BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dalam dunia kerja, keberadaan pengolahan data menjadi informasi secara terkomputerisasi menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan pengolahan data secara terkomputerisasi dapat memberikan kontribusi yang besar untuk menjadikannya suatu pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih teratur. Jika dibandingkan pengolahan data secara manual, pengolahan data secara terkomputerisasi memiliki kelebihan seperti, pengolahan data yang cepat dan akurat, serta mendukung pengolahan data dalam skala besar. Dalam perkembangan ini, sistem perpajakan di Indonesia juga tidak luput dari keterlibatan pengolahan data melalui teknologi informasi. Pajak merupakan penerimaan negara terbesar. Dominasi pajak sebagai sumber
penerimaan
merupakan suatu hal yang sangat wajar,
terlebih ketika sumber daya alam, khususnya minyak bumi tidak bisa lagi diandalkan. Penerimaan dari sumber daya alam mempunyai umur yang relatif terbatas, suatu saat akan habis dan tidak bisa diperbaharui. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan ini mempunyai umur yang tidak terbatas, terlebih dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Peranan penerimaan pajak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun persentase terhadap seluruh pendapatan negara. Hal ini
diiringi dengan meningkatnya
1
Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun dan memberikan tugas kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk senantiasa melakukan usaha untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Sangat dirasakan bahwa pajak merupakan sarana pemenuhan kebutuhan suatu Negara. Maka suatu Negara selalu berusaha meningkatkan target penerimaannya yang berasal dari pajak. Agar pelaksanaannya dapat tercapai secara maksimal, pajak harus ditetapkan dalam Undang-Undang agar hak-hak masyarakat Wajib Pajak terlindung dari kesewenangwenangan, juga sebaliknya Negara dalam hal ini fiskus atau aparatur pajak yang memperoleh legitimasi (kewenangan). Sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan, membayar pajak merupakan perwujudan pemenuhan kewajiban kepada Negara dan juga hak bagi setiap warga Negara untuk dapat ikut berperan serta terhadap pembangunan nasional dan pembiayaan rumah tangga Negara. Sejak tahun 1983, pemerintah Indonesia mengubah sistem perpajakan Indonesia dari official assessment system menjadi self assessment system. Perubahan sistem ini dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan di sektor pajak. Self assessment system berarti masyarakat Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang, serta melaporkannya secara teratur. Namun pemerintah dalam hal ini aparatur pajak atau Direktorat Jenderal Pajak menyadari sepenuhnya bahwa self assessment system masih menemui banyak kendala dan hambatan. Setiap orang masih selalu berusaha menghindari pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.
2
Kepatuhan masyarakat masih rendah untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak (WP). Nomor Pokok Wajib Pajak juga digunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Memiliki NPWP juga memberikan manfaat langsung lain bagi Wajib Pajak, seperti sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, sebagai persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), sebagai salah satu syarat jual beli tanah, dan sebagai salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, khususnya Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya wajib diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.” Seseorang yang berpenghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
3
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun begitu, bila seseorang mempunyai penghasilan di bawah PTKP mempunyai keperluan lain dibutuhkan kepemilikan NPWP tentu yang bersangkutan boleh memperoleh NPWP. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu adanya usaha untuk menciptakan kesadaran publik untuk memiliki NPWP. Hal ini menjadi tanggung jawab bagi institusi perpajakan yang ada, karena masyarakat yang awam tentang peraturan perpajakan akan cenderung meminta pelayanan ke institusi perpajakan di daerahnya untuk mencari informasi tentang kewajiban perpajakan yang harus dipenuhinya. Pendaftaran NPWP dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu manual dan elektronik. Dengan cara manual, Wajib Pajak bisa mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) setempat, dengan melampirkan syarat-syarat yang diperlukan. Sedangkan dengan melalui elektronik atau biasa disebut e-Registration, yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id dengan memilih (mengeklik) e-Registration (pendaftaran Wajib Pajak melalui internet), lalu Wajib Pajak bisa memasukkan data-data pribadi yang diperlukan berdasarkan tanda pengenal (KTP/SIM/Paspor). Selanjutnya Wajib Pajak dapat menyerahkan atau mengirimkan melalui pos fotocopy data pribadi tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) setempat. Dengan perkembangan teknologi yang ada, tentunya cara pendaftaran
4
NPWP melalui elektronik lebih praktis, terlebih jika instansi pajak terkait, dalam hal ini Konsultasi Perpajakan (KP2KP) bisa menyediakan pelayanan untuk pendaftaran NPWP. KP2KP sebagai instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama, sesuai dengan fungsinya berkewajiban untuk memberikan penyuluhan, konsultasi, dan pelayanan tentang kewajiban Wajib Pajak untuk memiliki NPWP. Dengan pelayanan yang diberikan di KPP maupun KP2KP, masyarakat tidak perlu direpotkan untuk memiliki NPWP, sehingga jumlah Wajib Pajak terdaftar akan mengalami peningkatan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak. 1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum a) Untuk menyusun Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu kelulusan pada Diploma 3 Komputerisasi Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana. b) Untuk mendapatkan pengalaman di dunia kerja sehingga dapat bermanfaat ketika terjun langsung di dalam dunia kerja. c) Untuk melatih kepribadian dan mental dalam menghadapi lingkungan dunia kerja yang sesungguhnya. 1.2.2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui proses pelayanan pendaftaran NPWP Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga. 1.3. Cakupan Topik Bahasan
5
a. Proses dan tata cara pembuatan nomor pokok wajib pajak (NPWP). b. Pembuatan dan proses pendaftaran nomor pokok wajib pajak (NPWP) baru melalui aplikasi penginputan NPWP berbasis WEB. 1.4. Jadwal Praktek Kerja Kerja Praktek dilaksanakan Kantop Pelayanan Pajak Pratama Salatiga yang beralamat Jalan Diponegoro No.165, Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah 50714. Kerja Praktek selama tiga bulan dimulai dari bulan September sampai dengan bulan November 2015. TABEL JADWAL KERJA PRAKTEK Tabel 1.1: Tabel jadwal kerja praktek
Waktu Pelaksanaan (dalam minggu)
Uraian Pekerjaan
1
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
2
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
3
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
4
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
5
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
6
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
7
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
6
8
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
9
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
10
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
11
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
12
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
13
Membantu perekaman data SPT PPH pasal 23, 22, dan 4 ayat 2
1.5. Metode Pelaksanaan dan Pengumpulan Data 1.5.1. Praktek Kerja Memperoleh data dengan cara terlibat secara langsung dan mengamati proses pembuatan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pada bagian Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga. 1.5.2. Pengamatan Pengamatan dilakukan secara langsung pada objek yang dijadikan bahan penulisan sehingga memperoleh gambaran dan pedoman penyusunan sistem pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga dalam bagian pelayanan pembuatan nomor pokok wajib pajak (NPWP). 1.5.3. Wawancara Memperoleh data dengan cara melakukan tanya jawab dengan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama salatiga yang bertugas
7
menangani pelayanan pembuatan nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan pihak-pihak yang terkait yang telah diberi wewenang. 1.5.4. Studi Pustaka Memperoleh data dengan cara mengambil intisari dari sumber literatur-literatur berupa buku, kliping, artikel yang berhubungan dengan sistem informasi akuntansi berbasis WEB, merangkum dan mengutip data sebagai acuan dalam penulisan laporan.
8