BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak dikaji.
Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan untuk tetap bertahan di dalam organisasi (Steers, 1977). Selain itu, komitmen dinilai dapat memberikan dampak positif bagi organisasi seperti tingginya tingkat kehadiran karyawan dan meningkatnya kepuasan kerja karyawan (Mathieu & Zajac, 1990; Bateman & Stasser, 1984). Sehingga isu bahwa komitmen perlu untuk ditingkatkan dan ditinggikan agar dapat meningkatkan performa kerja karyawan mulai bermunculan seperti yang dikemukakan oleh Becker et al. (1996), Lemons dan Jones (2001). Becker et al. (1996) menyatakan bahwa komitmen karyawan perlu untuk ditingkatkan, antara lain dengan melakukan pelatihan kepemimpinan, sosialisasi dan pembentukan serta pembangunan tim. Sementara itu, Lemons dan Jones (2001) mengemukakan bahwa komitmen karyawan perlu untuk ditingkatkan dengan menumbuhkan persepsian keadilan yang dirasakan karyawan pada sistem keputusan promosi kerja karyawan. Namun demikian, Randall (1987) memberikan penekanan bahwa komitmen, khususnya komitmen yang berlebihan (overcommitment) dapat memberikan pengaruh yang sebaliknya, yaitu pengaruh negatif baik bagi karyawan maupun organisasi. Pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan antara
1
lain berupa tekanan atau stres pada karyawan dan tidak optimalnya pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya manusia bagi organisasi. Lebih lanjut, penelitian mengenai overcommitment dilakukan oleh De Jonge et al. (2000) dan Dai et al. (2008) yang menunjukkan bahwa overcommitment memiliki pengaruh positif signifikan pada emotional exhaustion. Emotional exhaustion adalah salah satu dimensi dari burnout dalam pengukuran Maslach Burnout Inventory-MBI (Maslach & Jackson, 1981). Hal ini mengindikasikan bahwa overcommitment dapat memberikan dampak yang negatif bagi karyawan (burnout). Namun, hasil temuan ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Kinnunen et al. (2008) dalam Rice (2009) yang mengungkapkan bahwa overcommitment memiliki hubungan positif signifikan pada absorption yaitu penyerapan (salah satu dimensi keterikatan kerja dari Schaufeli et al., 2002). Penyerapan ialah suatu keadaan yang menunjukkan perhatian yang penuh pada pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat dan karyawan merasa dirinya susah dipisahkan dari pekerjaan (Schaufeli et al., 2002). Hal ini mengindikasikan bahwa overcommitment dapat juga terkait dengan hasil yang positif baik bagi karyawan maupun organisasi (keterikatan kerja karyawan). Keterikatan kerja merupakan suatu investasi energi atau kemampuan yang secara simultan diberikan seseorang pada performa pekerjaannya (Christian, Garza & Slaughter, 2011). Dari temuan penelitian di atas, menunjukkan bahwa overcommitment dapat berpengaruh positif pada burnout dan dapat juga positif pada keterikatan kerja. Akan tetapi, berdasarkan pernyataan Maslach dan Leiter (1997) dalam Maslach, Schaufeli dan Leiter (2001) bahwa burnout dan keterikatan kerja
2
merupakan dua kutub (nilai) yang saling berkebalikan. Dengan demikian, hasil penelitian De Jonge et al. (2000), Dai et al. (2008) dan Kinnunen et al. (2008) dalam Rice (2009) memberikan indikasi adanya kesenjangan mekanisme psikologis ketika overcommitment dapat berpengaruh positif pada dua konstruk yang saling memiliki nilai yang berkebalikan. Sementara itu, van Vegchel et al. (2005) mengungkapkan lebih lanjut bahwa karyawan dengan overcommitment cenderung meningkatkan kerja keras mereka di tempat kerja namun pada saat bersamaan akan menghabiskan sumber daya yang mereka miliki. Lebih spesifik, Carlson dan Frone (2003) menyatakan bahwa sumber daya baik waktu, fisik maupun psikis (kognitif dan emosional) yang terkuras berlebihan pada pekerjaan dapat mengakibatkan berkurangnya alokasi sumber daya untuk dapat memenuhi kewajiban pada keluarga. Sehingga besar
kemungkinan
akan
menstimulus
hadirnya
konflik
kerja-keluarga.
Sebagaimana pendapat Kinman dan Jones (2008) bahwa karyawan dengan overcommitment pada pekerjaan akan cenderung memiliki sedikit waktu dan energi yang tersedia untuk dapat terlibat penuh dalam kehidupan keluarga. Mereka juga lebih cenderung untuk membawa ketegangan yang ditimbulkan oleh pekerjaan ke dalam keluarga (konflik kerja-keluarga). Selanjutnya, pengaruh dari konflik kerja-keluarga pada keterikatan kerja ditunjukkan oleh Martin (2013) yaitu adanya pengaruh negatif konflik kerjakeluarga pada keterikatan kerja. Hal ini sejalan dengan Rothbard (2001) yang menunjukkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara keterikatan kerja karyawan dan keterlibatannya dalam keluarga.
3
Dari uraian di atas, pengujian empiris pengaruh overcommitment pada keterikatan kerja karyawan yang dimediasi oleh konflik kerja-keluarga penting dilakukan. Overcommitment diduga kuat dapat berpengaruh positif pada keterikatan kerja, namun berpengaruh tidak langsung yang negatif pada keterikatan kerja dengan konflik kerja-keluarga sebagai pemediasi.
1.2
Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Penelitian De Jonge et al. (2000) dan Dai et al. (2008) menunjukkan
bahwa overcommitment memiliki pengaruh positif signifikan pada emotional exhaustion (salah satu dimensi dari burnout dalam MBI). Namun, hasil penelitian Kinnunen et al., 2008 dalam Rice, 2009 menunjukkan bahwa overcommitment memiliki hubungan positif signifikan pada keterikatan kerja karyawan. Di sisi lain, Maslach dan Leiter (1997) dalam Maslach, Schaufeli dan Leiter (2001) mengemukakan bahwa burnout dan keterikatan kerja merupakan dua kutub yang berkebalikan. Sehingga hasil penelitian De Jonge et al. (2000), Dai et al. (2008) dan Kinnunen et al. (2008) dalam Rice (2009) memberikan indikasi adanya kesenjangan mekanisme psikologis ketika overcommitment dapat berpengaruh positif pada dua konstruk yang saling memiliki nilai yang berkebalikan. Sementara itu, overcommitment diindikasikan kuat akan menunjukkan pengaruh yang negatif pada keterikatan kerja karyawan, ketika dimediasikan oleh konflik kerja-keluarga (Van Vegchel et al., 2005; Carlson & Frone, 2003; Kinman & Jones, 2008).
4
Berdasarkan pada penjabaran tersebut maka isu penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah
overcommitment
memiliki
pengaruh
positif
pada
keterikatan kerja karyawan? 2. Apakah overcommitment memiliki pengaruh positif pada konflik kerja-keluarga? 3. Apakah konflik kerja-keluarga memiliki pengaruh negatif pada keterikatan kerja karyawan? 4. Apakah
konflik
kerja-keluarga
memediasi
pengaruh
overcommitment pada keterikatan kerja karyawan?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menguji pengaruh positif overcommitment pada keterikatan kerja karyawan. 2. Menguji pengaruh positif overcommitment pada konflik kerjakeluarga. 3. Menguji pengaruh negatif konflik kerja-keluarga pada keterikatan kerja karyawan. 4. Menguji pemediasian konflik kerja-keluarga pada pengaruh overcommitment pada keterikatan kerja karyawan.
5
1.4
Manfaat Penelitian 1. Bagi praktisi: hasil pencarian informasi overcommitment dan keterikatan kerja karyawan akan dapat menjadi acuan dalam merumuskan
kebijakan
sistem
pengembangan
karyawan
serta
mengelola komitmen karyawan sehingga diperoleh implementasi yang optimal. 2. Bagi
pengembangan
ilmu:
memberikan
sumbangsih
berupa
pengembangan studi overcommitment karyawan melalui konstruk keterikatan kerja karyawan dan konflik kerja-keluarga.
6