BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan sangat
tinggi.
Masyarakat
mengharapkan
dapat
menerima
pelayanan dari perawat dengan maksimal. Keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan, kreativitas, dan motivasi staf dan karyawannya dalam hal ini perawat yang selama 24 jam berhubungan secara langsung dengan pasien. Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan yang unik karena dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan dan merupakan kelebihan tersendiri dibandingkan dengan pelayanan lainnya. Tenaga perawat yang merupakan “The Caring Profession” mempunyai kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dilakukan dengan pendekatan biopsikososial dan spritual. Untuk melakukan pelayanan tersebut diperlukan motivasi yang tinggi dari dalam diri perawat demi melakukan pelayanan yang maksimal kepada pasien 1.
1
(www.scribd.com, Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Semarang 2003, di akses pada 18 April 2011 pukul 14.15 WIB)
1
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan mutu yang baik, seorang perawat perlu memiliki motivasi yang bermuara kepada kinerja. Untuk mencapai tingkat kinerja yang baik, setiap perawat harus mempunyai motivasi yang tinggi. Motivasi adalah suatu dorongan yang mempengaruhi seseorang
untuk
terus
meningkatkan,
mengarahkan
serta
memelihara perilakunya yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan kerjanya untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan (Hasibuan, 2005). Oleh karena pelayanan keperawatan di rumah sakit sangat penting, dibutuhkan tenaga-tenaga perawat yang handal dan mempunyai motivasi kuat dalam melaksanakan tugasnya khususnya dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Motivasi
dan
kemampuan
untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain memang merupakan syarat pokok yang istimewa bagi manusia yang langsung berpengaruh terhadap tingkat dan mutu kinerja 2. Masalah keperawatan yang sering timbul di rumah sakit pemerintah maupun swasta kerapkali disuarakan oleh masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa. Melalui majalah, surat kabar, dan televisi, keterampilan, keramahan, disiplin, perhatian, tanggungjawab yang kurang optimal menjadi 2
(www.scribd.com, Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Semarang 2003, di akses pada 18 April 2011 pukul 14.15 WIB).
2
contoh-contoh menurunnya pelayanan perawat, penampilan serta sikap dalam menjalankan perannya. Fenomena tersebut seringkali disebabkan oleh banyak faktor, antara lain lingkungan kerja yang kurang memadai, kurangnya penghargaan, dan peraturan yang tidak fleksibel (Rivai, 2000). Motivasi rendah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi yang berdampak pada kinerja perawat di
rumah
sakit
dan
menjadi
keluhan
terhadap
pelayanan
keperawatan (Rifai, 2000). Hasil penelitian Norman (2006) menemukan perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan, belum mampu memberikan pelayanan keperawatan yang terbaik kepada klien, disebabkan karena rendahnya motivasi kerja perawat dan kurangnya kesadaran perawat terhadap status pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan. Hasil penelitian lain tentang pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja perawat menunjukkan bahwa motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Doloksanggul masih rendah. Uji statisfik menunjukkan bahwa motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja perawat di rumah sakit. Hasil uji statistik dengan regresi logistik menunjuk bahwa kinerja dan produktivitas kerja perawat 85,7% (overall percentage 85,7%) dipengaruhi oleh motivasi, sisanya 14,3% di pengaruhi oleh faktor lain.
3
Penelitian
Siregar
(2008)
tentang
pengaruh
motivasi
terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung Tapanuli Utara menunjukkan bahwa 65% perawat kurang perhatian terhadap keluhan pasien; 48% kurang ramah, 53% perawat tidak sering ada di ruangan, dan 42% perawat tidak disiplin. Keluhan tersebut menunjukkan bahwa perawat kurang memberikan pelayanan kepada pasien. Salah satu penyebab
yang
ditemukan
adalah
karena
perawat
kurang
termotivasi akibat perhatian yang kurang dari atasan terhadap prestasi kerja mereka. Hasil laporan dari DEPKES RI tahun 2004, perawat profesional di Indonesia baru mencapai 2% dari total perawat yang ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai 40% dengan pendidikan strata satu dan dua. Laporan Depkes RI tahun 2004 berdasarkan angket Analisis Peningkatan Mutu Pelayanan Pasien Rawat Inap RSUD Kota Semarang
tahun
2004
terhadap
100
pasien
rawat
inap,
menyebutkan 10,23% keluhan pasien terhadap pelayanan perawat dan 2,12% terhadap pelayanan dokter. Data ini menunjukkan masih tingginya keluhan terhadap pelayanan perawat. Berdasarkan standar Departemen Kesehatan diketahui bahwa nilai kinerja keperawatan di Instalasi Rawat Inap (IRNA) masih berada di bawah standar Departemen Kesehatan (80% - 90%).
4
Penelitian Toyib (dalam Hasibuan, 2005) menemukan banyak sekali keluhan dari pasien maupun keluarganya tentang ketidakpuasan dalam penerimaan asuhan keperawatan sejak dari pintu masuk rumah sakit yaitu Unit Gawat Darurat (UGD) hingga instalasi rawat inap. Jika pembayaran dilakukan dengan asuransi kesehatan hanya 9,3% pasien mendapatkan mutu pelayanan baik dibandingkan 22,7% pasien yang mendapatkan mutu pelayanan keperawatan kurang baik. Keluhan masyarakat terhadap perawat adalah administrasi yang berbelit-belit, perawat yang kurang terampil dalam memberikan asuhan keperawatan, kurang tanggap dan
tidak
menindaklanjuti
keluhan
dari
pasien,
kurangnya
koordinasi antara perawat satu dengan yang lain, dan perawat yang memperlihatkan ekspresi wajah yang kurang ramah terhadap pasien maupun keluarganya. Ketidakpuasan pasien terhadap asuhan keperawatan merupakan salah satu masalah dari kinerja keperawatan yang kurang baik yang disebabkan oleh kualitas pendidikan perawat yang rendah, kurangnya pengalaman kerja perawat, serta masih kurangnya motivasi kerja dari perawat. Perawat di ruang HCU Rumah Sakit (RS) Panti Wilasa Citarum Semarang memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar kepada pasien, karena menerapkan asuhan keperawatan kritis. Peneliti memilih ruang HCU RS Panti Wilasa Citarum Semarang sebagai tempat penelitian mengingat HCU tersebut merupakan
5
ruang rujukan pertama dari rumah sakit swasta di bawah YAYASAN KRISTEN UNTUK KESEHATAN UMUM (YAKKUM) di Semarang untuk pasien dengan keadaan kritis yang dikhususkan untuk masyarakat menengah atau bawah. Hasil wawancara penulis dengan kepala ruangan HCU RS Panti Wilasa Citarum Semarang mencatatkan bahwa untuk tahun 2010, 85% perawat telah memenuhi standar umum asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh rumah sakit, 15% masih memerlukan pembinaan secara intensif. Wakil Kepala Bagian Keperawatan RS yang sama menyebutkan sasaran mutu kinerja perawat HCU yang ditetapkan oleh rumah sakit adalah 100%. Sampai bulan Juli 2011, pencapaian kinerja perawat secara umum baru mencapai 85% dari standar yang ditetapkan oleh rumah sakit.
1.2 Identifikasi Masalah Mengingat tuntutan karakteristika asuhan keperawatan di ruang HCU, perawat dituntut untuk memilliki kinerja tinggi. Jika pencapaian nilai yang baik hanya mencapai 85% artinya ada sebagian
perawat
yang
tidak
optimal
melakukan
asuhan
keperawatan di ruang ini. Nilai tersebut merupakan gambaran pencapaian perawat terhadap seluruh komponen sasaran mutu dari rumah sakit. Kendati demikian, hasil tersebut belum cukup signifikan untuk menilai motivasi dan kinerja dari perawat HCU. 6
Kinerja perawat di ruang HCU perlu mencapai 100% karena ruang tersebut merupakan sarana keperawatan kritis.
1.3 Batasan Masalah Menilai kinerja perawat di suatu rumah sakit memerlukan keterlibatan banyak pihak, komponen penilaian yang memadai serta sumberdaya yang luas. Dengan kapasitas yang dimiliki, penulis membatasi masalah pada gambaran keterkaitan motivasi diri dengan kinerja perawat memberi asuhan di ruang HCU pada sebuah rumah sakit. a. Riset partisipan adalah seluruh perawat berjumlah 14 orang yang bekerja di ruang HCU RS Panti Wilasa Citarum Semarang. b. Batasan istilah yang dipakai dalam penelitian ini: Motivasi diri adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk berusaha melakukan sesuatu agar dapat memenuhi kebutuhan dan tujuannya. Kinerja perawat adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai
oleh
seorang
perawat
dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien
secara
menyeluruh
yang
dapat
memberikan dampak terhadap individu-individu yang bersangkutan.
7
1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka secara teori seseorang yang memiliki motivasi diri yang tinggi mampu untuk menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana keterkaitan motivasi diri dengan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien di ruang HCU (High Care Unit), Rumah Sakit Panti Wilasa Semarang.
1.5 Pertanyaaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah apakah kinerja perawat yang belum optimal berkaitan dengan motivasi yang relatif belum tinggi?
1.6 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara motivasi diri dengan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien di ruang HCU.
1.7 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
8
a.
Secara teoretis Memberi pemahaman tentang pentingnya motivasi sebagai
salah satu tolok ukur peningkatan kinerja perawat dalam hal mutu pelayanan kepada pasien. b.
Secara Praktis Manfaat untuk Manajemen Rumah Sakit setempat, hasil
penelitian ini dapat memberikan masukan informatif bagi pengelola rumah sakit terkait sebagai pertimbangan dalam menetapkan kebijakan langkah strategik dalam upaya meningkatkan kinerja perawat setempat.
9