BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak
penelitian yang mencoba memahami fenomena ini (Milletich et. al, 2010; O’Keefe, 2005; Capaldi et. al, 2003). Dukungan sosial merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk seseorang untuk menjadi pelaku ataupun korban dalam kekerasan dalam pacaran (Leadbeater et. al, 2008; Tyler et. al, 2011) Dilihat dari data Dinas Sosial pada korban tindak kekerasan tahun 2013 di wilayah DKI Jakarta yang berjumlah 63 orang pada laki-laki dan perempuan (http://dinsos.jakarta.go.id/?page=filterpmks). Kekerasan dalam pacaran adalah tindakan emosional, psikologis, fisik, dan seksual yang kasar. Perilaku kasar ini dapat digunakan, dengan atau tanpa niat atau pemahaman dalam hubungan pacaran yang melibatkan setidaknya satu remaja (Payne, Ward, Miller, & Vasquez, 2013).
Kekerasan dalam
pacaran ada berbagai jenis: fisik, emosional, verbal, psikologis, dll. Dalam penelitian Davis (2008) definisi pada kekerasan fisik yaitu setiap perilaku kekerasan yang bertujuan untuk mengendalikan atau menyakiti pasangan dan
1
2
termasuk pula ancaman dan tindakan intimidasi, seperti memukul yang disengaja, menampar, atau secara fisik disakiti oleh pacar lelaki atau pacar perempuannya. Kekerasan/pelecehan verbal biasanya yang menjadi penanda bahwa hubungan memiliki potensi untuk menjadi kekerasan fisik dan beberapa remaja bisa salah mengartikan agresi/pelecehan verbal sebagai bentuk cinta (Wall, 2009). Sedangkan kekerasan emosional lebih dirasakan atau berdampak pada perasaan sakit hati, tertekan, marah, perasaan terkekang, minder, dan perasaan lain-lain yang tidak nyaman (Nurakhmi & Astuti, 2008). Ketiganya juga sering disebut perilaku kekerasan dalam pacaran. Namun perilaku kekerasan dalam pacaran tidak hanya mencakup pelecehan fisik saja, tapi juga pelecehan seksual dan pelecehan psikologis (Lamm, 2010). Kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita samasama terlibat dalam kekerasan hubungan pacaran, keduanya bisa menjadi pelaku maupun korban namun biasanya perempuan yang lebih menerima luka serius (Wall, 2009), namun hal ini bertentangan dengan penelitian yang lain yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan gender pada kekerasan dalam pacaran (Windle & Mrug, 2008). Laki-laki digambarkan sebagai agresif dan perempuan digambarkan sebagai pasif (Wall, 2009), hal ini dikarenakan bahwa anak laki-laki cenderung menggunakan kekerasan fisik sebagai sarana untuk mengontrol pacar mereka, sedangkan anak perempuan lebih cenderung menggunakan kekerasan fisik untuk membela diri (Davis, 2008).
3
Kekerasan dalam pacaran yang serius tidak diragukan lagi akan tetap menjadi masalah utama tidak hanya bagi remaja tapi pendidik, orang tua dan juga masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kekerasan dan konflik keluarga, gaya pengasuhan yang otoriter, hubungan orangtua-anak, pemantauan orangtua dan kekerasan saudara kandung didalam keluarga, dan norma-norma teman sebaya dan keterlibatan teman sebaya pada kejahatan perilaku dalam kelompok teman sebaya (Stewart, 2010). Dukungan orangtua umumnya didefinisikan sebagai perlakuan yang membuat seorang individu percaya bahwa ia dilindungi, dicintai, dihargai dan bernilai yang dapat mempengaruhi pemikiran dan keyakinan remaja tentang hubungan pacaran (Richards, Branch, & Ray, 2014). Pada penelitian Wall (2009) menjelaskan bahwa kedeketan orangtua khususnya ibu memiliki pengaruh yang sangat penting pada perkembangan harga diri anak remajanya sebagai pembentukan dasar seorang anak dan hal ini mempengaruhi pandangan-pandangan tentang hubungan kekerasan. Pemantauan orangtua muncul sebagai faktor pelindung untuk mengurangi korban dan agresi relasional kekerasan dalam pacaran. Namun dalam penelitian (Richards, Branch, & Ray, 2014), membuktikan bahwa dukungan teman sebaya berhubungan erat dan berpengaruh lebih besar untuk menurunkan tingkat kekerasan dalam pacaran pada remaja dibandingkan dengan dukungan dari orangtua. Studi sebelumnya
4
menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh secara berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Tetapi dibandingkan anak laki-laki, anak perempuan secara signifikan lebih mungkin untuk mendapatkan dukungan sosial. Remaja laki-laki dan perempuan dihubungkan memiliki harapan yang berbeda tentang komitmen, kesetiaan dan pemahaman dari teman-teman. Orang tua tetap memeiliki pengaruh pada anak selama masa remaja, namun pengaruh teman lebih dominan dibandingkan orang tua, hal ini dikarena anak lebih menghargai nilai-nilai persahabatan. Penelitian Leadbeater, Banister, Ellis, dan Yeung (2008) menjelaskan remaja mungkin belajar tentang hubungan yang romantis dengan mengamati dan merefleksi atas perilaku orang lain. Dan dari paparan di atas ditemukan bahwa dukungan dari keluarga dan teman berpengaruh dan berkorelasi terhadap kecenderungan seseorang untuk melakukan atau menjadi korban kekerasan dalam berpacaran. Sejauh yang peneliti ketahui, belum ada penelitian yang menunjukkan bagaimana hubungan orang yang spesial terhadap kecenderungan kekerasan dalam berpacaran. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengeksplor lebih jauh tentang dukungan dari orang yang spesial terhadap kecenderungan kekerasan dalam berpacaran baik itu dari sisi korban maupun pelaku.
5
1.2.
Perumusan Masalah Dalam perumusan masalah ini perlu dibatasi masalahnya sehingga
menjadi suatu permasalahan pokok, yang nantinya dapat lebih mengarahkan penelitian ini, adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara dukungan orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku? 2. Apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku? 3. Apakah terdapat hubungan antara dukungan teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku? 4. Apakah terdapat hubungan antara dukungan orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban? 5. Apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban? 6. Apakah terdapat hubungan antara dukungan teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban?
6
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah 1. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku 2. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku 3. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku 4. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban 5. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban 6. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban
7
1.3.1. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sehingga akan menjadi bahan literature yang dapat digunakan untuk perkembangan ilmu psikologi khususnya pada bidang psikologi sosial, juga
untuk
melengkapi
kekurangan
dari
penelitian-penelitian
sebelumnya. b. Manfaat praktis 1. Bagi remaja maupun dewasa awal untuk memiliki sikap yang tegas dan melakukan self-evaluation untuk mengembalikan keyakinan dan harga dirinya kembali sebagai bentuk penghargaan untuk dirinya sendiri dalam hubungannya dengan pasangan mereka untuk tidak melakukan atau menghetikan kekerasan dalam berpacaran. Remaja laki-laki maupun wanita, yang melakukan kekerasan maupun yang menjadi korban kekerasan harus bisa memiliki pemikiran-pemikiran yang relevan untuk menghindari ataupun menghentikan hubungan yang tidak sehat. 2. Bagi orang tua untuk menanamkan kedeketan dan memberikan pesan-pesan moral agar menciptakan pembentukan dasar pada anak
untuk
memberikan
pandangan-pandangan
positif
bagaimana hubungan dengan pasangan yang baik pada anak-
8
anaknya. Dan membangun harga diri pada anak-anaknya agar tidak mentolerir kekerasan dalam hubungan berpacaran. 3. Bagi Pemerintah untuk memberikan kemudahan akses pelayanan masyarakat seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) dan lembagalembaga lainnya kepada masyarakat luas agar dapat dengan mudah melakukan pengaduan jika terlibat dalam kekerasan.