BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materiil UU Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) yang diajukan Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim yang meminta puteranya Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui sebagai anak almarhum Moerdiono telah membawa paradigma baru dalam sistem hukum perdata dan hukum keluarga pada khususnya yang berlaku di Indonesia, banyak pro dan kontra mengiringi lahirnya putusan tersebut.1 Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan mengabulkan sebagian permohonan para pemohon. Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan tidak dikabulkan sebab perkawinan yang dicatatkan adalah untuk mencapai tertib administrasi, memberikan kepastian dan perlindungan terhadap status hukum suami,istri maupun anak, memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak tertentu yangtimbul karena perkawinan seperti hak waris, hak untuk memperoleh aktekelahiran, dan lain-lain. Pencatatan secara administratif yang dilakukan negara dimaksudkan agar perkawinan, sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan, yang berimplikasi terjadinya akibat hukum yang sangat luas, di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan
1
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluranya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan, cet. I, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2012), hal.163.
1
suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat terselenggara secara tertib dan efisien. Artinya dengan dimilikinya bukti otentik akta perkawinan, hakhak yang timbul sebagai akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan baik, karena tidak diperlukan proses pembuktian yang memakan waktu, uang, tenaga, dan pikiran yang lebih banyak, seperti pembuktian mengenai asal-usul anak dalam pasal 55 UU perkawinan yang mengatur bahwa bila asal-usul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka mengenai hal itu akan ditetapkan dengan putusan pengadilan yang berwenang. Pembuktian yang demikian pasti tidak lebih efektif dan efisien bila dibandingkan adanya akta otentik sebagai bukti.2 Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan dikabulkan dengan alasan karena hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur / administrasi perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya.3
2
Putusan Mahkamah Konstitusi RI Putusan No. 46/PUU-VIII/2010 perihal Pengujian UU no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, hal.33. Dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web. Putusan&id=1&kat=1&cari=46%2FPUU-VIII%2F2010 diakses hari Rabu, 18/04/2012, 20.32 WIB. 3 Ibid., hal 34.
2
Komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan hampir 50 juta anak di Indonesia tidak memiliki akta kelahiran karena berbagai sebab antara lain karena pernikahan tidak sah atau tidak tercatat atau kawin siri, angka ini hampir separuh dari total jumlah anak dibawah 5 tahun yang ada di Indonesia. KPAI sangat mengapresiasi putusan MK beberapa waktu lalu yang mengabulkan permohonan uji materiil atas pasal anak diluar pernikahan sah dalam UU perkawinan.Menurut ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait, perubahan pada Undang-undang Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi landasan hukum yang sah dalam memajukan upaya advokasi bagi anakanak diluar pernikahan yang sah untuk memperoleh hak keperdataannya.4 Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tersebut sangat berlebihan, melampaui batas, dan bersifat “over dosis” serta bertentangan dengan ajaran Islam dan pasal 29 UUD 1945.Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010tersebut telah melampaui permohonan yang sekadar menghendaki pengakuan hubungan keperdataan atas anak dengan bapak hasil perkawinan, tapi tidak dicatatkan kepada KUA, menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan atas anak hasil hubungan zina dengan
lelaki yang
mengakibatkan kelahirannya. MUI
memandang, putusan MK tersebut memiliki konsekwensi yang sangat luas, termasuk mengesahkan hubungan nasab, waris, wali, dan nafkah antara anak hasil
4
Nur Alfiyah, KPAI: Putusan MK Atasi Masalah Anak di Luar Nikah,http://www.tempo.co/read/news/2012/02/18/063384780/KPAI-Putusan-MK-Atasi Masalah-Anak-di-Luar-Nikah, Sabtu, 18/02/2012, diakses hari Selasa, 17/04/2012, 21:31 WIB.
3
zina dan lelaki yang menyebabkan kelahirannya, dimana hal demikian tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.5 Dalam merespon putusan MK tersebut, MUI mengeluarkan fatwa bernomor 11 tahun 2012 yang intinya mengatur kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan. Ketua MUI Ma’ruf Amin menilai bahwa fatwa MUI meneguhkan perlindungan terhadap anak. Salah satunya, dengan mewajibkan lelaki yang mengakibatkan kelahiran anak untuk memenuhi kebutuhan anak. Dalam menanggapi putusan MK yang berlawanan dengan fatwa MUI, Ma’ruf Amin mengatakan, putusan MK itu positif jika niatnya untuk melindungi anakanak hasil nikah siri, dan bukan melegalkan anak hasil zina. Ma’ruf beranggapan, ada baiknya jika putusan itu terbatas pada yang sudah menikah siri saja. Sedangkan anak yang lahir karena hubungan badan di luar pernikahan tetap tidak diberi keistimewaan.6 Dr. M. Saad Ibrahim selaku Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur bidang Majelis Tarjih, Tajdid dan Pengembangan Pemikiran Islam memaparkan bahwa dengan diakuinya secara hukum hubungan nasab antara anak dengan bapaknya, walau pada hakikatnya adalah hasil perzinaannya, maka akan memberikan jaminan pasti bagi anak tersebut baik berkaitan dengan kepastian nasab maupun dengan hak-hak yang lain serta akan memaksa bapak tersebut bertanggung
jawab
memikul
konsekuensi
5
logis
dari
perbuatannya
Desastian,MUI:Putusan MK Sembrono, Over Dosis & Bertentangan dengan Ajaran Islam, Rabu, 14/03/2012, http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/03/14/18167/muiputusan-mksembrono- over-dosis-bertentangan-dengan-ajaran-islam/ diakses hari Jumat tanggal 13/04/2012, 19.45 WIB 6 Ainur R. Sophiaan, Beda Keputusan Anak Hasil Zina, Majalah Matan, Edisi 69, April 2012, hal 48.
4
sendiri.7Sedangkan menurut Mu’ammal Hamidi LC, yang juga merupakan anggota
majelis
Tarjih,
Tajdid,
dan
Pengembangan
Pemikiran
Islam
Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur menjelaskan di dalam makalahnya bahwa dalil qath’i tentang anak yang lahir dari hasil perzinaan oleh lelaki yang jelas, yang tidak diakuinya sebagai anak itu, tidak ada. Bahkan kalau dilihat dari Bukhari maupun Muslim yang membicarakan sabab al-wurud dari hadits “alWaladu li al-firasy” itu cukup jelas, bahwa anak yang direbutkan antara Sa’ad dan Abd Zam’ah itu jelas, bahwa dia dihubungkan dengan Utbah bin Abi Waqash karena ada kemiripan rupa. Maka sekarang, barangkali dengan tes DNA.8 Dari sini, telah jelas bahwa dari beberapa diantara ulama tarjih Muhammadiyah Jawa Timur mempunyai pendapat yang bertolak belakang dengan pendapat MUI atau dengan kata lain bahwa mereka mendukung putusan Mahkamah Konstitusi no.46/PUU-VIII/2010 dan menganggap bahwa putusan tersebut tidak bertentangan dengan nash. Pandangan tersebut menarik untuk ditelaah lebih komperhensif, sehingga akan diadakan penelitian dengan judul “Analisa Pandangan Ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tentang Status Anak Luar Kawin”.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagi berikut :
7 8
M. Saad Ibrahim, Tes DNA dan Anak Zina, Majalah Matan, Edisi 69, April 2012, hal 37. Mu’ammal Hamidy, Anak Biologis Anak Syar’i?, Makalah yang disampaikan dalam Kajian Tarjih Majelis Tarjih & Tajdid PW. Muhammadiyah Jawa Timur dengan tema “Status Anak Di Luar Nikah Menurut Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif” di Lamongan tgl 22 April 2012 M.
5
1. Bagaimana pandangan ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur terhadap Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010 tentang status anak luar kawin? 2. Apa alasan-alasan para ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur dalam menetapkan pandangannya terhadap putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tentang status anak luar kawin? 3. Alasan manakah yang lebih kuat dan relevan dengan substansi yang terkandung dalam putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tentang status anak luar kawin?
C. Tujuan Penelitian Sebagaimana telah dirumuskan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui pandangan ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur dalam menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 tentang status anak luar kawin. 2. Untuk mengetahui alasan-alasan para ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur dalam menetapkan pandangannya terhadap putusan MK No. 46/PUUVIII/2010 tentang status anak luar kawin. 3. Untuk mengetahui alasan yang lebih kuat dan relevan dengan substansi yang terkandung dalam putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tentang status anak luar kawin?
6
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ilmiah ini setidaknya mempunyai dua manfaat yang dapat diberikan, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Untuk memperluas cakrawala pandang sekaligus berpartisipasi aktif dalam menyumbangkan pikiran guna menambah hasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum Islam mengenai status anak diluar nikah dalam hal keperdataan . 2. Manfaat Praktis Agar dapat dijadikan bahan bacaan bagi para pembaca dalam memahami ilmu- ilmu agama khususnya ilmu yang berkaitan dengan hukum Islam dan hukum positif mengenai status anak.
E. Definisi Operasional Dalam memahami penelitian ini, maka perlu adanya definisi operasional yang bertujuan agar pemaknaan dan pemahaman tidak bersifat umum dan abstrak. Definisi operasional yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur. Ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘alim, artinya orang yang berilmu. Dalam pengertian asli, ulama adalah para ilmuwan, baik di bidang agama,
7
humaniora, sosial maupun kealaman. Dalam pengertian selanjutnya, pengertian ini menyempit dan hanya digunakan oleh ahli agama.9 Ukuran yang dipakai masyarakat untuk mengakui sebagai ulama berbedabeda, yaitu: Pertama, ulama dalam arti orang-orang yang mempunyai pengetahuan luas dalam agama, dengan atau tanpa pengakuan masyarakat atau syarat-syarat lain. Kedua, ulamadalam arti banyak orang terlibat dalam pelayanan masyarakat, khusunya dalam masalah keagamaan, seperti mengajar ngaji alQuran, bertabligh, yang dalam masalah ini segi keilmuan kadang-kadang kurang disyaratkan. Mereka dipanggil kiai dan dikategorikan ulama dalam kehidupan Islam, meskipun kerap kali ilmunya sangat terbatas. Ketiga, ulama dalam arti “waratsat al-anbiyâ” yakni bukan saja memiliki kepandaian dan penguasaan luas dalam ilmu agama, tetapi juga memenuhi tuntutan lain yang lebih berkaitan dengan sikap dan cara hidup, seperti kesalehan, kewara’an, kesederhanaan, dan komitmen terhadap kesejahteraan umat lahir batin.10 Tarjih
Muhammadiyah
yang
dimaksud
adalah
Majelis
Tarjih
Muhammadiyah atau biasa disebut juga dengan Lajnah Tarjih Muhammadiyah,
9
Ali Maschan Moesa, Kiai dan Politik Dalam Wacana Civil Society, (Surabaya : Lepkis, 1999), hal. 60. 10 Muhammad Tholchah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosial Budaya, cet. 1, (Jakarta :Galasa Nusantara, 1987), hal. 153.
8
yaitu lembaga persyarikatan dalam bidang agama11 yang dibentuk di tingkat Pusat, Wilayah dan Daerah oleh Pimpinan Persyarikatan.12 Jadi yang dimaksud dengan ulama tarjih Muhammadiyah Jawa Timur adalah orang yang berilmu khusunya di bidang agama, dan diakui kredibilitasnya di masyarakat, khusunya bagi warga persyarikatan Muhammadiyah di wilayah Jawa Timur. 2. Status Anak Luar Kawin Status yang dimaksud adalah kondisi atau kedudukan yang berhubungan dengan hukum.13 Dalam pengertian lain status juga didefinisikan keadaan atau kedudukan
(orang,badan,dsb)
dalam
hubungan
dengan
masyarakat
di
sekelilingnya.14 Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan, sedangkan perempuan tersebut tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya. Sedangkan pengertian diluar kawin adalah hubungan seorang pria dengan seorang wanita yang dapat melahirkan keturunan, sedangkan hubungan mereka tidak dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif dan agama yang dipeluknya.15 Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan status anak luar kawin yaitu kedudukan anak berkaitan dengan hubungan 11
Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No.5/PP/1971 tentang Qaidah Lajnah Tarjih Muhammadiyahpasal 1, (Jakarta : Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2000). 12 Ibid., pasal 3 ayat 1. 13 Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Ed. I, (Jakarta : Modern English Press, 1991), hal. 1461. 14 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hal. 156. 15 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Kencana, 2008), hal. 80.
9
keperdataan dengan orang tuanya yang dilahirkan bukan dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif dan agama. 3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010. Putusan yang dimaksud adalah putusan hakim, yaitu suatu pernyataan oleh hakim, sebagai Pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.16 Mahkamah Konstitusi (MK) adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194517 yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.18 Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 adalah putusan hakim Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materiil UU Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) yang diajukan Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim yang meminta puteranya Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui sebagai anak almarhum Moerdiono tertanggal 17 Februari 2012. 16
Mertokusumo,Soedikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta:Liberty, 1999), hal. 175. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 th. 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Bab I pasal 1 ayat 1, hal. 02. Dari http://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/ lihat_pdf.php%3Fpdf%3Duu242003.pdf, yang diakses pada hari Rabu 14/04/2012, 21.35 WIB. 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, pasal 24 C ayat (1), (Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2011), hal 152. 17
10
Definisi operasional tersebut, memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan Analisa Pandangan Ulama Trajih Muhammadiyah Jawa Timur terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tentang anak luar kawin adalah penguraian dan penelaahan suatu perkara yang menjadi putusan hakim Mahkamah Konstitusi, yaitu perkara yang diajukan Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim yang meminta puteranya Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui sebagai anak almarhum Moerdiono tertanggal 17 Februari 2012 yang diputuskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang telah ditanggapi oleh ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur, yaitu orang yang ahli agama dan kredibilitas ilmu agamnya diakui oleh warga Muhammadiyah Jawa Timur. F. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu penelitian agar tecapai sesuai dengan kehendaknya. Karya ilmiah tidak akan terlepas dari metode yang digunakan dalam penelitiannya, maka dalam penelitian ini perlu diketahui pendekatan dan jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan analisis data, yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif ini sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
11
metode ilmiah.19 Lebih lanjut, penelitian kualitatif didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan oleh seseorang dengan sasaran penelitian yang terbatas, tetapi dengan keterbatasan sasaran penelitian yang ada itu digali sebanyak mungkin data mengenai sasaran penelitian. Dengan demikian walaupun sasaran penelitian terbatas,tetapi kedalaman data tidak terbatas. Semakin berkualitas data yang dikumpulkan, maka penelitian ini semakin berkualitas. 20 Pendekatan kualitatif ini dipergunakan untuk menganalisa pendapat dan alasan ulama tarjih Muhammadiyah Jawa Timur. 2. Sumber Data Dalam melakukan penelitian ini data-data yang diperlukan diperoleh dari dua sumber : a.
Data Primer, yaitu data yang bersumber dari informan yang mengetahui secara jelas dan rinci mengenai masalah yang sedang diteliti. Kata-kata atau ucapan lisan dan perilaku manusia merupakan data utama atau data primer dalam suatu penelitian, diamati dan dicatat secara langsung seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi.21 Untuk memperoleh data yang jelas, maka peneliti mendatangi informan
dan berkomunikasi secara langsung dengan kriteria informan sebagai berikut: (a) Pimpinan atau Anggota Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur, baik yang masih menjabat secara struktural maupun yang nonstruktural. (b) Pernah mengikuti dan berkontribusi dalam Musyawarah Nasional Tarjih. 19
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-27, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 06. 20 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kualitatif dan Kuantitatif, (Surabaya: 2001), hal. 29. 21 Ibid., hal. 112.
12
(c) Informan
yang
memiliki
kredibilitas
sebagai
figur
ulama
di
Muhammadiyah dan berkompeten dalam bidang Hukum Islam. (d) Informan yang membahas atau menanggapi Putusan MK No. 46/PUUVIII/2010 secara tertulis, dalam hal ini adalah Saad Ibrahim, Muammal Hamidy dan Saiful Anam sebagai narasumber di seminar ketarjihan yang diselenggarakan oleh PWM Jawa Timur di Lamongan. b.
Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari data yang sudah ada dan mempunyai hubungan masalah yang diteliti yaitu literatur-literatur yang ada meliputi dokumen-dokumen, secara jelas dapat berupa : (a) Media masa dan atau media elektronik yang merupakan informasi ilmiah dan masih mempunyai korelasi dengan pembahasan dalam penelitian tersebut. (b) Tesis, Skripsi, buku yang relevan mengenai status anak atau nasab anak dalam pandangan Hukum Islam.
3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang akan dilakukan oleh penulis adalah dengan cara sebagai berikut : a. Interview Interview yaitu wawancara atau percakapan dengan maksud tertentu. Percekapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.22 Dalam pelaksanaan metode wawancara ini peneliti menggunakan “interview
22
Ibid., hal. 186.
13
bebas”, artinya dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja yang terkait dengan data apa yang diperlukan dan kumpulkan.23 Teknik wawancara ini dilakukan secara terbuka dan mendalam untuk memberikan kesempatan kepada yang diwawancarai menjawab secara bebas. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan yang belum didapat pada dokumentasi dan untuk mendapatkan pengertian dan penjelasan yang lebih mendalam tentang obyek yang diteliti. Data yang ingin dijaring dengan metode wawancara ini adalah mendapatkan data secara langsung dari para informan tentang pendapat beserta alasan berkenaan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No.46 /PUU-VIII/2010. b. Dokumentasi Dokumentasi yaitu sebagian dari metode atau teknik yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan informasi atau data. Sedangkan dalam buku prosedur penelitian dikatakan bahwa : Dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi ini, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi ini, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen, catatan harian, dan sebagainya.24 Maka di dalam menggunakan metode ini peneliti akan membaca dan menganalisa tulisan-tulisan ilmiah yang ditulis oleh informan yang berkompeten dibidangnya. c. Studi Kepustakaan 23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Bineka Cipta, 1993)Hal. 12. 24 Ibid., hal. 131.
14
Studi kepustakaan yang dimaksud yaitu mengkaji dan mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang diteliti, dengan suatu harapan dapat memperoleh bahan atau sumber data yang bersifat teoritik.
4. Analisis Data Analisis data adalah mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerjakan (ide) seperti yang disarankan oleh data.25 Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis deskriptif kualitatif/non-statistik atau analisis isi (content analysis).26 Secara operasional teknik analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya : a. Reduksi data, yaitu data yang diperoleh dilapangan diidentifikasi, dipilah-pilah, dikoding sesuai fokus penelitian. b. Kategorisasi, yaitu memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan dan setiap kategori diberi label. c. Sintesiasi, yaitu mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya. d. Menyusun analisis data akhir sekaligus menjawab pertanyaan penelitian. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan data yang telah dikumpulkan yang bertolak dari khusus sampai kepada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum.27
25
Ibid., hal. 280. Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta :Raja Grafindo Persada,2006), hal. 80. 27 Lexy J Moleong, Op.Cit. , hal. 288-289. 26
15
Lebih lanjut, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptifanalitis-krtitis. Sebuah metode
yang merupakan pengembangan dari metode
deskriptif, yaitu metode yang mendeskripsikan gagasan manusia dengan suatu analisis yang bersifat kritis28 dengan tujuan mengkaji gagasan primer mengenai suatu ruang lingkup permasalahan yang dipercaya oleh gagasan sekunder yang relevan. Fokus metode ini adalah mendiskripsikan, membahas, dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi yang berupa perbandingan, hubungan, dan pengembangan model.29
G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun sisitematika skripsi yang terdiri dari empat bab, yaitu: Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, definisi operasional, kerangka teoritik, dan metode penelitian. Bab II
merupakan tinjauan pustaka yang membahas tentang hal-hal
sebagai berikut, yaitu: Definisi kelembagaan Mahkamah Konstitusi yang meliputi sejarah
lembaga
Mahkamah
Konstitusi,
kedudukan,
kewenangan
dan
kewajibannya, serta fungsi dan peran Mahkamah Konstitusi. Penjelasan tentang
28
Jujun S. Suriasumantri, Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan, dan Keagamaan :Mencari Paradigma Kebersamaan, dalam Harun Nasutin, et.al., Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antardisiplin Ilmu, (Bandung: Penerbit NuansaPusjarlit, 1998), hal. 44-47. 29 Ibid., hal. 45.
16
Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 yang meliputi duduk perkara, pertimbangan hukum, dan amar putusan yang tlah diputuskan. Status anak luar kawin, dan definisi ketarjihan Muhammadiyah yang meliputi sejarah majelis Tarjih, kedudukannya, serta manhajnya. Bab III merupakan hasil penelitian yang membahas tentang pandangan Ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur terhadap putusan MK No.46/PUUVIII/2010, alasan Ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur dalam menanggapi Putusan MK, dan alasan yang paling relevan dengan maksud dan tujuan Putusan MK. Bab IV Merupakan pembahasan dan analisa yang meliputi analisa kritis terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010, dan analisa pandangan Ulama Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur terhadap putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010. Bab V merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
17