BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia dan sektor peternak juga menjadi salah satu sektor yang menunjang masyarakat yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur. Perkembangan peternakan di Indonesia saat ini tidak hanya berkembang pada peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun sudah mulai berkembang. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh peternak terutama masalah yang berkaitan dengan kesehatan hewan dan mungkin masalah yang lain seperti ketersedian pakan bagi ternak. Permasalahan kesehatan hewan sering
dialami oleh
peternak
di
Indonesia dan juga di provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana sistem peternakan yang
di terapkan masih bersifat semi ekstensif atau tradisional, ternak akan
dilepaskan atau digembalakan pada pagi hari di padang pengembalaan dan pada sore hari ternak tersebut digiring masuk ke kandang. Interaksi antar ternak di padang pengembalaan merupakan salah faktor yang bisa menyebabkan adanya kontak penularan atau perpindahan penyakit dari ternak yang sakit ke ternak yang sehat. Penyakit hewan akan mengakibatkan berbagai dampak bio-fisik dan sosioekonomi yang luas baik langsung maupun tidak langsung serta bervariasi mulai dari masalah lokal sampai global. Dampak penyakit hewan bersifat langsung dan tidak langsung, berlangsung dalam tingkatan berbeda, tergantung kepada jenis penyakit atau gejalanya (Perry et al., 2003).
1
2
Lalat merupakan salah satu ektoparasit pada ternak, dimana dampak aktifitas lalat pada ternak dapat menimbulkan kerugian pada ternak dan nilai ekonomi bagi peternak. Kerugian pada ternak berupa kehilangan darah, tertular suatu penyakit infeksi dan ketidaknyamanan sehingga ternak akan mengalami penurunan bobot badan dan produksi daging pun akan menurun selain itu, lalat memiliki kemampuan menularkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit. Kerugian ekonomi bagi peternak dapat dihitung dari penurunan produktifitas ternak yang mengakibatkan harga jual ternak menurun dan biaya tambahan untuk pengendalian lalat (Khoobdel et al. 2013) Suatu studi yang dilakukan di Amerika Serikat yang mengalami kerugian US$ 2.211 juta per tahun akibat keberadaan lalat kandang (Stomoxys calcitrans) pada industri sapi potong (Taylor et al. 2012). Kerugian ekonomi akibat lalat sebagai vektor penyakit Surra di Asia mencapai US$ 1,3 milyar pertahun akibat penurunan produksi daging dan susu. Namun sebenarnya angka itu bisa menjadi lebih besar karena jumlah kasus penyakit Surra yang dilaporkan biasanya hanya merupakan angka kematian, sedangkan kejadian infeksi subklinis atau kronis biasanya tidak dilaporkan. Lalat juga dapat mentrasmisikan agen bacteri, virus dan parasit penyebab kasus keguguran (abortus), gangguan siklus berahi pada induk betina (anestrus), penurunan bobot badan dan kematian ternak yang terjadi di Indonesia menyebabkan kerugian nasional yang diperkirakan mencapai US$ 22,4 Milyar per tahun (Luckins. 2006). Kerugian ekonomi akibat lalat sebagai vektor penyakit Surra di Sumba Timur berkisar Rp 7 milliar. Sejak penyakit Surra masuk ke Sumba Timur tahun 2010 hingga 2014, hal yang sama terjadi pada peternak di beberapa kabupaten di
3
Provinsi Banten berawal tahun 2014, puluhan ekor kerbau lokal dan kerbau bantuan pemerintah mati karena terinfeksi penyakit Surra yang ditransmiskan oleh lalat melalui perdagangan
ternak antar pulau. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Balai Veteriner Subang, pada tahun 2013 beberapa daerah di Provinsi Banten sudah terindikasi penyakit Surra. Lima daerah yang sudah terindikasi adalah Kabupaten Serang, Pandeglang, Lebak, Bekasi, dan Subang (Anonim, 2014). Perubahan
musin,
suhu
dan
lingkungan
akan
mempengaruhi
perkembangan dan aktifitas lalat dalam menemukan inang untuk mendapatkan makan dan tempat untuk bertelur. Aktifitas dalam satu periode terbang dimulai dari pagi hari sampai sore hari sangat bervariasi tergantung pada suhu,musim serta intensitas cahaya dan terutama pada area peternakan (Masmeatathip et el., 2013). Secara umum lalat dapat dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu tipe penjilat seperti Musca domestica dan tipe pengigit dan penghisap darah seperti Stomoxys, Haematopota, Tabanus dan Hipobosca (Ahmed et al., 2005) Hingga
tahun 1930, dilaporkan di Indonesia terdapat 28 tipe lalat
Tabanus, 5 tipe lalat Chrysops, 5 tipe lalat Haematopota yang dapat menularkan penyakit Surra. Lalat kuda family Tabanidae merupakan salah satu familia yang termasuk di dalamnya (Desquesnes et al., 2013), terkadang lalat kandang Stomoxys sp yang mencakup sub family Stomoxyinae, family Muscidae (Diptera) (Phasuk, 2013).
Lalat Stomoxys mempunyai ukuran yang sama dengan lalat
rumah (Musca sp) tetapi mereka mudah dibedakan dengan melihat tipe mulut yang biasanya dipakai menusuk kulit dan menghisap darah.
4
Rumusan Masalah Keragaman jenis lalat yang ada di peternakan baik peternakan intensif maupun peternakan semi ekstensif sampai dengan saat ini belum banyak yang dilaporkan. Data mengenai keragaman jenis lalat di peternakan
atau daerah
peternakan masih sangat kurang dan sangat minim diketahui. Aktifitas lalat untuk mendapatkan makanan di area peternakan ataupun di tubuh ternak dimulai dari pagi hari sampai sore hari, aktifitas lalat di area peternakan tidak hanya sekedar mencari makan saja namun juga untuk mencari tempat perkembangbiakan. Sebagai vektor mekanik, lalat dapat menularkan berbagai agen penyakit seperti virus, bakteri ataupun parasit. Dampak kesehatan yang sering ditimbulkan oleh lalat bagi ternak dapat berupa kehilangan darah dan penurunan berat badan, sedangkan secara ekonomi bagi peternak adalah merosotnya penjualan harga ternak. Permasalahan yang timbul adalah jenis lalat apa saja yang menjadi vektor penyakit dan bagaimana pola aktifitasnya jika dikaitkan dengan musim terutama untuk daerah peternakan semi ekstensif, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian tentang keragamn jenis lalat dan pola aktifitaas di peternakan dari berbagai daerah di Indonesia.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi keragaman jenis lalat yang ada di peternakan sapi semi ekstensif Kabupaten Kupang. 2. Menpelajari pola aktivitas harian lalat di peternakan sapi semi ekstensif di Kabupaten Kupang.
5
3. Mengetahui hubungan keragaman jenis lalat dan pola aktivitas lalat pada peternakan semi ekstensif yang dikaitkan dengan suhu, musim, dan jenis kelamin.
Manfaat Penelitian 1.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang keragaman jenis lalat pada peternakan sapi semi ekstensif di Kabupaten kupang.
2.
Data hasil Penelitian ini dapat dapat diketahui tentang distribusi pola aktivitas lalat pada peternakan semi ekstensif di Kabupaten Kupang.
3.
Data hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan para peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan keragaman jenis lalat dan pola aktifitas lalat pada peternakan semi ekstensif di Indonesia yang dikaitkan dengan suhu, musim, dan jenis kelamin.
Keaslian Penelitian Penelitian keragaman jenis lalat pengganggu di peternakan pernah dilakukan di Indonesia oleh Ikasari (2013) dan Syafitri (2013). Penelitian ini dilakukan di daearah Cirebon dan Bondowoso pada peternakan sapi kereman dengan alat sweet net, penelitian yang sama pernah dilakukan di daerah Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Nurcahyo (2013) pada peternakan sistem kereman dengan alat NZ1 (New Zealand 1) trap. Sementara itu suatu penelitian dilakukan di Thailand oleh Phasuk (2013) yang meneliti aktivitas harian lalat Stomoxys (Diptera Muscidae) pada peternakan di Provinsi Saraburi, Thailand dengan alat
6
Vavoua. Keawrayup et al (2012) mengkaji masalah keragaman dan variasi diurnal stomoxys
menggunakan
alat
Vavoua.
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Masmeatathip et al, (2013) adalah tentang musim dan aktifitas harian lalat Stomoxys dengan alat Vavoua trap. Suatu penelitian lain yang dilakukan oleh Van hennekeler et al (2011) terkait efek meteorologi pada pola aktivitas sehari-hari dari lalat penggigit Tabanid di bagian utara Queensland, Australia dengan menggunakan alat NZ1 (New Zealand 1) trap. Penelitian tentang pola aktivitas dan identifikasi lalat pengganggu ataupun lalat penghisap darah di daerah peternakan yang masih bersifat semi ekstensif seperti di Nusa Tenggara Timur yang dikaitkan dengan suhu, musim, dan jenis kelamin belum pernah ada sehingga penelitian ini penting dilakukan mengingat aktifitas lalat di peternakan semi ekstensif sebagai vektor penularan berbagai penyakit pada ternak yang berdampak pada gangguan kesehatan pada ternak dan kerugian ekonomi peternak.