BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Sumardjo dan Saini, 1988:3). Dalam kesusastraan Arab modern, terdapat dua genre karya sastra, yaitu puisi dan prosa (Farhu>d, 1979:54). Beberapa bentuk prosa Arab modern, antara lain: al-maqa>lah (artikel), al-qis}s}ah (cerita), dan al-masrah}iyyah (drama) (Farhu>d, 1979:125). Salah satu bentuk al-qis}s}ah (cerita) dalam prosa Arab modern adalah al-
qis}s}ah al-qas}i>rah (cerita pendek atau cerpen). Stanton (1965:37) menyatakan bahwa lazimnya, cerpen itu terdiri atas lima belas ribu kata atau setara dengan lima puluh halaman, sedangkan menurut Hamid (1973:4), cerpen adalah cerita rekaan (fiction) yang pendek. Dalam hal ini, Hamid tidak mempermasalahkan jumlah kata atau halaman cerpen. Salah satu di antara sekian banyak penulis cerpen Arab adalah Nawa>l asSa‘da>wi>. Ia merupakan seorang akademisi, peneliti tentang kasus-kasus kewanitaan, dan sekaligus aktifis pejuang hak-hak perempuan (Fathoni, 2007:124). Selain itu, ia juga seorang penulis yang produktif. Karya-karyanya ditulis berdasarkan fakta sosial yang terjadi di sekitar kehidupannya yaitu banyak
1
2
mengangkat kasus tentang permasalahan perempuan. Salah satu karya as-Sa‘da>wi> adalah cerpen “Ta‘allamtul-H{ubba” dalam antologi cerpen Ta‘allamtul-H{ubba. Cerpen ini mengisahkan seorang dokter perempuan asal Kairo. Dokter perempuan bertugas di Wih}dah T}alh}atalMujamma‘ah untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada para pasien petani di desa T}alh}ah. Di sana, dokter perempuan bertemu dengan laki-laki udik. Dokter perempuan merasa tergagnggu oleh keburukan rupa si laki-laki udik sampaisampai ia tidak menghargai laki-laki udik itu. Namun, seiring berjalannya waktu, dokter perempuan pun menerima keadaan tersebut setelah ia mengetahui kebaikan laki-laki udik tersebut. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2015:50) mengatakan bahwa sebuah karya sastra merupakan sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur intrinsik. Dengan demikian, sebagai sebuah karya sastra, cerpen “Ta‘allamtul-H{ubba” merupakan sebuah struktur yang terdiri atas sejumlah unsur yang saling berkaitan dalam membentuk makna yang utuh. Untuk mengetahui dan memahami makna yang terkandung dalam cerpen tersebut, perlu diketahui unsur-unsur intrinsik dan hubungan antarunsur pembangunya sehingga cerpen tersebut akan dianalisis dengan memanfaatkan teori struktural. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik cerpen “Ta‘allamtul-H{ubba” karya Nawa>l asSa‘da>wi> dan hubungan antarunsur yang membangun cerpen secara keseluruhan.
3
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang dipaparkan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan unsur-unsur intrinsik pembangun cerpen “Ta‘allamtulH{ubba” karya Nawa>l as-Sa‘da>wi> dan hubungan antarunsurnya sehingga mampu membantu pembaca untuk lebih memahami cerita dalam cerpen tersebut. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian-penelitian mengenai unsur-unsur intrinsik terhadap karya Nawa>l as-Sa‘da>wi> dengan memanfaatkan teori struktural telah banyak dilakukan. Sejauh pengamatan penulis, beberapa penelitian itu adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Mardiani berjudul “Cerpen “Samanul-Wahm” dalam Antologi Cerpen Adab Am Qillah
Adab karya Nawa>l as-Sa‘da>wi>: Analisis Struktural” mengetengahkan tema utama yaitu keinginan laki-laki untuk memperistri seorang wanita harus didukung oleh materi, tidak hanya bermodalkan laki-laki, cinta, nama, dan sejarah yang layak dibanggakan, dan wanita pun memiliki harga diri. Kedua, penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Mulyanto berjudul “Cerita Pendek “Mautu Ka>tibin Kabi>rin” dalam Adabun Am Qillatul-
Adab karya Nawa>l as-Sa‘da>wi>: Analisis Struktural” mengetengahkan tema utama yaitu kesadaran tentang kesalahan perilaku seseorang yang muncul setelah keruntuhannya tidak akan mengubah apapun dan hanya menimbulkan penyesalan. Ketiga, penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Mujib berjudul
4
“Unsur-unsur Intrinsik Cerpen “H}a>latu Fata>tin min Daftari Ah}wa>li ‘Iya>dati” dalam Adabun Am Qillatu Adabin karya Nawa>l as-Sa‘da>wi>: Analisis Struktural” mengetengahkan tema utama yaitu kekerasan dalam rumah tangga dapat mengakibatkan trauma yang berkepanjangan dalam diri anggota keluarga, terutama anak-anak. Adapun penelitian terhadap antologi cerpen Ta‘allamtul-H{ubba karya Nawa>l as-Sa‘da>wi> pernah dilakukan pada tahun 2008 oleh Nahidah. Judul penelitiannya yaitu “Muja>waratu Lugatail-Fus}h}a> wal-‘A>miyyah wa Musykila>tu Tarjamatihima> fi> Majmu>‘atil-Qis}as}i Ta‘allamtul-H{ubba lid-Duktu>r Nawa>l asSa‘da>wi> (Dira>sah Tarjamiyyah ‘Arabiyyah-Andu>nisiyyah)”. Penelitian tersebut membahas mengenai sudut pandang permasalahan terjemah dialek ‘a>miyyah yang menjadi mediasi dalam bahasa fus}h}a>. Berdasarkan paparan di atas, maka penelitian unsur-unsur intrinsik cerpen “Ta‘allamtul-H}ubba” dalam antologi cerpen Ta‘allamtul-H{ubba karya Nawa>l asSa‘da>wi> dengan menggunakan teori struktural Robert Stanton sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan. 1.5 Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori struktural merupakan sebuah teori untuk mendekati teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antarunsur teks (Syuropati, 2011:46). Analisis dalam karya sastra, khususnya teks fiksi, dapat dilakukan dengan mengurai karya itu atas unsur-unsur intrinsik (Nurgiyantoro, 2015:52).
5
Adapun teori struktural yang digunakan adalah teori struktural Robert Stanton. Struktural merupakan sesuatu yang berkenaan dengan struktur, sedangkan struktur merupakan ketentuan unsur-unsur dari suatu benda (Depdiknas, 2014:1342). Struktural dalam karya sastra berarti unsur-unsur pembentuk karya sastra. Unsur-unsur pembentuk karya sastra menurut Stanton (1965:11) dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu tema, fakta-fakta cerita, dan sarana-sarana sastra. Tema (Stanton, 1965:19) merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Fakta-fakta cerita (Stanton, 1965:12) yang berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita itu meliputi karakter, alur, dan latar. Stanton (1965:25) menjelaskan bahwa beberapa sarana sastra dapat ditemukan dalam setiap cerita seperti konflik, klimaks, nada dan gaya, dan sudut pandang, sedangkan simbolisme sangat jarang dihadirkan. 1.6 Metode Penelitian Badudu dan Sutan (1994:896) menyatakan bahwa metode adalah cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai hasil yang baik seperti yang dikehendaki. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis struktural. Teeuw (1984:135) menyatakan bahwa metode analisis struktural karya sastra bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang secara bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Dengan demikian, sebuah metode dalam penelitian ini akan membantu dan memudahkan penulis sehingga dapat menganalisis objek
6
penelitian dengan baik dan sistematis yaitu membongkar dan memaparkan secermat, semendetail, dan semendalam mungkin unsur-unsur intrinsik cerpen “Ta‘allamtul-H}ubba” dalam antologi cerpen Ta‘allamtul-H{ubba karya Nawa>l asSa‘da>wi>. Kemudian, cara kerja berikutnya adalah menghubungkan keterkaitan antarunsurnya. Unsur-unsur yang akan dibahas pada penelitian ini meliputi karakter, alur, latar, tema, judul, dan sudut pandang. 1.7 Sistematika Penulisan Laporan hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan transliterasi Arab-Latin. Bab II meliputi biografi Nawa>l asSa‘da>wi> dan sinopsis cerpen “Ta‘allamtul-H}ubba” dalam antologi cerpen
Ta‘allamtul-H{ubba. Bab III mengenai analisis struktural terhadap cerpen “Ta‘allamtul-H}ubba” dalam antologi cerpen Ta‘allamtul-H{ubba. Bab IV mencakup kesimpulan analisis dan dilengkapi dengan daftar pustaka dan sumber laman. 1.8 Transliterasi Arab-Latin Transliterasi huruf Arab ke huruf Latin yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 0543 B/U/1987. a. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
7
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ا
Alif
tidak dilambangkan
Tidak dilambangkan
ب
ba’
b
be
ت
ta’
t
te
ث
sa’
ś
es (dengan titik di atas)
ج
jim
j
je
ح
ha’
h}
ha (dengan titik di bawah)
خ
kha’
kh
ka dan ha
د
dal
d
de
ﺫ
zal
ż
zet (dengan titik di atas)
ر
ra’
r
er
ز
zai
z
zet
س
sin
s
es
ش
syin
sy
es dan ye
ص
sad
s}
es (dengan titik di bawah)
ض
dad
d}
de (dengan titik di bawah)
ط
ta’
t}
te (dengan titik di bawah)
ظ
za’
z}
zet (dengan titik di bawah)
ع
‘ain
‘_
koma terbalik (di atas)
غ
gain
g
ge
ف
fa’
f
ef
8
ق
qaf
q
ki
ك
kaf
k
ka
ل
lam
l
el
م
mim
m
em
ن
nun
n
en
و
wau
w
we
ﻫ
ha’
h
ha
ء
hamzah
'_
apostrof
ي
ya’
y
ye
b. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda
Nama
Huruf Latin
Nama
َ_
fath}ah
a
a
َ¯
kasrah
i
i
َ_
d}ammah
u
u
Contoh:
كتب
kataba
ﺫكر
żukira
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda dan huruf
Nama
Gabungan huruf
Nama
9
ي...َ
fath}ah dan ya’
ai
a dan i
و...َ
fath}ah dan wawu
au
a dan u
Contoh:
كيف
kaifa
حول
h}aula
c. Vokal Panjang Vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harakat dan huruf
Nama
Huruf dan tanda
Nama
ا...َ
fath}ah dan alif
ā
a dan garis di atas
ى...َ
atau ya’
ي...َ
kasrah dan ya’
ī
i dan garis di atas
و...َ
d}ammah dan wau
ū
u dan garis di atas
قال
qa>la
قيل
qīla
يقول
yaqūlu
Contoh:
d. Ta’ Marbut}ah Transliterasi untuk ta’ marbut}ah ada dua: a. Ta’ marbut}ah yang hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah /t/ b. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta’ marbut}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta’ marbut}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
10
Contoh:
روضة األطفال
raud}ah al-at}fāl raud}atul-at}fāl
e. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh:
رّبنا
rabbanā
ن ّزل
nazzala
f. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu “”ال. Namun, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah. a. Kata sandang diikuti oleh huruf syamsiyah Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Contoh:
النساء
an-nisā'
b. Kata sandang diikuti oleh huruf qamariyah Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan huruf aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya.
11
Baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang. Contoh:
ال ّرجل
ar-rajulu
القلم
al-qalamu
g. Hamzah Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:
تأخدون
ta'khużūna
شيء
syai'un
إ ّن
inna
h. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh: ّ وإن هللا لهو خير ال ّرازقين
Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīna Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīna
فأوفو الكيل والميزان
Fa aufū al-kaila wa al-mīzāna Fa aufūl-kaila wal-mīzāna
12
i. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: وما محمد إالّ رسول شهر رمضان الدي أنزل فيه القرآن
Wa mā Muh}ammadun illā rasūl Syahru Ramad}ān al-lażī unzila fih al-Qur'ān Syahru Ramad}ānal-lażī unzila fihil-Qur'ān
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arab-nya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh: نصر من هللا وفتح قريب هلل األمر جميعا
Nas}run minallāhi wa fath}un qarīb lillāhi al-amru jamī‘an lillāhil-amru jamī‘an