BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kimia sebagai bagian dari sains, merupakan suatu ilmu berlandaskan eksperimen yang pengembangan dan aplikasinya menuntut standar tinggi pada kerja eksperimental. Eksperimen atau praktikum kimia membantu mahasiswa mendapatkan keterampilan-keterampilan teknis, misalnya, manipulasi peralatan dan material, observasi, pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil observasi, pemecahan masalah, kerja tim, mendesain eksperimen, dan keterampilan berkomunikasi (Bennett dan O’Neale, 1998; Johnstone dan AlShuali, 2001, dalam Limniou et al., 2007). Lebih lanjut, Witteck et al. (2007) menyatakan bahwa praktikum merupakan komponen esensial untuk mengajarkan metode ilmiah dan memahami hakekat sains. Pelaksanaan praktikum dalam kimia dapat membangkitkan keingintahuan mahasiswa terhadap kimia. Dalam melakukan praktikum, mahasiswa didorong untuk berpartisipasi aktif dan dilatih untuk mengembangkan sikap ilmiah. Sementara itu, Hofstein dan Mamlok-Naaman (2007) menyatakan bahwa praktikum di laboratorium dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan konsep dalam
sains
dan
aplikasinya;
keterampilan-keterampilan
ilmiah;
kemampuan kebiasaan
memecahkan berpikir
masalah
ilmiah;
dan
memahami
bagaimana sains dan ilmuwan bekerja; menumbuhkan minat dan motivasi. Hal senada dinyatakan oleh Hodson (dalam Pullaila, et al., 2007) bahwa kegiatan
1
laboratorium dalam pembelajaran sains bertujuan untuk membangkitkan minat mahasiswa, mengajarkan keterampilan-keterampilan laboratorium; membantu memperoleh dan mengembangkan konsep, menanamkan sikap ilmiah, dan mengembangkan keterampilan sosial. Praktikum di laboratorium menyediakan lingkungan belajar unik yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat aktif dalam proses penyelidikan dan inkuiri yang mirip dengan apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan (Hofstein dan Lunneta, dalam Domin, 2007). Hasil dari proses penyelidikan dan inkuiri ini diharapkan dapat memberikan mahasiswa belajar secara lebih bermakna jika dibandingkan bentuk pembelajaran sains yang lain. Sementara itu, Tobin (dalam Kipnis dan Hofstein, 2007) menyatakan bahwa praktikum sebagai suatu cara untuk belajar pemahaman dan sekaligus terlibat aktif dalam proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengerjaan sains. Masih menurut Tobin, belajar bermakna di laboratorium akan terjadi jika mahasiswa diberi kesempatan memanipulasi peralatan dan material untuk mengkonstruksi pengetahuan dari suatu fenomena dan menghubungkannya dengan konsep-konsep sains. Manfaat praktikum bagi mahasiswa dapat diringkas menjadi tiga domain (Willington, dalam Ketpichainarong, et al., 2010), yaitu untuk mengembangkan: (1) domain kognitif, misalnya konten sains dan hakekat sains; (2) domain afektif, misalnya menumbuhkan sikap positif terhadap sains; dan (3) domain psikomotorik, misalnya keterampilan proses sains, keterampilan laboratorium, keterampilan
pemecahan
masalah,
dan
keterampilam
berpikir,
terutama
keterampilan berpikir kritis.
2
Berpikir kritis merupakan serangkaian keterampilan kognitif dan disposisi intelektual
yang
diperlukan
untuk
mengidentifikasi,
menganalisis,
dan
mengevaluasi argumen secara efektif agar dapat menemukan dan mengatasi prasangka pribadi, dapat merumuskan dan menyajikan alasan yang meyakinkan dalam mendukung kesimpulan, dan dapat membuat keputusan yang rasional dan tepat tentang apa yang dilakukan dan diyakini (Bassham et al., 2008). Dengan demikian, keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir bagi seseorang dalam membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab yang mempengaruhi hidup seseorang. Keterampilan berpikir kritis juga merupakan inkuiri kritis, sehingga seseorang yang berpikir kritis menyelidiki masalah, mengajukan pertanyaan, mengajukan jawaban baru yang menentang status quo, menemukan informasi baru, dan menentang dogma dan dokrin (Schafersman, 1991). Menurut Lipman (2003), keterampilan berpikir kritis sangat penting dimiliki agar kita dapat terhindar dari penipuan, indoktrinasi, dan pencucian otak (mindwashing). Pentingnya peningkatan atau pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa telah menjadi tujuan dari pendidikan pada akhir-akhir ini (Tsapartis dan Zoller, 2003; Lubezky et al., 2004, Phillips dan Bond, 2004). Oleh karena itu, institusi pendidikan pada semua level sudah seharusnya memfokuskan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa (Zoller, et al., 2000). Pengembangan keterampilan berpikir kritis mahasiswa dimaksudkan untuk: (1) menyiapkan mahasiswa agar berhasil menghadapi kehidupan (Schafersman, 1991); (2) menciptakan penduduk yang memiliki kepedulian dan
3
pemahaman/literasi terhadap lingkungan (environmental literacy) (Ernst dan Monroe,
2004);
dan
(3)
meningkatkan
kemampuan
mahasiswa
dalam
menganalisis, mengkritisi, menyarankan ide-ide, memberi alasan secara induktif dan deduktif, serta untuk mencapai kesimpulan yang faktual berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional (Dumke, dalam Jones, 1996). Sementara itu, Beyer (1995) menyatakan bahwa pembelajaran atau praktikum keterampilan
berpikir
kritis
sangat
penting
diterapkan,
agar
dapat
mengembangkan daya nalar mahasiswa. Masih menurut Beyer (1995), untuk berhasil hidup dalam alam demokrasi, mahasiswa harus dapat berpikir kritis agar dapat membuat keputusan dengan tepat. Bagi mahasiswa, keterampilan berpikir kritis diperlukan terutama untuk memahami konsep-konsep pada mata kuliah yang sedang dipelajari. Dengan keterampilan berpikir kritis, mahasiswa akan dapat menganalisis masalah, mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait, mempertimbangkan kredibilitas sumber informasi, memilih informasi yang relevan, menganalisis argumen, mengkritisi pendapat, dan mengevaluasi solusi yang mungkin, sehingga dihasilkan solusi yang terbaik. Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis khususnya bagi mahasiswa
calon
guru
kimia,
keterampilan
berpikir
kritis
hendaknya
dikembangkan sejak dini (tahun pertama kuliah) baik melalui perkuliahan teori maupun praktikum. Mata kuliah Kimia Dasar merupakan suatu mata kuliah yang diprogramkan di tahun pertama kuliah. Pada mata kuliah Kimia Dasar terintegrasi antara teori dan praktikum. Praktikum Kimia Dasar merupakan fondasi untuk
4
melakukan praktikum-praktikum kimia tingkat lanjut, sehingga perlu ditangani secara sungguh-sungguh terutama untuk mengembangkan penguasaan konsep, keterampilan proses sains, dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Praktikum Kimia Dasar yang dilakukan, tidak serta merta dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa, terutama keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Hal ini didukung oleh pernyataan Lunetta dan Nekhleh (dalam Witteck et al., 2007) bahwa praktikum yang dilakukan tidak otomatis memberikan hasil positif terhadap pencapaian hasil belajar kognitif dan metode ilmiah. Hodson (Kipnis dan Hofstein, 2007) mengkritik kerja laboratorium dan mengklaim bahwa kerja laboratorium tidak produktif dan membingungkan, ketika kerja laboratorium dilakukan tanpa suatu pertimbangan dan ketidakjelasan dari tujuan praktikum, serta praktikum lebih menekankan terhadap apa yang dikerjakan mahasiswa di laboratorium. Secara lebih tegas, Roth (dalam Domin, 2007) menyatakan: ’Although laboratories have long been recognized for their potential to facilitate the learning of science concept and skills, this potential has yet to be realized’. Beberapa faktor penghambat pencapaian hasil praktikum diungkapkan oleh Hofstein dan Lunetta (dalam Donnell et al., 2007), meliputi: (1) pelaksanaan praktikum ekspositori oleh sebagian besar institusi tidak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang tujuan dari penyelidikan dan urutan tugas-tugas yang dibutuhkan hanya untuk mengejar penyelesaian tugas-tugas tersebut, (2) asesmen secara sungguh-sungguh diabaikan, memberikan kesan bahwa praktikum tidak perlu dilakukan secara serius, dan (3) terbatasnya sumber daya praktikum yang memadai. Hal ini didukung oleh temuan Suardana (2008)
5
bahwa pengelolaan praktikum Kimia Dasar di salah satu institusi pendidikan dilakukan melalui praktikum ekspositori di mana mahasiswa melakukan praktikum berdasarkan buku penuntun praktikum yang telah disediakan oleh dosen. Mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk merancang atau mendesain praktikum sendiri. Menurut Edelson (dalam Donnell et al., 2007), implementasi praktikum di mana mahasiswa sendiri yang merancang eksperimen (praktikum) adalah suatu tantangan yang signifikan bagi mahasiswa. Kemampuan merancang eksperimen untuk keperluan pembelajaran dan penelitian merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru-guru kimia (Depdiknas, 2007). Praktikum ekspositori memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Praktikum ekspositori tidak memperhatikan kreativitas atau kontekstualisasi, dan sering merupakan suatu verifikasi atau pengujian teori yang telah dipresentasikan dalam perkuliahan (McGarvey, dalam Donnell et al., 2007). Lebih lanjut, Garratt (dalam Limniou et al., 2007) menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum ekspositori tidak memberikan peluang pembelajaran tentang mendesain eksperimen, penyelidikan, dan analisis hasil secara kritis. Mahasiswa yang mengikuti praktikum ekspositori tidak mengerjakan eksperimen, tetapi melakukan latihan, sebab mereka biasanya mengikuti instruksi secara mekanik tahap demi tahap, tanpa berpikir (Clow dan Garratt, dalam Limniou et al., 2007). Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menyelidiki efektivitas praktikum pada pendidikan sains dalam pencapaian tujuan praktis, kognitif, dan afektif (Kipnis dan Hofstein,
6
2007). Limniou et al. (2007) melakukan integrasi simulator viskositas interaktif dalam sesi pra-laboratorium untuk membantu mahasiswa memahami materi kimia dengan lebih baik. Dalam praktikum ini, mahasiswa melakukan eksperimen virtual menggunakan simulator viskositas pada sesi pra-laboratorium, dilanjukan dengan melakukan praktikum riil di laboratorium. Di pihak lain, Donnell et al. (2007) menerapkan pembelajaran berbasis masalah proyek mini (PBL proyek mini) sebagai suatu metode pembelajaran laboratorium untuk mengembangkan keterampilan mahasiswa melakukan praktikum di laboratorium kimia. PBL proyek ini merefleksikan situasi pemecahan masalah kehidupan nyata yang mampu
meningkatkan
partisipasi
dan
keyakinan
mahasiswa melakukan
praktikum. Witteck et al. (2007) menggunakan pendekatan pembelajaran perusahaan (learning company approach) untuk memotivasi siswa secara kooperatif melakukan eksperimen pengaturan diri (self-regulated). Sementara itu, Ketpichainarong et al. (2010) menyelidiki efektivitas praktikum selulase berbasis inkuiri untuk meningkatkan inkuiri mahasiswa dalam bioteknologi. Lebih lanjut, Green et al., (2004) juga menerapkan pembelajaran laboratorium berbasis inkuiri untuk lebih menekankan penggunaan metode ilmiah secara eksplisit serta mengajak mahasiswa untuk merumuskan dan menguji hipotesisnya sendiri. Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum pada suatu institusi pendidikan di Bali juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Suardana (2001) menerapkan modul pertanyaan untuk mengefektifkan pelaksanaan praktikum Kimia Dasar. Semetara itu, Sudria et al. (2002) mengembangkan bimbingan klinis untuk meningkatkan kualitas proses dan penguasaan konsep mahasiswa pada
7
praktikum Kimia Anorganik. Redhana (2008) menerapkan open-ended laboratory pada praktikum Biokimia untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep Biokimia. Peningkatan kualitas praktikum ini lebih difokuskan untuk meningkatkan kualitas proses dan penguasaan konsep mahasiswa, tetapi belum diupayakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Penelitian tentang upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa, sesungguhnya juga telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti. Tabel 1.1 meringkas beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis atau keterampilan yang berhubungan, baik pada siswa maupun mahasiswa. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa implementasi pembelajaran atau praktikum inkuiri, scaffolding, berbasis masalah, berbasis budaya lokal, dan metode bertanya, dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa. Dari semua penelitian tersebut, penelitian tentang pengembangan praktikum berbasis budaya lokal, khususnya praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali belum pernah dilakukan. Pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini didasarkan atas alasan sebagai berikut. Pertama, pengetahuan mahasiswa tentang materi praktikum Kimia Dasar dalam bentuk konten dan konteks budaya yang ada di sekitarnya merupakan pengetahuan awal yang dibawa dalam praktikum. Pengetahuan awal ini sangat bermanfaat dalam membantu mahasiswa memahami materi praktikum Kimia Dasar yang dipelajari. Kedua, materi praktikum Kimia Dasar yang
8
dipahami melalui konten dan konteks budaya mahasiswa juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap budaya yang dimiliki. Hal ini akan dapat menghindari terjadinya ketidakcocokan (clash) dan konflik budaya atau marginalisasi khasanah budaya Bali serta dapat memperkuat budaya Bali dari pengaruh budaya asing. Ketiga, pengintegerasian budaya Bali dalam praktikum akan dapat meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap potensi (budaya) daerahnya dan keinginan untuk terus melestarikannya. Pentingnya pengintegrasian budaya lokal dalam pembelajaran atau praktikum telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Jegede dan Okebukola, dalam Suastra, 2005; Baker dan Taylor, 1995; Cobern dan Aikenhead, 1996; Costa, 1995; dan Ogawa, 2002). Menurut Jegede dan Okebukola (Suastra, 2005), bahwa memadukan sains asli siswa (sains sosial-budaya) dengan pelajaran sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sementara itu, Baker dan Taylor (1995) menyatakan bahwa jika pembelajaran atau praktikum sains tidak memperhatikan budaya siswa/mahasiswa, maka konsekuensinya adalah siswa/mahasiswa akan menolak atau menerima hanya sebagian dari konsepkonsep sains yang dikembangkan dalam pembelajaran atau praktikum. Pendapat senada dikemukakan oleh Cobern dan Aikenhead (1996), yang menyatakan bahwa jika subbudaya sains modern yang diajarkan selaras dengan subbudaya kehidupan sehari-hari siswa/mahasiswa, maka pembelajaran sains akan dapat memperkuat pandangan siswa/mahasiswa tentang alam semesta, hasilnya adalah enculturation. Jika enculturation terjadi, maka berpikir ilmiah siswa/mahasiswa tentang kehidupan sehari-hari akan meningkat. Sebaliknya, jika subbudaya sains
9
yang diajarkan di sekolah berbeda atau bahkan bertentangan dengan subbudaya keseharian siswa, maka pembelajaran sains akan memisahkan pandangan siswa tentang alam semesta (Costa, 1995 dan Ogawa, 2002), sehingga mereka meninggalkan atau meminggirkan cara asli mereka untuk mengetahui, dan rekonstruksi terjadi menuju cara mengetahui menurut ilmuwan (scientific). Agar dapat mengintegrasikan budaya lokal, khususnya budaya Bali ke dalam praktikum Kimia Dasar, eksplorasi konten dan kontek budaya Bali yang berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Dari penelusuran aspek budaya Bali yang berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar, ditemukan bahwa aplikasi reaksi netralisasi asam dan basa telah dimanfaatkan oleh masyarakat Bali dalam proses pengobatan secara tradisonal. Dalam pengobatan sengatan lebah, misalnya, masyarakat Bali biasanya menggunakan air pamor (air kapur). Bisa sengatan lebah (apiktoksin) bersifat asam sehingga dapat dinetralkan dengan air pamor yang bersifat basa. Demikian juga, untuk menghentikan ketagihan candu yang mengandung senyawa-senyawa alkaloid yang bersifat basa, digunakan ramuan obat yang bersifat asam; ramuan ini terdiri atas: buah belimbing besi, garam dapur, dan lunak tanek (asam jawa/Tamarindus indica L. yang telah dimasak). Aspek budaya Bali yang juga berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar adalah penyepuhan emas. Perhiasan dari sepuhan emas banyak digunakan oleh masyarakat Bali, khususnya oleh perempuan-perempuan Bali dalam kegiatan keagamaan atau kesenian. Secara tradisonal, penyepuhan emas dilakukan melalui elektrolisis menggunakan larutan potas (kalium karbonat) sebagai elektrolit, anoda
10
berupa emas murni, dan katodanya adalah perhiasan yang disepuh. Penyepuhan emas adalah proses elektrolisis dengan cara melapisi emas pada benda yang disepuh. Pada proses penyepuhan emas, benda yang disepuh ditempatkan sebagai katoda dan emas ditempatkan sebagai anoda. Mencermati pentingnya pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar, maka pada penelitian ini dikembangkan model praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Model ini mengintegrasikan konten dan konteks budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar yang memberikan peluang kepada mahasiswa untuk belajar secara lebih bermakna (meaningful) dan memungkinkan mahasiswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dalam model ini, mahasiswa diberikan pemahaman terhadap budayanya sendiri dan diberikan pengalamanpengalaman bermakna untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam kegiatan praktikum, sehingga mahasiswa dapat menjadi seorang pemikir yang kritis dan berhasil menghadapi kehidupan. Dengan demikian, pengembangan model praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan potensi dirinya secara maksimal dan melatihkan keterampilan berpikir kritis selama merancang, melaksanakan, dan melaporkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil praktikum. Pengembangan model ini juga diharapkan dapat mengurangi keterasingan mahasiswa terhadap budayanya sendiri dan lebih memahaminya, sehingga menumbuhkan kecintaan mahasiswa terhadap budaya yang dimiliki dan keinginan untuk terus melestarikannya
11
Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Keterampilan Berpikir Kritis atau Keterampilan yang Berhubungan Penulis (Tahun) Oliver-Hoyo (2003)
Sharma & Hannafin (2004) Sellnow dan Ahlfeldt (2005) Toledo (2006)
Kipnis dan Hofstein (2007) Miri et al. (2007)
Pullaila et al. (2007)
Suja, et al. (2007)
Dirgantara (2008)
Redhana (2009)
Talanquer dan Pollard (2010)
Fokus penelitian
Hasil Penelitian
Peneliti mempelajari pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan tugas membuat laporan tertulis untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis Peneliti memeriksa pengaruh scaffolding pada pengembangan keterampilan berpikir kritis Peneliti menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk memperbaiki keterampilan berpikir kritis dan kerja tim. Peneliti menerapkan pendekatan bertanya secara online untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis Peneliti menerapkan praktikum inkuiri pada mata pelajaran kimia SMA untuk mengembangkan keterampilan metakognisi Peneliti menerapkan pembelajaran: (1) pemecahan masalah dunia nyata, (2) diskusi open-ended, dan (3) eksperimen berbasis inkuiri Peneliti menerapkan pembelajaran inkuri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif Peneliti mengembangkan pembelajaran sains SMP berbasis konten dan konteks budaya Bali
Pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pemberian tugas membuat laporan tertulis pada mata kuliah Kimia Dasar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa Scaffolding pada pembelajaran secara online efektif mengembangkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kerja tim mahasiswa.
Peneliti menerapkan pembelajaran laboratorium berbasis inkuri untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains Peneliti memgembangkan program pembelajaran berbasis masalah terbimbing untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis Peneliti mendeskripsikan cara alternatif mengkonseptualisasi kurikulum kimia pada jurusan sains dan teknik melalui perubahan fokus dari belajar kimia sebagai body of knowledge menuju pemahaman kimia sebagai suatu cara berpikir (chemistry as a way of thinking)
Pendekatan bertanya secara online dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan memperluas penguasaan konten Siswa mempraktikkan kemampuan metakognisi dalam berbagai tahap dalam proses inkuiri saat melakukan aktivitas inkuiri. Pemecahan masalah dunia nyata, diskusi open-ended, dan eksperimen berbasis inkuiri dapat meningkatkan keterampilan dan disposisi berpikir kritis Pembelajaran inkuri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif Sikap ilmiah, keterampilan berpikir kritis, dan ketekunan siswa tergolong tinggi melalui pembelajaran sains berbasis konten dan konteks budaya Bali Pembelajaran laboratorium berbasis inkuri pada pokok bahasan kalor dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains Pembelajaran berbasis masalah terbimbing pada mata pelajaran kimia dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa Desain model kurikulum baru dimaksudkan untuk: meningkatkan pemahaman ide-ide inti yang fundamental secara mendalam; menghubungkan ide-ide inti antara unit-unit pelajaran; memperkenalkan cara berpikir modern dan pemecahan masalah dalam kimia; serta melibatkan mahasiswa mengambil keputusan dan pemecahan masalah realistik
12
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. “Bagaimanakah model praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali (MPKD-BBB) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa”. Dari rumusan masalah ini dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Konten dan konteks budaya Bali apa saja yang relevan dengan topik-topik praktikum Kimia Dasar? 2. Bagaimanakah karakteristik MPKD-BBB yang dikembangkan? 3. Sejauh mana MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa daripada praktikum reguler? 4. Sejauh mana MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa daripada praktikum reguler? 5. Bagaimanakah keterampilan proses sains mahasiswa melalui implementasi MPKD-BBB? 6. Apa kendala-kendala yang ditemui dalam mengimplementasikan MPKD-BBB? 7. Apa keunggulan-keunggulan dari MPKD-BBB? 8. Bagaimanakah tanggapan dosen terhadap MPKD-BBB? 9. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa terhadap MPKD-BBB?
C. Tujuan Penelitian Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis dan budaya Bali dalam pembentukan pengetahuan mahasiswa, institusi pendidikan sudah semestinya
13
menekankan pada upaya pengintegrasian aspek budaya Bali dalam pembelajaran atau praktikum untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa melalui usaha-usaha yang dilakukan secara eksplisit. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menghasilkan MPKD-BBB yang teruji untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. MPKD-BBB ini menyediakan kesempatan cukup luas bagi mahasiswa berlatih menerapkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa, dalam proses merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil-hasil praktikum berbasis budaya Bali dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar secara maksimal.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dan pengembangan ini berupa MPKD-BBB yang diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoretik maupun praktis. 1. Manfaat teoretik Manfaat teoretik hasil penelitian dan pengembangan ini adalah memperkaya khasanah praktikum inovatif yang ada dan memberikan ide-ide berupa prinsip-prinsip dasar dalam mendesain model praktikum yang memberikan tantangan kepada mahasiswa untuk belajar secara lebih bermakna sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis dari hasil penelitian dan pengembangan ini adalah: (a) sebagai salah satu model praktikum alternatif untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa; (b) sebagai pedoman bagi
14
dosen dalam mengelola praktikum yang menekankan pada peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa; (c) mengubah paradigma belajar mahasiswa yang selama ini lebih banyak sebagai “konsumen ide” menjadi berperan sebagai “produsen ide”; dan (d) sebagai bahan pertimbangan bagi institusi pendidikan, khususnya Jurusan Pendidikan Kimia untuk merancang kurikulum, pendekatan, metode, dan strategi pengelolaan praktikum dengan mengadopsi atau mengadaptasi MPKD-BBB.
15