BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan manajemen pengetahuan kini sudah banyak dilakukan pada industri kreatif termasuk di dunia pendidikan dan organisasi yang berbasis kompetisi.
Manajemen
pengetahuan
berorientasi
pada
knowledge-based
competitiveness memiliki esensi bahwa tugas perusahaan yaitu memahami dengan baik bagaimana dan kapan penciptaan pengetahuan harus didukung. Kegiatan berbasis pengetahuan ini meliputi penciptaan pengetahuan, pemanfaatan pengetahuan, pembelajaran dan berbagi pengetahuan yang bersama-sama terdiri dari manajemen pengetahuan (Shieh-Chieh et al., 2005 dalam Kharabsheh Alyan Radwan 2007). Para peneliti berpendapat bahwa manusia atau individu, yaitu pekerja pengetahuan (knowledge worker) adalah sumber utama pengetahuan (Jarvenpaa & Staples, 2001 dalam Muhammed Shahnawaz 2006 ), dan penting dalam penciptaan, menangkap dan berbagi pengetahuan dalam organisasi (Nonaka, 1994 dalam Liang et al. 2008). Sebagai salah satu kegiatan manajemen pengetahuan, berbagi pengetahuan merupakan cara dasar dimana karyawan dapat berkontribusi pada penerapan pengetahuan, inovasi, dan akhirnya keunggulan kompetitif organisasi Jackson et.al (2006). Berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang dimiliki secara individu dapat membantu penciptaan pengetahuan pada tingkat kolektif, yaitu tingkat organisasi. Sebagai contoh Senge (1990) berpendapat bahwa pengetahuan organisasi diciptakan melalui komunikasi pembelajaran individual di antara rekan kerja.
1
Berbagi pengetahuan mungkin merupakan sebuah aspek yang paling penting dalam proses ini, dikarenakan sebagian besar inisiatif manajemen pengetahuan tergantung pada hal ini. Karena tanpa berbagi (sharing) proses pembelajaran
(learning
process)
yang
merupakan
proses
penambahan
pengetahuan akan terhambat. Variabel tersebut sejalan dengan pernyataan Park et.al (2009) dalam Ibragimova Bashorat et al. (2012) bahwa sebuah elemen penting dalam keberhasilan manajemen pengetahuan adalah berbagi pengetahuan. Berbagi pengetahuan dapat digambarkan sebagai sebuah dorongan yang baik dan menarik, karena sangat tergantung pada kebiasaan dan kemauan pekerja pengetahuan untuk mencari atau menjadi reseptif terhadap sumber-sumber pengetahuan ini. Mengimplementasikan manajemen pengetahuan merupakan implementasi perubahan, khususnya tradisi berbagi pengetahuan dan tradisi belajar yang melibatkan
seluruh
individu
dalam
suatu
organisasi.
Dalam
mengimplementasikan manajemen pengetahuan khususnya berbagi pengetahuan tidak akan berhasil bila tidak membangun sebuah kepercayaan dan keterbukaan dari setiap individu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan berbagai aspek
organisasional
yang
memungkinkan
kepercayaan
ditingkatkan.
Kepercayaan bersandar pada kebenaran dan ketepatan dari seseorang, yang memiliki maksud bahwa seseorang akan mempercayai sesuatu bila sesuatu itu adalah benar. Membangun kepercayaan pada proses sosial merupakan prasyarat dalam berkerja sama, sejalan dengan pernyataan Nahapiet dan Ghoshal (1998) dalam Liang et al. (2008) bahwa kepercayaan dan kerjasama memiliki interaksi dua arah: “kepercayaan melumasi kerjasama, dan kerjasama akan melahirkan kepercayaan”. Kepercayaan tidak dapat dibangun dengan seketika, kepercayaan
2
akan muncul melalui interaksi dan tindakan yang konsisten antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Karena semakin berbeda apa yang dikatakan dengan tindakkannya maka akan menimbulkan distrust di kalangan anggota organisasi. Kepercayaan merupakan fondasi dari berbagai proses manajemen pengetahuan. Dan seperti diketahui bahwa manusia atau individu memiliki resistensi yang besar dalam dirinya untuk berbagi dan open minded (keterbukaan) dalam melihat suatu pengetahuan yang baru. Tanpa kepercayaan, tidak ada komunikasi yang efektif, dikarenakan pihak penerima tidak mempercayai pengetahuan yang diberikan, sementara orang yang membagikan pengetahuan juga tidak yakin bahwa pengetahuan yang diberikannya akan digunakan penerimanya. Hal ini merupakan hambatan dalam berbagi pengetahuan karena individu merasa kurang berdaya jika men-share apa yang diketahuinya. Masalah ini sangat terasa bagi karyawan yang memiliki learning capability yang rendah, sehingga dia akan mengalami kesulitan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang memiliki learning capability yang tinggi dalam mengakuisisi pengetahuan yang baru. Perusahaan BUMN seperti PT Pertamina (Persero) menyadari bahwa sumber daya manusia memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Potensi sumber daya ini harus dimanfaatkan untuk mendapatkan output yang optimal. Salah satu caranya adalah dengan memaksimalkan pengetahuan. Pengetahuan merupakan suatu faktor penting dalam proses berjalannya sebuah perusahaan, dimana pengetahuan telah menjadi kunci dalam menciptakan kekayaan ekonomi melalui transformasi. BUMN pada saat ini dihadapkan pada persaingan luar negeri.
3
Pertamina sebagai salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak dalam sektor industri khususnya dalam bidang energi selalu berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusianya guna keberlangsungan perusahaan. Pada praktiknya, Pertamina telah menerapkan sebuah sistem guna meningkatkan sumber daya manusianya, salah satunya adalah manajemen pengetahuan. Implementasi manajemen pengetahuan di Pertamina sudah diterapkan pada tahun 2008, dan dikelola oleh Tim Knowledge Management Pertamina (KOMET). Implementasi manajemen pengetahuan ini didasari untuk mengantisipasi dan mengatasi kesenjangan antara strategi bisnis dan pengetahuan, sehingga tidak terjadi adanya gap yang muncul karena perubahan strategi. Knowledge management di Pertamina memiliki empat komponen yang berperan sebagai strategi perubahan, yaitu pedoman, infrastruktur, people, dan kepemimpinan. Empat komponen ini harus menjadikan berbagi pengetahuan sebagai budaya kerja perusahaan. KOMET memfasilitasi kegiatan berbagi pengetahuan yang terbagi menjadi aktivitas online dan offline. Disini KOMET menanamkan budaya berbagi pengetahuan dengan sistem “Paksa-Rela” yang bermaksud memaksa masing-masing divisi untuk melakukan sharing. Tentu saja sistem ini memerlukan kepercayaan dari setiap pekerja, karena tanpa adanya kepercayan, maka penerima pengetahuan harus melakukan pemeriksaan ulang terhadap pengetahuan yang diterimanya. Dengan validnya pengetahuan yang didapat nantinya para pekerja dapat memanfaatkan aset pengetahuan untuk membantu menyelesaikan pekerjaan. Dari pembahasan tersebut, penelitian ini bermaksud melihat apakah kepercayaan merupakan faktor anteseden dalam berbagi pengetahuan dengan mengacu pada pernyataan Mayer et al. (1995) yang mengidentifikasikan dimensi
4
kepercayaan
menjadi
tiga,
yaitu:
kemampuan
(capability),
kebajikan
(benevolance), integritas (integrity). Ketiga dimensi ini saling berkaitan hanya saja dipisahkan menurut definisi masing-masing. Beberapa peneliti seperti Cook and Wall (1980), Deutsch (1960), Jones, James, and Bruni (1975), and Sitkin and Roth (1993) dalam Schoorman, Mayer, & Davis (2007) menganggap bahwa kemampuan merupakan elemen penting dari kepercayaan. Kemampuan mengacu pada kelompok keterampilan, kompetensi, dan karakteristik yang memungkinkan individu memiliki pengaruh dalam beberapa domain yang spesifik, dimana kepercayaan meningkat ketika seseorang dianggap kompeten. Dengan tingginya kepercayaan akan kemampuan terhadap rekan kerja, setiap individu akan percaya dan memiliki keyakinan untuk berbagi pengetahuan. Kebajikan dipercaya memainkan peran penting dalam penilaian kepercayaan, dan merupakan dasar kepercayaan. Karena kebajikan mengacu pada perilaku tiap individu yang akan menciptakan suatu keyakinan bahwa seseorang tidak akan takut untuk dikritik. Dengan hal ini, akan dapat memungkinkan individu untuk melakukan hal-hal yang baik, dan tidak memiliki rasa menyakiti rekan kerja untuk kepentingan pribadi. Proses tersebut dapat meningkatkan kepedulian individu pada kelompok (Kramer, 1996; Nahapiet dan Ghoshal, 1998 dalam Usoro Abel, 2007). Didalam berbagi pengetahuan terdapat hubungan partisipasi antar karyawan yang akan menghasilkan kebajikan (Chavis dan Wandersman, 1990 dalam Usoro Abel, 2007). Integritas merupakan kunci untuk membuat orang lain percaya pada kita, karena integritas membuat individu dapat memberi sebuah pengaruh. Mayer et al (1995) berpendapat bahwa integritas merupakan sejauh mana individu dapat
5
mematuhi prinsip yang dapat diterima orang lain. Kepercayaan akan integritas melibatkan kejujuran, ketulusan, kehandalan, dan keterbukaan, dimana hal tersebut termasuk kedalam hal keadilan, konsistensi, pemenuhan janji, dan keselarasan (Belanger et al, 2002). 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Dalam jurnal “is really social capital? Knowledge Sharing in product development projects” menyimpulkan bahwa kepercayaan merupakan kondisi untuk berbagi pengetahuan akan tetapi tidak memiliki efek positif, karena tidak semua dimensi yang di kembangkan oleh Mayer et.al (1995) memberikan hasil yang positif terhadap berbagi pengetahuan. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud menguji faktor kepercayaan yang dikembangkan menjadi tiga dimensi capability (kemampuan), benevolence (kebajikan), integrity (integritas) sebagai anteseden berbagi pengetahuan. Perlu adanya kesadaran setiap individu dalam membangun kepercayaan dengan rekan kerjanya, sehingga dengan terbangunnya kepercayaan satu sama lain pengetahuan akan dapat dengan mudah dibagikan. Penelitian ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ingin diketahui, yaitu: 1. Apakah kepercayaan akan kemampuan merupakan anteseden berbagi pengetahuan? 2. Apakah kepercayaan akan kebajikan merupakan anteseden berbagi pengetahuan? 3. Apakah
kepercayaan akan integritas merupakan anteseden
berbagi
pengetahuan?
6
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis hubungan kepercayaan akan kemampuan pada berbagi pengetahuan. 2. Menganalisis hubungan kepercayaan akan kebajikan pada berbagi pengetahuan. 3. Menganalisis
hubungan kepercayaan akan integritas pada berbagi
pengetahuan.
1.4 Manfaat Penelitian Setelah mengetahui bagaimana individu berbagi pengetahuan mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat dipahami. Faktor tersebut dapat membantu memahami bagaimana pengetahuan berkontribusi dalam kolektif perusahaan. Perusahaan mendapatkan pengetahuan baru dari lingkungan kesternal dan menghasilkan pengetahuan baru dari aktivitas individu-individu dalam perusahaan. Secara efektif dapat mengembangkan intervensi untuk mempromosikan
praktik-praktik
ini
dalam
karyawan.
Dengan
melihat
kepercayaan yang menjadi moderator, akan membantu dalam mendapatkan pengetahuan yang valid dan dapat dipercaya antara sesama rekan kerja. Penelitian ini akan membantu perusahaan dalam menilai pentingnya berbagi pengetahuan sebagai salah satu strategi untuk menciptakan pengetahuan baru. Pengetahuan baru yang dibagi antar karyawan dapat membuat perusahaan tetap eksis dalam bersaing sehingga perusahaan dapat membuat langkah-langkah yang valid dan dapat diandalkan untuk membuat strategi.
7
Hasil penelitian ini juga dapat membantu penelitian masa depan yang memiliki tujuan dalam memahami fenomena ini pada tingkat lain seperti pada kelompok dan tingkat organisasi.
8