BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Ketentuan-ketentuan tentang gadai di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dengan sedikit perubahan antara lain melalui S.1875-1825, S.1917-497, S.1938276, merupakan ketentuan yang sudah berumur lebih dari 100 (seratus) tahun. Kemajuan dan perkembangan dalam masyarakat telah menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru yang semula tidak terpikirkan oleh pembuat undang-undang.1 Bahkan, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan umum yang semula memang dimaksudkan untuk berlaku terhadap semua bentuk penjaminan gadai, namun dalam pelaksanaannya menghadapi kesulitan, karena ketentuan yang ada belum mengakomodir mengenai aspek hukum gadai terhadap benda tidak berwujud.2 Berdasarkan kondisi tersebut, para praktisi hukum sering kali ditutuntut untuk dapat memberikan penafsiran baru atas ketentuan-ketentuan yang ada sebagai upaya untuk dapat menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada sesuai dengan keadaan nyata yang terjadi dalam masyarakat pada saat ini. Pokok-pokok ketentuan mengenai gadai sampai saat ini masih mengacu dan merujuk pada ketentuan gadai secara umum berdasarkan ketentuan Buku III Bab ke-20 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan belum diatur secara terperinci dalam
1
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, halaman. 87. 2
A. Pitlo, Het Zekenrecht naar het Nederlands Buergelijke Wetboeke, H. D. Tjeenk Willink & Zoon N. V., Harleem, 1949, halaman 425.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 1
peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus. Berdasarkan ketentuan Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pengertian gadai dirumuskan sebagai berikut : “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Di luar negeri, yaitu di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat, lembaga gadai dikenal dengan istilah pledge atau pawn yang memeliki pengertian kurang lebih sama dengan pengertian gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 Kitab Undangundang Hukum Perdata, yaitu lembaga jaminan yang tertuju pada benda-benda bergerak.3 Benda bergerak yang digadaikan tersebut harus diserahkan dan dikuasai serta disimpan oleh kreditur.4 Dengan demikian, apabila benda tersebut dikembalikan kepada pemiliknya, maka jaminan gadai menjadi batal.5 Pada awalnya yang dimaksud benda bergerak adalah benda yang memiliki sifat tidak dapat tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau
3
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Yogyakarta, 1980, halaman 25. 4
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2002, halaman 296. 5
Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Ikatan Hakim Indonesia Cabang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, 1995, halaman 140.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 2
bangunan.6 Seiring dengan perkembangan zaman dan dunia perdagangan, pengertian benda bergerak menjadi meluas sampai kepada benda bergerak yang tidak berwujud. Dalam hal ini saham termasuk dalam kategori benda bergerak yang tidak berwujud karena hakekat saham yang memberikan hak tagih bagi pemegangnya untuk mendapatkan suatu keuntungan tertentu dan 7merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan. Saham juga merupakan surat berharga yang mencantumkan kata saham di dalamnya, sebagai tanda bukti kepemilikan sebagian dari modal perseroan.8 Berdasarkan pada uraian di atas, maka saham adalah benda bergerak tidak berwujud yang dapat digadaikan untuk menjamin pelaksanaan kewajiban pemenuhan hutang debitur kepada kreditur atau piutang kreditur kepada debitur. Dalam praktek perbankan, dapat pula dilihat, bahwa gadai terhadap barang bergerak telah berkembang tidak hanya benda berwujud tetapi juga tidak berwujud seperti saham, sebagaimana dikemukakan dalam SK Direksi BI No.: 24/32/Kep/Dir, Tanggal 12 Agustus 1991 Tentang Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit Dengan Agunan Saham.9 Dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan, bank diperkenankan untuk memberikan kredit dengan agunan tambahan berupa saham dari perusahaan yang dibiayai dalam rangka 6
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cetakan ke-13, PT Intermasa, Jakarta, 1978, halaman. 51.
7
M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, cetakan ke-4, Kencana Prenada Media Group bekerja sama dengan Lembaga Kajian Pasar Modal & Keuangan (LKPMK), Jakarta, 2007, halaman 188. 8
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta, 2001, halaman 72. 9
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000, halaman 75.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 3
ekspansi atau akuisisi. Pelaksanaan proses pengikatan gadai saham tersebut akan tunduk kepada ketentuan mengenai gadai yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kata “hutang piutang” dalam bahasa sehari-hari maupun sebagai istilah hukum menunjuk kepada perjanjian pinjam uang.10 Namun demikian, jaminan gadai juga seperti hipotik dapat diberikan untuk setiap kewajiban/hutang yang tidak berupa sejumlah uang tertentu, sekalipun pada akhirnya mungkin harus dijabarkan dalam sejumlah uang tertentu.11 Hutang tertentu bisa berupa kewajiban yang terhutang karena tanggung jawab penerima perintah/lasthebber sehubungan dengan adanya perjanjian pemberian perintah/lastgeving; kewajiban hutang pengelola depot (depothouder) karena penitipan barang dan kewajiban perikatan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.12 Dengan demikian, telah jelas bahwa hutang yang dimaksud adalah hutang prestasi perikatan.13 Pada dasarnya suatu hutang/kredit akan diberikan terutama atas dasar integritas/kepribadian debitur, kepribadian yang menimbulkan rasa percaya diri kreditur, bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pelunasannya dengan baik. Hal ini sesuai dengan pengertian dari asal kata kredit, yaitu credere, yang tidak lain berarti 10
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 1, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, halaman. 100. 11
A. Pitlo, Loc. Cit., halaman 431.
12
Asser, C. Mijnssen, F,H.J. Velten, A.A.v, Handleiding Tot De Beoefening Van Het Nederlands Burgelijke Recht, Zakenrecht, Zekerheids-Rechten, cetakan ke-11, Tjeenk Willink, Zwolle, 1986, halaman 197. 13
J. Satrio, Loc. Cit., halaman 101.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 4
kepercayaan. Akan tetapi, ada kalanya debitur tidak mampu atau tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang kepada kreditur pada waktunya sesuai dengan syarat-syarat yang sudah disepakati bersama. Apabila hal ini terjadi, tentunya kepentingan kreditur akan sangat dirugikan dan dalam hal hutang tersebut telah dijamin dengan gadai atas saham milik debitur, maka kreditur berhak untuk melakukan eksekusi atas gadai saham tersebut untuk mengambil pelunasan atas sejumlah hutang yang tidak dapat dibayar oleh debitur kepada kreditur. Pada prinsipnya eksekusi atas gadai saham harus dilaksanakan melalui penjualan di muka umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1155 ayat (1) Kitab Undangundang Hukum Perdata, yang menyatakan sebagai berikut : “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”
Secara khusus, berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi atas gadai atas obyek berupa saham, Pasal 1155 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan sebagai berikut : “Jika barangnya gadai terdiri atas barang-barang perdagangan atau efek-efek yang dapat diperdagangkan di pasar atau di bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut, asal dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang itu.”
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 5
Lebih lanjut lagi ketentuan Pasal 1156 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan sebagai berikut : “Bagaimanapun, apabila si berutang atau si pembeli gadai bercidera-janji, si berpiutang dapat menuntut di muka Hakim supaya barangnya gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh Hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya, ataupun Hakim atas tuntutan si berpiutang, dapat mengabulkan bahwa barangnya gadai akan tetap pada si berpiutang untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan hingga sebesar utangnya beserta bunga dan biaya.”
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kenyataan yang terjadi dalam praktek menunjukan bahwa prosedur pelaksanaan eksekusi gadai saham masih simpang siur dan belum dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Disamping itu, kerap kali terjadi perdebatan dan perbedaan interpretasi mengenai implementasi dari ketentuan Pasal 1155 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Sebagian pihak berpendapat bahwa sesuai dengan konsep dasarnya, maka eksekusi gadai saham mutlak harus dilaksanakan melalui penjualan di muka umum, kecuali apabila Hakim telah menentukan bahwa penjualan secara tertutup dapat dilaksanakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Semenatra itu, sebagian pihak lainya berpendapat bahwasannya Pasal 1155 telah mengakomodir kebebasan para pihak untuk memperjanjikan ketentuan mengenai eksekusi gadai melalui penjualan bawah tangan berdasarkan kesepakatan dari para pihak yang telah diperjanjikan. Dengan demikian, dalam hal debitur melakukan tindakan wanpretasi atau cidera janji, obyek gadai dapat langsung dijual secara privat tanpa harus melalui proses penjualan di muka umum. Prosedur ini dianggap lebih efektif dan efisien serta mempersingkat waktu, sehingga kepentingan kreditur/penerima gadai untuk mengambil
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 6
pelunasan atas hutang pemberi gadai/debitur dari penjualan obyek gadai akan lebih terlindungi. Terhadap kondisi tersebut, sampai saat ini lembaga peradilan pun tampaknya masih belum dapat mengambil sikap secara tegas dan konsisten dalam memutus perkara mengenai pelaksanaan eksekusi gadai saham. Dalam beberapa putusan yang telah dikeluarkan oleh lembaga peradilan, terlihat bahwa tidak ada kejelasan dan kepastian mengenai hal ini karena isi putusan justru bertentangan dengan prinsip umum yang berlaku dalam pelaksanaan eksekusi gadai saham sebagaimana diatur dalam Kitab undang-undang Hukum Perdata. Hal ini semakin menimbulkan polemik di kalangan praktisi hukum dan apabila terus menerus terjadi akan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan dunia bisnis dan perbankan, yang sering kali menggunakan lembaga gadai saham sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum untuk menjamin hutang/kredit yang diberikan oleh kreditur kepada debitur. Dalam perkara gugatan perdata PT Ongko Multicorpora atas eksekusi gadai saham melalui penjualan saham secara tertutup/di bawah tangan oleh PT BFI Finance Tbk. kepada The Law Debenture Trust Corporation P.L.C, Majelis Hakim pada tingkat peninjauan kembali yang diketuai oleh German Hoediarto, S.H. serta beranggotakan M. Imron Anwari, S.H., SpN., M.H. dan Timur P. Manurung, S.H., melalui Putusan No. No. 115 PK/Pdt/2007 tertanggal 19 Juli 2007, telah menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh PT Ongko Multicorpora dan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada perkara aquo yang
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 7
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 517/Pdt.G/2003PN.Jkt.Pst. tertanggal 9 Nopember 2004, yang dimohonkan pemeriksaan pada tingkat banding. Dalam permohonan peninjauan kembali tersebut, pihak pemohon peninjauan kembali,
PT
Ongko
Multicorpora
melalui
kuasa
hukumnya
Lucas,
S.H.
mempermasalahkan mengenai keabsahan dari proses eksekusi gadai saham oleh PT BFI Finance Tbk. yang dilakukan dengan cara melakukan penjualan saham secara tertutup/dibawah tangan kepada The Law Debenture Trust Corporation P.L.C. Pemohon peninjauan kembali berpendapat bahwa Majelis Hakim pada tingkat banding telah melakukan kekeliruan yang nyata karena telah membuat interpretasi yang salah mengenai ketentuan Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH.Perdata sebagai berikut : “1.
Bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding tidak menelaah secara cermat dan teliti maksud dan makna dari Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH.Perdata yang mengatur cara penjualan barang gadai terkait dengan perkara a quo. Majelis Hakim Tingkat Banding lebih condong mempertimbangkan dan mengakomodir dalil-dalil Termohon Peninjauan Kembali I yang dari awal jelas-jelas keliru dan menyesatkan, yaitu karena telah diperjanjikan, maka barang gadai boleh saja dieksekusi tanpa melalui lelang. Seandainya pun diperjanjikan oleh pemberi dan penerima gadai, tetap untuk mengeksekusi barang gadai harus tunduk kepada aturan dan mekanisme yang mengaturnya, apalagi eksekusi gadai saham secara tegas telah diatur dalam ketentuan gadai yang bersifat tertutup dan tidak dapat disimpangi, dimana penjualan harus dilakukan dengan cara lelang dimuka umum (sesuai ketentuan Pasal 1155 KUH.Perdata) atau dengan cara lain yang
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 8
ditentukan oleh putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap melalui proses gugatan (sesuai pasal 1156 KUH.Perdata) ; 2.
Bahwa telah terbukti bahwa penjualan Saham-Saham OM dilakukan Termohon Peninjauan Kembali I dengan cara menjual secara dibawah tangan, maka penjualan tersebut adalah bertentangan dan melanggar ketentuan Pasal 1155 KUH.Perdata. Oleh sebab itu Majelis Hakim Tingkat Banding seharusnya menyatakan bahwa perbuatan Termohon Peninjauan Kembali I yang telah menjual Saham-Saham OM itu adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) ;
3.
Bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding dalam pertimbangan hukumnya pada halaman 15 paragraf ke-2 telah membuat kekeliruan dalam menilai apakah perbuatan Termohon Peninjauan Kembali I menjual Saham-Saham OM milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah perbuatan melawan hukum atau bukan, karena hanya didasarkan pada keadaan bahwa hutang yang dijamin belum lunas dibayar, tanpa mempertimbangkan apakah cara penjualan saham-saham tersebut sudah sesuai dan memenuhi ketentuan hukum gadai yang bersifat mengikat, yang diatur dalam Buku II KUH.Perdata, khususnya pada Pasal 1155 dan 1156.”
Dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali pemohon, maka dalil-dalil di atas juga telah ditolak oleh Majelis Hakim, sehingga dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim telah beranggapan bahwa proses eksekusi gadai saham PT Ongko Multicorpora yang dilakukan melalui penjualan dibawah tangan adalah sah oleh karena hal tersebut
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009. 9
telah diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak. Dengan mengadopsi pendapat ini, berarti ketentuan eksekusi gadai saham yang dianggap berlaku selama ini telah dikesampingkan. Keberadaan putusan tersebut semakin memperjelas kenyataan bahwa pihak lembaga peradilan tampaknya lebih condong kepada anggapan bahwa eksekusi gadai saham dapat langsung dilaksanakan melalui penjualan secara tertutup (di bawah tangan) berdasarkan kesepakatan yang telah diperjanjikan oleh para pihak. Dengan dimungkinkannya eksekusi gadai saham tanpa mealui proses penjualan di muka umum, maka penjualan akan dapat dilaksanakan lebih cepat dan praktis, guna melindungi kepentingan kreditur yang dalam hal ini dirugikan atas tindakan wanprestasi debitur dan membutuhkan dilaksanakannya proses penyelesaian secepatnya untuk mencegah timbulnya kerugian lebih lanjut. Disamping itu, dalam statusnya sebagai pemegang gadai, kreditur tentunya memiliki hak diutamakan atau hak preferen untuk mengambil pelunasan atas hasil penjualan barang yang digadaikan, sehingga sudah selayaknyalah eksekusi gadai saham dapat dilaksanakan dengan mekanisme penjualan secara tertutup atau di bawah tangan. Namun demikian, pendapat di atas dianggap bertentangan dan tidak sesuai dengan
pemahaman
mengenai
ketentuan
pelaksanaan
eksekusi
gadai
saham
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1155 dan Pasal 1156 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila mekanisme eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau di bawah tangan dapat diterapkan secara langsung, dikhawartirkan hal ini akan menyebabkan timbulnya ketidakpastian hukum. Sebaliknya, akan menjadi suatu
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.10
pertanyaan apakah ketentuan tersebut sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada saat ini, sehingga harus diubah dan disempurnakan atau justru mekanisme eksekusi gadai saham secara langsung melalui penjualan secara tertutup berdasarkan kesepakatan para pihak pada prinsipnya telah diatur dalam ketentuan yang berlaku pada saat ini, sehingga yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana menentukan interpretasi yang jelas atas ketentuan yang sudah berlaku ? Atas dasar pemikiran tersebut, penulis akan melakukan kajian dalam tesis ini mengenai PELAKSANAAN EKSEKUSI GADAI SAHAM MELALUI PENJUALAN SECARA TERTUTUP dengan berpedoman kepada studi kasus dan analisa terhadap putusan lembaga peradilan dalam perkara gugatan perdata PT Ongko Multicorpora atas eksekusi gadai saham melalui penjualan saham secara tertutup/di bawah tangan oleh PT BFI Finance Tbk. kepada The Law Debenture Trust Corporation P.L.C., ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta aspek perlindungan hukum bagi para pihak yang beritikad baik. Dengan demikian, diharapkan agar pada bagian akhir dari tesis ini, penulis dapat menarik suatu kesimpulan dari pokok permasalahan yang akan dijabarkan pada bagian berikutnya serta memberikan saran yang dapat menjadi masukan bagi aspek hukum mengenai pelaksanaan eksekusi gadai saham di Indonesia.
B. POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah dijabarkan secara jelas pada bagian A di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan hukum yang akan penulis kaji dalam tesis ini sebagai berikut :
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.11
1.
Apakah pihak pemberi dan penerima gadai saham dapat memperjanjikan mengenai ketentuan perpanjangan jangka waktu dan cara pengakhiran perjanjian gadai saham secara berbeda dengan ketentuan jangka waktu pinjaman yang dijamin oleh gadai saham tersebut?
2.
Apakah pemberi dan penerima gadai saham dapat memperjanjikan mengenai persetujuan bahwa penerima gadai akan dapat secara langsung melakukan eksekusi gadai saham melalui penjualan saham secara tertutup atau bawah tangan, dalam hal debitur melakukan tindakan wanprestasi (cidera janji) terhadap penerima gadai selaku kreditur?
3.
Bagaimanakah implementasi dari ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata sebagai salah satu syarat pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan?
C. METODE PENELITIAN Dalam melakukan penyusunan tesis ini, penulis akan menggunakan metode penelitian deskriptif. Secara harafiah, metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka, tetapi dalam pengertian metode penelitian yang lebih luas, penelitian deskriptif mencakup metode penelitian yang lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental.14
14
Moh. Natzir, Ph.D, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta 1999, halaman 64.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.12
Dua ciri pokok dari metode penelitian deskriptif ini adalah :15 a. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual. b. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana diiringi dengan interpretasi rasional. Sementara itu, pendekatan yang akan digunakan oleh penulis dalam tesis ini adalah pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal adalah penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder.16 Penelitian hukum normatif akan mencakup penelitian asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, penelitian perbandingan hukum.17 Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pada dasarnya terdapat dua jenis data yang dapat digunakan dalam suatu penelitian hukum yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dalam masyarakat.18 Sementara itu, data sekunder adalah data yang diperoleh langsung
15
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1983, halaman 64. 16
Winarmo Surakhmand, Dasar dan Teknik Research, Pengantar Metedologi Ilmiah, Tarsito, Bandung, 1978, halaman 56. 17
Ibid, halaman 55.
18
Soerjano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1981, halaman 51-52.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.13
dari bahan pustaka, sehingga sering disebut juga sebagai secondary data.19 Adapun data sekunder tersebut memiliki cirri-ciri sebagai berikut:20 1.
Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat (ready made).
2.
Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk oleh peneliti-peneliti terdahulu.
3.
Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup :
1.
Bahan hukum primer,yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri antara lain peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi.
2.
Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, jurnal-jurnal dan makalah-makalah hukum yang dibuat oleh para praktisi dan ahli hukum.
3.
Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder contohnya kamus dan ensiklopedi hukum. Data juga diperoleh melalui penelitian pustaka dengan cara meneliti buku-buku
maupun artikel lain yang berhubungan dengan obyek yang hendak diteliti yang terdapat pada perpustakaan Universitas Indonesia, dan perpustakaan lain. Penulis juga akan melaksanakan pengolahan data, yaitu dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis untuk memberi gambaran yang menyeluruh mengenai fakta dan permasalahan yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dengan demikian, dapat dilakukan analisis 19
Ibid,-
20
Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. dan Sri Mamudji, S.H., M.LL., Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, 2001, halaman 24.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.14
terhadap permasalahan tersebut berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku., sehingga dalam akhir penulisan tesisi ini dapat diperoleh kesimpulan dan saran sebagai masukan mengenai jalan keluar yang dapat ditenmpuh untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi.
D. SISTEMATIKA PENULISAN Penulis menyusun tesis ini dalam beberapa bab untuk memudahkan pemahaman terhadap isi dari tesis ini serta untuk memberikan gambaran secara garis besar yang terbagi dalam bab-bab berikut ini
Bab I
:
PENDAHULUAN Bab Pendahuluan merupakan bab pembuka dari tesis ini yang menguraikan mengenai latar belakang permasalahan, identifikasi dan perumusan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan yang berisikan uraian singkat dari setiap bab yang terdapat dalam tesis ini.
Bab II
:
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI GADAI SAHAM MELALUI PENJUALAN SECARA TERTUTUP Pembahasan dalam bab ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: A. Landasan Teori.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.15
Dalam bagian ini Penulis akan menguraikan teori, konsep dasar dan landasan hukum dari lembaga gadai dan prosedur pelaksanaan gadai. B. Studi Kasus dan Analisa Dalam bagian ini penulis akan mencoba untuk melakukan studi kasus perkara eksekusi gadai melalui penjualan secara tertutup atas Saham-Saham PT Ongko Multicorpora dalam PT BFI Finance, Tbk. yang akan dijabarkan dalam kasus posisi serta putusan pengadilan mengenai perkara tersebut, serta meakukan analisa atas kasus tersebut dan permasalahan hukum yang telah diuraikan pada bagian B, dengan berpedoman pada ketentuan perundangundangan yang berlaku, doktrin hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.
Bab III
:
PENUTUP Dalam bab penutup ini penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil analisa
dan
interpretasi
terhadap
pokok-pokok
permasalahan
sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Kesimpulan tersebut akan dikembangkan untuk memberikan saran-saran perbaikan untuk perkembangan aspek hukum sehubungan dengan pelaksanaan eksekusi gadai saham di Indonesia.
Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.16