BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ajaran Islam menjadikan ibadah yang mempunyai aspek sosial sebagai landasan membangun suatu sistem yang mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat. Dengan mengintegrasikan dalam ibadah, berarti memberi peranan penting pada keyakinan keimanan yang mengendalikan seorang mukmin dalam hidupnya. Demikianlah fungsi sesungguhnya dari ibadah yang dikenal dengan nama zakat.1 Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (Nishab) dan rentang waktu setahun (haul). Tujuannya adalah untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu aset – lembaga – ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun kesejahteraan ummat. Karena itu al-Qur’an memberi rambu agar zakat yang dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang-orang yang benarbenar berhak menerima zakat).2 Adapun dinamakan zakat, karena dengan zakat itu dapat mensucikan dari kotoran kikir dan dosa, serta memperbanyak pahala yang akan diperoleh bagi mereka yang mengeluarkannya. Zakat merupakan manifestasi dari gotong royong antara para hartawan dan fakir miskin. Dengan mengeluarkan zakat 1
Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, Bandung : Mizan, 1994, hlm. 233 Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual ; Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Edit:Muammar Ramadhan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet I, 2004, hlm.259 2
1
2
berarti secara tidak langsung melindungi masyarakat dari bencana sosial yaitu kemiskinan, kelemahan fisik dan mental. Masyarakat yang terpelihara dari bencana-bencana tersebut menjadi masyarakat yang dinamis, sabar dan aktif di dalamnya yaitu suatu sikap keberagamaan yang harmonis sekaligus membantu terhadap sesama dalam kemaslahatan.3 Masalah ketentuan zakat disebutkan dalam al-Qur’an secara ringkas, bahkan lebih ringkas lagi seperti halnya shalat, maka secara khusus al-Qur’an memberikan perhatian dengan menerangkan kepada siapa zakat itu diberikan. Orang-orang yang berhak menerima zakat telah ditetapkan oleh Allah SWT., sebagaimana firman-Nya:
ﻢ ﻭﰱ ﺍﻟﺮﻗﺎﺏ ﻭﺍﻟﻐﺎﺭﻣﲔﺍﳕﺎ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﺍﳌﺴﺎﻛﲔ ﻭﺍﻟﻌﻠﻤﻠﲔ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺍﳌﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮ (60 : ﻭﰱ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﷲ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺴﺒﻴﻞ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ ﺍﷲ ﻭﺍﷲ ﻋﻠﻴﻢ ﺣﻜﻴﻢ )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ Artinya:”Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin, amil, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, hamba sahaya, orangorang yang berhutang, orang-orang yang berjuang dijalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketentuan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”4 (Q.S.at-Taubah:60) Dari ayat tersebut telah jelas sekali siapa-siapa saja orang yang berhak untuk mendapatkan bagian zakat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Daud, Rasulullah juga menegaskan tentang kewajiban membagi zakat kepada 8 golongan, sebagaimana hadits tersebut dibawah ini.
3
T.M.Hasbi ash-Shiddiqy, Pedoman Zakat, Jakarta: Bulan Bintan g, Cet.5, 1984, hlm.29 4 Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan Tarjamahnya, Jakarta, 1993, hlm. 288
3
ﻡ ﻓﺒﺎﻳﻌﺘﻴﻪ ﻓﺎﺗﻰ ﺭﺟﻞ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻋﻄﻰ ﻣﻦ.ﻋﻦ ﺯﻳﺎﺩ ﺍﺑﻦ ﺍﳊﺎﺭﺙ ﺍﻟﺼﺪﺍﺉ ﻗﺎﻝ ﺍﺗﻴﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺹ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺍﻥ ﺍﷲ ﱂ ﻳﺮﺽ ﲝﻜﻢ ﻧﱮ ﻭﻻ ﻏﲑﻩ ﰱ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻣﻦ ﺣﻜﻢ ﻓﻴﻬﺎ 5(ﻓﺠﺰﺍﻫﺎ ﲦﻨﻴﺔ ﺍﻣﺮﺍﺀ ﻓﺈﻥ ﻛﻨﺖ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﺟﺰﺍﺀ ﺍﻋﻄﻴﺘﻚ ﺣﻘﻚ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﻭﺩ Artinya:”Dari Ziyad ibn al-Harits ash-Shada’i, ia berkata: aku pernah datang ke tempat Rasulullah, lalu berbai’at, maka tiba-tiba datanglah seorang laki-laki sambil berkata: Berilah aku, sesungguhnya Allah tidak rela terhadap hukumnya seorang rasul maupun lainnya dalam hal shadaqah sehingga dia sendiri menemukan hukumnya, maka ia membagi shadaqah itu kepada 8 golongan. Karena itu jika engkau termasuk salah satu satu dari golongan itu maka engkau akan kuberi.”(H.R. Abu Dawud) Sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an surah at-Taubah dan Hadits di atas, salah satu ashnaf penerima zakat adalah ibnu sabil. Ibnu sabil diartikan sebagai orang-orang musafir yang bertujuan untuk kebaikan yang baginya berhak menerima zakat.6 Menurut Jumhur ulama, ibnu sabil adalah kiasan musafir, yaitu orangorang yang melintas dari satu daerah ke daerah lain.7 Begitu juga para fuqaha mengartikan ibnu sabil dengan musafir yang kehabisan bekal.8 Menurut Ibnu Abidin dalam kitabnya Radd al-Mukhtar, bahwa ibnu sabil adalah orang-orang yang bepergian di dalam negeri atau keluar negeri yang hartanya tidak bersamanya, dikarenakan tertunda sulit dibawa atau tidak diketahui keberadannya.9 Imam Malik berpendapat bahwa ibnu sabil adalah orang yang bepergian yang membutuhkan sesuatu untuk melanjutkan perjalanannya 5
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nail al-Authar, jilid II, Dar alKitab al-‘Arabi, Beirut, Libanon, hlm. 123 6 Husain Bahreisy, Pedoman Fiqh Islam, Surabaya : al-Ikhlas, 1980, hlm. 221 7 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat ( Terj ), Jakarta : Lentera Antar Nusa, 2002, hlm. 645 8 Muhammad Saifuddin Zuhri, Zakat Kontekstual, Semarang : Bima Sakti, 2000, hlm. 75 9 M. Amin Syakir ibn Abidin, Radd al-Mukhtar, Juz 3, Beirut – Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, hlm. 290
4
walaupun ia di daerahnya termasuk orang kaya, seperti orang yang pergi haji yang kehabisan bekal dalam perjalanan, maka ia termasuk ibnu sabil.10 Pendapat yang lain adalah dari Ibnu Hazm, ia berpendapat, bahwa ibnu sabil adalah orang-orang yang keluar (bepergian) tidak dalam kemaksiatan, maka dia menbutuhkan (bantuan). Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pendapat Ibn Hazm tentang ibnu sabil, maka penulis akan membahas masalah tersebut dalam skripsi yang berjudul: “Pendapat Ibnu Hazm Tentang Ibnu Sabil Sebagai Mustahiq Zakat”. B. Rumusan Masalah Setelah penulis memaparkan uraian di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana Pendapat Ibn Hazm tentang ibnu sabil sebagai Mustahiq Zakat? 2. Apa Metode Istinbath Hukum Ibn Hazm tentang ibnu sabil? 3. Bagaimana Relevansinya ibnu sabil dengan kondisi sekarang? C. Tujuan Penelitian Setelah penulis menyampaikan beberapa permasalahan di atas, maka penulisan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Formal Untuk memenuhi salah satu syarat Akademik, guna memperoleh gelar Sarjana (S-I) Hukum Islam Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.
10
Imam Malik, Mudawanah al- Kubra Beirut: Dar al-Fikr, Juz I, hlm.256
5
2. Tujuan Materiil a. Untuk mengetahui pendapat Ibn Hazm tentang ibnu sabil b. Menganalisa pendapat Ibn Hazm tentang ibnu sabil sebagai mustahiq zakat dan mengetahui metode istinbath hukumnya. c. Untuk mengetahui relevansi ibnu sabil pada kondisi sekarang ini. D. Telaah Pustaka Penelitian dan pembahasan tentang ibnu sabil sudah banyak dilakukan oleh para ulama klasik. Mereka telah banyak mencurahkan pemikirannya untuk memaparkan ide tentang konsep ibnu sabil dengan berbagai tujuan yang mereka harapkan. Disisi lain penelitian tersebut pada umumnya hanya berkutip seputar pengertian ibnu sabil dan masalah kepergian dan tujuannya. Untuk mendukung penulisan karya ilmiah ini dan untuk menghindari plagiatisme karya ilmiah, maka penulis tidak lepas dari kebutuhan terhadap kitab-kitab atau buku-buku yang berkaitan dengan masalah ibnu sabil. Terutama untuk mengetahui pendapat Ibnu Hazm tentang ibnu sabil sebagai mustahiq zakat. Yang telah dijelaskan dalam kitab al-Muhalla, ia mengatakan bahwa, Ibnu sabil adalah orang yang bepergian tidak dalam kemaksiatan lalu dia membutuhkan (bantuan). Fungsi dari pada adanya telaah pustaka adalah sebagai bahan perbandingan, apakah masalah yang akan kita bahas sudah ada yang bahas atau belum, dan sebagai bahan masukan untuk permasalahan yang akan kita kaji. Oleh karena itu, penulis dalam menulis skripsi ini tidak lepas dari pada penelaahan terhadap buku-buku maupun karya yang lain yang ada
6
hubungannya dengan permasalahan yang akan penulis kaji. Oleh karena itu, penulis akan menelaah beberapa karya ilmiah.Diantaranya, yaitu: Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Terhadap Pendapat Dr. Sahal Mahfudz Tentang Zakat al-Fitr untuk Membangun Masjid” yang ditulis oleh Zaimatul Khasanah (2199046). Dalam skripsi ini dijelaskan tentang kebolehan memberi zakat untuk kepentingan agama (dengan metode kontekstual). Skripsi yang berjudul “Redefinisi Terhadap Fisabilillah Sebagai Mustahiq Zakat Relevansinya Dengan Masa Sekarang” yang ditulis oleh Mahfud Sya’roni (2005). Dalam skripsi ini lebih difokuskan pada masalah fisabilillah, seiring dengan perkembanganm zaman yang semakin maju dan modern saat ini. Sehingga dapat dipahami siapakah fisabilillah pada saat sekarang ini. Temuan dalam skripsi ini adalah, yang termasuk dalam Fisabilillah bukan saja perang dengan menggunakan senjata, akan tetapi segala usaha yang bertujuan mendapatkan ridlo dari Allah. Sedangkan permasalahan yang akan penulis kaji adalah masalah ibnu sabil, jadi jelas berbeda dengan karya tersebut. Skripsi yang berjudul “Analisis Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Pemberian Zakat Kepada Keluarga” yang ditulis oleh Siti Qomariyah (2198153), dalam skripsi ini membahas tentang pendapat Ibnu Taimiyah yang memperbolehkan memberikan zakat kepada kedua orang tua ke atas (kakek dan nenek) dan kepada anak ke bawah (cucu), jika mereka fakir dan tidak menjadi tanggung jawabnya. Apabila terjadi dua kerabat yang membutuhkan, maka kerabat yang paling dekatlah yang harus diutamakan dari kerabat yang
7
jauh. Dan yang terakhir, bahwa kefakiran kedua orang tua dan anak itu merupakan suatu golongan atau bagian yang diprioritaskan dalam penyaluran zakat. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Zakat Fitrah Kepada Dukun Bayi Sebagai Mustahiq Zakat”(Studi Kasus Di Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan). Skripsi yang ditulis oleh Muslihatul Ummah (2198037). Temuan dari skripsi ini adalah: bahwa pemberian zakat fitrah kepada dukun bayi sebagai mustahiq zakat di Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan adalah tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan syari’at Islam dan kasus tersebut masih atau masuk dalam kategori pada ketentuan surat at-Taubah: 60, yaitu masuk kategori sabilillah walaupun di lain pihak masih terjadi beda pendapat. Pemberian zakat yang dilakukan masyarakat Pekalongan Barat Kota Pekalongan dilatarbelakangi oleh faktor sosial, ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Dan hal itu sudah menjadi tradisi yang dipertahankan oleh masyarakat setempat. Skripsi yang berjudul “Studi Pendapat Imam Syamsyudin al-Maqdisy Tentang Konsep Ibnu Sabil Dalam Kitab Syarh al-Kabir”, yang ditulis oleh Arwani (2199052). Dalam skripsi ini membahas tentang konsep ibnu sabil menurut Imam Syamsyudin al-Maqdisy. Menurut Imam Syamsyudin alMaqdisy ibnu sabil adalah orang yang tidak terpisah dari jalannya yang ada padanya, sebagaimana dikatakan anak malam (ibnu lail), untuk orang yang sering keluar diwaktu malam disebut anak jalanan atau gelandangan. Selanjutnya menurut penulis skripsi ini, bahwa penafsiran Imam Syamsyudin
8
al-Maqdisy tentang ibnu sabil yaitu anak jalanan tidak relevan, karena anak jalanan lebih dekat dengan sifat fakir miskin. Buku yang berjudul “Zakat Kontekstual”, karangan Drs. Saifuddin Zuhri, M.Ag, Tahun Terbit 2001. Buku ini terbagi dalam 5 bab. Dimulai dari pendahuluan, al-Qur’an tentang kesejahteraan masyarakat, pandangan ulama tentang ZIS kaitannya dengan al-Qur’an, dan bagian terakhir adalah bab reinterpretasi distribusi zakat dan Undang-undang zakat. Pokok bahasan dalam buku tersebut yang berkaitan dengan judul skripsi penulis, yaitu bahasan tentang reinterpretasi distribusi zakat. Dimana untuk sektor ibnu sabil, untuk masa sekarang, yang mana kondisi masyarakat sudah berbeda dengan masa dahulu, maka untuk bagian untuk ibnu sabil dapat dialokasikan untuk korban bencana alam, orang yang kena suaka politik, dan yang lainnya. Buku karangan DR. Yusuf Qardlawi, yang berjudul “Hukum Zakat”(Terj), dalam buku ini diuraikan secara lengkap tentang berbagai hal yang berhubungan dengan zakat. Kesesuaian dengan permasalahan yang penulis kaji adalah pada pokok bahasan mustahiq zakat, yaitu ibnu sabil. Menutu Yusuf Qardlawi ibnu sabil pada masa sekarang adalah seluruh petunjuk perjalanan yang dilakukan untuk kemaslahatan umum yang manfaatnya kembali pada agama islam atau masyarakat islam. Maka, dari pendapat tersebut dapat penulis jadikan sebagai bahan perbandingan untuk permasalahan yang penulis angkat. Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya sangat ekstrim memberikan pandangan tentang ibnu sabil. Bahwa ibnu sabil pada zaman
9
sekarang ini mungkin tidak ada lagi, karena adanya kemudahan sarana perhubungan yang cepat, sehingga seluruh alam ini seolah-olah menjadi satu negara atau daerah dan berdasarkan banyak cara yang bisa dilakukan manusia untuk mendapatkan hartanya berapa pun dan dimana pun.11 E. Metode Penulisan Skripsi 1. Jenis penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Library research adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan pustaka.12 2. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang ditulis oleh orang pertama / pelaku sejarah itu sendiri.13 Dalam penelitian ini, sumber primernya adalah dari kitab Ibn Hazm, yaitu kitab al-Muhalla. b. Sumber Data Skunder Sumber data sekunder merupakan sumber data penunjang dalam penelitian ini. Sebagai sumber data skunder dalam penelitian ini di antaranya, buku Hukum Zakat (Terj), buku yang berjudul Zakat Kontekstual, dan buku-buku yang relevan lainnya.
11 12
Yusuf Qardhawi, Op.Cit, hlm. 648 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004,
hlm.3 13
Ibid, hlm.5
10
3. Teknik Pengumpulan Data Karena ini merupakan penelitian kepustakaan, maka penulis mengadakan
penelitian
kepustakaan
terhadap
buku-buku
yang
representatif, relevan dan mendukung terhadap obyek kajian, seperti kitab al-Muhalla dan al-Ihkam fi al-Ushul al-Ahkam, sehingga dapat memperoleh data-data skunder yang factual dapat dipertanggungjawabkan dalam memecahkan masalah yang terdapat dalam skripsi ini. 4. Analisis data •
Metode Analisis Dalam melakukan sebuah penelitian , setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah mengolah atau menganalisa data yang sudah ada. Metode yang penulis untuk menganalisis data dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: -
Metode Induksi. Metode induksi adalah metode analisis berfikir yang diawali dari fakta-fakta yang khusus/peristiwa-peristiwa yang konkrit kemudian ditarik generalisasinya yang bersifat umum.14 Metode ini penulis gunakan pada bab III dan bab IV yang akan membahas pendapat Ibn Hazm serta analisisnya.
-
Metode Deduksi Metode
deduksi
adalah
metode
berfikir
dengan
menggunakan atau memberikan gambaran jelas dan menguak suatu
14
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jakarta: Andi Offset, 1997, hlm. 42
11
permasalahan yang problematik yang akan dicapai dari gambaran umum menjadi hal-hal yang khusus.15 Metode ini penulis gunakan dalam bab II sebagai landasan teori. -
Metode Deskriptif, adalah suatu metode sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat.16 Metode ini penulis gunakan dalam menyusun bab III yakni penulisan yang menyajikan data tentang biografi Ibn Hazm, pendapat Ibn Hazm tentang Ibnu sabil, sera metode Istinbath hukumnya.
-
Content Analisis (analisis isi) adalah analisis ilmiah tentang isi pesan komunikasi.17 Metode ini penulis gunakan dalam bab IV, yaitu menganalisis pendapat Ibnu Hazm tentang Ibnu sabil.
Selain metode analisis tersebut, penulis dalam menganalisis juga menggunakan pendekatan sebagaimana dibawah ini: •
Pendekatan Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan Sosio-Historis. Pendekatan sosio-historis mempunyai arti yakni sejarah yang lebih menekankan kepada kajian atau analisis terhadap faktor-faktor bahkan ranah-ranah sosial yang mempengaruhi terjadinya peristiwa sejarah itu sendiri.18 Kaitannya dengan kehidupan
15
Ibid, hlm. 36 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983, hlm.19 17 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002, 16
hlm. 68 18
Azyumardi Azra, Historiografi Islam kontemporer, Wacana Aktualitas dan Aktor Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002, hlm. 4.
12
Ibnu Hazm, yaitu pada saat itu kondisi kehidupan sosial politik dan keagamaan di Andalusia pada awal abad kelima Hiriyah sedang dilanda kemelut politik yang penuh dengan kekacauan akibat perebutan kekuatan tertinggi negara atau jabatan khalifah, persaingan antar etnis dan intervensi barat-kristen yang berada di sekitar Andalusia. Selain kondisi tersebut, sarana transportasi pada saat itu juga masih tradisional, maka wajar jika Ibnu Hazm berpendapat tentang Ibnu Sabil seperti itu. F. Sistematika Penulisan Skripsi Setelah penulis mengemukakan persoalan yang akan penulis bahas, kemudian penulis menyajikan metode penelitian. Hal ini penulis lakukan untuk memudahkan dalam mentelaah dan mengingat materi yang tercaver. Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membahas dari bab I sampai bab V. Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis sampaikan sistematika penulisan skripsi ini, yang urutannya adalah sebagai berikut Bab Pertama Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penulisan, dan sisitematika penulisan. Bab Kedua,Ketentuan Umum Tentang Zakat. Meliputi: pengrtian zakat, dasar hukum zakat, syarat dan wajib zakat, siappa-siapa yang berhak menerima zakat, pengertan ibnu sabil, dasar hukum ibnu sabil, dan pendapat ulama tentang ibnu sabil.
13
Bab Ketiga, membahas tentang Pendapat Ibnu Hazm Tentang Ibnu Sabil Sebagai Mustahiq Zakat. Meliputi: latar belakang kehidupan Ibnu Hazm, karya-karya Ibnu Hazm, pendapat Ibnu Hazm tentang Ibnu Hazm, dan metode istinbath hukum Ibnu Hazm tentang ibnu sabil. Bab Keempat, membahas tentang Eksistensi Ibnu Sabil dan Relevansinya dengan Kondisi Sekarang. Meliputi: pendapat Ibnu Hazm tentang ibnu sabil sebagai mustahiq zakat kaitannya dengan peran dan tugas Amil zakat dan metode istinbath hukum Ibnu Hazm tentang ibnu sabil relevansinya dengan kondisi sekarang. Bab Kelima, penutup merupakan bab terakhir yang meliputi, kesimpulan, saran-saran, dan penutup.