BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan
perindustrian
dan
perekonomian
Indonesia
secara
bersamaan turut memberikan lahan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tetapi banyaknya serapan tenaga kerja di Indonesia masih belum dibarengi dengan kepedulian akan keselamatan dan kesehatan kerja. Ancaman di tempat kerja di Negara berkembang seperti Indonesia masih sangat tinggi, kita harus bekerja sama untuk mengurangi tingkat kecelakaan, gangguan kesehatan, dan kematian akibat kerja, khususnya di industri-industri beresiko kecelakaan tinggi seperti konstruksi dan manufaktur. Pengetahuan dan kecakapan para majikan sangat penting untuk memastikan kesehatan dan keselamatan para pekerjanya, adalah hal yang paling utama dan tidak dapat ditawar-tawar, ini tidak saja menyelamatkan nyawa manusia tetapi juga menjadikan bisnis lebih efisien (Nurdiansyah, 2014) dalam artikel Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan materi, dan gangguan produksi. Kerugian akibat kecelakaan juga besar seperti kerusakan sarana produksi, biaya pengobatan dan kompensasi. Hasil survey World Economic Forum mengkaitkan antara daya saing dengan tingkat kecelakaan. Daya saing suatu Negara ternyata berhubungan dengan tingkat keselamatan. Negara dengan daya saing rendah memiliki tingkat keselamatan rendah pula (Ramli, 2010). 1
2
Berdasarkan data statistik di Indonesia 80% kecelakaan kerja diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dan 20% oleh kondisi tidak aman (unsafe condition). Hal ini berarti perilaku tidak aman (unsafe act) berpengaruh besar terhadap kecelakaan kerja dibandingkan dengan kondisi tidak aman (unsafe condition) (Silalahi,1995). Pecegahan kecelakaan belum dilakukan secara nyata dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli mencoba mengamati berbagai kecelakaan yang terjadi. Mereka mempelajari fenomena suatu kecelakaan dan akhirnya menemukan bahwa kecelakaan bukan semata-mata kejadian yang begitu saja, tetapi merupakan suatu proses. Kecelakaan kerja sangatlah menakutkan bagi tenaga kerja. Bila ia mengalami kecelakaan di tempat kerja, bagaimana nasibnya dan nasib keluarganya. Perusahaan juga mengalami kerugian, bahan yang rusak atau mesin yang terhenti, waktu yang hilang dan peralatan yang rusak dan sebagainya. Keselamatan kerja berkaitan dengan proses melakukan secara aman dan selamat. Melalui penerapannya, 5S ikut berperan dalam meningkatkan keamanan dalam bekerja. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan pengendalian administrasi yang meliputi pengaturan waktu jam kerja penyediaan alat keselamatan kerja, mengatur pola kerja, sistem produksi, menetapkan prosedur dan
peraturan
K3.
Perusahaan
yang
unggul,
harus
memiliki
dan
3
mengimplementasikan budaya kerja 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke). Budaya kerja 5S mudah dimengerti, tetapi sangat sulit diterapkan (Suwondo, 2012; Ramli, 2010). PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II menerapkan 5S sebagai upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan cost dan juga menurunkan tingkat kecelakaan di perusahaan. Pada area welding terdapat beberapa kecelakaan yang kebanyakan disebabkan oleh pekerja itu sendiri sehingga program 5S di area tersebut sangat perlu dilaksanakan oleh semua pekerja sehingga akan dapat mengurangi angka kecelakaan yang ada. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Implementasi 5S (housekeeping) Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Area Welding (Line APV) Di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi”. B. Rumusan Masalah Bagaimana implementasi 5S pada area welding di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendiskripsikan implementasi 5S pada area welding di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi.
4
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran umum proses kerja, sumber bahaya dan potensi bahaya pada area welding di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi. b. Untuk mengetahui implementasi 5S pada area welding berdasarkan peraturan yang berlaku di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan a. Diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi perusahaan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan implementasi 5S pada area welding di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi. b. Dapat memberikan saran dan rekomendasi bagi perusahaan sehingga dapat menciptakan kegiatan produksi dan kondisi tempat kerja menjadi aman dan nyaman. c. Dapat menekan tingkat kecelakaan kerja pada area welding di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi. 2. Bagi Prodi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja a. Menambah kepustakaan tentang implementasi 5S di area welding yang bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan proses belajar mahasiswa.
5
b. Sebagai sarana pembelajaran mahasiswa tentang Keselamatan Kerja terutama mengenai 5S. 3. Bagi Mahasiswa a. Dapat mengetahui keadaan lingkungan kerja serta proses produksi pada area welding di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II, Bekasi. b. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang implementasi 5S yang baik secara teori maupun di lapangan, khususnya pada area welding di PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II Bekasi.
6
BAB II LANDASAN TEORI
E. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja ialah tiap ruang atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Sedangkan yang termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut (Undang-Undang No 1 Tahun 1970). Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 50/MEN/2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tempat kerja setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. 2. Bahaya a. Sumber Bahaya Bahaya adalah sumber potensi kerusakan atau situasi berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut sumber bahaya jika memiliki risiko menimbulkan hasil yang negatif (Ratnasari, 2009).
7
Potensi dari rangkaian sebuah kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu bagian dari rantai kejadian hilang maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya terdapat dimana-mana baik ditempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan meimbulkan efek jika terjadi sebuat kontak atau eksposur (Ratnasari, 2009). Dalam terminologi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahaya diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 1) Bahaya keselamatan kerja (safety hazard) Hal tersebut dapat menyebabkan luka, kematian, kerusakan properti perusahaan yang bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan adalah : a) Bahaya mekanik : disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik (tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset) b) Bahaya elektrik : disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik c) Bahaya kebakaran : disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat flammable/ mudah terbakar d) Bahaya peledakan : disebabkan oleh substansi kimia 2) Bahaya kesehatan kerja (health hazard) Merupakan gangguan kesehatan/penyakit dan biasanya bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan adalah :
8
a) Bahaya fisik : kebisingan, getaran, radiasi ion dan non pengion, suhu ekstreme dan pencahayaan. b) Bahan kimia : material/bahan yang bersifat antiseptic, aerosol, insectisida, suat, mist, fumes, gas dan vapor. c) Bahaya ergonomi : repetitive movement, statistic posture, manual handling dan postur janggal. d) Bahaya biologi : makhluk hidup di lingkungan kerja (bakteri, virus, protozoa dan fungi/jamur yang bersifat patogen). e) Bahaya psikologi : beban kerja terlal berat, hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman. b. Faktor bahaya Teori domino Heinrich (1931) dalam Suardi (2005) menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera terdapat lima faktor yang secara berurutan digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar, yaitu : 1) Kebiasaan 2) Kesalahan seseorang 3) Perbuatan dan kondisi tidak aman (hazard) 4) Kecelakaan 5) Cedera Heinrich (1931) mengemukakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan rangkaian sebabakibat. Misalnya dengan membuang hazard satu domino diantaranya.
9
Bird (1967) dalam Suardi (2005) memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu : 1) Manajemen 2) Sumber penebab dasar 3) Gejala 4) Kontak 5) Kerugian Bird (1967) mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap satu kecelakaan berat disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan harta benda dan 600 kejadian hampir celaka. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan biaya tak langsung adalah 1:5-50 dan digambarkan sebagai fenomena gunung es yang sering disebut dengan Teori Gunung Es yang artinya biaya langsung sebagai bongkahan gunung es yang terlihat pada permukaan laut dan biaya tidak langsung yaitu bongkahan gunung es yang berada di bawah permukaan laut jauh lebih besar.
10
Dibawah ini adalah teori gunung es oleh Bird (1967) : $1 Biaya kecelakaan dan penyakit 1. Pengobatan/perawatan 2. Gaji (biaya diasuransikan)
$5 - $50 biaya dalam pembukuan kerusakan properti (biaya yang tak diasuransikan) 1. Kerusakan gangguan 2. Kerusakan peralatan dan perkakas 3. Kerusakan produk dan material 4. Terlambat dan gangguan produksi 5. Biaya legal hokum 6. Pengeluaran biaya untuk penyediaan fasilitas dan peralatan gawat darurat 7. Sewa peralatan 8. Waktu untuk penyelidikan $1 - $3 biaya lain yang tak diasuransikan 1. Gaji terus dibayar untuk waktu yang hilang 2. Biaya pemakaian tenaga kerja pengganti atau biaya melatih 3. Upah lembur 4. Ekstra waktu untuk kerja adinistrasi 5. Berkurangnya hasil produksi akibat dari korban 6. Hilangnya bisnis dan nama baik Gambar 1. Fenomena Gunung Es Biaya Kecelakaan oleh Bird (1967) Sumber: Tarwaka, 2012
11
Menurut Silalahi (1995) dalam Santoso (2004) terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai yang dapat menyebabkan kecelakaan yaitu : lingkungan, peralatan, bahaya dan manusia, ternyata keelakaan kerja bukan hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik saja, melainkan salah satu faktor yang paling penting adalah manusia. Hal ini karena manusia lah yang berperan sebagai subjek pelaku kerja, sehingga faktor penyebab kecelakaan kerja tidak bisa dilepaskan dari karakteristik dan perilaku manusia. Ada beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan tenaga kerja (Magkunegara, 2001) diantaranya yaitu : 1) Keadaan tempat lingkungan kerja a) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya b) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak c) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya 2) Pengaturan udara a) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik b) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya 3) Pengaturan penerangan a) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat b) Ruang kerja yang kurang cahaya 4) Pemakaian peralatan kerja a) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak
12
b) Penggunaan mesin dan alat elektronik tanpa pengaman yang baik 5) Kondisi fisik dan mental pegawai a) Kerusakan alat indera dan stamina pegawai yang tidak stabil b) Emosi pegawai tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara berfikir dan kemanpuan peresepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap pegawai yang ceroboh dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa risiko bahaya. c. Potensi bahaya Menurut, Tarwaka (2008) identifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh berbagai faktor : 1) Kegagalan komponen, antara lain berasal dari : a) Rancangan komponen pabrik termasuk peralatan/mesin dan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai b) Kegagalan yang bersifat mekanis c) Kegagalan sistem pengendalian d) Kegagalan sistem pengaman yang disediakan e) Kegagalan operasional peralatan kerja yang digunakan 2) Kondisi yang menyimpang dari suatu pekerjaan, yang bisa terjadi akibat : a) Kegagalan pengawasan atau monitoring
13
b) Kegagalan manual suplai dai bahan baku c) Kegagalan pemakaian dari bahan baku d) Kegagalan dalam prosedur shut down dan start up e) Terjadinya pembentukan bahan antara, bahan sisa dan sampah yang berbahaya. 3) Kesalahan manusia dan organisasi seperti : a) Kesalahan operator/manusia b) Kesalahan sistem pengaman c) Kesalahan dalam mencampur bahan produksi berbahaya d) Kesalahan komunikasi e) Kesalahan atau kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan alat f) Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak sah atau tidak sesuai prosedur kerja aman 4) Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadi kecelakaan dalam suatu industri akibat kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik, seperti : a) Kecelakaan pada waktu pengangkutan produk b) Kecelakaan pada stasiun pengisian barang c) Kecelakaan pada pabrik disekitarnya 5) Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang luar ataupun dari dalam pabrik, biasanya hal ini akan sulit untuk diatasi atau dicegah, namun faktor ini frekuensinya sangat kecil dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya.
14
Potensi bahaya ditempat kerja secara umum dapat diidentifikasi, melalui : 1) Analisis kecelakaan, cidera dan kejadian hampir celaka (near miss). Sistem pelaporan kecelakaan yang efektif yang memuat tentang investigasi kecelakaan dan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh pihak manajemen dan pengurus Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) merupakan hal yang sangat penting didalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. 2) Konsultasi dengan tenaga kerja. tenaga kerja merupakan orang yang tepat dan sering mengetahui keadaan yang sebenarnya dan berkaitan dengan potensi bahaya yang dihadapi, sehingga sangat tepat bila mereka dilibatkan dalam proses identifikasi potensi bahaya dan evaluasi risiko di tempat kerjanya. 3) Walkthrough survey. Identikasi potensi bahaya dapat dilakukan melalui walkthrough survey langsung di tempat kerja dengan menggunakan bantuan checklist yang sesuai dengan kondisi bahaya yang ada di tempat kerja masing-masing. 3. Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda, atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).
15
Menurut Bird (1967) dalam (Ramli, 2010) kecelakaan terjadi karena adanya kontak dengan suatu sumber seperti mekanis, kimia, kinetik, fisis yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia, alat atau lingkungan. Menurut International Labour Organization (ILO) dalam Tarwaka (2008) klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan 1) Terjatuh 2) Tertimpa atau kejatuhan benda 3) Tersandung benda atau objek, terbentur kepada benda, terjepit antara dua benda 4) Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan 5) Terpapar dengan benda panas atau suhu tinggi 6) Terkena arus listrik b. Klasifikasi menurut agen penyebabnya 1) Mesin-mesin, seperti; mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin
transmisi,
mesin-mesin
produksi,
mesin-mesin
pertambangan, mesin-mesin pertanian, dan lain-lain 2) Sarana alat angkat-angkut, seperti; forklift, alat angkut kereta, alat angkut di udara, dan lain-lain. 3) Peralatan-peralatan lain, seperti; bejana tekan, instansi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga, perancah, dan lain-lain.
16
4) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti; bahan mudah meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi, dan lain-lain. 5) Lingkungan kerja, seperti; tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas kebisingan, getaran, ruang di bawah tanah, dan lain-lain. c. Klasifikasi menurut jenis luka dan cederanya 1) Patah tulang 2) Keseleo/dislokasi/terkilir 3) Kenyerian otot dan kejang 4) Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya 5) Amputasi 6) Luka tergores dan luka luar lainnya 7) Memar dan retak 8) Luka bakar 9) Keracunan akut 10) Sesak nafas 11) Efek terkena arus listrik 12) Efek terkena paparan radiasi 13) Luka pada banyak tempat di bagian tubuh d. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka 1) Kepala; Leher; Badan; Lengan; Kaki; Berbagai bagian tubuh 2) Luka umum, dan lain-lain
17
Menurut Tarwaka (2008) dengan demikian kecelakaan mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya menyebabkan gangguan proses kerja Pada pelaksanaannya kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu : a. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali. b. Kecelakaan di dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja. Secara umum penyebab kecelakaan kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Sebab dasar atau asal mula Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri antara lain meliputi faktor : 1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaannya
18
2) Manusia atau para pekerjanya sendiri 3) Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja b. Sebab utama Sebab utama dari kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar. Sebab utama kecelakaan kerja antara lain meliputi faktor : 1) Faktor manusia (Unsafe Actions) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab antara lain: a) Kekurangan pengetahuan dan ketrampilan (lack of knowledge and skill) b) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (inadequate capability) c) Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak d) Kelelahan dan kejenuhan e) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman f) Kebingungan dan stress (confuse and stress) karena prosedur kerja yang baru belum dapat dipahami g) Belum menguasai/belum trampil dengan peralatan atau mesinmesin baru h) Penurunan konsentrasi dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan i) Sikap masa bodoh dari tenaga kerja
19
j) Kurang motivasi kerja dari tenaga kerja k) Kurang adanya kepuasan kerja l) Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri 2) Faktor lingkungan (Unsafe Condition) yaitu kondisi tidak aman dari: mesin, peralatan, pesawat, bahan; lingkungan dan tempat kerja; proses kerja; sifat pekerjaan dan sistem kerja. lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi, juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat belum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama tenaga kerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi. 3) Interaksi manusia-mesin dan sarana pendukung kerja yang tidak sesuai (Unsafe Man-Mechine Interaction) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian,
penyediaan
sarana
kerja
yang
sesuai
dengan
kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja. 4. Hirarki pengendalian Pengendalian risiko dapat mengikuti pendekatan hirarki pengendalian (Hirarchy of Controls). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutan-
20
urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Di dalam hirarki pengendalian risiko terdapat 2 (dua) pendekatan, yaitu : a. Pendekatan “long term gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian subtitusi, eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi dan yang terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri b. Pendekatan “short term gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek
dan
bersifat
temporary
atau
sementara.
Pendekatan
pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yang bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian risiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri menuju ke atas sampai dengan subtitusi.
Eliminasi Subtitusi
Rekayasa teknik Isolasi
Administrasi APD
Gambar 2. Hirarki Pengendalian Risiko Sumber: Tarwaka, 2008
21
Menurut, Tarwaka (2008) hirarki pengendalian risiko dibagi menjadi 6 (enam) yaitu : a. Eliminasi Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas pertama. b. Subtitusi Pengendalian ini dimaksudkan untuk mengganti bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima. c. Rekayasa teknik Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi. d. Isolasi Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup menggunakan remote control. e. Pengendalian administrasi
22
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. f. Alat pelindung diri Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara manakala sistem
pengendalian
yang
lebih
permanen
belum
dapat
diimplentasikan. 5. Dasar Perundangan a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja b. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja. c. Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
No.
PER.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. d. Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
Republik
Indonesia
No:
PER.04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi. 6. Metode 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) a. Pengertian 5S Konsep 5S merupakan proses perubahan sikap dengan menerapkan penataan, kebersihan dan kedisiplinan di tempat kerja. Dengan menerapkan prinsip “A place for everything, and everything in its place,
23
maka setiap anggota organisasi dibiasakan bekerja dalam lingkungan kerja dengan standar tempat yang jelas (Hirano, 1992). 5S adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari dan merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar.Kegiatan 5S tidak hanya bermanfaat bagi industri namun juga bagi karyawan itu sendiri, karena kegiatan ini merupakan sektor pendukung bagi kualitas kehidupan kerja mereka (Osada, 2004). Menurut Luigi (1982) dalam Sholihah (2011) House keeping dan pemeliharaan adalah kerumahtanggaan perusahaan yang meliputi kegiatan pembersihan, kerapihan dari hari ke hari untuk menjaga bangunan, gedung, tempat kerja, peralatan dan permesinan dalam kondisi aman. Budaya kerja 5S merupakan suatu ilmu yang sangat perlu untuk dipelajari, dalam pengembangan suatu perusahaan atau organisasi (universitas, sekolah, partai dan lain-lain), untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, menciptakan manusia yang berdisiplin tinggi, menghargai waktu, tenaga kerja keras, teliti, berorientasi sukses, hemat dan bersahaja, suka menabung dan investasi, berorientasi kepada integritas dan hal yang positif lainnya (Suwondo, 2012). Menurut Jahja (1995) dalah Sholihah (2011) Konsep 5S merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi, bersih, tertib maka
24
kemudahan bekerja perorangan dapat diciptakan. Dengan kemudahan bekerja ini, empat bidang sasaran pokok industri yang meliputi : 1)
Efisiensi kerja
2)
Produtivitas kerja
3)
Kualitas kerja, dan
4)
Keselamatan kerja dapat lebih mudah dipenuhi Pemenuhan bidang sasaran pokok ini merupakan syarat bagi
industri dalam bertumbuh kembang secara wajar. Manfaat jelas, bukan saja bagi perusahaan, namun juga bagi karyawan. Definisi luas dari 5S adalah memanfaatkan tempat kerja (yang mencangkup peralatan, dokumen, bangunan dan ruang) untuk melatih kebiasaan para tenaga kerja dalam usaha meningkatkan disiplin kerja yang dimulai dengan Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu. Seiri, seiton, seiso dimulai pada saat bersamaan yang sesuai dengan prosedur standar yang ditetapkan pada Seiketsu. Apabila karyawan sudah memenuhi seluruh kegiatan tersebut di atas, maka ia telah memperoleh status Shitsuke atau telah ikut serta sepenuhnya dalam pengembangan kebiasaan-kebiasaan kerja yang baik sesuai aturan yang ditetapkan (Sholihah, 2011). Adapun yang menjadi dasar-dasar pemahaman dari 5S adalah sebagai berikut : 1) Seiri Merupakan langkah awal dalam menjalankan budaya 5S, yaitu membuang/menyortir/menyingkirkan barang-barang, file-file yang
25
tidak digunakan lagi ke tempat pembuangan.Semua barang yang ada di lokasi kerja, hanyalah barang yang benar-benar dibutuhkan untuk aktivitas kerja. Tindakan dilakukan agar tempat penyimpanan menjadi lebih efisien, karena dipergunakan untuk menyimpan barang atau file yang memang penting dan dibutuhkan, serta bertujuan juga agar tempat kerja terlihat lebih rapi dan tidak berantakan. Menurut Hirano (1992) dalam Sholihah (2011) Seiri adalah memisahkan barang menjadi dua golongan, yaitu barang yang diperlukan dan barang yang tidak diperlukan. Barang yang tidak diperlukan harus dikeluarkan dari area kerja. Barang yang tidak diperlukan adalah barang yang tidak/jarang/belum digunakan saat ini. Tidak ada barang yang masuk dalam kategori barang yang nantinya mungkin diperlukan Motto seiri menurut Jahja (1995) dalam Sholihah (2011) yaitu : “Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dari tempat kerja”. Menurut Osada dalam Sholihah (2011) yaitu : “Manajemen stratifikasi dan menangani penyebab”. Menurut Jahja (1995) dalam bukunya 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) ada 4 langkah yang perlu diperhatikan yaitu : a) Penjelasan guna penyeragaman penelitian b) Kegiatan meringkas tempat kerja c) Pemeriksaan berkala kondisi seiri di tempat kerja
26
d) Pelembagaan seiri dengan sistem piket 2) Seiton Seiton berarti menyimpan barang di tempat yang tepat atau dalam tata letak yang benar sehingga dapat digunakan dalam keadaan mendadak. Memberi tanda, petunjuk, batas pada tiap barang atau tempat penyimpanan dan menentukan prioritas penempatan berdasarkan frekuensi pemakaiannya. Menurut Osada (2004) dalam Sholihah (2011), seiton merupakan menyimpan barang di tempat yang tepat atau tata letak yang benar sehingga dapat digunakan dalam keadaan mendadak dan merupakan cara untuk menghilangkan proses pencarian. Motto seiton adalah “Penyimpanan fungsional dan menghilangkan waktu untuk mencari barang”. Menurut Jahja (1995) dalam Sholihah (2011), seiton adalah menempatkan
barang
dengan
jenis,
fungsi
dan
volume
penggunaannya. Tujuannya adalah menghilangkan ketidakpastian peletakan barang dan mengurangi risiko kehilangan atau kesalahan pengambilan. Langkah-langkah menuju konsep seiton adalah pengelompokan barang, persiapan tempat, pemberian tanda batas antar tempat, pemberian tanda pengenal atau identifikasi barang dan peta atau denah penempatan barang. Keuntungan dari penerapan seiton adalah :
27
a) Dapat mengurangi kerugian waktu yang disebabkan oleh lamanya waktu yang dihabiskan untuk mencari barang b) Dapat memudahkan pematauan barang dan tempat apabila ada yang hilang akan lebih mudah dideteksi c) Dengan tertata rapinya barang dapat pula mencegah terjadinya kecelakaan kerja. 3) Seiso Menurut Osada (2004) dalam Sholihah (2011), seiso berarti membuang sampah, kotoran, dan benda-benda asing serta membersihkan segala sesuatu di dalam area kerja.motto seiso adalah “Bersihkan segala sesuatu yang ada di tempat kerja”. Menurut Jahja (1995) dalam Sholihah (2011), seiso adalah membersihkan segala sesuatu yang ada ditempat kerja prinsipnya adalah melakukan pemeriksaan secara teratur. Jadi pembersihan adalah sesuatu yang memiliki pengaruh besar atas produktivitas, keamanan, semangat kerja, dan setiap aspek operasi lain. 4) Seiketsu Menurut Osada (2004) dalam Sholihah (2011), seiketsu adalah terus menerus dan secara berulang-ulang memelihara seiri, seiton, seiso baik secara personal maupun menyangkut pekerjaan. Motto seiketsu yaitu “Semua orang harus dapat memperoleh informasi yang dibutuhkannya, di tempat kerja, tepat waktu”.
28
5) Shitsuke Menurut Takashi Osada (2004), shitsuke adalah melakukan sesuatu yang benar sebagai kebiasaan. Konsep utama dari shitsuke adalah melakukan tugas atau pekerjaan dengan benar sesuai dengan prosedur yang berlaku. Semua S yang telah dibahas tidak dapat diterapkan tanpa sentuhan manusia. Shitsuke berkaitan dengan kebiasaan para karyawan yang harus dibina agar dapat menjaga dan meningkatkan apa yang sudah baik. b. Tujuan 5S Menurut Sholihah (2011) tujuan dari penerapan 5S di perusahaan adalah sebagai berikut : 1) Menciptakan lingkungan kerja yang bersih, higiens, aman dan menyenangkan bagi semua orang 2) Selain bermanfaat bagi perusahaan penerapan 5S juga dapat membantu karyawan dalam mencapai disiplin pribadi 3) Membuat masalah kualitas menjadi jelas, mutu berkaitan dengan sesuai hasil kerja terhadap kebutuhan atau persyaratan merupakan cacat produksi yang harus diperbaiki. Untuk perbaikan diperlukan tambahan
waktu,
usaha
maupun
material
dan
komponen.
Disamping itu, kesempurnaan hasil kerja tidak dapat dijamin bila dicapai melalui pekerjaan ulang. Mutu hasil kerja harus dapat dijamin sedini mungkin di tempat kerja agar kerja reparasi dapat dihapuskan
29
4) Meningkatkan efisiensi kerja dan mengurangi biaya operasi, efisiensi kerja berhubungan dengan penggunaan sumber daya yang sehemat mungkin dalam menghasilkan barang dan jasa. Orang sering mengartikan penghematan sumber daya secara sempit sebagai penghematan benda fisik saja. Dalam kenyataannya, sumber daya waktu yang lebih penting sering dilupakan. Sumber daya waktu merupakan sumber daya yang tidak bisa disimpan atau dipindahkan. Jadi waktu kerja harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan pemborosannya dihapuskan. Industri tidak akan berhasil tanpa pengelolaan waktu. c. Manfaat 5S Menurut Sholihah (2011) Penerapan 5S mempunyai manfaat yang sangat besar terutama dalam hal menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan nyaman serta pengurangan produk cacat akibatnya, kepuasan konsumen akan meningkat dan yang dapat mendorong peningkatan produktivitas. Manfaat lainnya adalah : 1) Terciptanya tempat kerja yang bersih, aman dan menyenangkan 2) Terawatnya peralatan, perlengkapan kerja serta bangunan. 3) Terwujudnya disiplin yang dibutuhkan untuk mencapai standar kerja. 4) Adana efisiensi pada masing-masing bagian 5) Adanya saling menghargai antara karyawan 6) Mengurangi risiko kecelakaan kerja
30
Dengan adanya penerapan 5S di dalam perusahaan akan memberikan manfaat terhadap perubahan sikap, tingkah laku atau pola pikir manajemen dan tenaga kerja terhadap peningkatan mutu dan produktivitas. Dengan demikian, adanya manfaat penerapan 5S tersebut akan memberikan keuntungan dalam banyak hal, antara lain : 1) Zero waste, yang berarti mengurangi biaya dan efisiensi meningkat. a) Inventory dan barang dalam proses menjadi lebih sedikit b) Ruangan-ruangan yang terpakai untuk barang-barang yang tidak diperlukan menjadi berkurang c) Gerakan-gerakan
yang
tidak
diperlukan
sehingga
menghindarkan dan mencari dapat berkurang d) Mengurangi gerakan-gerakan produksi yang tidak diperlukan seperti
:
mengangkat,
meletakkan,
menghitung
dan
memindahkan 2) Zero injury, yang berarti keselamatan kerja lebih baik a) Peralatan yang bersih dan mengkilap mudah mengamati kerusakan dan bahaya b) Jika tahun dimana peralatan disimpan, anda lebih cepat mengambilnya jika diperlukan c) Jika anda meletakkan sesuatu dengan aman maka anda akan dapat menghindari peralatan tersebut berjatuhan menimpa anda d) Jika ada api dan gempa anda tahu dimana letak pintu darurat dan alat pemadam kebakaran
31
3) Zero breakdown, yang berarti pemeliharaan lebih baik a) Scrap, debu, geram-geram dan potongan-potongan di lantai dan mesin jadi berkurang b) Dengan membersihkan mesin secara teliti dan teratur anda dapat mengetahui kondisi mesin setiap saat c) Pemeriksaan dan pemeliharaan tiap hari dapat menghindari kerusakan mesin menjadi lebih parah di masa akan dating 4) Zero defect, yang berarti kualitas lebih baik a) Jika segala sesuatunya ada pada tempatnya, anda terhindar dari mengambil barang yang salah b) Tempat kerja yang bersih akan member semangat kerja bagi siapa saja c) Alat pengukur dan indikator dapat bekerja dengan baik 5) Zero set- up time, yang berarti tidak ada waktu yang terbuang a) Karena segalanya ditata dengan teratur, maka waktu yang terbuang untuk mencari alat dapat dikurangi. b) Tempat kerja yang bersih dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan orang untuk mengetahui cara pengoperasian, peserta
pelatihan
mengoperasikannya.
sekalipun
dapat
dengan
mudah
32
6) Zero late delivery, yang berarti dapat memenuhi pelanggan tepat waktu. a) Karena tidak ada produksi yang rusak maka anda dapat memenuhi permintaan langganan tepat waktu b) Lingkungan kerja pabrik yang baik mempercepat proses produksi, tidak ada yang terbuang dan efisiensi meningkat. 7) Tanpa keluhan pelanggan 8) Tanpa kerugian 9) Menciptakan tempat kerja terbaik dengan prinsip kaizen (perbaikan berkesinambungan) 10) Bekerja tidak dengan kata-kata tetapi dengan tindakan yang nyata di lingkungan kerja 11) Menggugah tanggung jawab setiap orang ditempat kerja 12) Mengubah cara berpikir dan perilaku pribadi ke arah kinerja yang baik dan positif 13) 5S sebagai ilmu perilaku : perbuatan lebih meyakinkan daripada kata-kata 14) Sebagai barometer manajemen : perusahaan yang lancar dan dikendalikan oleh setiap orang 15) Sebagai
falsafah
produktivitas
manajemen
dan
sebagai
sasaran
utama
33
F. Kerangka Pemikiran
Tempat kerja
Faktor bahaya
Potensi bahaya
Kecelakaan Kerja
Hirarki Pengendalian Risiko
Eliminasi Subtitusi Rekayasa Teknik Isolasi Administrasi
Penerapan 5S
APD
Tidak aman Aman
Gambar 3. Kerangka Pemikiran