BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lord Acton pernah membuat ungkapan yang menghubungkan antara “Korupsi” dengan “Kekuasaan”, yakni “Power tends to corrupt, and absolut power corrupts absolutely” bahwa kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang absolut cenderung korupsi absolut.1 Artinya, kekuasaan adalah bagian yang sangat rentan terhadap penyakit korupsi. Secara tidak langsung hal ini mengisyaratkan bahwa kekuasaan dapat dijadikan sebagai sarana yang dapat mempermudah bagi pemangkunya untuk menjelma menjadi seorang koruptor. Permasalahan korupsi juga merupakan bagian dari persoalan hukum, sebab melalui hukum, korupsi diharapkan dapat diberantas. Hukum itu sendiri menurut Hamaker dirumuskan sebagai suatu refleksi dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, hukum tidak bisa lepas dari kehidupan dalam masyarakat. Sedangkan Roscoe Pound menegaskan “law is a tool of social engineering” atau hukum sebagai alat mengatur dan mengelola masyarakat. Dengan kata lain, hukum harus mengarahkan menuju masyarakat yang lebih baik.2 Sudikno Mertokusumo mengartikan hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah, mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif. Umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak
1
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,
halaman 1 2
Firman Wijaya, Peradilan Korupsi Teori dan praktik, Penaku bekerja sama dengan Maharini Press, Jakarta, 2008, halaman 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.3 Tindak pidana korupsi telah menjadi permasalahan serius di Indonesia, karena telah merebak di segala bidang dan sektor kehidupan masyarakat secara meluas dan sistematis.4 Korupsi adalah wujud nyata pelanggaran terhadap hakhak sosial masyarakat yang mulai endemis dan sistemis. Korupsi juga dilakukan oleh pejabat atau mantan kepala pemerintahan pada masa pemerintahan/ kepemimpinannya
bahkan setelah tidak menjabat (high profile crime) dan
sebagian besar hasil korupsi tersebut disimpan diluar negeri.5 Korupsi juga salah satu akar permasalahan yang memperburuk krisis ekonomi yang terjadi di negara ini dan menghambat jalannya sistem hukum yang diamanatkan undang-undang. Korupsi tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang hanya merugikan keuangan dan/ atau perekonomian negara saja, tetapi juga sudah sepatutnya dilihat sebagai sesuatu yang melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Oleh karena itu, terdapat cukup alasan yang rasional untuk mengkategorikan korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sehingga pemberantasannya perlu dilakukan dengan caracara yang luar biasa juga (extraordinary measure) dan dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang luar biasa pula (extraordinary instrument).6
3
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Jogyakarta, 1995, halaman 41 4 Penjelasan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Paragraf ke-2 5 Frans H. Winarta, Suara Rakyat Hukum Tertinggi, Kompas, Jakarta, 2009, halaman 289 6 H. Elwi Danil. Korupsi: Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011. halaman: 76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Marwan Effendy mengemukakan bahwa korupsi semakin terpola dan sistematis, lingkupnya juga telah menyentuh ke seluruh aspek kehidupan masyarakat dan lintas batas negara. Atas dasar hal tersebut, korupsi secara nasional disepakati tidak saja sebagai extraordinary crime saja, tetapi juga sebagai kejahatan transnasional.7 Korupsi dalam praktik pelaksanaannya sangat erat kaitannya dengan keuangan negara. Keuangan negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD, keuangan negara pada Perjan, Perum, Perkebunan Nusantara, dan sebagainya. Keuangan negara dalam arti sempit hanya meliputi setiap badan hukum yang berwenang mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara.8 Korupsi adalah bagian dari aktivitas-aktivitas buruk yang menjauhkan negara ini dari pemerintahan yang bersih, jujur dan jauh dari rasa keadilan. Dengan kata lain, korupsi telah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi juga selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokratis dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah
7 Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, Indonesia Lawyer Club (ILC), Surabaya, 2010, halaman 4 8 Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Halaman 10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
budaya tersendiri. Korupsi merupakan ancama terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.9 Pelbagai peraturan perundang-undangan yang lahir dengan maksud untuk memberantas korupsi telah diterbitkan, namun praktik korupsi masih terus berulang dan semakin kompleks dalam realisasinya.10 Bahkan hal ini diperparah lagi dengan korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya bertugas memberantas korupsi dan menegakkan peraturan yang berlaku.11 Tindak pidana korupsi di Indonesia tetap saja terus merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, setidaknya hal itu dapat dirasakan di kehidupan sehari-hari tanpa terkecuali di bidang perbankan. Lembaga perbankan dalam perekonomian Indonesia menduduki posisi yang strategis. Perekonomian nasional dan internasional berkembang dengan sangat cepat, kompetitif dan terintegrasi, sehingga memunculkan tantangan yang semakin kompleks dan menuntut sistem yang semakin maju. Fungsi bank tidak hanya sekedar sebagai lembaga yang hanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai fasilitas perbankan (financial intermediary), namun telah jauh berkembang menjadi pilar bagi pertumbuhan ekonomi, sosial, bahkan politik.12
9
Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 1 Firman Wijaya, Opcit halaman 1-2 11 Korupsi yang terjadi di lingkungan peradilan mengakibatkan lembaga peradilan menjadi tidak independen dan tidak imparsial, sehingga timbul ketidakpastian hukum, ketidakmandirian lembaga peradilan dan institusi hukum (polisi, jaksa penuntut umum, advokat dan hakim) kemudian selanjutnya inilah yang disebut sebagai judicial corruption. (Frans H. Winarta, Opcit halaman 289-290) 12 Marwan Effendy, Korupsi dan Pencegahan, Timpani Publishing, Jakarta, 2010, halaman 1 10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Posisi perbankan yang strategis tersebut menempatkan perbankan pada fungsi dan peranan yang dominan dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.13 Lembaga perbankan juga sangat penting dalam menunjang sistem keuangan nasional, skaligus sebagai lembaga intermediasi.14 Fungsi sebagai lembaga intermediasi ini dapat diartikan sebagai penghubung atau perantara keuangan baik secara langsung maupun tak langsung antara masyarakat yang membutuhkan dana, masyarakat yang surplus dana maupun dengan pemerintah. Sejalan dengan semakin strategisnya peranan perbankan dalam mendorong perekonomian
nasional,
bank-bank
nasional
maupun
swasta
semakin
mengembangkan kegiatan usahanya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui simpanan dana dari masyarakat dan dilanjutkan dengan pemberian kredit kepada masyarakat juga nantinya. Situasi yang semakin kompetitif
seperti ini menuntut pihak bank untuk mampu bersaing melalui
berbagai fasilitas-fasilitas yang di tawarkannya. Fasilitas-fasilitas atau produk yang ditawarkan Perbankan diantaranya dalam bentuk produk tabungan, deposito, kredit, giro, cek wisata (trevelers chck), pengiriman uang, inkaso, kartu kredit, ATM (Autometic Teller Machine), jual beli valuta asing (money changer), jasa penyimpanan barang-barang berharga (custody service), jasa pialang, garansi bank, dana pensiun, dan lain sebagainya.15 Produk-
13
Ibid. H. Elwi Danil, Opcit, halaman: 1 15 Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta, 2011, halaman 2 14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
produk tersebut kesemuanya itu dilakukan dalam rangka menarik nasabah sebanyak-banyaknya demi kelangsungan usaha perbankan. Kegiatan operasional suatu bank bertumpu pada ketersediaan sumber dana dan pengelolaan sumber dana (asset liabilities management). Kesalahan dalam mengurus pengelolaan dana, pasti akan menimbulkan permasalahan dalam bank.16 Dalam hal ini, tidak dapat dipungkiri bahwasanya nasabah adalah sumber nyawa dari pada aktivitas perbankan. Pengaturan-pengaturan atau regulasi yang tegas dan jelas
mengenai
rambu-rambu yang akan dijadikan sebagai acuan terkait dengan aktivitas perbankan ini tentu saja harus terlebih dahulu diciptakan. Regulasi tersebut dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin muncul dalam setiap aktivitas perbankan . Pengaturan mengenai ketentutan pidana dalam bidang perbankan diatur lebih lanjut dalam undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan). Penegakan hukum pidana terhadap kejahatan perbankan dalam praktiknya sering memunculkan kecenderungan untuk memasukkan penanganan kasus-kasus perbankan itu kedalam wilayah ketentuan-ketentuan hukum pidana tentang korupsi, disamping ketentuan pidana dalam Undang-undang Perbankan sendiri.17 Artinya, penanganan korupsi di bidang perbankan ini melibatkan dua domain hukum yang berbeda yaitu tindak pidana korupsi dan tindak pidana perbankan dimana kedua-duanya memiliki sisi yang sama pentingnya. 16 17
Elwi Danil, Opcit, halaman 6 Ibid. halaman 166
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Skripsi ini akan membahas dan menganalisia secara yuridis terkait dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dibidang perbankan dengan studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No: 2068/Pid. B/2005/PN. Jak. Sel dengan terdakwa mantan direktur PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. yaitu Edward Cornellis William Neloe dan beberapa stafnya yang terlibat, diantaranya; I Wayan Pugeg (Mantan Direktur Risk Management PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., dan M. Soleh Tasripan, SE.,MM (Mantan EVP Coordinator Corporate & Government PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Para terdakwa divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Putusan Nomor: 2068/Pid. B/2005/PN. Jak. Sel, tanggal 16 Februari 2006. Kesemuanya itu akan dirangkum dalam penulisan skripsi ini. Kasus tindak pidana korupsi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang didakwakan kepada para terdakwa lahir sebagai konsekuensi atas tindakan para terdakwa yang dianggap telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara. Para tedakwa selaku pemutus kredit telah menyetujui/ memproses surat No. 001/CGN/X/2002 perihal permohonan fasilitas kredit PT. Cipta Graha Nusantara (selanjutnya disebut PT. CGN) sebesar USD. 18.500.000.00 (delapan belas juta dolar Amerika) dengan pemberian kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160.000.000.000,- (seratu enam puluh milyar) yang tertuang dalam Nota Analisa Kredit Bridging Loan No. CGR.CRM/314/2002 tanggal 23 Oktober 2002 perihal Permohonan fasilitas Bridging Loan yang diajukan saksi Edyson selaku Direktur Utama PT. CGN.18 18
http://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=24&idsu=15&id=1268 pada hari selasa, tanggal 24 Januari 2012 pukul 14.23 Wib.
diakses
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Para terdakwa tidak memastikan bahwa pemberian kredit terhadap PT. CGN telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan. Para terdakwa selaku pemutus kredit telah menyetujui untuk memberikan kredit Bridging Loan kepada PT. CGN sejumlah Rp. 160.000.000.000,- (seratus enam puluh milyar rupiah) dengan tidak memenuhi norma-norma umum perbankan dan tidak sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat sebagaimana diatur dalam artikel 520 Kebijakan Pekreditan Bank Mandiri (KPBM) tahun 2000.19 Fasilitas Bridging Loan dan pembiayaan secara refinancing sebagaimana hasil Nota Analisa Kredit No. CGR.CRM/314/2002 tanggal 23 Oktober 2002 perihal permohonan fasilitas Bridging Loan atas nama PT. CGN tidak diatur, baik oleh ketentuan Bank Indonesia maupun ketentuan PT. Bank Mandiri. Ketentuan Bridging Loan dan pembiayaan secara refinancing tersebut baru diatur setelah para terdakwa menyetujui kredit Bridging Loan Rp. 160.000.000.000,- (seratus enam puluh milyar) kepada PT. CGN, yaitu dalam KPBM tahun 2004 Artikel 620 tentang Produk Perkreditan. Akibat perbuatan para terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp. 160.000.000.000,- (seratus enam puluh milyar rupiah).20 Kasus-kasus seperti ini penting untuk disoroti karena sangat meresahkan masyarakat, dan merugikan negara. Korupsi melemahkan kemampuan negara untuk menyediakan barang-barang publik yang mendasar bagi kepentingan umum. Korupsi juga semakin memperburuk citra pemerintah dimata masyarakat 19 20
Ibid. Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Apabila tidak ada perbaikan yang berarti, maka kondisi tersebut sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa.21 Mengingat tindak pidana korupsi ini dilakukan di bidang perbankan tentu saja akan mempengaruhi sistem perekonomian nasional dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Disamping itu juga menarik untuk ditelaah berbagai peraturan yang terkait dengan tindak pidana ini, baik regulasi di bidang perbankan maupun berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu sendiri. 2. Perumusan Masalah Permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam bidang perbankan? 2. Bagaimanakah analisis yuridis hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi di bidang perbankan dalam kasus dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Register Nomor : 2068/Pid. B/2005/PN. Jak. Sel? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menganalisa dan mengkaji ketentuan-ketentuan terkait dengan tindak pidana korupsi yang dapat menjerat pelaku tindak pidana di bidang perbankan. 21 http://www.kpk.go.id/modules/editor/doc/strategic/plan_plan_2008_to_2011_id.pdf,ren cana strategic komisi pemberantasan korupsi,2008-2011. Diakses pada tanggal 2 februari 2011 pukul 22.00 WIB.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Menganalisa dan mengkaji penegakan hukum pidana dalam mengaplikasikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para pelaku perbankan dengan melihat dan meenganalisa pertimbangan-pertimbangan hakim dalam perkara dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 2068/Pid. B/2005/PN. Jak. Sel. 4. Manfaat Penelitan a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis kepada disiplin ilmu hukum sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum pidana di Indonesia khususnya terhadap pengaturan-pengaturan tindak pidana korupsi di bidang perbankan sehingga kemungkinan terjadinya kerancuan-kerancuan dan tumpang-tindih hukum dapat diminimalisasi. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfat untuk kepentingan penegakan hukum, sehingga dapat dijadikan masukan kepada aparatur pelaksana penegakan
hukum
dalam
rangka
melaksanakan
tugas-tugas
mulianya
memperjuangkan keadilan dan mewujudkan tujuan hukum yang dicita-citakan. 5. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi mengenai Analisis Yuridis
Terhadap Tindak Pidana
Korupsi Di Bidang Perbankan (Studi Putusan PN Jakarta Selatan Nomor: 2068/Pid.
B/2005/PN.Jak.Sel)
berdasarkan
pemeriksaan
arsip
hasil-hasil
penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) belum pernah dilakukan, sedangkan penulisan yang berkaitan dengan tindak pidana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
korupsi ada ditemukan penulis tetapi hanya secara khusus membahas masalah proses penyidikan tindak pidana korupsi di bidang perbankan yang yang ditulis oleh
Saudara
Novan
Nadian.
Penulisan
tersebut
mempunyai
bahasan
permasalahan yang berbeda dengan penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis. Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri tanpa ada penipuan, penjiplakan atau dengan cara lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Hasil dari upaya penulis dalam mencari keterangan-keterangan baik berupa buku-buku maupun internet, peraturan perundang-undangan dan pihak-pihak lain yang sangat erat kaitannya dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di bidang perbankan. Dengan demikian, penulisan skripsi ini merupakan penulisan yang pertama dan asli adanya. 6. Metode Penelitian A. Jenis Pendekatan Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kasus. Kasus yang diteliti berkaitan dengan tindak pidana korupsi di bidang perbankan dengan menelaah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 2068/Pid.B/2005/PN. Jak. Sel. atas nama terpidana Mantan Direktur bank Mandiri Tbk. dkk. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitin hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepsikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.22 Pendekatan kasus (case aproach) dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dari yurisprudensi terhadap perkara yang menjadi fokus penelitian.23 B. Sumber Data Sumber data penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (data primer) dan dari bahan-bahan pustaka (data sekunder).
24
Metode penelitian hukum normatif hanya mengenal
data sekunder saja.25 Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer; bahan hukum sekunder; dan bahan hukum tersier.26 a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari; 1. Norma kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945; 2. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
22
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. halaman 118 23 Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasakan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja hukum itu sendiri. Dengan demikian, tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normanorma dalam hukum positif (Johnny Ibrahim, Teori dan metodelogi penelitian hukum normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, halaman 321) 24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, halaman 12 25 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Opcit, halaman 31 26 Ibid, halaman 118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun1998; 5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang bank Indonesia sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun2004; 6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; 9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; 10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara; 11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1985 Tentang Pasar Modal; 13. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 2068/Pid.B/2005/PN. Jak. Sel Tanggal 16 Februari 2006 dengan Terdakwa E.C.W. Neloe dkk. 14. Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, diantaranya; 1. Buku-buku yang terkait dengan hukum; 2. Artikel di jurnal hukum; 3. Komentar-komentar atas putusan pengadilan; 4. Skripsi, Tesis dan Disertasi Hukum; 5. Karya dari kalangan praktisi hukum ataupun akademis yang ada hubungannya dengan peenelitian ini. c) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya; 1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia; 2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini; 3. Surat kabar yang memuat tentang kasus-kasus tindak pidana korupsi khususnya di bidang perbankan. C. Pengumpulan Data Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau disebut juga dengan studi dokumen yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meliputi bahan hukum primer, sekunder maupun tersier.27 Studi kepustakaan yang dimaksudkan dalam skripsi ini diterapkan dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis bahan-bahan yang utamanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi di bidang perbankan, termasuk juga bahan-bahan lainnya yang ada kaitannya dan dibahas dalam skripsi ini. D. Analisis Data Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.28 Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.29 Adapun yang menjadi sumber utama dalam penulisan skripsi ini adalah dari data sekunder. Analisis data dalam penelitian hukum menggunakan metode pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik, sedangkan penggunaan angka-angka hanya sebatas pada angka persentase sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.
27
Ibid, halaman 68 Patton membedakan proses analisis data dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari pala hubungan antar dimensidimensi uraian. (Lexy J. Moeleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999, halaman 103) 29 Ibid, halaman 190 28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA