1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian Seperti diketahui bahwa setiap produsen, baik itu yang menyediakan barang maupun jasa, perlu memperkenalkan produk mereka kepada publik atau konsumen. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan kegiatan promosi atau beriklan. Produsen memperkenalkan produk mereka melalui media iklan seperti: Iklan Televisi (TVC), Iklan Radio, Iklan Majalah, Iklan Surat Kabar, Iklan Luar Ruang ataupun Iklan Internet. Inti iklan dalam komunikasi pemasaran adalah menyampaikan pesan. Dewasa ini, iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi yang sangat penting tidak saja bagi produsen barang dan jasa tetapi juga bagi konsumen. Pada sistem ekonomi yang berlandaskan pada pasar, konsumen semakin mengandalkan iklan dan bentuk promosi lainnya untuk mendapatkan informasi yang akan mereka gunakan untuk membuat keputusan apakah akan membeli suatu produk ataukah tidak. Semakin meningkat pengeluaran (belanja) iklan dan promosi yang dilakukan perusahaan/produsen menjadi bukti bahwa tenaga pemasaran di mana pun di dunia mengakui pentingnya kegiatan iklan dan promosi. Strategi promosi memainkan peran penting pada program pemasaran perusahaan karena strategi promosi merupakan upaya
2
perusahaan untuk berkomunikasi dan menjual produk mereka kepada konsumen.1 Iklan juga tidak terlepas dari hal penting lainnya, seperti endorser. Fungsi endorser – dari kalangan yang telah dikenal masyarakat luasmendukung dan mengangkat citra produk sesuai dengan kebutuhan merek. Seperti ditulis David A. Aaker dalam bukunya Building Strong Brands (1996) 2, peran setiap endorser berbeda-beda. Ada yang diperlukan untuk asosiasi merek, citra merek, loyalitas merek, atau untuk pengenalan merek, semuanya tergantung pada situasi.2 Terdapat banyak teori dan praktik yang memperlihatkan bahwa penggunaan endorser dalam iklan dapat meningkatkan perhatian dan publisitas publik terhadap merek atau produk yang diiklankan. Selain itu, endorser dapat pula membentuk brand attitude dan purchase intentions, yang pada gilirannya dapat menghasilkan citra atau sinergi yang kuat antara karakter endorser dan produk/merek yang diiklankan.3 Satu hal paling esensial dalam sebuah iklan adalah pesan dari iklan itu sendiri. Periklanan bukanlah pekerjaan asal-asalan, tapi pekerjaan yang mesti dilandasi dengan berbagai pertimbangan baik-buruk, layak-tidak layak, indah-jelek, dan sebagainya. Pertimbangan-pertimbangan itu menyesuaikan 1
Morissan, Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Kencana Prenada Media Group,Jakarta, 2010, Hal. 1 Dyah Hasto Palupi & Teguh Sri Pambudi, Advertising That Sells, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, Hal. 269 3 Roy Goni, Playing To Win, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2007, Hal. 179 2
3
diri secara kreatif dengan nilai, pandangan, keyakinan, orientas, dan sikap hidup masyarakat di suatu ruang dan waktu tertentu. Dengan kata lain, mengiklankan suatu produk bukan semata-mata menjajakan produk tersebut, melainkan juga berkomunikasi dengan sejumlah besar orang yang patut dihormati. Kedua, terdapat sikap kritis publik terhadap segala pesan iklan yang mereka terima melalui beragam media. Sebagai konsumen, publik memiliki sensitivitas tertentu untuk menimbang apakah pesan-pesan iklan yang mereka terima sesuai dengan tatanan sosial, psikologis, dan kultural yang melingkupi dunia kehidupan mereka, dan apakah pesan-pesan iklan itu benar dapat membantu mereka sebelum membuat keputusan untuk mengonsumsi atau tidak suatu produk. Pesan-pesan iklan yang diharapkan publik tiada lain pesan-pesan iklan yang tidak hanya menarik dari segi artistik, tapi juga benar dan jujur dari segi informasi.4 Pada penelitian kali ini akan diambil iklan cetak es krim Haagen-Dazs yang terdapat dalam majalah Cosmopolitan. Muncul ketertarikan peneliti terhadap iklan ini dikarenakan ada sesuatu yang menarik dalam penggunaan talentnya. Produk es krim umumnya ditujukan kepada target pasar mereka yaitu keluarga dan atau anak-anak. Ambil contoh iklan es krim Campina yang dalam iklannya menampilkan suatu cerminan keluarga bahagia sebagai talentnya. Suasana kehangatan tercipta di dalam keluarga yang selalu 4
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Cakap Kecap, Galang Printika, Yogyakarta, 2003, Hal. 142-‐143
4
menyiapkan es krim sebagai makanan pendamping, di kala waktu senggang. Atau contoh lainnya iklan es krim Paddle Pop dari Walls yang menggunakan tokoh kartun/animasi sebagai karakter utama, untuk menyesuaikan dengan target konsumennya yakni anak-anak. Memperlihatkan bahwa ada superhero dalam karakter singa Paddle Pop yang bisa dijadikan panutan bagi anakanak, karena karakternya yang suka menolong, menjunjung tinggi kebaikan serta mengalahkan kejahatan. Sementara itu, iklan es krim Haagen-Dazs menggunakan talent wanita cantik, dengan kecenderungan menonjolkan sensualitasnya. Peneliti melihat ada kecenderungan pesan yang berubah/bergeser tentang siapa penikmat produk es krim dan bagaimana es krim direpresentasikan. Bahwasanya es krim tidak selalu merujuk pada anak-anak sebagai penikmatnya dan bahwa es krim itu bukan sesuatu yang sejuk, creamy dan menyegarkan saja namun digambarkan seksi. Pada iklan cetak Haagen-Dazs ini, ditampilkan endorser seorang wanita
cantik
yang
muncul
cukup
mendominasi,
bahkan
hampir
“menyisihkan” produk es krim Haagen-Dazs itu sendiri. Persoalan stereotip daya tarik seksualitas serta organ-organ tubuh perempuan yang mempunyai sex appeal yang tinggi, merupakan salah satu realitas yang amat menonjol dalam representasi iklan. Oleh karena itu terkait dengan hal tersebut Deborah Lupton dalam buku Medicine as Culture:
5
Illness, Disease and The Body in Western Societis, mengungkapkan bahwa tubuh perempuan dalam media massa menjadi alat yang sangat penting dalam berbagai proses sosial dan ekonomi, guna memberikan daya tarik erotis berbagai produk. Kekuatan daya tarik ini merupakan faktor pendorong yang penting dan kuat untuk memverifikasi minat seseorang terhadap sebuah produk.5 Secara luas lagi, eksploitasi figur wanita sebagai objek tandadalam iklan yang ada di media massa tersebut, bahkan seringkali bermakna sebagai sebentuk
proses
‘dehumanisasi’
perempuan,
dengan
senantiasa
menempatkannya tak lebih sebagai sesosok korban yang penuh ketidakadilan, terutama jika dianalisis dengan menggunakan perspektif keadilan ideologi gender. Dehumanisasi perempuan tersebut ditempuh, di antaranya dengan cara mengeksploitasi stereotip-stereotip feminitas wanita di masyarakat, sebagai penanda asosiatif yang diharapkan mempunyai daya tarik yang luar biasa terhadap produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Dengan demikian, tanpa disadari, keberadaan iklan di media massa pada umumnya secara terus menerus ikut mensosialisasikan, dan bahkan memperkuat konstruksi nilai-nilai yang bertumpu pada pandangan patriarkis, sehingga segala sesuatu mengenai wanita dipandang dari sudut dan kepentingan lakilaki. Akhirnya, berhulu dari sinilah, stereotip wanita dalam representasi iklan, 5
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan, Ombak, Yogyakarta, 2008, Hal. 244-‐255
6
tak banyak beranjak dari eksploitasikonsep domestikisasi, seperti dapur, sumur, dan kasur. Muncul fenomena baru terhadap iklan es krim atas penggunaan endorsernya. Dalam iklan es krim Haagen-Dazs ini diperlihatkan konstruksi wanita yang cantik dan seksi. Sehingga sebuah iklan es krim kini mengalami pergeseran makna, bahwa es krim tidak lagi hanya diperuntukkan kepada anak-anak maupun keluarga, melainkan juga menyasar kepada khalayak yang lebih luas. Hal ini menggelitik peneliti untuk mencoba memahami makna yang terkandung dalam iklan tersebut.6
1.2.
Fokus Penelitian Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa terjadi pergeseran representasi pesan pada iklan es krim di masyarakat. Hal ini menarik untuk diteliti karena unsur sensualitas muncul pada iklan es krim yang biasanya mewakili rasa manis, kebersamaan, keceriaan, anak-anak, dll. Maka masalah pada penelitian ini dirumuskan adalah “Bagaimana pemaknaan sensualitas endorser pada iklan es krim Haagen-Dazs versi “Waiting Only Makes It Sweeter”?
6
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan, Ombak, Yogyakarta, 2008, Hal. 232
1.3.
7
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi makna sensualitas pada iklan es krim Haagen-Dazs versi “Waiting Only Makes It Sweeter”.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki dua manfaat, yakni: 1.4.1
Manfaat Akademis Penelitian ini mencoba memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam tentang metode analisis semiotika Saussure yang mengerucut pada makna sensualitas dalam sebuah iklan. 1.4.2
Manfaat Praktis Penelitian ini bermaksud dalam upaya untuk menambah wawasan
bagi para praktisi periklanan tentang analisa iklan menggunakan semiotika. Sebagaimana kita ketahui perhatian akan analisa semiotika di negeri ini masih jarang, sedangkan di luar negeri, semiotika iklan terus menjadi perbincangan hangat dan penting di kalangan praktisi periklanan.