BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pengelolaan barang milik negara/daerah yang semakin berkembang dan
kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan pengelolaan barang milik negara/daerah
saat ini. Sejak
diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 Tahun 2014 pengganti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2008 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah terdapat beberapa perubahan teknis terkait. Perubahan-perubahan teknis itu salah satunya mengenai jenis penilai dan tujuan penilaian. Barang milik daerah atau lebih dikenal dengan aset daerah merupakan sumber daya penting bagi pemerintah daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dan unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam standar akutansi sektor publik (Internasional Public Sector Accounting Standars-IPSASs) dikenal dengan aset penghasil pendapatan (cash generating asset) adalah aset yang dikuasai dengan tujuan menghasilkan tingkat pengembalian (return) secara komersial (IPSASs 21.14). Pedoman teknis pengelolaan barang milik negara dipisahkan dengan pengelolaan barang milik daerah. Dasar hukum peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan barang milik negara/daerah adalah sama yaitu Peraturan
1
Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 Tahun 2014 pengganti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah. Pengelolaan barang milik daerah lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah yaitu meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan
dan
penyaluran,
penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan atau penggunaan, pengamanan dan pemeliharaan,
penilaian,
penghapusan,
pemindahtanganan,
pembinaan,
pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan tuntutan ganti rugi. Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman atas pengelolaan aset daerah disesuaikan aturanaturan yang berkaitan dengan pengelolaan barang milik daerah dan standar akutansi pemerintah yang berlaku saat ini. Pemerintah Kabupaten Belitung salah satu kabupaten bagian dari pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pemerintah Kabupaten Belitung memiliki jumlah barang milik daerah per 31 Desember 2013 adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Rekap Barang Milik Daerah Tahun Anggaran 2012 dan 2013 No 1. 2. 3. 4.
Jenis Aset Tetap
Tahun Anggaran
Mutasi Tambah/Kurang
%
1.641.353.542
2.03
2012 81.045.762.395,30
2013 82.687.115.937,30
Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan
231.833.005.985,39
272.395.275.272,39
40.562.269.287
17,50
303.020.297.833,25
409.922.464.213,25
106.902.166.380
35,28
Jalan, Irigasi dan Jaringan
778.711.185.526,51
858.417.902.304,52
79.706.716.778,01
10,24
Tanah
2
Tabel 1.1 Lanjutan No
Jenis Aset Tetap
5.
Aset tetap lainnya Konstruksi dalam Pengerjaan
6.
Jumlah
Tahun Anggaran
Mutasi Tambah/Kurang
%
5.687.590.625
14,57
2012 39.026.068.522,81
2013 44.713.659.147,81
52.556.661.850,00
53.734.699.350,00
1.178.037.500
2,24
1.486.192.982.113,26
1.721.871.116.225,27
235.678.134.112,01
15,86
Sumber: DPPKAD, 2015 (diolah)
Dari tabel rekap barang milik daerah diatas dapat dilihat, penambahan nilai aset Pemerintah Kabupaten Belitung dari jenis aset tetap untuk Tahun anggaran 2012 dan Tahun anggaran 2013 terjadi mutasi tambah/kurang signifikan yaitu sebesar Rp.235.678.134.112,01 atau sebesar 15,86 persen. Mutasi tambah/kurang ini
didominasi
oleh
jenis
aset
tetap
gedung
dan
bangunan
yaitu
Rp106.902.166.380,00 atau 35,28 persen dari selisih jumlah nilai aset tetap Tahun 2013 dan 2012. Kemudian diikuti jenis aset tetap peralatan dan mesin sebesar Rp40.562.269.287,00
atau
17,50
persen,
aset
tetap
lainnya
sebesar
Rp5.687.590.625,00 atau 14,57 persen, jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp79.706.716.778,01 atau 10,24 persen, kontruksi dalam pengerjaan sebesar Rp1.178.037.500,00
atau
sebesar
2,24
persen
dan
tanah
sebesar
Rp1.641.353.542,00 atau sebesar 2,03 persen. Di dalam selisih nilai aset tetap gedung dan bangunan Tahun 2013 dan 2012 Rp106.902.166.380,00 salah satunya terdapat penambahan nilai dari pembangunan petak toko pusat
Kota
Tanjungpandan yaitu sebesar Rp7.961.670.000,00. Pembangunan petak toko pusat Kota Tanjungpandan berdasarkan amandemen surat perjanjian pekerjaan konstruksi pembangunan petak toko pusat Kota Tanjungpandan nomor:
3
01/AD/SPPK/PTPK-TDN/DPU/APBD/2013 tanggal 20 Mei 2013 atas
surat
perjanjian
Kota
pekerjaan
konstruksi
pembangunan
petak
toko
pusat
Tanjungpandan nomor: 01/SPPK/PTPK-TDN/DPU/APBD/2013 tanggal 3 Mei 2013. Petak toko pusat Kota Tanjungpandan ini diperuntukkan untuk disewakan kepada pihak ketiga sebagai sumber pendapatan asli daerah dari sektor retribusi. Berikut jumlah target dan realisasi retribusi pasar grosir/pertokoan Tahun anggaran 2013 dan 2014. Tabel 1.2 Jumlah Target Dan Realisasi Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan Kabupaten Belitung Tahun Anggaran 2013 s/d 2014 Tahun anggaran 2013
Tahun anggaran 2014
Jenis retribusi target
Realisasi
persen
target
realisasi
Persen
365.850.000
367.864.210
100,55
355.188.000
1.178.917.160
331.91
Retribusi pasar grosir/pertokoan Sumber: Dinas Kebersihan, Pasar dan Pertamanan (diolah)
Dari jumlah realisasi Tahun 2013 dan 2014 terlihat bahwa retribusi pasar grosir/pertokoan ini sangat optimal bila dikelola dengan baik. Peningkatan jumlah realiasi retribusi grosir/pertokoan ini sangat signifikan dari semula Tahun 2013 Rp.367.864.210 menjadi Rp1.178.917.160 pada Tahun 2014 atau mengalami kenaikan Rp811.052.950 atau sebesar 220.48 persen. Kenaikan signifikan ini dari retribusi pasar grosir/pertokoan Kawasan KV Senang. Sektor retribusi pasar grosir/pertokoan Kawasan KV Senang menjadi peluang bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi tanpa meninggalkan fungsi pemerintah sebagai pelayanan kepada masyarakat. Pembangunan dan pengembangan sektor ekonomi di daerah harus didukung oleh pemerintah, swasta
4
dan masyakarat tanpa menimbulkan konflik kepentingan dan indikasi merugikan keuangan daerah. Petak toko pusat Kota Tanjungpandan ini merupakan salah satu aset tetap Pemerintah Kabupaten Belitung yang belum pernah dilakukan penilaian. Petak toko pusat Kota Tanjungpandan termasuk jenis properti berwujud rumah toko. Rumah toko yang selanjutnya disebut ruko adalah salah satu jenis bangunan, berasal dari rumah dan toko, rumah berarti tempat berhuni dan toko berarti ruang untuk kegiatan usaha, artinya ruko adalah kombinasi fungsi dalam bangunan gedung (pasal 5 ayat 7 UU No 28 Tahun 2002). Pengelolaan aset daerah berupa pemanfaatan sewa ruko harus dikelola dengan baik. Perubahan paradigma pengelolaan manajemen aset mengisyaratkan produktivitas aset tersebut harus menghasilkan nilai tambah. Aset bukan lagi sebagai sumber biaya yang memberatkan bagi keuangan daerah, akan tetapi aset daerah sebagai pusat penerimaan tanpa meninggalkan fungsi pemerintah sebagai pelayan masyarakat sebagai mana yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Tata kelola administrasi aset yang baik, pengelolaan aset yang optimal akan mendukung perolehan opini wajar tanpa pengecualian pada laporan keuangan pemerintah daerah. Untuk lebih mempermudah pemahaman perubahan paradgima manajemen aset tersebut, bisa dilihat pada Gambar 1.1.
5
Manajemen Aset
Manajemen Publik Baru
Pergeseran Paradigma Paradigma Baru
Paradigma Lama Aset = Pusat Biaya
Good Goverment Governance Public Service Obligation
Aset = Pusat Penerimaan/Keuntungan
Produktivitas Aset
LKPD (Wajar Tanpa Pengecualian) Sumber: Ciptono, 2013 Gambar 1.1 Perubahan Paradigma Manajemen Aset
Catatan atas laporan akhir pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) perwakilan Bangka Belitung Tahun 2013 untuk Kabupaten Belitung hanya mendapat predikat wajar dengan pengecualian. Permasalahan aset menjadi salah satu penyebab Kabupaten Belitung sulit mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian. Menyadari pentingnya penilaiaan barang milik daerah untuk tujuan pemanfaatan aset daerah Pemerintah Kabupaten Belitung, yang termasuk dalam siklus pengelolaan barang milik daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah, maka penilaian pemanfaatan sewa atas aset penghasil pendapatan mutlak harus dilakukan. Hasil penilaian pemanfaatan sewa ruko milik Pemerintah Kabupaten Belitung akan menjadi pemahaman baru dalam rangka penetapan estimasi nilai sewa pasar aset penghasil pendapatan Pemerintah
6
Kabupaten Belitung lainnya menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
1.2
Keaslian Penelitian Penilaian sewa ruko Kawasan KV Senang milik Pemerintah Kabupaten
Belitung belum pernah dilakukan. Akan tetapi banyak penelitian sejenis mengenai penilaian tentang sewa ruko seperti Lestari (2014), penelitian tentang tingkat kapitalisasi properti ruko dalam menentukan nilai pasar yang wajar serta faktorfaktor yang memengaruhi. Rahman (2009), melakukan penelitian tentang nilai sewa pertokoan/ruko di Kota Pekanbaru. Berbeda dengan Yulidae (2014), meneliti pengaruh jarak, luas bangunan dan tempo sewa properti terhadap tingkat kapitalisasi properti perumahan di Kota Palangkaraya. Penelitian di luar negeri tentang penilaian sewa properti yang berkaitan dan menjadi acuan penelitian ini seperti T. Sampson (2015), meneliti tentang usulan baru untuk penilaian perumahan multifamily berpenghasilan rendah. Raslanas dan Lukošienė (2013), meneliti tentang penentuan sewa di pusat perbelanjaan selama periode resesi di Lithuania. Netzell (2013), meneliti tentang efek aksesibilitas di sewa eceran: pengujian integrasi nilai sebagai ukuran lokasi geografis. Cirz (2012), meneliti tentang penjualan set ritel tingkat sewa. Brotman (2010), meneliti tentang dampak dari kondisi pasar yang menggunakan model-model penilaian. Liang dan Wilhelmsson (2011), meneliti tentang nilai sewa ritel dengan model regresi: studi kasus Shanghai. Oni dan Ayodele (2011), meneliti tentang penentuan nilai tanah dan penyewaan ruang kantor, di Ikeja, Nigeria.
7
1.3
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka
penelitian tentang penilaian sewa ruko untuk tujuan pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka optimalisasi pendapatan asli daerah mutlak harus dilakukan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah. Penilaian sewa ruko untuk tujuan pemanfaatan barang milik daerah, didasarkan pada nilai wajar atau nilai pasar berdasarkan standar akutansi pemerintahan dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Ketentuan perundang-undangan ini adalah standar penilaian Indonesia. Kegiatan penilaian sewa untuk tujuan pemanfaatan barang milik daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Belitung belum pernah dilakukan. Penilaian sewa ruko Kawasan KV Senang Tanjungpandan ini menjadi kajian awal untuk aset-aset penghasil pendapatan. Ruko Kawasan KV Senang merupakan properti rill
milik
Pemerintah
Kabupaten
Belitung
yang
harus
dioptimalkan
pemanfaatannya sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah selain pajak daerah dan pendapatan lain-lain yang sah. Perubahan pengelolaan aset/barang milik daerah menyangkut penilaian barang milik daerah mengalami perubahan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 Tahun 2014 pengganti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2008 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah. Perubahan-perubahan itu diantaranya menyangkut ketentuan
8
penilai internal pemerintah untuk tujuan kepentingan kegiatan pemanfaatan aset daerah non operasional. Catatan atas laporan akhir pemeriksaan mengenai pengelolaan aset daerah Pemerintah Kabupaten Belitung Tahun 2013 dijadikan kajian untuk memperbaiki pengelolaan aset dan/atau barang milik daerah untuk masa yang akan datang salah satunya penetapan sewa ruko Kawasan KV Senang yang belum ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Pendekatan penilaian yang bisa diterapkan untuk penilaian sewa pasar ruko adalah pendekatan pasar, pendekatan biaya dan pendekatan pendapatan. Penilaian sewa ruko Kawasan KV Senang ini menggunakan pendekatan pasar dengan metode perbandingan data jual/sewa dan pendekatan pendapatan menggunakan metode angka pengganda sewa kotor (gross rent multiplier/GRM).
1.4
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan
penelitian dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana penilaian sewa pasar ruko Kawasan KV Senang Tanjungpandan Belitung menurut standar penilaian Indonesia?
1.5
Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menetapkan nilai sewa pasar atas
pemanfaatan rumah toko (ruko) Kawasan KV Senang Tanjungpandan. Penetapan nilai sewa berdasarkan nilai sewa pasar yang berlaku pada saat tanggal penilaian. Hasil keluaran nilai sewa pasar kemudian dibandingkan dengan perhitungan sewa
9
sebelumnya yang ditetapkan menurut Peraturan Bupati Belitung nomor 18 Tahun 2014 tentang perubahan tarif retribusi pasar dan/atau pertokoan.
1.6
Manfaat Penelitian Penelitian tentang penilaian ruko Kawasan KV Senang diharapkan
bermanfaat untuk: 1. penelitian selanjutnya tentang penilaian sewa barang milik daerah lainnya milik Pemerintah Kabupaten Belitung khusus untuk aset-aset penghasil pendapatan; 2. pengelola barang milik daerah yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik khususnya dalam penetapan sewa rumah toko (ruko) KV Senang agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dan indikasi merugikan keuangan daerah.
1.7
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari penelitian untuk tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab
utama, yaitu bab I Pendahuluan mencakup sub bab latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan teori dan kajian pustaka terdiri dari sub bab teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, model penelitian/kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, defenisi operasional, instrumen penelitian, metode analisis data. Bab IV Analisis mencakup deskripsi data, uji akurasi instrumen, pembahasan. Bab V Simpulan dan saran terdiri dari simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran.
10