BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pertambahan
jumlah
penduduk
tentunya
berdampak
pada
peningkatan pemanfaatan lahan baik untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan pangan maupun untuk menampung aktivitas manusia dalam keseharian. Namun demikian lahan merupakan sumberdaya yang relatif tidak berubah kuantitasnya, sedangkan kegiatan manusia bersifat dinamis dan terus bertambah dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Suhelmi, 2001). Pertambahan jumlah penduduk bukan hanya berdampak secara spasial, tetapi juga menyebabkan perubahan sosioekonomi dan kultural penduduk yang antara lain menyangkut struktur produksi, mata pencaharian, cara hidup, perilaku dan banyak aspek sosiokultural lainnya (Giyarsih, 2001). Saat
ini
Kota
Jayapura
Papua
sedang
melaksanakan pembangunan di segala bidang.
gencar-gencarnya
Di era perkembangan
teknologi industrialisasi yang pesat ini, Kota Jayapura tidak terlepas dari permasalahan faktor urbanisasi. Dalam proyeksi pertumbuhan penduduk Jayapura ke depan, diperkirakan akan terjadi peningkatan pertumbuhan yang cukup drastis dari 22,2 persen menjadi 26,0 di Tahun 2025 (Proyeksi Penduduk, 2000-2025).
1
2
Pesatnya pembangunan yang dilaksanakan pemerintah di bumi cendrawasih ini telah menghasilkan perubahan yang sangat signifikan, hal ini dapat dilihat dari output pembangunan insfrastruktur
yang telah
dilaksanakan diberbagai wilayah di Papua. Pelaksanaan pembangunan ini mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (P4B) dan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B) yang menyatakan antara lain tugas pokoknya adalah: memberikan dukungan kepada Presiden Republik Indonesia dalam koordinasi, sinkronisasi, fasilitasi serta pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pelaksanaan pembangunan di Kota Jayapura Papua dihadapkan
pada
masalah/isu
polemik
kepemilikan
seringkali
lahan
hutan
masyarakat adat. Isu/permasalahan ini menyebabkan pengelolaan sumber daya hutan sejak era Otonomi Khusus Jayapura tidak dapat berjalan optimal dan efektif. Pada masa era Orde Baru masyarakat adat sebagai penerima manfaat dan sekaligus penerima dampak kebijakan pengelolaan hutan di Jayapura selama ini tidak diakomodir atau diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan. Kebijakan yang diterapkan dan ditetapkan berorientasi pada kepentingan golongan tertentu dan tidak berpihak kepada masyarakat adat yang secara turun-temurun berinteraksi dan mempunyai hubungan cultural dengan sumber daya hutan
3
yang ada di sekitarnya. Kesalahan kebijakan yang diterapkan pada masa lalu disebabkan sistem pemerintah Indonesia yang bersifat sentralistik, tidak transparan dan juga pengetahuan budaya serta spesifikasi daerah Jayapura tidak dipahami oleh para perumus dan pengambil kebijakan pada waktu itu (Kawer, 2007). Masyarakat adat di Jayapura secara turun-temurun dalam jangka waktu yang lama sebelum adanya pemerintahan, telah memiliki aturanaturan serta sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dianut oleh kelompok komunitas marga/suku tertentu dalam suatu wilayah hukum adat masyarakat tersebut. Tatanan hidup serta aturan pengelolaan sumber daya hutan komunitas masyarakat adat adalah aturan verbal atau lisan, namun mempunyai kekuatan hukum mutlak dan mengikat setiap individu maupun marga-marga yang hidup di dalam suatu wilayah hukum komunitas adat yang ada. Kebijakan pengelolaan dan pembangunan kehutanan di masa lampau sengaja dan atau secara tidak sengaja mengesampingkan dan tidak menghargai serta menghormati aturan verbal yang berlaku dalam komunitas masyarakat adat Jayapura. (Kawer, 2007). Kesalahan kebijakan dan perecanaan kawasan yang tidak mempertimbangkan
aturan-aturan
verbal
masyarakat
adat
ini,
menyebabkan kerugian sosial baik biaya, tenaga dan waktu untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut di atas. Guna mengantisipasi dan mewujudkan pengelolaan serta pembangunan kehutanan yang baik, bermanfaat, dan berkelanjutan serta menjunjung tinggi nilai-nilai budaya
4
dan martabat masyarakat adat Jayapura, maka perlu dipaduserasikan rencana tata ruang wilayah daerah/nasional serta peruntukan kawasan hutan di Jayapura dengan pola penggunaan, sistem kepemilikan dan penguasaan sumber daya alam masyarakat adat di Jayapura, sehingga tidak terjadi benturan dan saling tumpah-tindih dalam pengelolaan sumber daya alam di Jayapura. Keterbatasan sumber daya di Jayapura baik finansial, fasilitas dan sarana penunjang serta sumber daya manusia akan menjadi kendala dalam menwujudkan upaya sinkronisasi tata ruang wilayah dan peruntukan kawasan hutan negara dengan pola kepemilikan, penguasaan dan pola pemanfaatan kawasan hutan menurut masyarakat adat. Namun demikian, pendekatan dan pola perencanaan kegiatan ini dapat dilakukan pada wilayah satuan hutan yang lebih kecil pada tingkat kampung/desa atau distrik. Berkaitan dengan kasus konversi lahan di Kota Jayapura, akhirakhir ini kasus pertanahan muncul ke permukaan dan merupakan bahan pemberitaan di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasuskasus pertanahan tersebut adalah sangat bervariasi yang antara lain harga tanah yang meningkat dengan cepat, kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan/haknya, dan iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah Kota Jayapura. Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara
5
perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respon/reaksi/penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah Kota Jayapura), berupa solusi melalui Badan Pertanahan Nasional
dan
solusi
melalui
Badan
Peradilan
(http://www.google.co.id/search.kasus sengketa tanah di jayapura, 2013). Masalah pertumbuhan penduduk di Kota Jayapura adalah salah satu faktor isu penggunaan lahan
yang
terbatas di Kota Jayapura.
Kemiskinan juga merupakan isu kontroversi terbesar yang perlu ditangani secara serius dan mendesak. Di samping itu muncul rasa kekuatiran terhadap kelestarian identitas budaya dan tradisi lokal yang harus ditangani secara khusus. Kesemuanya ini mengarah ke rasa ancaman terhadap ketersisihan dan keterpinggiran lapisan masyarakat lokal. Otonomi Khusus di satu sisi membuka peluang bagi masyarakat asli Jayapura untuk maju. Namun di sisi lain masyarakat sendiri belum siap. Kesempatan ini memberikan peluang arus migran yang cukup deras masuk ke Jayapura, terlebih melalui transportasi kapal laut PELNI yang membuka pelayananan antar pulau di Indonesia Timur. Selain masalah kepemilikan dan sengketa lahan, khususnya yang terkait dengan dengan pemanfaatan tanah adat, dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembanguan, perkembangan pembangunan Kota Jayapura
6
juga telah menyebabkan terjadinya transformasi sosial budaya di tengahtengah masyarakat asli Papua, seperti terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya asli dengan budaya pendatang yang mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi kelangsungan pembangunan di Kota Jayapura, Papua Permasalahan-permasalahan tersebut di atas perlu ditanggapi secara serius dan persoalan inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian tentang bagaimana “Persepsi Masyarakat Terhadap Perkembangan Kota Jayapura Propinsi Papua".
1.2.
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah persepsi masyarakat Papua tentang dampak perkembangan pembangunan Kota Jayapura Papua
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mendokumentasikan perkembangan Kota Jayapura Papua; 2. Untuk mengkaji kekhasan persepsi dan respon masyarakat Papua yang masih memegang prinsip-prinsip
dan adad istiadat
dampak perkembangan Kota Jayapura Papua
tentang
7
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
penelitian ini adalah. 1. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah pengkajian masalah tata ruang daerah, khususnya tata ruang daerah Kota Jayapura. 2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Jayapura dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan urbanisasi dan efek konversi lahannya. 3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya berkaitan dengan urbanisasi dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat serta konversi lahannya.