BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Pada organisasi berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha, peran sumber daya manusia menjadi semakin penting. Perkembangan pemerintahan akan terealisasi apabila ditunjang oleh aparatur negara yang berkualitas. Dalam organisasi publik, bawahan bekerja selalu tergantung pada pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin, maka tugas-tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan dengan baik. Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut dapat mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat memberi pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang membahas seputar kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan
1
salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan. Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi demikian juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Pemimpin memegang peran kunci dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strategi organisasi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan kepuasan dan komitmen organisasi sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja yang tinggi. Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi tanggug jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para pimpinan. Bila pimpinan mampu melaksanakan dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buah. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya kearah pencapaian tujuan organisasi.
2
Setiap pimpinan di lingkungan organisasi kerja, selalu memerlukan sejumlah pegawai sebagai pembantunya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi volume dan beban kerja unit masing-masing. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguhsungguh terhadap pegawai di lingkungannya agar dapat meningkatkan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja yang tinggi. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya. Setiap
pimpinan
dalam
memberikan
perhatian
untuk
membina,
menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya . Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru merupakan Dinas yang berperan sebagai pelaksana urusan pemerintahan daerah di bidang pekerjaan umumdi Kabupaten Barru. Dinas Pekerjaan Umum
mempunyai tugas
3
melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Daerah, dibidang Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan. Berdasarkan pemaparan diatas Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru mempunyai peran yang strategis dalam hal perumusan kebijakan teknis bidang pekerjaan umum, penataan ruang, dan perumahan oleh karena itu aspek-aspek yang mendukung segala bentuk tugas dan fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru haruslah berkualitas dan profesional salah satunya adalah sumber daya manusia yang notabene adalah pegawai yang memiliki kompetensi, kualitas yang baik serta mempunyai integritas dan dedikasi yang baik terhadap kesejahtraan masyarakat. Oleh karena itu, menyadari tugas dan fungsi pokok yang dijalankan, Pimpinan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru berperan penting
untuk meningkatkan kualitas sumber daya yang dimilikinya melalui
kebijakan-kebijakannya karena pegawai adalah penggerak utama lajunya organisasi melalui program-program yang terencana dan berkesinambungan sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Akhir-akhir
ini
banyak
orang
membicarakan
masalah
krisis
kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin yang baik pada
berbagai
tingkatan.
Orang
pada
zaman
sekarang
cenderung
mementingkan diri sendiri atau kurang perduli pada kepentingan orang lain dan kepentingan lingkungan kerjanya. Krisis kepemimpinan ini disebabkan karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak dan lingkungan kerja, masalah mendasar yang menandai kekurangan ini. karena adanya krisis komitmen. Kebanyakan pemimpin tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan
4
dan mencari pemecahan masalah organisasi bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan. Pemimpin zaman sekarang harus belajar menerima inisiatif dan tidak egois, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Mau mendengarkan masukan dari bawahan. Juga pemimpin itu harus memiliki kredibilitas
dan
integritas,
dapat
bertahan,serta
melanjutkan
misi
kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah di kelak di kemudian hari. Melihat beberapa pentingnya pengaruh seorang pemimpin didalam mengoperasikan organisasi dengan individu yang berbeda-beda, maka seorang pemimpin harus benar – benar berkualitas agar dapat memimpin bawahannya dengan baik sehingga produktivitas dan tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pimpinan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru yang lebih sering mendorong bawahannya untuk ikut ambil bagian dalam meberikan saransaran dan ide-ide, tapi masalahnya pimpinan lebih sering aktif di luar kantor dari pada di dalam kantor dalam hal ini pimpinan menggunakan gaya kepemimpinan kendali bebas( Laissez Faire ) . Dengan demikian penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai : “ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BARRU ”.
5
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dijelaskan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruh oleh pimpinanannya. Gaya kepemimpinan yang tepat pada situasi dan kondisi organisasi tertentu dapat meningkatkan kinerja para pegawai. Oleh karena itu yang menjadi rumusan dalam penelitian ini “Gaya kepemimpinan apa yang diterapkan Kepala Dinas dalam menjalankan kepemimpinannya pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru ?”
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilaksanakan ini bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kab. Barru.
1.4. Manfaat Penelitian Berikut ini adalah kegunaan penelitian secara praktis dan akademis : a) Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan informasi bagi peneliti selanjutnya atau pun mahasiswa lain yang berminat mendalami studi tentang kepemimpinan. b) Kegunaan akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi tentang gayakepemimpin yang baik dan sebagai bahan informasi tentang kepemimpinan bagi akademisi lainnya.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebagai tolak ukur dalam memecahkan masalah,perlu digunakan pedoman teoritik. Adanya pedoman teoritik yang digunakan peneliti dalam menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Menurut Sugiyono (2006 : 55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang logis yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam bebagai organisasi.
2.1 Konsep Kepemimpinan Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihankelebihan tertentu. kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Dari berbagai pendapat yang dirumuskan para ahli dapat diketahui bahwa konsepsi kepemimpinan itu sendiri hampir sebanyak dengan jumlah orang yang ingin mendefinisikannya, sehingga hal itu lebih merupakan konsep berdasarkan pengalaman.
7
Hampir sebagian besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik kesamaan kata kunci yakni “suatu proses mempengaruhi”. Akan tetapi kita menemukan bahwa konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam hal “siapa yang mempergunakan pengaruh, tujuan dari upaya mempengaruhi, cara-cara menggunakan pengaruh tersebut”.
2.1.1 Pengertian Pemimpin Secara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalamnya terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang
memimpin (imam). Setelah ditambah awalan
“pe”menjadi “pemimpin” (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hendry Pratt Fairchild dalamKartini Kartono (2006:38-39) mengemukakan bahwa pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkahlaku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sedangkan dalam pengertian yang terbatas pemimpin ialah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu kepemimpinannya
terlebih
dahulu
dipimpinnya, mengerti kekuatan
dalam
harus memahami siapa bawahan yang
dan kelemahan bawahannya, dan mengerti
8
bagaimana cara memanfaatkan
kekuatan
kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya
bawahan
untuk
mengimbangi
adalah cara yang dipergunakan
pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Miftah Thoha, 2007:27). Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan. Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan. Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan. Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu. Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
9
Ki Hajar Dewantoro, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah : a. Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya. b. Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya. c. Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab. Selanjutnya Sudriamunawar (Harbani, 2008:3) mengemukakan bahwa Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. B.H. Raven (1976) dalam Bernardine R. Wirjana dan Susilo Supardo (2005:4) mendefinisikan pemimpin sebagai “seseorang yang menduduki posisi di kelompok, mempengaruhi orang-orang dalam kelompok itu sesuai dengan ekspektasi peran dari posisi tersebut dan mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok untuk mempertahankan diri serta mencapai tujuannya”. Sedangkan D.O Sears mengatakan bahwa pemimpin adalah “seorang yang memulai suatu tindakan, memberi arah, mengambil keputusan, menyelesaikan perselisihan di antara anggota kelompok, memberi dorongan, menjadi panutan dan berada di depan dalam aktivitas-aktivitas kelompok” (Bernardine R. Wijana dan Susilo Supardo, 2005:4).
10
Dahulu orang menyatakan bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin itu merupakan bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya dan tidak dipunyai oleh orang lain sehingga disebut sebagai Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin). Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya dan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin) dianggap memiliki sifatsifat unggul dan unik yang dibawa sejak lahir dan tidak dimiliki atau tidak dapat ditiru oleh orang lain. Namun di zaman modern seperti sekarang, dengan berbagai kegiatan yang serba teknis dan kompleks, dimana-mana juga selalu dibutuhkan pemimpin. Pemimpin-pemimpin yang demikian harus dipersiapkan, dilatih, dididik dan dibentuk secara terencana serta sistematis. Seorang
pemimpin
(leader)
dalam
penerapannya
mengandung
konsekuensi terhadap dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision making), harus berani menerima resiko sendiri; dan harus berani menerima tanggung jawab sendiri (the principle of absoluteness of responsibility). Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pemimpin merupakan pribadi
yang spesial, terpilih,
berwibawa dan memiliki kelebihan, sehingga mampu memotivasi serta mempengaruhi individu atau kelompok untuk hal-hal tertentu.
11
2.1.2 Pengertian Kepemimpinan Anagora (1992) dalam Harbani (2008:5) mengemukakan, bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu. Kepemimpinan
diartikan
sebagai
proses
mempengaruhi
dan
mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan mempengaruhi
kelompok
agar
mengidentifikasi,
memelihara
dan
mengembangkan budaya organisasi (Stogdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460). Unsur-unsur kepemimpinan menurut Stogdill adalah: a)
Adanya keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut.
b)
Distribusi kekuasaan di antara pemimpin dengan anggota organisasi.
c)
Legitimasi diberikan kepada pengikut.
d)
Pemimpin mempengaruhi pengikut melalui berbagai cara. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain
agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya. Kepemimpinan juga merupakan proses menggerakkan grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan.
12
Dari pengertian di atas, maka pemimpin pada hakikatnya merupakan seorang yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang lain sekaligus mampu mempengaruhi orang tersebut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin yang dimaksud dalam kajian ini adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan memimpin secara profesional dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang menurutnya dipandang efektif dalam pcngelolaan organisasi atau unit kerja yang dipimpinnya.
2.2 Fungsi Pemimpin 1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles) Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi interpersonal terbagi menjadi 3, yaitu : a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan. b. Sebagai
Pemimpin
(Leader).
Seorang
pemimpin
menjalankan
fungsinya dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong karyawannya untuk meningkatkan prestasi kerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan maksimal. c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahannya.
13
2. Fungsi Informasional (The Informational Roles) Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin disini. a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid, pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar. b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya. c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar. 3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles) Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan. a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif. b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi. c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin harus
dapat
memutuskan
kemana
saja
sumber
dana
akan
didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.
14
d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar. Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajernya (pimpinannya). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsifungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah pencapaian tujuan organisasi.
2.3. Peranan Pemimpin Menurut pendapat Stodgil (Sugiyono, 2006:58) ada beberapa peranan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu : 1. Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan koordinasi. 2. Communication,
yaitu
tindakan-tindakan
yang
mengarah
pada
meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi. 3. Product emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume pekerjaan yang dilakukan. 4. Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin menjadi bagian dari kelompok. 5. Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan
15
dan penyesuaian daripada tugas-tugas. 6. Evaluation,
yaitu
tindakan-tindakan
yang
berkenaan
dengan
pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman. 7. Initation, yaitu tindakan
yang menghasilkan
perubahan-perubahan
pada kegiatan organisasi. 8. Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-pemikiran seseorang atau anggota kelompoknya.
2.4. Karakteristik Kepemimpinan Kepemimpinan mungkin hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang. Kongkritnya, seorang hanya biasa mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan merumuskan nilai dan tujuan. Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu Pemimpin yang menampilkan kepribadian pemimpin, Kelompok, Pengikut yang muncul dengan berbagai kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan tugas kelompok. Selanjutnya Blake dan Mounton dalam Salusu (2006:204-205), menawarkan enam elemen yang dianggapnya dapat menggambarkan efektifnya
16
suatu kepemimpinan. Tiga elemen pertama berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar, yaitu Initiative, Inquiry dan Advokasi. Tiga elemen yang lainnya yaitu, Conflict Solving, Decision
making,
dan
Criticque.
Berhubungan
dengan
bagaimana
memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam organisasi untuk dapat mencapai hasil yang benar. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut : 1. Inisiatif. Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia melakukan suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau menghentikan sesuatu yang dikerjakan. 2. Inquiry (menyelidiki). Pemimpin membutuhkan yang komprehensif mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia perlu mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-prosedur yang harus ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang dibidanginya. 3. Advocacy
(Dukungan atau Dorongan). Aspek memberi dorongan dan
dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena sering timbul keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antar para eksekutif dalam oraganisasi atau karena adanya ide yang baik tetapi yang bersangkutan kurang mampu untuk mempertahankannya. 4. Cinflict Solving (memecahkan Masalah). Apabila timbul masalah atu konflik dalam
organisasi,
maka
sudah
menjadi
kewajiban
pemimpin
untuk
menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik tersebut, dan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat.
17
5. Decision
Making
(Pengambilan
Keputusan).
Keputusan
yang
dibuat
hendaknya keputusan yang baik, tidak mengecewakan, tidak membuat frustasi, yaitu keputusan yang dapat memberi keuntungan bagi banyak orang. 6. Critique (Kritik). Kritik disini sebagai proses mengevaluasi, menilai dan jika sesuatu yang telah diperbuat itu baik adanya maka tindakan serupa untuk masa-masa mendatang mungkin sebaiknya tetap dijalankan.
Dalam
Ryaas
Rasyid
(2000:37)
dijelaskan
beberapa
karakter
kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut : 1. Kepemimpinan yang Sensitif Kepemimpinan ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengenai apa yang mereka butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak pertama yang memberi
perhatian
terhadap
kebutuhan
tersebut.
Dalam
karakter
kepemimpinan tersebut, kemampuan berkomunikasi daripada pemimpin pemerintahan yang disertai pada penerapan transformasi di dalam proses pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam mengemban segala tugas-tugasnya. 2. Kepemimpinan yang Responsif Dalam konteks ini, pemimpin lebih aktif mengamati dinamika masyarakat dan secara kreatif berupaya memahami kebutuhan mereka, maka kepemimpinan yang responsif lahir lebih banyak berperan menjawab aspirasi dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui berbagai media komunikasi, menghayati suatu sikap dasar untuk mendengar suara rakyat, mau mengeluarkan energi dan menggunakan waktunya secara cepat untuk menjawab pertanyaan, menampung setiap keluhan, memperhatikan setiap
18
tuntutan dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu kepentingan umum. 3. Kepemimpinan yang Defensif Karakter kepemimpinan ini ditandai dengan sikap yang egoistik, merasa paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki kemampuan argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan masyarakat. Komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat cukup terpelihara, tetapi pada umumnya pemerintah selalu mengambil posisi sebagai pihak yang lebih benar, lebih mengerti. Oleh karena itu, keputusan dan penilaiannya atas sesuatu isu lebih patut diikuti oleh masyarakat. Posisi masyarakat lemah, sekalipun tetap tersedia ruang bagi mereka untuk bertanya , menyampaikan keluhan, aspirasi dan lain sebagainya. Karakter kepemimpinan samacam ini bisa berhasil dalam jangka waktu tertentu. Tetapi ketika berhadapan dengan masyarakat yang semakin berkembang, baik secara sosial-ekonomi maupun secara intelektualitas, karakter defensif ini akan sulit untuk melakukan manufer. 4. Kepemimpinan yang Represif Karakter kepemimpinan ini cenderung sama egois dan arogannya dengan karakter kepemimpinan defensif, tetapi lebih buruk lagi karena tidak memiliki kemampuan argumentasi atau justifikasi dalam mempertahankan keputusan atau penilaiannya terhadap suatu isu ketika berhadapan dengan masyarakat. Karakter kepemimpinan yang represif ini secara total selalu merupakan beban yang berat bagi masyarakat. Ia bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah fundamental dalam
19
masyarakat, tetapi bahkan cenderung merusak moralitas masyarakat. Singkaynya kepemimpinan yang represif ini lebih mewakili sifat diktatorial. 2.5. Tipe – Tipe Pemimpin 1. Berdasarkan sikap pemimpin terhadap kekuasaan dan organisasi dikenal 5 tipe pemimpin, yaitu sebagai berikut: 1) Climbers, ialah tipe pemimpin yang selalu haus akan kekuasaan, prastige dan kemajuan diri, berusaha maju terus menerus dengan kekuasaan sendiri, oportunistis, agresif, suka dan mendorong perubahan dan perkembangan dan berusaha berombak terus menerus. 2) Conservers, ialah tipe pemimpin yang mementingkan jaminan dan keenakan, mempertahankan statusquo memperkuat posisi yang telah dicapai, menolak perubahan, defensifda statis. Tipe ini biasanya terdapat pada middle management atau dimiliki oleh parapejabat yang sudah lanjut usia. 3) Zealots, ialah tipe pemimpin yang bersemangat untuk memperbaiki organisasi,
mengutamakan
tercapainya
tujuan,
mempunyai
visi,
menyendiri aktif, agresif, bersedia menghadapi segala permusuhan dan pertentangan, tegas, mempunyai dorongan yang keras untuk maju, tidak sabaran untuk mengadakan perbaikan dan menentukan sesuatu yang baru, mementingkan kepekaan daripada human relations. 4) Advocates, ialah tipe pemimpin yang ingin mengadakan perbaikan organisasi, terutama bagiannya sendiri, mementingkan kepentingan keseluruhan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, pejuang yang gigih dan bersemangat untuk kepentingan orang-orang dan programnya, bersedia menghadapi pertentangan apabila mendapat dukungan dari
20
kolega-koleganya, sangat responsif terhadap ide-ide dan pengaruh orang lain, keluar bersedia mempertahankan kelompok dengan tindakan partisan, ke dalam bersikap jujur dan tidak menyebelah. 5) Statesmen, ialah tipe pemimpin yang mementingkan tujuan organisasi secara keseluruhan dan misi organisasi, berusaha berdiri di atas kepentingan-kepentingan, tidak menyukai pertentangan yang merugikan pihak-pihak
yang
bersangkutan,
berusaha
mempertemukan
pertentangan.
2. Tipe-tipe Berdasarkan Kekuasaan Dalam
hubungannya
dengan
kekuasaan,
tipe
pemimpin
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Autoraic leader, ialah tipe pemimpin yang menggantungkan terutama pada kekuasaan formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, hak dan wewenang adalah milik pribadi. Leadership adalah hak pribadi, bawahan adalah alat, ia harus mengikuti saja, tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk ikut mengambil bagian dalam pengambilan keputusan, tidak mau menerima kritik, saran atau pendapat, tidak mau berunding dengan bawahan, keputusan diambil sendiri, memusatkan kekuasaan untuk mengambil keputusan, mempergunakan intimidasi, paksaan atau kekuatan dan mengagungkan diri. 2) Partcipative leader, juga disebut pemimpin yang demokratis, ialah tipe pemimpin yang memandang manusia adalah manusia yang termulia, memimpin dengan persuasi dan memberikan contoh, memperhatikan
21
perasaan
pengikut,
organisasi
dengan
mensinkronisasikan
kepentingan
kepentingan
tujuan
dan
dan
pribadi
tujuan
pengikut,
mengutamakan kepentingan organisasi dan kepentingan pengikut, senang menerima saran, pendapat atau kritik, menerima partisipasi informil dari kelompok, memanfatkan pendapat-pendapat kelompok, menunggu persetujuan kelompok, menunggu persetujuan kelompok, berunding
dengan
mendesentralisasikan
pengikut, wewenang,
mengutamakan memberikan
kerja
kebebasan
sama, untuk
bawahan untuk bertindak, menstimulir inisiatif, mendorong partisipasi pengikut dalam pengambilan keputusan, memberikan informasi yang luas kepada pengikut, membuat pengikut lebih sukses. 3) Free rein leader, disebut juga pemimpin yang liberal, ialah tipe pemimpin yang menghindari kekuasaan, tergantung pada kelompok anggota, kelompok memotivasikan diri sendiri, hanya bertindak sebagai perantara dengan dunia luar untuk menyajikan informasi kepada kelompok, tidak berhasil memahami sumbangan management, tidak dapat memahami peranan motivasi yang diberikan dan melakukan pengendalian yang minimal.
3. Tipe-Tipe Berdasarkan Orientasi Pemimpin Tipe-tipe berdasarkan orientasi pemimpin, terdiri dari dua golongan pemimpin, yaitu pemimpin yang berorientasi pada pengikut atau pegawai, dan pemimpin yang berorientasi pada produksi.
22
4. Tipe-tipe Berdasarkan Cara Memotivasi Dalam hal ini, terbagi dalam tipe pemimpin yang positif dan pemimpin yang negatif. Pemimpin yang negatif, ialah tipe pemimpin yang menekankan kepada perangsang yang bersifat negatif, misalnya ancaman, hukuman dan lainlain. Sedangkan tipe pemimpin yang positif, ialah pemimpin yang dalam memotivasikan pengikutnya menekankan pada pemberian hadiah.
5.Tipe-tipe
Berdasarkan
Segi
Landasan
yang
Dipergunakan
Untuk
Mempengaruhi Pengikut. Dari
segi
landasan
yang
dipergunakan
oleh
pemimpin
untuk
mempengaruhi pengikut, dapat diklasifikasikan pemimpin dalam 3 kategori sebagai berikut: 1)
Pemimpin
tradisional,
berusaha
mempengaruhi
pengikutnya
berdasarkan tradisi yang ada. 2) Pemimpin yang kharismatik, mempergunakan kharismanya (kesaktian, kekuatan gaib) 3) Pemimpin rasional, kadang-kadang disebut pemimpin birokratis oleh karena pemimpin tipe ini biasanya terdapat di dalam organisasi birokratis, mempergunakan rasio untuk mempengaruhi pengikutnya.
6. Tipe-tipe Pemimpin Berdasarkan Kepribadiannya Tipe-tipe pemimpin berdasarkan kepribadiannya terdiri dari 6 macam sebagai berikut: 1) Tipe ekonomis, tipe yang perhatiannya dicurahkan kepada segala sesuatu yang bermanfaat dan praktis.
23
2) Tipe aesthetis, yaitu tipe yang berpendapat bahwa nilai yang tertinggi terletak pada harmoni dan indifidualitas. 3) Tipe teoritis, yaitu tipe yang perhatian utamanya ialah menemukan kebenaran
hanya
untuk
mencapai
kebenaran,
perbedaan
dan
rasionalitas. 4) Tipe sosial, yakni tipe pecinta orang lain, tujuan akhirnya adalah orang lain. Berhubungan dengan sifatnya yang ramah tamah, simpatik, dan tidak mementingkan diri sendiri. 5) Tipe politis, yaitu tipe yang perhatian utamanya diarahkan kepada kekuasaan, menginginkan kekuasaan perseorangan, pengaruh dan reputasi. 6) Tipe religious, yaitu tipe yang berpendapat bahwa bahwa nilai yang tertinggi ialah pengalaman yang memberikan kepuasan tertinggi dalam kehidupan spritual dan bersifat mutlak.
2.6 Penerapan Etos Siri’ na Pacce ( Bugis Makassar )dalam kepemimpinan Di dalam sebuah syair sinrilik[1] ada sebuah semboyan kuno masyarakat Bugis-Makassar yang berbunyi “Takunjunga’ bangung turu’, nakugunciri’ gulingku, kualleangnga tallanga natoalia”. Syair tersebut berarti “layarku telah ku kembangkan, kemudiku telah ku pasang, ku pilih tenggelam daripada melangkah surut”. Semboyan tersebut menggambarkan betapa masyarakat Bugis-Makassar memiliki tekad dan keberanian yang begitu tinggi dalam menghadapi kehidupan. Masyarakat Bugis-Makassar dikenal sebagai orang-orang yang suka merantau atau mendatangi daerah lain dan sukses di daerah tersebut.
24
Apa yang membuat orang Bugis-Makassar dikenal sebagai pribadi yang pemberani dan tangguh? Atau apa yang membuat orang Bugis-Makassar dikenal sebagai orang yang sukses di daerah sendiri dan daerah yang didatanganginya? Jawabanya adalah etos siri’ na pace. Para pemimpin yang berasal dari tanah Bugis-Makassar menerapkan etos ini sebagai gaya kepemimpinan mereka. Siapa yang tidak kenal dengan Sultan Hasanuddin. Beliau adalah raja Gowa XVI. Beliau dikenal sebagai seorang yang gagah berani melawan penjajah Belanda. Walaupun pada akhirnya beliau harus menyerah melalui Perjanjian Bungaya yang sangat merugikan Kerajaan Gowa saat itu. Adapula putra Bugis-Makassar yang bernama Syech Yusuf. Walaupun putra asli Bugis-Makassar, beliau lebih dikenal sebagai penyebar agama Islam di beberapa negara seperti Sri Lanka dan Afrika Selatan. Di Afrika Selatan, Ia dianggap sebagai sesepuh penyebaran Islam di negara benua Afrika itu. Tiap tahun, tanggal kematiannya diperingati secara meriah di Afrika Selatan. Bahkan menjadi semacam acara kenegaraan. Bahkan, Nelson Mandela yang saat itu masih menjabat presiden Afsel, menjulukinya sebagai “salah seorang putra Afrika terbaik”. Di era modern dikenal Bacharuddin Jusuf Habibie. Beliau adalah presiden Republik Indonesia ke-3. Beliau merupakan satu-satunya presiden yang berasal dari luar pulau Jawa. Selain dikenal sebagai presiden RI ke-3, beliau juga dikenal sebagai ilmuwan yang sangat jenius. Beliau dikenal sebagai ilmuwan dibidang konstruksi pesawat terbang dan teorinya masih digunakan hingga saat ini. Ada juga Muhammad Jusuf Kalla. Beliau adalah adalah wakil presiden Republik Indonesia ke-10. Beliau juga dikenal sebagai tokoh perdamaian konflik di Poso dan Aceh. Dengan gaya kepemimpinan khas orang Bugis-Makassar,
25
beliau sukses dalam karir politik serta usaha. Beliau adalah pemilik perusahaan besar Hadji Kalla Group. Kesemua contoh tokoh di atas merupakan orang-orang yang menerapkan betul etos siri’ na pace. Zainal Abidin Farid (1983:2) membagi siri’ kedalam dua jenis: 1. Siri’ nikapasiri’ yaitu apabila seseorang dihina atau diperlakukan diluar batas kemanusian, maka ia harus menegakkansiri’-nya. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kehormatannya yang telah dihina. 2. Siri’
masiri’ yaitu
pandangan
hidup
yang
bermaksud
untuk
mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sekuat tenaga dan dengan segala jerih payah demi siri’ itu sendiri.
Kata
yang
selalu
berdampingan
dengan
kata siri’ adalah
kata pacce. Mohammad Laica Marzuki (1995) dalam disertasinya menyebutkan bahwa pacce sebagai prinsip solidaritas dari individu Bugis Makassar dan menunjuk prinsip getteng, lempu, acca, warani (tegas, lurus, pintar, berani) sebagai empat ciri utama yang menentukan ada tidaknya Siri’[2]. Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau sesusahan individu lain dalam komunitas.
Penetrasi besar-besaran budaya global melalui jalur globalisasi telah membawa banyak perubahan di seluruh penjuru dunia. Ditambah lagi dengan besarnya pengaruh kekuatan ekonomi (economic power) negara-negara maju. Hal ini menempatkan negara berkembang termasuk Indonesia pada posisi yang
26
serba sulit untuk menghindarinya. Satu-satunya jalan adalah mengantisipasinya. Indonesia harus bisa meminimalisir efek negatif yang ditimbulkan dari globalisasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan sosok-sosok muda yang memiliki jiwa dan karakter yang mapan. Anak muda Indonesia yang notabene adalah pemimpin dan pemilik masa depan bangsa ini seharusnya memiliki siri’ na pacce dalam diri mereka. Karena, anak muda Indonesia yang sudah dijelaskan di awal, adalah anak muda yang sudah terlalu jauh dari akar budaya mereka. Mereka sudah terlalu dalam terkontaminasi oleh pengaruh negatif globalisasi. Dengan adanya siri’ na pacce, anak muda akan lebih peka merasakan segala macam persoalan yang sedang melanda Indonesia. Mereka juga akan malu melihat keadaan negaranya serta malu jika ia hanya berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa untuk bangsanya.
Pemimpin yang memiliki siri’ na pacce dalam dirinya, akan memiliki keberanian serta ketegasan, namun tetap bijaksana dalam memimpin. Pemimpin yang memegang teguh prinsip ini akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik karena mereka memiliki rasa peka terhadap lingkungan sekitar. Mereka dapat mendengarkan aspirasi orang-orang yang mereka pimpin. Hal ini sangat sejalan dengan konsep negara kita yaitu negara demokrasi.
Meskipun etos siri’ na pacce berasal dari masyarakat Bugis-Makassar, namun etos ini sangat bisa diterima secara nasional. Karena di berbagai daerah Indonesia juga terdapat etos atau pandangan hidup yang hampir sama dengan konsep siri’
na
pacce. Ada wirang yang
hidup
di
masyarakat
suku
Jawa, carok pada masyarakat suku Madura, pantangpada masyarakat suku di Sumatera Barat, serta jenga pada masyarakat suku di pulau Bali. Kesemua
27
pandangan hidup dari berbagai daerah tersebut memiliki kesamaan konsep dengan siri’ na pacce, yaitu malu jika keadaan suku atau bangsa mereka tidak lebih baik dari suku atau bangsa lain. Kesemua konsep pandangan hidup tersebut menanamkan nilai-nilai luhur tentang semangat serta keberanian tanpa melupakan rasa lembut hati sebagai penyeimbangnya.
Khazanah kearifan lokal Bugis, dapat diperoleh dalam berbagai karya sastra Bugis klasik yang memuat beragam kearifan dan ternyata masih relevan dengan kehidupan sekarang ini. Beberapa sumber kearifan lokal tersebut adalah Sure Galigo, Lontara, Paseng to Riolo dan Elong. Di sana terdapat beragam warisan kearifan yang tak ternilai harganya.
Dalam hal kepemimpinan, maka hal mendasar yang ditekankan untuk diperhatikan dalam khazanah kearifan lokal Bugis adalah manusianya. Bagaimana kualitas seseorang yang akan menjadi pemimpin. Dalam Lontara Pappaseng To Riolota disebutkan sebuah pepatah Bugis, ”Duami kuala sappo, Unganna Panasa’e, Belo Kanukue” (dua hal yang kujadikan pagar, bunga nangka, hiasan kuku).
Dalam bahasa Bugis, bunga nangka disebut ”lempu” yang berasosiasi dengan kata jujur. Sedangkan hiasan kuku ditulis dengan kata ”pacci” yang dalam bahasa Bugis juga bisa terbaca ”paccing” yang bermakna bersih dan suci. Jadi ada dua kualitas manusia yang pantas diangkat menjadi pagar atau penjaga bagi manusia lain, yaitu manusia yang jujur serta bersih dan suci.
Hanya manusia yang jujur serta bersih dan sucilah yang pantas diangkat jadi pemimpin. Dengan kejujurannya, maka orang tersebut tidak akan melalaikan
28
amanah, dengan kebersihan dan kesucian hatinya, dia tidak akan berbuat dzalim terhadap rakyatnya.
Dalam pesan yang lain, ditemukan bahwa masyarakat Bugis akan menerima seorang pemimpin yang memenuhi karekter berikut, Maccai na malempu, Waraniwi na magetteng (Cendekia lagi jujur, Berani lagi teguh pendirian). Pemimpin yang baik bagi masyarakat Bugis adalah pemimpin yang cendekia dan jujur serta berani yang dilengkapi dengan keteguhan pada pendirian yang benar.
Pemimpin tidak hanya harus pandai dan cendekia melainkan harus disertai kejujuran agar pemimpin tersebut tidak membodohi rakyat yang dipimpinnya. Sementara itu, berani juga harus tetap dilengkapi dengan keteguhan pendirian untuk melengkapi kepandaian dan kejujuran agar pemimpin tersebut tidak menjadi bermodal nekad belaka, tapi keberanian yang dilandasi pertimbangan yang matang.
Lebih lanjut, dalam Lontara Sukku’na Wajo disebutkan beberapa kriteria pemimpin yang ideal dalam konsepsi masyarakat Bugis, yaitu :
1. Jujur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sesamanya manusia; 2. Takut kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati rakyatnya dan orang asing serta tidak membeda-bedakan rakyatnya; 3. Mampu memperjuangkan kebaikan negerinya agar berkembang dengan baik, dan mampu menjamin tidak terjadinya perselisihan antara pejabat pemerintah dan rakyatnya; 4. Mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya;
29
5. Berani dan tegas, tidak gentar hatinya mendengar berita buruk (kritik) dan berita baik (tidak mudah terbuai oleh sanjungan); 6. Mampu mempersatukan rakyatnya beserta para pejabat pemerintahan; 7. Berwibawa terhadap para pejabat dan pembantu-pembantunya; 8. Jujur dalam segala keputusannya.
Seorang yang terpilih menjadi pemimpin dituntut untuk memiliki bangunan etika tertentu yang menjadi prasyarat etis yang harus dipenuhi. Setidaknya ada 4 (empat) nilai etik utama bagi seorang pemimpin dalam konstruksi masyarakat Bugis, yaitu (1) niat yang tulus, (2) konsistensi, (3) rasa keadilan, dan (4) azas kepatutan.
Pertama,niat yang tulus. Seorang pemimpin harus berangkat dari niat yang tulus dan hati yang bersih, atau dikenal dengan istilah ati madeceng atau ati macinnong. Secara etis, seorang pemimpin diharapkan untuk menanggalkan semua bias motivasi ketika akan menduduki posisi kepemimpinan dalam masyarakat.
Dalam Lontara Paseng To Riolota, terdapat sebuah pesan yang berbunyi, ”Makkedatopi Arung Bila: eppa tanranna to madeceng kalawing ati. Seuani, passu’i ada na patuju. Maduanna, matuoi ada na sitinaja. Matellunna, duppai ada napasau. Ma’eppana, moloi ada na padapi” (artinya: “Berkata Arung Bila: empat tanda orang yang baik bawaan hatinya. Pertama, mengucapkan kata yang benar. Kedua, menyebutkan kata yang sewajarnya. Ketiga, menjawab dengan kata yang berwibawa. Keempat melaksanakan kata-katanya dan mencapai sasaran”).
30
Bila seseorang telah memiliki niat yang tulus, maka akan berimplikasi pada prasyarat etis yang kedua, yaitu konsistensi yang ditandai dengan satunya kata dan perbuatan. Masyarakat Bugis memahami betul petuah ”Taro ada taro gau” yang berarti satunya kata dan perbuatan. Pesan ini benar-benar dihayati oleh seorang pemimpin Bugis.
Sebagai contoh, ada riwayat tentang Lamanussa Toakkarangen ketika menjadi Datu Soppeng. Pada masa pemerintahannya, rakyat Soppeng mengalami kelaparan yang timbul karena paceklik sebagai efek dari kemarau panjang yang melanda negeri. Melihat kondisi ini, Datu meneliti apakah ada pejabatnya yangg melakukan tindakan dzalim kepada rakyat? Ternyata tidak ada.
Setelah Datu merenungkan lebih dalam, dia kemudian teringat pernah mengambil sesuatu dari rakyat dan disimpannya sebagai pribadi. Datu menyadai hal tersebut dan mengakui perbuatannya di depan umum dan bersedia mengembalikan barang tersebut. Sebagai hukuman atas tindakannya tersebut, Datu menyembelih kerbau dan dagingnya dibagikan kepada seluruh rakyat.
Nilai etis ketiga adalah rasa keadilan. Ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menjaga rasa keadilan masyarakat dengan cara menempatkan sesuatu pada tempatnya. Pepatah Bugis mengatakan, ”Ri pariaja’i ri aja’e, ri parialau’i rialau’e, ri parimaniangngi ri maniangnge, ri parimanorangngi manorangnge. Ri pari ase’i ri ase’e, ri pariawa’i ri awa’e”.
Pesan ini berarti, ”tempatkanlah di barat apa yang memang seharusnya di barat, di timur yang memang seharusnya di timur, di selatan yang memang
31
seharusnya di
selatan, di
utara yang
memang seharusnya di
utara.
Tempatkanlah di atas apa yang memang seharusnya di atas, di bawah yang memang seharusnya di bawah”.
Nilai etik ini menjadi panduan dalam menegakkan keadilan masyarakat. Salahkanlah siapa yang memang bersalah, siapapun dia. Dan belalah yang benar, meskipun dia bukan siapa-siapa. Hargai yang tua, sayangi yang muda.
Penegakan rasa keadilan akan mendorong munculnya niali etik keempat, azas
kepatutan.
Para
tetua
Bugis
memesankan,
”Mappasitinaja
atau
mappasikoa” atau memperhatikan azas kepatutan sesuatu. Sebuah pepatah Bugis mempertegas hal ini, ”Aja’ muangoai onrong, aja’to muacinnai tanre tudangeng. De’tu mulle’i padecengi tana. Ri sappa’po muompo, ri jello’po muakkengau” .
Arti dari pesan ini adalah, ”jangan serakahi posisi, jangan pula terlalu mengingini kedudukan tinggi. Jangan sampai engkau tidak mampu mengurus negeri. Bila dicari, barulah kamu muncul, bila ditunjuk barulah engkau mengiyakan”. Azas kepatutan juga mendasarkan agar seseorang memiliki sikap mawas diri dan atau sadar diri.
Berbagai khazanah kearifan lokal Bugis seperti Sure Galigo, Lontara, Paseng to Riolo dan Elong, juga memuat tentang karakter kepemimpinan politik manusia Bugis. Pertama, penegakan hukum. Sebuah petuah berharga tanah Bugis berbunyi, ”ade’ temmakkiana’ temmakieppo” yang berarti bahwa ”adat tidak mengenal anak, tidak mengenal cucu”.
32
Prinsip ini dapat ditemukan aplikasinya sebagaimana dicontohkan oleh Raja Bone La Patau Matanna Tikka ketika menghukum putranya La Temmasonge pada tahun 1710 dengan hukuman ”ri paoppangi tana” (di usir dari Bone dan dibuang ke Buton) karena membunuh Arung Tibojong. Begitupula Arung Maroa Wajo X La Pakoko Topabbele’ menghukum mati anaknya sendiri La Pabbele’ karena memperkosa seorang perempuan di kampung To Tinco.
Karakter kepemimpinan kedua, adalah demokratis atau dalam khasanah Bugis disebut kemerdekaan. Dalam Lontara Sukku’na Wajo terdapat sebuah petuah yang berbunyi, ”Naiyya ri asengge maradeka, tellumi pannessai: seuani, tenri lawa’i ri olona. Maduanna, tenri angka’i ri ada-adanna. Matellunna, ternri atteangngi lao maniang, lao manorang, lao orai, lao alau, lao ri ase, lao manorang”.
Petuah ini berati bahwa “yang dinamakan merdeka, ada tiga hal yang menentukan: pertama, tidak dihalangi kehendaknya; kedua, tidak dilarang mengeluarkan pendapat; ketiga, tidak dilarang ke selatan, ke utara, ke barat, ke timur, ke atas, ke bawah”. Benar-benar sebuah jaminan akan kebebasan masyarakat. [V]
2.7 Teori Kepemimpinan Mengenai sebab-musabab munculnya pemimpin telah dikemukakan berbagai pandangan dan pendapat yang mana pendapat tersebut berupa teori yang dapat dibenarkan secara ilmiah, ilmu pengetahuan atau secara praktek. Munculnya pemimpin dikemukan dalam beberapa teori, yaitu; Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai
33
bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin. Maka munculah istilah “leaders are borned not built”. Teori ini disebut teori genetis. Teori kedua, mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa memimpi asal diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan. Maka munculah istilah “leaders are built not borned”. Teori ini disebut teori social. Teori ketiga, merupakan gabungan dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis. Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia mepunyai kelibihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebiahannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja. Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat
34
tiga
pendekatan utama
yaitu:
pendekatan
sifat
kepribadian pemimpin,
pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau kontingensi. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain : 1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory ) Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian. Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain : a. Kecerdasan Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya. b. Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai
35
emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya. c. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien. d. Sikap Hubungan Kemanusiaan Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya. 2. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal, yaitu : Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan. Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
36
3. Teori Kewibawaan Pemimpin Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin. 4. Teori Kepemimpinan Situasi Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan. 5. Teori Kelompok Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
George
R.
Terrydalam
Kartono
(2006:71-80),
mengemukakan
mengemukakan sejumlah teori kepemimpinan, yaitu teori-teori sendiri ditambah dengan teori-teori penulis lainnya, yaitu sebagai berikut: 1. Teori Otokratis Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbiter (sebagai wasit). Ia melakukan pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada struktur organisasi dan tugas-tugas. Pemimpin tersebut pada dasarnya selalu mau berperan sebagai pemain orkes tunggal dan berambisi untuk merajai situasi. Oleh karena itu dia disebut sebagai otokrat keras. Adapun ciri-ciri khasnya antara lain : a) Dia memebrikan perintah-perintah yang dipaksakan dan harus dipatuhi.
37
b) Dia menentukan policy/kebijakan untuk semua pihak tanpa berkonsultasi dengan para anggota. c) Dia tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-rencana yang akan datang, akan tetapi cuma memberitahukan pada setiap anggota kelompoknya langkah-langkah segera yang harus mereka lakukan. d) Dia memberikan pujian atau kritik pribadi terhadap setiap anggota kelompoknya dengan inisiatif sendiri. Sikapnya selalu menjauhi kelompoknya (menyisihkan diri) sebab ia menganggap diri sendiri sangat istimewa atau eksklusif. Ringkasnya, ia ibarat sebuah sistem pemanas kuno, yang memberikan
energinya
tanpa
mempertimbangkan
iklim
emosional
lingkungannnya. 2. Teori Psikologis Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan
dan
mengembangkan
sistem
motivasi
terbaik,
untuk
merangsang kesediaan bekerja dari para pengikut dan anak buah. Pemimpin merangsang bawahan agar mereka mau bekerja guna mencapai sasaransasaran organisatoris maupun untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi. Maka kepemimpinan yang mampu memotivasi orang lain akan mementingkan aspek-aspek psikis manusia seperti pengakuan (recognizing), martabat, status sosial, kepastian emosional, memeperhatikan keinginan dan kebutuhan pegawai, kegairahan kerja, minat, suasana hati dan lain-lain. 3. Teori Sosiologis Kepemimpinan dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan antar-relasi dalam organisasi, dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antara para pengikutnya, agar tercapai kerja sama yang
38
baik. Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan, dengan menyertakan para pengikut
dalam
pengambilan
keputusan
terakhir.
Selanjutnya
juga
mengidentifikasi tujuan, dan kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompok. Setiap anggota mengetahui hasil apa, keyakinan apa dan kelakuan apa yang diharapkan dari mereka oleh pemimpin dan kelompoknya. Pemimpin diharapkan dapat mengambil tindakan-tindakan korektif apabila terdapat kepincangan-kepincangan dan penyimpanganpenyimpangan dalam organisasi. 4. Teori Suportif Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh gairah, sedang pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya melalui policy tertentu. Untuk maksud ini pemimpin perlu menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan dan bisa membantu mempertebal keinginan setiap pengikutnya untuk melaksanakan pekerjaan sebaik
mungkin,
mengembangkan
sanggup bakat
dan
bekerja
sama
dengan
keterampilannnya
dan
pihak
lain,
menyadari
mau benar
keinginan sendirir untuk maju. 5. Teori “Laissez Faire” Kepemimpinan ini ditampilkan oleh seorang tokoh “ketua dewan” yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya. Dia adalah seorang “ketua” yang bertindak sebagai simbol dengan berbagai macam hiasan atau ornamen yang yang mentereng. Biasanya ia tidak memiliki keterampilan teknis. Sedangkan kedudukan sebagai pemimpin
39
(direktur, ketua dewan, kepala, komandan dan lain-lain) dimungkinkan oleh sistem nepotisme, atau lewat praktik penyuapan. Dia mempunyai sedikit keterampilan teknis namun disebabkan oleh karakternya yang lemah, tidak berpendirian serta tidak berprinsip, maka semua hal itu menyebabkan tidak adanya
kewibawaan
juga
tidak
ada
kontrol.
Dia
tidak
mampu
mengkoordinasikan semua jenis pekerjaan, tidaik berdaya menciptakan suasana yang kooperatif. Sehingga lembaga atau perusahaan menjadi kacau balau, kocar-kacir, dan pada hakikatnya organisasinya mirip dengan seekor “belut tanpa kepala”. Pendeknya, pemimpin Laissez Faire itu pada intinya bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya. Semua anggota yang “dipimpinnnya” bersikap santai-santai dan bermotto “lebih baik tidak usah bekerja saja”. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh. Sehingga kelompok tersebut praktis menjadi tidak terbimbing dan tidak terkontrol. 6. Teori Perilaku Pribadi Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola kelakuan para pemimpinnya. Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin itu selalu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu ia tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situsi yang dihadapi. Dengan kata lain dia harus bersikap fleksibel, luwes, bijaksana, “tahu gelagat”, dan mempunyai daya lenting yang tinggi karena dia harus mampu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Sedang masalah sosial itu tidak akan pernah identik sama di dalam runtunan waktu yang berbeda. 7. Teori Sifat Orang-orang Besar (Traits of Great Men)
40
Sudah banyak usaha yang dilakukan orang untuk mengidentifikasikan sifat-sifat unggul dan kualitas superior serta unik, yang diharapkan ada pada seorang pemimpin untuk meramalkan kesuksesan kepemimpinannya. Ada beberapa ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki kepercayaan diri, peka, mau memberikan partiipasi sosial yang tinggi, dan lain-lain. 8. Teori Situasi Teori ini menjelaskan bahwa harus terdapat daya lenting yang tinggi/luwes pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi, lingkungan sekitar dan zamannya. Faktor lingkungan ini harus dijadikan tantangan untuk diatasi. Maka pemimpin itu harus mampu menyelasaikan masalah-masalah aktual. Sebab permasalahan-permasalahan hidup dan saat-saat krisis (perang, revolusi, dan lain-lain) yang penuh pergolakan dan ancaman bahaya, selalu akan memunculkan satu tipe kepemimpinan yang relevan bagi masa itu. Dalam hal ini, kepemimpinan harus bersifat multi-dimensional serba bisa tanpa serba terampil agar ia mampu melibatkan diri dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat dan dunia bisnis yang cepat berubah. Teori ini bernaggapan bahwa kepemimpinan itu terdiri atas tiga elemen dasar, yaitu pemimpin, pengikut, situasi. Maka situasi dianggap sebagai elemen paling penting karena memiliki paling banyak variable dan kemungkinan yang bisa terjadi. 9. Teori Humanistik/Populastik
41
Fungsi kepemimpinan menurut teori ini adalah merealisir kebebasan manusia dan memenuhi segenap kebutuhan insani yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat. Untuk melakukan hal ini perlu adanya organisasi yang baik dan pemimpin yang baik, yang mau memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Organisasi tersebut juga berperan sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial, agar pemerintah melakukan tugas dan fungsinya dengan baik serta memperhatikan kemampuan serta potensi rakyat. Semua itu dapat dilaksanakan melalui interaksi dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan rakyat dengan memperhatikan kepentingan masing-masing. Pada teori ini, ada tiga variabel pokok yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut : a. Kepemimpinan yang cocok dan memperhatikan hati nurani
rakyat
dengan segenap harapan, kebutuhan dan kemampuannya. b. Organisasi yang disusun dengan baik agar bisa relevan dengan kepentingan rakyat di samping kebutuhan pemerintah. c. Interaksi yang akrab dan harmonis antara pemerintah dan rakyat untuk menggalang persatuan dan kesatuan/cohesiness serta hidup damai bersama. Fokus dari teori ini ialah rakyat dengan segenap harapan dan kebutuhan harus diperhatikan dan pemerintah maumendengar suara hati nurani rakyat agar tercapai Negara yang makmur, adil dan sejahtera bagi setiap warga Negara dan individu. 2.8. Gaya Kepemimpinan Menurut Heidjrachman dan S. Husnan gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
42
tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman,2002:224). Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakantindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 1994:29). Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun
iklim
motivasi
bagi
karyawan
sehingga
diharapkan
akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi
43
kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2007:23). Gatto dalam Salusu ( 2006:194-195 ) mengemukakan 4 gaya kepemimpinan yaitu : 1. Gaya Direktif Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan berpusat pada pemimpin dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini adalah gaya otoriter. 2. Gaya Konsultatif Gaya ini dibangun atas gaya direktif. Kurang otoriter dan lebih banyak melakukan interaksi dengan para staf atau anggota dalam organisasi. Fungsi pemimpin dalam hal ini lebih bayak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasehat dalam rangka pencapaian tujuan. 3. Gaya Partisipatif Gaya pertisipasi bertolak dari gaya konsultatif, yang bisa berkembang ke arah saling percaya antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka. Sementara itu kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan dan perhatian diberikan kepada kelompok. 4. Gaya Delegasi Gaya delegasi ini mendorong staf untuk menngambil inisiatif sendiri. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan pemimpin, sehingga upaya ini
44
hanya bisa berjalan apabila staf memperhatikan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi. Gaya kepemimpinan situasional
yang berhasil menurut Heidjrachman
dan Husnan (2002:174) adalah pemimpin yang mampu menerapkan gayanya agar
sesuai
dengan
situasi
tertentu.
Selanjutnya
pimpinan
perlu
mempertimbangkan setiap situasi khusus dalam rangka memahami gaya mana yang lebih tepat untuk diterapkan. Kepemimpinan situasional berlandaskan pada hubungan saling mempengaruhi antara : a)
Sejumlah tingkah laku dalam tugas diperlihatkan oleh seorang pemimpin.
b)
Sejumlah tingkah laku dalam berhubungan sosial diperlihatkan oleh seorang pemimpin.
c)
Tingkat kesiapan ditunjukkan oleh para bawahan dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan tertentu (Hersey, 1994:52-53). Kemampuan dan keinginan menentukan kesiapan seorang individu maupun kelompok, karena itu gaya kepemimpinan harus menyesuaikan diri dengan tingkat kesiapan para bawahan. Reddin dalam Sutarto (2006: 118-120), Beliau membagi kepemimpinan
kedalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut : 1. Kelompok Gaya Dasar a)
Separated (Pemisah), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas.
b)
Dedicated (Pengabdi), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan berorientasi tinggi terhadap tugas.
45
c)
Related (Penghubung), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan rendah terhadap tugas.
d)
Integrated (Terpadu), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi, baik terhadap orang maupun terhadap tugas.
2. Kelompok Gaya Efektif a)
Bureaucrat (Birokrat), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. Pemimpin bergaya birokrat terutama tertarik terhadap berbagai peraturan dan keinginan untuk memelihara perturan tersebut serta mengontrol situasi yang mereka gunakan dan nampaknya secara sunguh-sunguh.
b)
Benevolent Autocrat (Otokrat Bijak), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan berorientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat bijak mengetahui dengan pasti apa yang dia inginkan dan bagaiman memenuhi keinginan itu tanpa menyebabkan kebencian di pihak lain.
c)
Developer (Pengembang), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan berorientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya pengembang memiliki kepercayaan penuh terhadap para bawahannya dan sangat memperhatikan pengembangan para bawahan sebagai individu-individu.
d)
Executive (eksekutif), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun
46
terhadap tugas. Pemimpin bergaya eksekutif merupakan seorang pendorong yang baik, menetapkan ukuran baku yang tinggi, menghargai perbedaan-perbadaan individu para bawahannya, serta memanfaatkan tim dalam bekerja. 3. Kelompok Gaya tak Efektif a)
Deserter (Pelari). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. Pemimpin bergaya pelari tidak bersedia terlibat bersedia dalam tugas dan pasif.
b)
Autocrat (Otokrat). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari
perilakunya
yang
berorientasi
rendah
terhadap
orang
dan
berotientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat tidak mempunyai kepercayan kepada orang lain, tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada pekerjaan yang segera selesai. c)
Missionary (Penganjur). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan berotientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya penganjur merupakan tipe “do-gooder” yang menilai keserasian dalam dirinya sendiri.
d)
Compromiser (Kompromis). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun terhadap tugas dalam situasi yang memaksa hanya memperhatikan pada seseorang atau tidak. Pemimpin bergaya kompromis adalah pembuat keputusan yang buruk, bayak tekanan yang mempengaruhi.
47
Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional. a) Kepemimpinan Tranformasional kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya. Kepemimpinan
transformasional
adalah
tipe
pemimpin
yang
menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa, Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut, oleh karena itu, ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. b) Kepemimpinan Transaksional kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang
pemimpin
menfokuskan
perhatiannya
pada
transaksi
interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Gaya kepemimpinan transaksional menurut dibentuk oleh
48
faktor-faktor
yang berupa imbalan kontingen (contingent reward),
manajemen eksepsi aktif (active management by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by exception). White dan Lippit (Harbani, 2008:46), mengemukakan tiga (3) gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Kepemimpinan Otokratis Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri "policy" dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya.Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan dan cenderung bentuk
mengekspresikan perintah-perintah
kebutuhan-kebutuhan
tersebut
langsung
bawahan.Dalam
kepada
dalam
kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Keputusan dapat diambil secara tepat. b. Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan kerja, dan kurang kecakapan. c. Pemusatan
kekuasaan,
tanggung jawab
serta membuat
keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.
Kelemahannya adalah :
49
a. Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut. b. Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahannya tersebut. c. Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan. d. Bawahan
kurang
mampu
menerima
tanggung jawab
dan
tergantung pada atasan saja. 2. Kepemimpinan Demokrasi (Demokratis) Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Disini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dan kondisi yang tepat, akan menjadikan hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi
bawahan
dalam
menyelesaikan
tugasnya
untuk
meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan "human relation" (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Memberikan
kebebasan
lebih
besar
kepada kelompok untuk
mengadakan kontrol terhadap supervisor.
50
b. Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan pekerjaan. c. Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan. d. Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya. e. Lebih matang dan bertanggungjawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.
Kelemahannya adalah : a. Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi. b. Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan. c. Memberikan persyaratan tingkat "skilled" (kepandaian) yang relative tinggi bagi pimpinan. d. Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisihpahaman. 3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknikteknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebiiakan oraanisasi. Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini
pemimpin
akan
meletakkan
tanggung
jawab
keputusan
sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya
51
ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini: a. Ada
kemungkinan
kemampuannya,
daya
bawahan
dapat
kreativitasnya
untuk
mengembangkan memikirkan
dan
memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab. b. Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat.
Kelemahannya adalah : a. Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman. b. Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan tepisah dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu. c. Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu,kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.
52
Tabel 1 Gaya kepemimpinan Otokratis
Demokratis
Laissez Faire
Pemimpinmenentukans emua keputusan mengenaikebijakannya
Semuakebijakandirum uskan melaluimusyawarah dan diputuskan oleh kelompok, sedangkanpemimpin mendorong
Setiap langkah kegiatan dengan cara pelaksanaannya untuk setiap saat ditentukan oleh pemimpin sehingga langkah berikutnya tidak pasti
Ditetapkan kegiatan secara bersama-sama untukmencapai tujuan kelompok. Apabila diperlukan saranteknis, pemimpinmengajukan beberapa alternatif untuk dipilih.
Kegiatan diberikan pemimpin dengan keterangan bahwa ia akan memberikan penjelasan jika diminta
Pemimpin biasanya memberikan penugasan tertentu pada setiapanggota kelompok
Setiap anggota bebas bekerja sama dengan siapapun dan pembagian tugasdiserahkan kepada kelompok
Pemimpin tidak pernahberpartisipasisecara penuh
Kelompok mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk mengambil keputusan dengan partisipasi minimal dari pemimpin
White Dan Lippit ( 2008:46 )
53
2.9. Kerangka Konsep Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain. Selain itu kepemimpinan juga juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Dalam upaya mempengaruhi tersebut seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda-beda dalam setiap situasi. Sekarang ini bisa dikatakan bahwa kemajuan yang dicapai dan kemunduran yang
dialami
oleh
suatu
organisasi,
sangat
ditentukan
oleh
peranan
pemimpinnya yang dapat dilihat dari gaya kepemimpinannya. Dalam penelitian ini penulis mengangkat tiga gaya yang dikemukakan White dan Lippit yaitu gaya kepemimpinan
Otokratis,
gaya
kepemimpinan
Demokratis,
dan
gaya
kepemimpinan Laizzes faire. Kerangka pikirnya digambarkan dalam tabel berikut :
Gambar 1: Bagan Kerangka Konsep Penelitian
KEBERHASILAN KEPALA DINAS
GAYA KEPEMIMPINAN: 1. OTOKRATIS
PENCAPAIAN TUJUAN ORGANISASI
2. DEMOKRATIS 3. LAIZZES FAIRE
54
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan melakukan survey yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan hubungan antar variabel secara sosiologis maupun psikologis (dalam Sugiyono, 2006). Adapun tipe penelitiannya yaitu deskriptif kualitatif. Sedangkan jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Metode ini digunakan dengan pertimbangan bahwa metode ini relevan dengan materi penulisan skripsi, dimana penelitian yang dilakukan hanya bersifat deskriptif yaitu menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan memahami gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru.
3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian akan dilakukan. Adapun tempat penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berlokasi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru.
55
3.3. Definisi Operasional Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu.(Heidjrachman dan Husnan, 2002:224). White dan Lippit (Harbani, 2008:46), mengemukakan tiga (3) gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Gaya Kepemimpinan Otokratis Gaya
kepemimpinan
autokratis
gaya
kepemimpinan
yang
mendeskripsikan pemimpin yang hanya berfokus pada kekuasaan, memberikan perintah, menciptakan keputusan sepihak dan membatasi partisipasi karyawan. Adapun indikator empirik gaya kepemimpinan autokratisadalah sebagai berikut Kesejahteraan bawahan kurang diperhatikan. Komunikasi hanya satu arah. Pemimpin mendikte teknik dan langkah-langkah kegiatan. Pemimpin memberikan rincian tugas selengkap-Iengkapnya. 2. Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya
kepemimpinan
demokratis adalah gaya kepemimpinan
yangmendeskripsikan seorang pemimpin cenderung membuatkeputusan dengan
melibatkan
karyawan.
Adapun
indikatorempirik
gaya
kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut: Pemimpin memperhatikan kesejahteraan karyawan. Pemimpin menentukan kebijaksanaan dengan karyawan. Pemimpin memberikan altematif dalam menentukan keputusan. Pemimpin bersikap obyektif atau fact-minded.
56
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire Gaya kepemimpinan Laissez Faire atau kendali bebas adalah gaya kepemimpinan yang memberikan kebebasan kepada karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cara yang dianggap paling sesuai. Adapun indikator empirik dari gaya kepemimpinan kendali bebas adalah sebagai berikut: Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. Karyawan mengatur dirinya sendiri Pemimpin tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja. Pemimpin
lebih
suka
membaca
laporan
tertulis
daripada
mengawasi kerja karyawan.
3.4. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan teknik pengumpulan data, guna memperoleh data primer dan data skunder penelitian ini menggunakan dua teknik yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. Adapun tujuan dariteknik pengumpulan data tersebut adalah untuk mencari danmenentukan informasi yang sesuai dengan topik penelitian, sehingga dapat menjelaskan permasalahan penelitian secara objektif. Studi lapangan antara lain dilakukan dengan sistem wawancara terhadap Narasumber ( pegawai ) mengenai Gaya Kepemimpinan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru. Sedangkan studi kepustakaan dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik di perpustakaan maupun di tempatlain. Literatur yang dipergunakan tidak terbatas pada buku-buku,tetapi juga dapat berupa artikel dari internet.
Hal
ini
bertujuan
untuk
mengoptimalkankerangka
teori
dalam
57
menentukan arah penelitian, serta konsep dan bahan teoritis lain yang sesuai dengan konteks penelitian.
3.5. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh di lapangan akan dianalisis dengan teknik kualitatif. Data akan dianalisis dengan menggunakan sistem wawancara. Hasil analisisnya diuraikan secara deskriptif dengan memberikan gambaran mengenai gaya kepemimpinan pada Dinas Pekerjaan Umun Kabupaten Barru.
3.6. Deskripsi Lokasi Penelitian 3.6.1 Profil singkat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru Dinas Pekerjaan Umum merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Barru dan merupakan unsur penunjang yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru merupakan salah satu Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat strategis dalam mendukung dan mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah.
3.6.2 Visi, Misi Visi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru adalah : ”Tersedianya Infrastruktur bidang Pekerjaan Umum yang berkualitas, serta mendukung sektor lain dalam upaya pengembangan wilayah dan permukiman Kabupaten Barru dalam rangka menciptakan Kota Palangka Raya yang tertata dengan baik, dinamis dan berkesinambungan”. Misi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru adalah :
58
1. Meningkatkan Pengelolaan Pembangunan kawasan perumahan dan permukiman secara terpadu serta berkelanjutan. 2. Meningkatkan Pengelolaan jalan/ jembatan yang efektif dan efisien bagi perpindahan barang/ jasa dalam upaya mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi. 3. Meningkatkan pengelolaan drainase/ pengeringan dan saluran irigasi guna mencegah banjir/ genangan air di wilayah perkotaan. 4. Meningkatkan penyediaan air bersih untuk masyarakat perdesaan yang belum terjangkau oleh layanan PDAM 5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and Clean goverment) sehingga dapat memberikan pelayanan bidang Pekerjaan Umum yang baik kepada Masyarakat
3.6.3 Struktur Organisasi 1. Kepala Dinas 2. Sekretariat, terdiri dari : a. Sub Bagian Penyusunan Program b. Sub Bagian Keuangan c. Sub Bagian Umum 3. Bidang Bina Marga a. Seksi Jalan b. Seksi Pemeliharaan Jalan c. Seksi Perlatan 4. Bidang Pengairan, terdiri dari: a. Seksi Irigasi
59
b. Seksi Sungai dan Pantai c. Seksi Pemeliharaan 5.
Bidang Cipta Karya, terdiri dari: a. Seksi Gedung Dan Tata Ruang b. Seksi Perencanaan c. Seksi Pengawsan
6. Bidang Penyehatan Lingkungan, terdiri dari : a. Seksi Kebersihan b. Seksi Pertamanan dan Pemakaman c. Seksi Pemukiman 7. UPTD ( Unit Pelaksanaan Teknis Dinas ) Unit Pelaksana Teknis Dinas ini sebagai unsur pelaksana operasional dinas pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru. 8. Kelompok Jabatan Fungsional
60
KEPALA DINAS SEKRETARIS KASUBAG PENYUSUNAN PROGRAM
KASUBAG KEUANGAN
KASUBAG. UMUM
KABID. BINA MARGA
KABID. PENGAIRAN
KABID. CIPTA KARYA
KABID. PLP
KASI JALAN
KASI. IRIGASI
KASI. GEDUNG & TATA RUANG
KASI. KEBERSIHAN
KASI. PERENCANAAN
KASI. PERTAMANA & PEMAKAMAN
KASI. PENGAWASAN
KASI. PEMUKIMAN
KASI PEMELIHARAAN JALAN KASI. PERALATAN
KASI. SUNGAI DAN PANTAI KASI. PEMELIHARAAN
KEPALA UPTD
PEJABAT FUNGSIONAL
Gambar 2. Struktur Organisasi
61
3.6.4 Tugas dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kab. Barru Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru merupakan salah satu Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat strategis dalam mendukung dan mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah di Bidang Sarana dan Prasarana, Bidang Pengairan, Bidang Bina Marga, dan Bidang Cipta Karya. Untuk menjalankan tugas pokok tersebut Dinas Pekerjaan Umum memiliki Fungsi: 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang Permukiman, Pengairan dan Prasarana Wilayah. 2. Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum. 3. Pembinaan terhadap unit pelaksanaan teknis dinas di bidang Pekerjaan Umum. 4. Pengelolaan urusan ketata usahaan dinas. 1. Sekertaris sekertaris mempunyai membantu kepala dinas
dakam melakukan
kordinasi penyusunan program, pelayanan administrasi pengelolaan keuangan baik
dalam
satuan
organisasi
dinas
mauupun
dalam
lembaga
antar
dinas/perangkat daerah lainya. Sekertaris dalam melakukan tugasnya menyelenggarakan fungsi sbb: a) Pengkoordinasian penyusunan program; b) Pengelolaan keuangan; c) Pelayanan administrasi meliputi surat menyurat, kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga; dan
62
d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas pekerjaan umum;
2. Subbagian Penyusunan Program Subbagian
penyusunan
Program
mempunyai
mempunyai
tugas
melakukan penyusunan program; uraian sbb; a) Menghimpun dan membuat rencana strategis,program kerja serta kegiatan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum ; b) Merencanakan kegiatan Subbagian Penyusunan Program berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya, sebagai bahan untuk mekasanakan kegiatan sesuai dengan peraturan yang telah di tetapkan; c) d) Memberi petunjuk kepada bwahan di lingkungan Subbagian Penyusunan Program agar dalam melaksanakan tugas sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang belakau sehingga tercipta efektifitas dan efesiaensi pelaksanaan tuagas; e) Membagi tugas atau kegiatan kepada para bawahan di lingkungan Subbagian Penyusunan program dengan memberikan arahan baik secara tertulis maupun lisan sesuai denga permasalahan dan bidang tugasnya masing-masing; f)
Membimbing para bwahan dilingkungan Subbagian Penyusunan Program dan melaksanakan tugas agar sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku;
63
g) Memeriksa,mengoreksi dan mengontrol hasil kerja para bawahan di lingkungan Subbagian Penyusunan Program guna penyempurnaan lebih lanjut; h) Menilai kinerja para bawahan di lingkungan Subbagian Penyusunan Program berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk di pergunakan sebagai bahan dalam peningkatan karir; i)
Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang – undangan, kebijakan teknis, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan penyusunan program – program pada Subbagian Penyusunan Program sebagai pedoman dan landasan kerja ;
j)
Menghimpun, mebuat dan mengevaluasi laporan Akuntabilitas Kinerja Triwulan, semester dan Tahunan di lingkungan Subbagian Penyusunan Program;
k) Mencari, mengumpulkan, menghimpun , dan mengelola data dan informasi yang berhubungan dengan penyusunan program – program di lingkungan Subbagian Penyusunan Program ; l)
Menyiapkan bahan – bahan dalam rangka penyusunan kebijakan , pedoman, dan petunjuk teknis mengenai penyusunan program – program kerja di lingkungan Subbagian Penyusunan Program serta program kerja tahunan;
m) Mengintenverisasi permasalahan yang berhubungan dengan penyusunan program – program di lingkungan Subbagian Penyusunan Program serta menyiapkan bahan – bahan dalam rangka pemecahan masalah; n) Menghimpun dan menginventarisasi dalam rangka perumusan kebijakan bidang penyusunan program;
64
o) Melakukan koordinasi terhadap satuan kerja perangkat daerah dalam proses perencanaan, pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan bidang penyusunan program; p) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah terkait malalui Sekretariat Dinas Pekerjaan Umum, dalam pelaksanaan tugas Subbagian Penyusunan Program; dan q) Melakukan tugas lain yang di berikan oleh Sekretaris baik secara tertulis maupun lisan sesuai dengan tugasnya dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas Sekretariat.
3. Subbagian Keuangan Subbagian
Keuangan
mempunyai
tugas
melakukan
pengelolaan
keuangan, pelaporan, perlengkapan dan rumah tangga, uraiannya sbb ; a) Menghimpun dan membuat rencana strategis, program kerja serta kegiatan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum; b) Merencanakan kegiatan subbagian keuangan berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya, sebagai bahan untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan peratuaran yang telah di tetapkan; c) Memberi petunjuk pada bawahan di lingkungan perlengkapan agar dalam melaksanakan tugas sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang berlaku sehingga tercapai efektifitas dan efesiensi pelaksanaan tugas; d) Membagi tugas atau kegiatan kepada para bawahan di lingkungan Subbagian Keuangan dengan memberikan arahan baik saecara tertulis maupun lisan sesuai dengan permasalahan dan bidang tugasnya masing – masing;
65
e) Membimbing para bawahan di lingkungan Subbgaian Keuangan dan melaksanakan tugas agae sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku; f)
Memeriksa, mengoreksi dan mengontrol hasil kerja para bawahan di lingkungan Subbagian Keuangan guna penyempurnaan lebih lanjut ;
g) Menilai kinerja para bawahan di lingkungan Subbagian Keuangan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk dipergunakan sebagai bahan dalam peningkatan karier; h) Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang – undangan, kebijakan teknis. Pedoman dan petunjuk teknis serta bahan – bahan lainnya yang berhubungan dengan penyusunan program – program pada Subbagian Keuangan sebagai pedoman dan landasan kerja; i)
Menghimpun, membuat, dan mengevaluasi laporan Akuntabilitas, Kinerja Triwulan, Semester dan tahunan di lingkungan Subbagian Keuangan;
j)
Mencari, mengumpulkan, menghimpun , dan mengelola data dan informasi yang berhubungan dengan penyusunan program – program di lingkungan Subbagian Keuangan ;
k) Menyiapkan bahan – bahan dalam rangka penyusunan kebijakan , pedoman, dan petunjuk teknis mengenai penyusunan program – program kerja di lingkungan Subbagian Keuangan serta program kerja tahunan; l)
Mengintenverisasi permasalahan yang berhubungan dengan penyusunan program – program di lingkungan Subbagian Keuangan serta menyiapkan bahan – bahan dalam rangka pemecahan masalah;
m) Menghimpun dan menginventarisasi dalam rangka perumusan kebijakan bidang Keuangan;
66
n) Melakukan koordinasi terhadap satuan kerja perangkat daerah dalam proses perencanaan, pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan bidang Keuangan; o) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah terkait malalui Sekretariat Dinas Pekerjaan Umum, dalam pelaksanaan tugas Subbagian Keuangan; dan p) Melakukan tugas lain yang di berikan oleh Sekretaris baik secara tertulis maupun lisan sesuai dengan tugasnya dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas Sekretariat.
4. Subbagian Umum Subbagian umum mempunyai tugas melakukan pengelolaan tata usaha, surat menyurat dan kepegawaian, dan uraiannya sbb; a) Menghimpun dan membuat rencana dtrategis, program kerja serta kegiatan di lingkungan Subbagian Umum; b) Merencankan kegiatan Subbagian Umum dan Kepegawaian berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya, sebgai bahan untuk merencanakan kegiatan sesuai dengan peraturan yang telah di tetapkan; c) Memberi petunjuk kepada bawahan di lingkunga Subbagian Umum agar dalam melaksankan tugas sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang berlaku sehingga tercapaia efektifitas dan efesiensi pelaksanaan tugas; d) Membagi tugas atau kegiatan kepada para bawahan di lingkungan Subbagian Umum dengan memberikan arahan baik secara tertulis maupun lisan sesuai dengan permasalahan dan bidang tugasnya masing – masing ;
67
e) Membimbing para bawahan di lingkuangan Subbagian Umum dan melasanakan tugas agar sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku ; f)
Memriksa, mengoreksi dan mengontrol hasil kerja para bawahan di lingkungan Subbagian Umum guna penyempurnaan lebih lanjut;
g) Menilai
kinerja
para
bawahan
di
lingkungan
subbagian
Umum
berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk dipergunakan sebagai bahan dalam peningkatan karier; h) Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang – undangan, kebijakan teknis. Pedoman dan petunjuk teknis serta bahan – bahan lainnya yang berhubungan dengan penyusunan program – program pada Subbagian Umum sebagai pedoman dan landasan kerja; i)
Menghimpun, membuat, dan mengevaluasi laporan Akuntabilitas, Kinerja Triwulan, Semester dan tahunan di lingkungan Subbagian Umum ;
j)
Mencari, mengumpulkan, menghimpun , dan mengelola data dan informasi yang berhubungan dengan penyusunan program – program di lingkungan Subbagian Umum ;
k) Menyiapkan bahan – bahan dalam rangka penyusunan kebijakan , pedoman, dan petunjuk teknis mengenai penyusunan program – program kerja di lingkungan Subbagian Umum serta program kerja tahunan; l)
Mengintenverisasi permasalahan yang berhubungan dengan penyusunan program – program di lingkungan Subbagian Umum serta menyiapkan bahan – bahan dalam rangka pemecahan masalah;
m) Menghimpun dan menginventarisasi dalam rangka perumusan kebijakan bidang Umum;
68
n) Melakukan koordinasi terhadap satuan kerja perangkat daerah dalam proses perencanaan, pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan bidang Umum; o) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah terkait malalui Sekretariat Dinas Pekerjaan Umum, dalam pelaksanaan tugas Subbagian Umum; dan p) Melakukan tugas lain yang di berikan oleh Sekretaris baik secara tertulis maupun lisan sesuai dengan tugasnya dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas Sekretariat.
5. Bidang Bina Marga Bidang Bina Merga mempunyai tugas membantu Kepal Dinas dan melakunkan
kegiatan
dalam
menyusun
perumusan
kebijakan
teknis,
menyelenggarakan dan melayani urusan pemerintahan serta pembianaan di bidang b ina marga. Bidang Bina Marga dalam melaksanakan tugasnya , menyelengggarakan fungsi; a) Penyusunan perumusan kebijakan teknis di bidang bina marga ; b) Menylenggarakan dan pelayanan urusan pemerintahan di bidang bina marga; c) Pembianaan dan pelaksanaan tugas di bidang bina marga; dan d) Pelaksanaan tugas lain yang di berikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum.
69
6. Bidang pengairan Bidang pengairan mempunyai tugas membantu kepala dinas dan melaksanakan
kegiatan
dalam
menyusun
perumusan
kebijakan
teknis,
menyelenggarakan dan melayani urusan pemerintahan serta pembinaan di bidang pengairan. Bidang pengairan dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi; a) Penyusunan perumusan kebijakan teknis di bidang pengairan; b) Penyelenggaraan dan pelayanan urusan pemerintahan di
idang
pengairan; c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pengairan; dan d) Pelaksanaan tugas lain yang di berikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum.
7. Bidang Cipta Karya Biadang cipta karaya mempunyai tugas membantu kepala dinas dan melakukan
kegiatan
dalam
mnyusun
perumusan
kebijakan
teknis,
menyelenggarakan dan melayani urusan pemerintahaan serta pembinaan di bidang cipta karya. Bidang cipt karya dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi; a) Penyusunan perumusan kebijakan teknis di bidang cipta karya; b) Penyelenggaraan dan pelayanan urusan pemerintahan di bidang cipta karya; c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang cipta karya; dan d) Pelaksanaan tugas lain yang di berikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum.
70
8. Bidang Penyehatan Lingkungan Pemukiman Bidang penyehatan lingkungan pemukiman mempunyai tugas membantu kepala dinas dan melakukna kegiatan dalam penyusunan perumusan kebijakan teknis, menyelenggarakan dan melayani urusan pemerintahan serta pembinaan di bidang penyehatan lingkungan pemukiman. Bidang
penyehatan
lingkungn
pemukiman
dalam
melaksanakan
tugasnya, menyelenggarakan fungsi; a) Penyusunan
perumusan
kebijakan
teknis
di
bidang
penyehatan
lingkungan pemukiman; b) Menyelenggarakan dan melayani urusan pemerintahan di bidang penyehatan lingkungan pemukiman; c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penyehatan lingkungan pemukiman; dan d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum.
9. Unit Pelaksanaan Teknis Dinanas ( UPTD ) a) UPTD mempunyai tugas melaksankan kegiatan sesuai dengan fungsinya serta melaksanakan sebagian tuas dinas yang di berikan oleh Kepala Dinas; b) Pengelompokan dan pembagian tugas akan di atur lebih lanjut oleh Kepala dinas; c) UPTD dipimpin oleh seorang kepala UPTD yang berada di bawah dan tanggung jawab kepada kepala dinas.
71
10.Kelompok Jabatan Fungsional a) Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang jabatan fungsional yang di pimpin oleh seorang tenaga fungsional senior selaku ketua kelompok yang berada di bawah dan tanggung jawab Kepala Dinas. b) Pembentukan kelompok jabatan fungsional serta pengatuarannya lebih lanjut di tetapkan oleh Bupati sesuai dengan perundang- undangan yang berlaku.
72
BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil dan Pembahasan Deskripsi hasil penelitian tentang gaya kepemimpinan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru yang diperoleh melalui data dari hasil wawancara.
4.1.1 Deskripsi Gaya Kepemimpinan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan Kepala Dinas Pekerjaan
Umum
Kabupaten
Barru,
penulis
memilih
3
dimensi
gaya
kepemimpinan yang dikemukakan oleh White & Lippit yaitu Otokratis, Demokratis, dan Laissez faire.Besarnya Gaya Kepemimpinan terhadap masingmasing indikator ditetapkan dalam sistem wawancara terhadap pegawai. a. Gaya kepemimpinan Otokratis Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri "policy" dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusankeputusan sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab
penuh.
Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya.Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan dan cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan.Dalam
73
kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya. Dalam hasil wawancara pada pegawai di Dinas pekerjaan Umum Kabupaten Barru tentang gaya Kepemimpinan Kepala dinas sbb; Menurut Bapak Latanro ( Kabid Cipta Karya ): Dalam Menentukan keputusan – keputusan tugas kantor Kepala Dinas kadang menentukan sendiri keputusan yang akan di ambil dan terkadang juga berkonsultasi dulu terhadap bawahannya,Sedangkan Dalam memberikan perintah Kepala Dinas juga tidak pernah membentak atau memaksa apalagi melototkan mata kepada bawahannya dia selalu lembut dan sopan dalam memberikan sebuah perintah. (wawancara pada tanggal 06 oktober 2012) Selanjutnya menurut Bapak Muh. Hidayah Syafei, ST ( Kasi Perencanaan ) Tentang Tingkat kedisiplinan Kepala Dinas dalam melakukan pengawasan terhadap para pegawai sangatlah cukup disiplin terutama dalam hal tata tertib yang telah di tetapkan, Kalau tentang sikap kepemimpinanan Kepala Dinas, Kepala Dinas cukup koordinatif dan sangat dekat dengan bawahannya. ( Wawancara pada tanggal 08 oktober 2012 ) Sedangkan Menurut Bapak Ushuluddin ST, Msi ( Kabid Pengairan ) Menyatakan bahwa mengenai penyelesaian masalah dalam organisasi Kepala Dinas tetap mengkoordinasikan terlebih dahulu kepada bawahannya barulah Kepala Dinas mengambil langkah – langkah untuk penyelesaian masalah tersebut. ( wawancara Tanggal 08 oktober 2012 ) Dari beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Juga Menerapkan Gaya kepemimpinan
Otokratis walaupun Itu tidak dominan.
74
B. Gaya Kepemimpinan Demokratis Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Disini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dan kondisi yang tepat, akan menjadikan hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi
bawahan
dalam
menyelesaikan
tugasnya
untuk
meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan "human relation" (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar. Dalam hasil wawancara pada pegawai di Dinas pekerjaan Umum Kabupaten Barru tentang gaya Kepemimpinan Kepala dinas sbb;
Menurut Bapak Cakrawala ( kabid Binan Marga ) Dalam hal pengambilan keputusan tugas dinas Kepala Dinas selalu memberikan kesempatan pada bawahannya untuk memberikan saran – saran atau ide – ide, begitu juga dalam diskusi kerja tentang pelaksanaan tugas Kepala Dinas Slalu ikut ambil bagian. ( wawancara pada tanggal 09 oktober 2012 ) Selanjutnya menurut Bapak Drs.Yudi Asmoro Basuki ( Kabid PLP) Dalam merumuskan suatu kebijakan atau keputusan Kepala Dinas mengajak tiap–tiap kepala bidang untuk bersama sama merumuskan suatu kebijakan sedangkan pengambilan keputusan Kepala Dinas yang menentukan, dan Kepala Dinas juga
75
memberikan kebebasan pada pegawai untuk berkarya dalam melaksanakan tugas masing – masing. ( Wawancara pada tanggal 13 oktober 2012 ) Sedangkan menurut Bapak Amir Saleh ( Kasi Pemeliharaan ) Kepala Dinas selalu memberi kesempatan kepada pegawai dalam memeberikan saran serta ide-ide dalam hal pekerjaan dinas, serta Kepala Dinas Juga sering mengajak para pegawai untuk bersama sama merumuskan suatu kebijakan tugas dunas. ( wawancara pada tanggal 09 oktober ) Dari beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa Kepala Dinas Pekerjaan Umum lebih dominan menerapkan gaya kepemimpinan demokratis.
C. Gaya Kepemimpinan Laises Faire. yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebiiakan oraanisasi. Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini
pemimpin
akan
meletakkan
tanggung
jawab
keputusan
sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan.Pemimpin ini lebih aktif di luar dari pada di dalam organisasi, Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya.
76
Dalam hasil wawancara pada pegawai di Dinas pekerjaan Umum Kabupaten Barru tentang gaya Kepemimpinan Kepala dinas sbb; Menurut Bapak A.Novrizal ( Sekertaris ) 45 % Kepala Dinas aktif di dalam kantor dan 55% lebih aktif di luar kantor sedangkan masalah konflik internal di dalam organisasi tetap di ambil oleh pimpinan organisasi ( Kepala Dinas ) ( wawancara tanggal 13 oktober 2012 ) Selanjutnya menurut Ibu Hartati ( Kasubbagian Umum ) Dalam melaksanakan suatu tugas Kepala Dinas memberikan kebebasan para pegawai untuk berkretifitas itupun tugas tertentu saja, sedangkan untuk tugas yang sifatnya terkoordinasi itu asih di bawa pengawasan Kepla Dinas. ( wawancara pada tanggal 13 0ktober 2012 ) Sedangakan Menurut Ibu Syarifah B.A ( K.Subbagian Penyusunan Program ) Kepala Dinas tentu Berpartisipasi langsung dalam urusan – urusan organisasi tertentu saja misalnya penyusunan program dinas, urusan tugas – tugas dinas dan lain – lain , sedangkan yang sifatnya formalitas Kepala Dinas menyerahkan kepada pgawai saja. ( wawancara pada tanggal 13 oktober 2012 ) Dari beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa Kepala Dinas Pekerjaan Umum juga menerapkan gaya kepemimpinan Laises fire.
4.2.2 Deskripsi Pencapaian Tujuan Organisasi Untuk mengetahui keberhasilan Dinas Pekerjaan Umum dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya, maka penulis membuat suatu pernyataan untuk sebagian responden ( mewakili seluruh responden ) yang dapat dilihat dalam hasil wawancara di bawah ini: Menurut Ibu syarifah Ulfah ( K.Subbagian Keuangan )
77
Dalam hal pencapaian visi,misi dan tujuan Dinas Pekerjaan Umum telah berjalan dengan baik dan benar. ( wawancara tanggal 13 oktober 2012 ) Menurut bapak syahrullah ( staf bina marga ) Pencapaian visi,misi da tujuan Dinas pekerjaan Umum sudah berjalan dengan baik.( wawancara tanggal 13 oktober 2012 ) Sedangkan menurut Bapak sulkifli ( kasi Kebersihan ) Pencapaian visi,misi dan tujuan Dianas pekerjaan Umum sudah berjalan dengan baik dan benar. ( wawancara tanggal 13 oktober 2012 ) Dari hasil wawancara kita dapat melihat hasil dari tanggapan 3 orang pegawai (yang mewakili seluruh pegawai) terhadap pencapaian visi,misi dan tujuan organisasi telah berjalan dengan baik dan benar . Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Barru telah menjalankan pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi dengan baik dan benar.
78
BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka
dapat
dinyatakan
bahwa
Kepala
Dinas
dalam
menjalankan
kepemimpinannya di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru menerapkan ketiga gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh White & Lippit, yakni gaya kepemimpinan
Otokratis,
gaya
kepemimpinan
Laizzes
Faire.
kepemimpinan Namun
Demokratis,
intensitas
dan
gaya
penerapan
gaya
kepemimpinannya masing-masing berbeda karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Hasil dari wawancara menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan Demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang paling dominan diterapkan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru dalam hal ini Bapak Muhammad Rusdy, M.Si , Sedangkan gaya kepemimpinan otokratis hanya sebagian kecil di terapkan Contoh,Kepala Dinas Biasa Menentukan Sendiri keputusan yng akan di ambil dan cukup disiplin dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya, begitupun dengan gaya kepemimpinan Laises fire contoh, Kepala Dinas lebih aktif di luar kantor daripada di dalam kantor. Oleh karena itu gaya kepemimpinan yang telah diterapkan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru dalam hal ini gaya kepemimpinan demokratis, sangat membantu Kepala Dinas untuk mencapai tujuan organisasi tebukti hasil wawancara responden menyatakan bahwa pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi telah dijalankan dengan baik dan benar.
79
5.2. Saran Dari hasil penlitian dan kesimpulan yang ada, dengan melihat prospek ke depan, maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal yang kemudian dijadikan sebagai bahan rekomendasi, yaitu sebagai berikut : 1. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru dapat mempertahankan dan terus mengembangkan gaya kepemimpinan demokratis yang saat ini masih diterapkan agar pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi dapat dijalankan dengan lebih baik lagi. 2. Hendaknya dalam menjalankan tugasnya setiap pemimpin harus lebih terbuka dan transparan terhadap seluruh bawahannya. 3. Dinas Pekerjaan Umum merupakan instansi yang bergerak di bidang pelayanan masyarakat yang mengharuskan pegawainya aktif dalam memberikan pelayanan kepada warga. Dengan menambah pegawai yang mempunyai usia produktif maka pelayanan dapat lebih efektif lagi. 4. Walaupun dengan penerapan gaya kepemimpinan demokratis pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Barru saat ini berjalan dengan baik, namun kebebasan harus ditunjang dengan pengawasan yang baik demi mengembangkan kedisiplinan pegawai tersebut.
80
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi VI. Rhineka Cipta : Yogyakarta. Dale, Robert D. 1992. Pelayanan sebagai Pemimpin. Gandum Mas : Malang. Handoko, Hani T, Dr.MBA dan Reksohadiprodjo Sukanto, Dr. M.Com.1996. Organisasi Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta : BPFE. Harbani, Pasolong.2008.Kepemimpinan Birokrasi, Bandung : CV.Alfabeta. Heidjrachman, H. Suad. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta : BPFE. Hersey, Paul. 1994. Kunci Sukses Pemimpin Situasional. Jakarta : Delaprasata. Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta. Kristiadi. 1996. Kepemimpinan. Jakarta: LAN RI Nawawi, Hadari & Hadari, M. Martini. 2004. Kepemimpinan yang Efektif. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta Mangkunegara, A. A. P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mathis, Robert dan John Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Buku 2. Jakarta: PT. Salemba 4. Pangewa, Maharuddin. 1989. Kepemimpinan dalam proses administrasi. Ujung Pandang: FPIPS IKIP. Prasetyo, Bambang. 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Rasyid M Ryaas. 2000. Makna Pemerintahan. Mutiara sumber Widya : Jakarta Rivai, Veithzal. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisis Kedua. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta Robbins, Stephen. P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan Oleh Halida , Dewi Sartika. Erlangga Salusu. 2006. Pengambilan keputusan stratejik. PT. Grasindo : Jakarta. Sedarmayanti. 2007. Manajemen SDM cetakan 1. PT. Refika Aditama. Bandung.
81
Siagian P. Sondang. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rhineka Cipta. Sugiyono. 2006, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : CV.Alfabeta. Sutarto, 2006, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Cetakan Ketujuh. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Thoha, Miftah.2007.Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Tohardi, Ahmad. (2002). Pemahaman praktis manajemen sumber daya manusia.Bandung: Mandar Maju. Usman, Husaini. 2004, Metodologi Penelitian Sosial , Jakarta: PT. Bumi Aksara Wirjana, Bernardine R, Susilo Supardo 2005, Kepemimpinan dasar-dasar dan pengembangannya, Andi : Yogyakarta. Mohamad Laica Marzuki, Siri’ : Bagian Dari Kesadaran Hukum Rakyat BugisMakassar, (Bandung: Universitas Padjajaran, 1995), hlm. 214 Suriadi Mappangara, Ensiklopedia Sejarah Sulawesi Selatan Sampai Tahun 1905, (Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, 2004), hlm. 137-138. http://duniabaca.com/hakekat-dan-teori-kepemimpinan.html http://mahardikhareza.blogspot.com/2011/05/tipe-tipe-teori-kepemimpinan.html
82
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Ikhsan Adiputra Lubis
Tempat/ tanggal lahir
: Barru, 04 Juni 1989
Email
:
[email protected]
Alamat
: Bumi Tamalanrea Permai Blok Af no 584
No. Tlp/ Hp
: 085330817477
Agama
: lSLAM
Nama Orang Tua
: Ayah = ir, Baso Lubis Syamsudin Ibu
= Hj. Nyamriani BA
Status Dalam Keluarga : Anak Pertama Dari Dua Bersaudara
Riwayat Pendidikan Formal :
TK Pertiwi Kab Barru (1994-1995)
SD Negeri 3 S.binangae Kab Barru (1995-2001)
SLTP Negeri 2 Kab. Barru (2001-2004)
SMK Negeri 1 Kab. Barru (2004-2007)
Universitas Hasanuddin, Jurusan Ilmu Administrasi FISIP (2007)
Pengalaman Organisasi :
Anggota Pramuka SMP Negri 2 kab. Barru (2003-2004)
Anggota Pramuka SMK Neg. 1 Kab. Barru (2004-2005)
Wakil Ketua Pramuka SMK Neg. Kab. Barru (2006-2007)
Ketua Ekskul Basket SMK Negeri 1 Kab. Barru (2006-2007)
83
84