BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan nasional maupun internasional selain mengutamakan harga, juga sebagian besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu produk.1 Produk yang berciri khas dan bermutu tinggi secara konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di perdagangan lokal maupun perdagangan tingkat internasional. Ciri khas dari suatu produk dapat di timbulkan antara lain karena adanya faktor geografis, keadaan tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil serta faktor budaya masyarakat setempat, Sehingga ciri khas dari daerah tersebut dinamakan sebagai Indikasi Geografis. Produk yang menjadi komoditas dalam perdagangan internasional, dikenal juga berbagai produk komoditas yang memiliki ciri-ciri sangat khas baik untuk produk yang berupa hasil alam atau produk yang merupakan hasil olahan. Produk itu biasanya hanya ditemukan atau dikenal atau berasal dari suatu daerah dan wilayah tertentu, sehingga tidak terdapat dan tidak dikenal di daerah atau negara lain. Produk komoditas seperti ini diletakan sebagai produk yang bersifat ekslusif. Dalam perdagangan bebas, Produk barang mendapat perhatian dan perlakuan khusus yang dikenal dengan Indikasi Geografis atau Indication of origin.
1
Diktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional,‖ Peningkatan Nilai Tambah Komuditas Indonesia Dengan Pengembangan Indikasi Geografi, 2004. hlm 5
10
Pasal 23 TRIPs Agreement secara khusus
untuk memberi perlindungan bagi
segala macam produk baik produk mentah maupun produk hasil olahannya melalui sistem perlindungan Indikasi Geografis atau tanda asal barang. Dalam
perkembangannya,
indikasi
geografis
dapat
bersifat
menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan dapat ditegakkan perlindungan hukum bagi produk khas daerah yang dapat meningkatkan nilai tambah dan mendorong suatu daerah untuk
meningkatkan produk unggulan, sedangkan sebagai
perlindungan hak kekayaan intelektual. Perlindungan indikasi geografis bersifat komunal dimiliki oleh masyarakat tertentu dan bukan oleh perseorangan, tidak seperti perlindungan HKI yang lain, perlindungan indikasi geografis bersifat permanen asal ciri khas dan kualitas barang yang dilindungi masih tetap sama. Di samping indikasi geografis dikenal pula istilah Indikasi Asal yaitu tanda yang semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. Indikasi geografis dimengerti oleh konsumen sebagai tanda tentang asal dan kualitas produk. Banyak diantaranya yang telah mendapatkan reputasi yang berharga yang jika tidak dilindungi secara baik, dapat disalah gunakan oleh pelaku komersial yang tidak jujur. Penyalahgunaan indikasi geografis akan merugikan baik konsumen maupun produsen. Konsumen ditipu dan dirugikan karena ciri khas dan kualitas produk yang dibeli tidak sesuai dengan seharusnya, sedang produsen dirugikan karena menurunnya mutu dan tidak sesuainya ciri khas produk akan mengakibatkan kekecewaan konsumen yang berakibat merusak reputasi produk tersebut.
M. Eka, Alumnus Fakultas Hukum dan Ekonomi UI,‖ URGENSI PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIAVol.IV/No.1/Agustus 2004 .hlm11.http//www.Hukumonline.com. 2
11
Indonesia secara tradisi merupakan negara agraris, di mana kurang lebih 70% dari jumlah penduduknya tinggal di pedesaan dengan mengandalkan mata pencaharian bertani. Di samping itu Indonesia juga kaya akan budaya, karena penduduknya terdiri atas suku dan adat yang berbeda.2 Perbedaan budaya
merupakan modal
besar untuk
menumbuh-
kembangkan berbagai jenis tanaman yang selanjutnya akan menghasilkan produk hasil pertanian yang berbeda untuk kemudian diolah dengan hasil rasa dan jenis yang berbeda pula. Dengan demikian akan memperkaya jenis dan macam produk Indikasi Geografis baik hasil pertanian maupun jenis makanan olahan. Wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang memiliki keanekaragaman budaya serta keunggulan hasil alam yang memiliki nilai ekonomi. Wilayah yang memiliki keunggulan serta memiliki karakteristik sendiri-sendiri antara pulau yang satu dengan pulau yang lain merupakan potensi yang besar untuk dapat memanfaatkan secara maksimal atas kelebihan-kelebihan suatu produk yang dihasilkan dari wilayah masing-masing. Secara tradisi potensi tersebut sebenarnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, namun sebagai negara yang dalam tahap mencari bentuk standar yang memadai untuk menetapkan tingkat pembangunan sistemnya, masih terdapat banyak hal yang perlu diusahakan secara terus menerus termasuk bagaimana cara untuk dapat memaksimalkan produk Indikasi Geografis dalam kerangka peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat banyak.
3
Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, DEPDAG,‖Potensi pengembangan ekspor dengan kualitas tinggi baik proses maupun produk pertanian melalui produk indikasi geografi.hlm 7.www.Hukum Online.com
12
Usaha-usaha yang telah akan ditempuh adalah dengan cara melaksanakan serangkaian tindakan,untuk penguatan sistem
hukum perlindungan HKI dan
administrasi HKI termasuk di dalamnya adalah registrasi perlindungan Indikasi Geografis. Hal tersebut sebagai konsekuensi logis atas diterimanya HKI dalam Perjanjian TRIPs-WTO termasuk di dalamnya adalah dimasukkannya Indikasi Geografis ke dalam cakupan substansi yang diatur dalam Persetujuan TRIPs 3. Negara Indonesia ikut meratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, melalui UU No.7 Tahun 1994, yang mana di dalam pembentukan WTO tersebut juga
dibentuknya TRIPs (Trade Related
Aspect of Intellectual Property Rights) sebagai konsekuensinya Indonesia diwajibkan untuk menyesuaikan peraturan hak kekayaan intelektualnya dengan persetujuan TRIPs. Salah satu di antaranya yaitu masalah perlindungan indikasi geografis di samping sebagai konsekuensi atas keterikatan Indonesia dalam berbagai konvensi internasional tersebut di atas juga karena faktor kesadaran akan banyaknya potensi-potensi alam dengan nilai ekonomis dan reputasi tinggi yang dimiliki Indonesia, yang memerlukan perlindungan hukum, maka untuk itu dipandang perlu urgensinya suatu pembentukan peraturan perlindungan indikasi geografis yang dapat memberikan jaminan kepastian hukum baik dalam skala nasional maupun internasional4.
4
WIP,―GeographicalIndications,‖http://www.wipo.int/aboutip/en/geographical_ind.html, tanggal 22 Juni 2014.
diakses
13
Konvensi Internasional yang mengatur mengenai indikasi geografis di antaranya yaitu Pasal 1 (1) Perjanjian Madrid 1891 di mana memberikan gambaran tentang perluasan lingkup perlindungan indikasi geografis, yaitu dengan
memberikan
perlindungan
atas
pemalsuan
atau
penggunaan
barang/produk yang bukan berasal dari wilayah geografis yang sebenarnya. Perjanjian Lisbon (1958) mengatur perlindungan dan pendaftaran Penamaan Tempat Asal suatu produk pada dasarnya diakui dan dilindungi di Negara asal, namun wajib pula didaftarkan di WTO. Perjanjian TRIPs (Trade Related Intellectual Property Right’s ) indikasi geografis diperlakukan sebagai bagian dari hak kekayaan intelektual terkait dengan perdagangan yang harus dilindungi. Tujuan perlindungan indikasi geografis adalah untuk mengurangi atau menghilangkan kompetisi yang tidak sehat yang merugikan baik produsen maupun konsumen5. Sebagaimana disampaikan diatas Indikasi Geografis dilindungi sesuai dengan hukum nasional dan dibawah berbagai konsep yang luas seperti halnya peraturan atau perundangan anti persaingan tidak sehat, peraturan atau perundangan perlindungan konsumen, perlindungan sertifikasi merk atau peraturan atau perundangan yang khusus dibuat untuk melindungi indikasi geografis.
5
Dikutif oleh Agung Damarsasongko dari Albercht Conrad, ―The Protection ofGeographical Indication in TRIPs Agreement,‖ The International Trademark Association, TheTrademark Reporter, January 1996 Lexis-Nexis, hlm. 5
14
Perlindungan hukum ini ialah bahwa pihak yang tidak berhak tidak diperbolehkan menggunakan indikasi geografis bila penggunaan tersebut mungkin dapat menipu masyarakat tentang asal asli produk tersebut. Sanksi yang dapat diterapkan dari perintah pengadilan yang melarang penggunaan indikasi geografis tersebut dan denda atau dalam kasus yang serius, hukuman penjara. Sebagai pengikut TRIPs, Indonesia merunutkan lagi aturan internasional ini ke dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk dan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis Menurut Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Tanda yang dilindungi sebagai Indikasi Geografis adalah suatu identitas yang menunjukan suatu barang berasal dari tempat atau daerah tertentu, dan tempat atau daerah itu menunjukan kualitas dan karakteristik suatu produk 6. Perlindungan bagi indikasi geografis dimaksudkan antara lain, untuk memberikan perlindungan hukum tentang produk indikasi geografis dan digunakan sebagai strategi pemasaran produk, baik diperdagangan domestik maupun perdagang Internasional. Selanjutnya untuk memperbaiki reputasi produk
6
Perlindungan Indikasi Geografis Produk – Produk unggulan spesifikasi lokasi, Dr.Denis Sauter, Indikasi Geografis dampaknya terhadap Perdagangan dan Pengembangan desa,Bali, Desember 2006.http//www.escapproject.com 7 Emawati Junus, 2004 , ― Undang – Undang No.15 tahun 2001 Merek dan Indikasi Geografis. Makalah seminar Perlindungan Hukum Indikasi Geografi Di Indonesia.hlm 12.http//www.google.com.
15
produk indikasi geografis di dalam perdagangan global. Perlindungan Indikasi Geografis dapat diperoleh, maka pemakai indikasi geografis wajib mengajukan permohonan secara tertulis. Hal ini adanya hubungan hukum antara pemohon atau pemakai indikasi geografis dengan negara bila ada bukti pendaftaran dan sertifikat indikasi geografis. Ditinjau dari sudut normatif khususnya Undang - Undang dan Peraturan Pemerintah tentang indikasi
geografis belum memiliki
jaminan upaya
perlindungan terhadap indikasi geografis. Jika dicermati cakupan aturan dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah tentang indikasi geografis masih terdapat kelemahan sehingga berpengaruh terhadap optimalisasi perlindungan hukum terhadap indikasi geografi7. Indikasi geografis yang telah terdaftar tidak dapat berubah menjadi milik umum, sehingga dari aspek pengakuan dan perlindungan hukum, dapat disimpulkan bahwa jangka waktu perlindungan terhadap Indikasi geografis atau tanda asal barang tersebut tidak terbatas, selama barang atau produk tersebut tetap diproduksi dan selama ciri atau standar kualitasnya tetap terjaga dengan baik. Dalam kaitan ini, yang menarik adalah salah satu pihak yang diberi kedudukan sebagai pemegang hak indikasi geografis adalah Lembaga yang diberi wewenang seperti lembaga pemerintah atau lembaga resmi lainnya, koperasi atau asosiasi bahkan kelompok konsumen pengguna produk bersangkutan.
8 9
Harian Jogja, Kamis, 22 Agustus 2013 Part II,.Section 3,.Word Trade Organization.
16
Ada keterkaitan antara perlindungan merek dengan perlindungan indikasi geografis. Oleh karenanya dalam proses pendaftaran merek, selama produk yang akan dilekatkan mereknya memiliki syarat substantif sesuai dengan indikasi geografis dan indikasi asal, prosesnya dapat dilakukan secara bersamaan. Tanda asal barang, berdasar ketentuan pasal 59 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, tidak harus didaftarkan tetapi hanya menunjukkan asal (daerah, wilayah) suatu produk barang. Syarat-syarat substantif indikasi geografis sehingga dapat diterima pendaftarannya, harus memenuhi beberapa persyaratan seperti tidak bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum atau dapat memperdaya dan menyesatkan masyarakat mengenai sifat, ciri, kualitas, asal daerah, proses pembuatan atau kegunaannya. Dari aspek hukum
perdagangan
internasional,
kebijakan
TRIPs
tersebut
sangat
menguntungkan kepentingan perekonomian negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia memiliki keberagaman sumber alam (resources) dan sumber hayati (plasma nutfah) yang tersebar di berbagai daerah, misalnya salah satu varietas buah salak (Salacca edulis) seperti.8 Salak Pondoh yang berupa buah segar maupun produk hasil olahannya telah menjadi ciri khas dari Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasar informasi bahwa di Jepang, konsumen hanya mau menerima salak pondoh asli berasal dari Sleman, Yogyakarta. Indonesia jenis varietas salak pondoh tersebut, juga banyak ditanam di berbagai daerah dengan nama Salak pondoh. Bagi konsumen khususnya di
17
Cina, Singapura atau Jepang tentu dapat membedakan baik ―aroma‖ (Fragrance) maupun ― rasa‖ (plavor) yang khas salak pondoh yang berasal atau ditanam di daerah Sleman, jika dibandingkan dengan di daerah lain. Dengan pendampingan oleh Pemerintah Daerah dan setelah dimohonkan secara resmi oleh Komunitas Petani Salak Pondoh dari Kabupaten Sleman, akhirnya varietas salak pondoh ini berhasil memperoleh sertifikat indikasi geografis pada bulan Agustus tahun 2013. Dengan demikian indikasi geografis untuk varietas salak pondoh tersebut telah menjadi ―tanda pembeda‖ dari varietas salak pondoh dari daerah lain, bahkan dengan varietas salak pada umumnya. Perlindungan indikasi geografis memberikan peranan penting dalam sudut perdagangan ditingkat nasional maupun internasional. Secara umum terdapat beberapa nilai tambah yang berpontesi meningkatkan persaingan produk barang ketika masuk dalam pasar nasional maupun internasional. Pengakuan internasional atas indikasi geografis sebagai bagian hak kekayaan intelektual, sehingga memberi status pemegang hak indikasi geografis adalah pemegang hak eksklusif yang dilindungi oleh undang-undang seperti obyek Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Indiaksi geografis tidak dapat diberikan kepada individu tertentu, tetapi diberikan kepada sekelompok masyarakat sehingga pemegang hak indikasi geografis bersifat komunal atau umum. Indikasi yang bersifat komunal atau bersama memberikan manfaat ekonomi yang bisa dirasakan oleh masyarakat yang jauh lebih luas jika dibandingkan dengan merek yang hanya dimiliki oleh induvidu. Dalam merek dagang, pihak ke tiga yang ingin mengunakan manfaat ekonomi dari merek
18
terdaftar, dapat memperoleh dengan melelui mekanisme kontrak bisnis misal kontrak lisensi. Sedangkan Indikasi geografis kemanfaatan ekonomi nya dapat digunakan oleh sekelompok masyarakan. Sehingga hak ekonomi pemegang indikasi geografis dalam perdagangan selalu mempertahankan aspek kualitas (reputasi) produk barang yang dihasilkan ,menjaga loyalitas konsumen. Dalam pemasaran produk terhadap pemegang hak indikasi geografis dapat menjual produk diatas harga jual produk lain yang sejenis. Sedangkan dari sudut konsumen sendiri, tentu memberikan kepuasaan tersendiri terhadap produk yang memiliki reputasi dan kualitas yang terjamin memenuhi standar walaupun harga jual lebih mahal. Indikasi geografis dilindungi oleh hukum nasional dengan konsep batasan
yang luas, seperti melalui, ketentuan unfair competition, hukum
perlindungan konsumen, hukum merek atau hukum yang secara khusus mengatur indikasi geografis. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis merupakan penjabaran UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, karena indikasi geografis terdapat didalam UU Merek dan sampai saat ini Indonesia belum memiliki UU Indikasi Geografis sehingga pengaturan mengenai sanksi dan pelanggaran pidana masih mengacu kepada UU Merek. Perlindungan indikasi geografis
dapat menyebabkan nilai produk
menjadi lebih tinggi, sehingga indikasi geografis dapat menggerakkan perekonomian suatu daerah asal produk indikasi geografis dan indikasi geografis ditujukan pada produsennya bukan pada petaninya. Konsep indikasi geografis adalah perlindungan komunal, oleh karena itu dalam proses perlindungan indikasi
19
geografis pelaksanaannya dapat dilakukan dengan memberdayakan dari kalangan LSM, dari dinas-dinas pemerintah, warga sekitar untuk membuat uraian/deskripsi atas produknya yang didaftarkan sebagai indikasi geografis. Jumlah indikasi geografis di Indonesia masih banyak yang belum terlindungi atau terdaftar. Indikasi geografis baru dilindungi dan mendapat perlindungan setelah didaftarkan sebagaimana HKI kita menganut prinsip first to file. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas nampak jelas bahwa pendaftaran indikasi geografis merupakan aspek penting dan bahkan syarat utama dari pelaksanaan optimalisasi perlindungan hukum indikasi geografis di Indonesia. Indonesia menganut sistem pendaftaran yang bersifat konstitutif, yaitu menerapkan asas first to file (pihak yang mendaftarkan terlebih dahulu yang memperoleh hak). Hal tersebut mengimplikasikan bahwa hanya
indikasi
geografis yang pertama terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang memperoleh hak eksklusif, yaitu hak untuk menkomersialisasikan indikasi geografis sehingga pemegang hak dapat menikmati keuntungan ekonomi. Pada saat yang bersamaan, hal tersebut mempunyai implikasi lebih luas dalam konteks perlindungan indikasi geografis secara internasional, mengingat bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (9) TRIPs, tidak terdapat kewajiban untuk memberikan perlindungan indikasi geografis terhadap indikasi geografis yang tidak dilindungi di negara asal. Dengan kata lain, perlindungan internasional terhadap suatu indikasi geografis tidak dimungkinkan tanpa adanya perlindungan indikasi geografis tersebut di negara asalnya, yaitu secara nasional. 9 Meskipun merupakan unsur penting, pendaftaran indikasi geografis bukan satu-satunya
20
tolak ukur untuk menilai efektivitas pelaksanaan hukum indikasi geografis di Indonesia. Faktor-faktor lain yang turut memengaruhi optimalisasi perlindungan hukum terhadap indikasi geografis di Indonesia perlu ditelusuri lebih lanjut, baik dari sudut pandang ketentuan maupun pelaksanaannya.Oleh karena itu, penulis akan membahas ―OPTIMALISASI PERLINDUNGAN HUKUM INDIKASI GEOGRAFIS TERHADAP PRODUK POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS TERDAFTAR DAN TIDAK TERDAFTAR ‖
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana perlindungan hukum Indikasi Geografis dalam UndangUndang No 15 Tahun 2001 Jo Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 terhadap produk potensi Indikasi geografis terdaftar dan tidak terdaftar? 2.
Faktor yang dapat mempengaruhi perlindungan produk potensi indikasi geografis ?
3. Dalam pelaksanaan optimalisasi perlindungan hukum indikasi greografis, kebijakan apa saja yang harus diambil ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan . Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :
21
1. Untuk mengetahui Optimalisasi Perlindungan Hukum Indikasi Geografis dalam Undang-Undang No 15 tahun 2001 Jo Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 terhadap produk potensi indikasi geografis terdaftar dan tidak terdaftar. 2. Untuk
mengetahui faktor yang
mempengaruhi perlindungan Produk
potensi indikasi geografis. 3. Dalam pelaksanaan optimalisasi perlindungan hukum indikasi geografis, kebijakan apa saja yang harus diambil.
D. Keaslian Penelitian Sebelum melakukan penelitian ini, terlebih dahulu penulis melakukan penelusuran kepustakaan berupa buku-buku, makalah-makalah, jurnal hukum dan melakukan penelusuran melalui media elektronik. Penulis sekali menemukan literatul buku-buku, karya-karya ilmiah maupin tulisan-tulisan dimedia elektronik yang mengenai HAKI khususnya tentang Perlindungan Indikasi Geografis. Penelitian ini berjudul ― Optimalisasi Perlindungan Hukum Indikasi Geografis terhadap produk potensi indikasi geografis terdaftar serta tidak terdaftar ‖. Sejauh Pengamatan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Dengan ini saya menyatakan bahwa, sebelum tesis ini disusun, sudah terdapat karya yang pernah diajukan ajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dengan tema yang realtif sama namun permasalahaan berbeda, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya sama atau pendapat yang
22
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi antara lain : Perlindungan Hukum Terhadap Indikasi Geografis ( Studi Kasus Kopi Toraja ) Oleh
: Al Ridho Setiawan (Sarjana FH Universitas Islam Indonesia).
Permasalahan : Bagaimana perlindungan hukum terhadap pada Indikasi Geografis dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 Jo Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 serta upaya hukum yang dapat dilakukan atas pendaftaran Indikasi Geografis Kopi Toraja sebagai merk oleh pihak asing ? Kesimpulan singkat Perlindungan hukum serta upaya hukum terhadap Pendaftaran Indikasi Geografis, masih dapat dilihat lemahnya perlindungan terhadap Penegakan atau implementasi dari Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 dan Undang-Undang No 15 Tahun 2001 Tentang Indikasi Geografis. Hal ini tercermin dalam Indikasi Kopi Toraja yang telah didaftarkan oleh Jepang sebagai Merek Toarco Toraja milik Key coffee serta makan laut Takoyaki yang dijadikan merek makan dimana telah menjadi generic.
23
E. Faedah Penelitian 1. Manfaat ilmiah adalah bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan dalam pengembangan ilmu hukum, dalam hukum HKI khususnya tentang merek dan Indikasi geografis. 2. Manfaat praktis adalah dengan adanya hasil penelitian ini dapat memberikan solusi yang tepat bagi pengambil kebijakan bila timbul masalah yang berkaitan dengan HKI khususnya perlidungan pendaftaran Indikasi geografis dan Merek dalam hukum nasional dan internasional.
24