, persatuan, bertukar pikiran, dan persamaan. Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, karena dengan shalat berjamaah pahalanya berlipat 27 derajat. Selain itu, dengan adanya shalat berjamaah masyarakat bisa berkumpul bersama antara fakir dan orang kaya tanpa ada perbedaan dan pemisah diantara keduanya, dengan demikian, akan terjalin ukhuwah Islamiyah. Hendaklah kaum muslim berhati-hati untuk tidak terlewatkan shalat berjama’ah tanpa udzur yang sah, yang bisa kaum muslim pertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT, yang mengetahui segala perkara gaib. Tidak mengapa, jika kaum muslim berudzur sesuatu yang memaksa kaum muslim tetap tinggal di rumah, karena dirasakan perkara itu ada baiknya,
61
atau mengandung maslahat bagi urusan agama dan dunia. Jika tidak, maka hendaklah kaum muslim tidak melewatkan shalat berjama’ah di masjid pada waktu-waktu shalat yang telah ditentukan. Apabila perlu, ajaklah anggota keluarga, sekalipun hanya seorang saja untuk shalat bersama kaum muslim, agar kaum muslim terlepas dari tanggung jawab dan mendapat pahala pula. Karena, kelebihan pahala berjama’ah itu akan diperoleh dengan shalat seorang imam dan seorang makmum, malah semakin banyak yang makmum semakin banyak pula pahalanya, disebabkan keutamaan shalat berjama’ah itu. Bahwasannya hendaknya kaum muslim berhati-hati untuk tidak terlewatkan shalat berjama’ah tanpa udzur yang sah, yang bisa kaum muslim pertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT, yang mengetahui segala perkara gaib. Tidak mengapa, jika kaum muslim berudzur sesuatu yang memaksa kaum muslim tetap tinggal di rumah, karena dirasakan perkara itu ada baiknya, atau mengandung maslahat bagi urusan agama dan dunia. Jika tidak, maka hendaklah kaum muslim tidak melewatkan shalat berjama’ah di masjid pada waktu-waktu shalat yang telah ditentukan. Apabila perlu, ajaklah anggota keluarga, sekalipun hanya seorang saja untuk shalat bersama kaum muslim, agar kaum muslim
62
terlepas dari tanggung jawab dan mendapat pahala pula. Karena, kelebihan pahala berjama’ah itu akan diperoleh dengan shalat seorang imam dan seorang makmum, malah semakin banyak yang makmum semakin banyak pula pahalanya, disebabkan keutamaan shalat berjama’ah itu. Dari data yang diperoleh melalui wawancara dengan Bapak Imam Boyadi selaku pengasuh majlis taklim Raudhatul Jannah pada tanggal 12 Juni 2007 dan wawancara dengan Saudara Didik pada tanggal 26 Juni 2007 bahwasannya shalat jamaah yang dilaksanakan di majlis taklim Raudhatul Jannah hanya shalat Maghrib, Isya’, dan Shubuh. Sedangkan untuk Dzuhur dan Ashar para jamaahnya mempunyai aktivitas-aktivitas sendiri, yaitu memenuhi kebutuhan atau mencarikan nafkah untuk keluarganya. Sedangkan dulu sebelum adanya majlis taklim Raudlotul Jannah itu yang mau melaksanakan shalat berjamaah hanya sekitar kurang lebih satu sampai empat orang saja. Sedsangkan sesudah adanya majlis taklim itu yang jamaah bertambah kurang lebih 30 orang. Dengan demikian, perkembangan spiritual di Dusun Sekayu Gandukepun Sukorejo Ponorogo sudah meningkat menjadi lebih baik dan maju. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya shalat berjamaah yang
63
dilaksanakan setiap hari walaupun hanya shalat Shubuh, Maghrib, dan Isya.
64
BAB V PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan pemaparan di atas, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut: Bentuk-bentuk kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah Bentuk-bentuk kegiatan yang diadakan majlis taklim Raudhatul Jannah ada beberapa macam diantaranya: Kegiatan ziarah maqom auliya’ Kegiatan mujahadah Kegiatan istighotsah Kegiatan tadarusan Kegiatan maulid Nabi besar Muhammad SAW Kegiatan tahtimul Qur’an Kegiatan santunan anak yatim Kegiatan shalat berjama’ah Kegiatan ngaji Qur’an Materi yang diajarkan dalam Majlis Taklim Raudhatul Jannah Adapun materi yang diajarkan dalam Majlis Taklim Raudhatul Jannah yaitu berupa istighotsah, membaca shalawat bersama-sama, mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan dsar ajaran agama berupa tuntunan ibadah
65 shalat, mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih, hadits, tafsir dan tarih yang diambil dari beberapa kitab kuning. Metode yang digunakan memakai metode salafiyah haditsah, yaitu dibaca kalimat demi kalimat kemudian dijelaskan pengertiannya. Aktivitas shalat berjamaah anggota majlis taklim Raudhatul Jannah Aktivitas shalat berjamaah yang dilaksanakan majlis taklim Raudhatul Jannah mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal tersebut dapat digambarkan dengan adanya masjid “Wangsid al-Hidayah” yang awal mula jama’ahnya hanya sekitar satu sampai empat orang saja, lama kelamaan meningkat hingga setiap kali shalat berjama’ah kurang lebih ada 30 orang yang mengikuti shalat berjama’ah. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan shalat berjamaah di masjid Wangsid al-Hidayah: 3. Adanya kegiatan majlis taklim Raudhatul Jannah yang mana majlis taklim tersebut mempunyai banyak kegiatan khususnya yang diadakan di dalam masjid. 4. Dalam pengisian majlis taklim Raudhatul Jannah pada awalnya diberikan kitab-kitab yang memberikan motivasi tentang shalat berjamaah, serta kerugian orang-orang yang tidak mau shalat berjamaah di masjid.
66 Saran Dalam suatu majlis taklim hendaklah ada jadwal pelajaran yang akan disampaikan pada pertemuan-pertemuan tertentu sehingga materi yang diberikan bisa terarah. Pengasuh hendaknya memberikan penjelasan yang lebih rinci dan mudah dipahami agar para jama’ah majlis taklim dapat mencerna dan menerima arahan dari pengasuh. Untuk para jama’ah hendaklah rajin dan sungguh-sungguh dalam mengikuti majlis taklim agar ilmunya dapat bermanfaat.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu & Salimi, Noor. MKDK Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. Alawiyah, Tutty. Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim. Bandung: Mizan, 1997. Ali al-Hasyimi, Muhammad. Muslim Ideal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktek, Edisi revisi II. Jakarta: PT. Renika Cipta, 1992. Ayub, Moh. E., et.al. Manajemen Masjid. Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Aziz Dahlan, Abdul, et.al. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Dawud, Sunan Abu. Sunan Abu Dawud 1-2. Bairut: Dar al-Fikr, t.t. Depag, Tim. Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: CV. Anda Utama, 1987. Depag RI, Tim. Pedoman Pembinaan Majlis Taklim. Jakarta: Proyek Bimbingan dan Dakwah Agama Islam Pusat, 2002. Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Hade Masyah, Syarif. Hikmah di Balik Hukum Islam. Jakarta: Murtaqim, 2002. Hadi, Sutrisno. Metodologi Reesearch. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1981. ---------. Metodologi Research, jilid II. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, 1991. Haryanto, Sentot. Psikologi Sholat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: PT Rajawali Press, 2001. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
68 Ilahi, Fadlal. Penggugat Kesunnatan Shalat Berjama’ah. Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2004. Kamal Pasha, Musthafa, et al. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karya Mandiri, 2003. Khozin.
Jejak-Jejak Pendidikan Muhammadiyah, 2006.
Islam
di
Indonesia.
Malang:
Universitas
Mahmud Syaltut, Syekh. Akidah dan Syari’ah Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1990. Majah, Sunan Ibnu. Sunan Ibnu Majah 1. Bairut: Dar al-Fikr, 1990. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. Miles, Matthew & Huberman, A. Michael. Analisis Data Kualitatif, terj. Jakarta: Penerbit UI Press, 1992. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif .Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995. Mulyana, Dedi. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003. Nasa’i, Sunan. Sunan Nasa’i. Bairut: Dar al-Fikr, 1995. Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Zaidillah, Imam. Strategi dalam Membentuk Da’i dan Khotib Profesional. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.