1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, namun banyak orang dalam hidupnya tidak ingin menghabiskan kegiatan yang bersangkutan dengan nilai kesehatan. Kesehatan adalah nilai yang fantastis harga tinggi, praktis tidak ada nilai yang terukur yang tak tertandingi dengan harga apapun. Inilah salah satu alasan mengapa kesehatan penting bagi setiap individu, baik itu muda atau tua. Kesehatan memiliki dampak besar pada kinerja secara keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang lebih baik atas hidup kita sendiri. Untuk hidup sehat, hidup disiplin adalah suatu keharusan. Kecenderungan masyarakat Indonesia untuk hidup sehat, sepertinya masih kurang. Masalah kesehatan utama yang dihadapi adalah penyakit tidak menular menahun, seperti jantung, penyakit hati, stroke, kanker, diabetes, dan penyakit paru. Hal ini disebabkan penduduk Indonesia mengalami penurunan fungsi tubuh yang bersifat menahun saat masuk usia lanjut. Stroke yang merupakan salah satu dari penyakit tidak menular menjadi penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab kecacatan nomor satu setelah penyakit jantung dan kanker, baik di negara maju maupun berkembang. Saat ini penyakit yang biasanya datang pada usia 60-an tahun sudah mulai diderita oleh orang-orang berusia 30-40 tahun, bahkan lebih muda lagi (Anonim, 2014).
1
2
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) yang dikemukakan oleh Armandhanu (2011) dilaporkan bahwa di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi (angka) kejadian stroke dari tahun 2007 sebesar 8,3 mil menjadi 12,1 per mil di tahun 2013 dengan nilai tertinggi di Aceh dan Sulawesi Selatan. Hal itu menjadi sangat berbahaya jika masyarakat tidak memiliki pengetahuan mengenai bahaya penyakit stroke (Triyanista, 2014). Menurut Syarifah (2015) prevalensi stroke menurut kelompok umur yaitu 15-24 tahun (0,2 per seribu), 25-34 tahun (0,6 per seribu), 35-44 tahun (2,5 per seribu), 45-54 tahun (10,4 per seribu), 55-64 tahun (24 per seribu), 65-74 tahun (33,2 per seribu), dan > 75 tahun (43, 1 per seribu). Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berkaitan dengan peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke (Armandhanu, 2011). Stroke adalah penyakit yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sehingga akibat penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah tersebut, bagian otak tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga menjadi rusak bahkan mati. Akibatnya timbullah berbagai macam gejala sesuai dengan daerah otak yang terlibat, seperti wajah lumpuh sebelah, bicara pelo (cedal), lumpuh anggota gerak, bahkan sampai koma yang dapat mengancam jiwa (Muhlisin, 2013).
3
Menurut Anna (2014) stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal ataupun global yang muncul secara mendadak, progresif, dan cepat. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Gejala dari penyakit tersebut mampu menimbulkan berbagai problematika, keterbatasan dan hambatan pada semua tingkat termasuk struktur tubuh, fungsi tubuh, aktifitas dan partisipasi dalam lingkungan dan kehidupan sehari-hari sehingga sangat banyak penderita stroke akan selalu membutuhkan peran keluarga atau orang lain diluar dirinya sendiri sebagai pendamping dalam menyelesaikan aktifitas kerja dan tugas sehari-hari demi memenuhi semua kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan bagi dirinya. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh stroke bagi kehidupan manusia pun sangat kompleks. Adanya gangguan-gangguan fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, gangguan kontrol postur, gangguan sensasi, dan gangguan refleks gerak akan menurunkan kemampuan aktivitas fungsional individu sehari-hari. Dikarenakan kompleksitas masalah pada stroke, maka dibutuhkan suatu pemahaman yang tepat, serta dasar ilmiah yang cukup untuk dapat memberikan peran dan kontribusi sebagai fisiotertapis bagi pasien stroke (Irfan, 2010). Banyak faktor yang menyebabkan pasien stroke menjadi tergantung dengan orang lain, menjadi tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhannya dan
4
dalam
melakukan
aktifitas
sehari-hari,
diantaranya
adalah
adanya
keterbatasan fungsional anggota gerak atas (AGA) yang mengalami kelemahan akibat stroke. Dimana fungsi anggota gerakap atas amat diperlukan setiap individu dalam melakukan aktifitasnya, seperti makan, minum, berpakaian, memakai bawahan, toileting, berias diri, dan aktivitasaktivitas lainnya. Jika mengalami kelemahan, maka dapat menyebabkan ketidak seimbangan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Sehingga diperlukan intervensi yang mana dapat membantu meningkatkan kembali fungsi anggota gerak atas dalam melakukan functional activity of daily living dimana fisioterapi dapat memberikan peran dan kontribusinya. Fisioterapi pada stroke berperan dalam mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi dengan pelatihan motorik berdasarkan pemahaman terhadap patofisiologi, neurofisiologi, kinematika dan kinetik dari gerak normal, proses kontrol gerak dan motor learning serta penanganan dengan pemanfaatan elektroterapeutis (Irfan, 2010). Berbagai metode telah dikembangkan guna mewujudkan peran fisioterapi tersebut salah satunya yaitu menggunakan mirror neuron system exercise dengan latihan task program. Metode ini berkonsentrasi pada penanganan klinis bagi penderita stroke untuk memulihkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional termasuk tentunya fungsi AGA yang mengalami kelemahan (weakness) akibat lesi neurologis saraf pusat yang dialami. Dalam penggunaan metode ini diharapkan dapat meningkatkan neuroplastisitas pada otak, yang mana neuroplastisitas dapat terbentuk jika dilakukan secara terus-menerus dan diulang-ulang.
5
Pelatihan mirror neuron system exercise dengan latihan task program merupakan pelatihan yang masih dianggap baru dan belum memiliki banyak bukti uji klinisnya, dimana pada pelatihan mirror neuron system exercise memandang bahwa gerakan motorik secara fungsional dengan diberikan task program dapat dihasilkan secara lebih baik yang diawali dari suatu proses imitasi gerakan dan imajinasi gerakan yang dilakukan sebelumnya dan hal ini akan menimbulkan rangsangan pada bagian atau pusat motorik pada korteks terstimulasi atau terangsang untuk menghasilkan suatu gerakan fungsional yang diinginkan (Rizzolatti, 2011). Penelitian sebelumnya telah menekankan pengembangan mirror neuron system exercise dengan tugas yang menarik dan tugas yang berguna dalam kehidupan sehari-hari (Park, 2015). Stevens dan Stoykov (2004) melaporkan peningkatan yang signifikan pada ektremitas atas dan activity of daily living sebagai akibat dari mirror neuron system exercise dengan tugas-tugas yang diberikan kepada penderita stroke. Menurut Park (2015) dalam penelitian ini yang dilakukan, tujuannya adalah untuk menyelidiki dengan mata pelajaran yang lebih efek mirror neuron system exercise dengan diberikan tugas-tugas pada fungsi ektremitas atas dan perawatan diri pada pasien stroke. Park berhipotesis bahwa mirror neuron system exercise dengan diberikan tugastugas secara signifikan akan meningkatkan fungsi motor ektremitas atas dan perawatan diri kinerja. Dari dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki keuntungan yang signifikan dalam skor perubahan untuk fungsi ektremitas atas dan perawatan diri dibandingkan dengan kontrol setelah diberikan intervensi.
6
Menurut Chang dkk (2015), mirror neuron system exercise dilakukan pada dua pasien stroke kronis selama empat minggu menyebabkan peningkatan fungsi ekstremitas atas dan peningkatan akurasi gerakan dan kecepatan. Mirror neuron system exercise diterapkan untuk pasien stroke subakut selama empat minggu terjadi peningkatan pada ekstremitas atas pemulihan motorik dan skor aktivitas independen, serta pemulihan motorik ekstremitas atas dan fungsi motorik item dengan menggunakan skala FuglMeyer Motor Function Assessment (FMA) dan Functional Independence Measure (FIM).
B. Identifikasi Masalah Definisi menurut WHO (World Human Organization) stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau bahkan berakhir dengan kematian, yang disebabkan gangguan aliran darah (Thorvaldsen, 2000). Menurut
Desvigne-Nickens
(2009),
tentang
tanda-tanda
stroke
menjelaskan bahwa stroke dapat diketahui dengan adanya tanda-tanda seperti kelemahan tiba-tiba pada otot wajah, lengan dan kaki yang umumnya hanya dialami oleh sebagian tubuh kanan ataupun kiri, gangguan pandangan pada salah satu mata atau keduanya, sulit berjalan, hilangnya kekuatan dan gangguan keseimbangan, bingung dan sulit bicara atau memahami pembicaraan, sakit kepala tanpa sebab dan lain-lain. Akibat yang disebabkan oleh stroke mampu menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sebagai contoh
7
saat makan dan minum, berpakaian, toileting, serta aktvitas lainnya, sehingga diperlukan latihan yang dapat membantu penderita dalam melaksanakan aktivitasnya. Mirror neuron system exercise adalah sekelompok neuron khusus yang "bercermin" tindakan dan perilaku orang lain. Mirror neuron system exercise terlibat dalam fungsi neurokognitif (kognisi sosial, bahasa, empati, teori pikiran) dan gangguan neuropsikiatri (Rizzolatti and Craighero, 2004). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tersendiri yang diharapkan akan lebih melengkapi dasar ilmiah (evidence based) bagi pelatihan atau pendekatan tersebut. Serta hendak membuktikan pengaruh mirror neuron system exercise pada latihan task program terhadap kemampuan fungsional AGA pasien paska stroke. Penelitian yang dilakukan merupakan pelatihan yang diterapkan pada pasien dengan kondisi yang sama yaitu pasien pasca stroke dan akan dinilai bagaimana pengaruh mirror neuron system exercise terhadap kemampuan fungsional AGA yang mengalami kelemahan atau keterbatasan fungsional.
C. Perumusan Masalah Agar terhindar dari kesalahfahaman dan penafsiran yang menyimpang dari permasalahan yang dibahas, maka diperlukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pemberian task program dapat meningkatkan kemampuan pada gerak fungsional ekstremitas atas pasien pasca stroke?
8
2. Apakah pemberian mirror neuron system exercise pada latihan task program dapat meningkatkan kemampuan gerak fungsional ekstremitas atas pasien pasca stroke? 3. Apakah pemberian mirror neuron system exercise pada latihan task program lebih baik dari pada pemberian latihan task program dalam meningkatkan kemampuan gerak fungsional ekstremitas atas pasien pasca stroke?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada penelitian ini adalah terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui perbedaan pemberian latihan task program dengan kombinasi mirror neuron system exercise yang menggunakan task program terhadap kemampuan gerak fungsional ekstremitas atas pasien pasca stroke. 2. Tujuan Khusus a) Mengetahui peningkatkan kemampuan gerak fungsional ekstremitas atas pasien pasca stroke pada latihan dengan pemberian task program. b) Mengetahui peningkatkan kemampuan gerak fungsional ekstremitas atas pasien pasca stroke pada mirror neuron system exercise dengan menggunakan task program.
9
E. Manfaat Peneltian Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian dan mendapatkan data empirik dari hasil penelitian yang didapat tentang mirror neuron system exercise menggunakan task program dalam meningkatkan kemampuan fungsional AGA pasien stroke, berupaya menemukan cara baru yang lebih efisien dan bekal keilmuan dimasa yang akan datang. 2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kedokteran dan kesehatan akan semakin melengkapi khazanah keilmuan serta kepustakaan tentang mirror neuron system exercise menggunakan task program dalam meningkatkan kemampuan fungsional AGA pasien stroke. 3. Bagi para sejawat fisioterapi sebagai tambahan dasar ilmiah (evidence based) dalam melakukan program penatalaksanaan dan proses fisioterapi bagi penderita stroke dalam kegiatan pelayanan klinis maupun bidang akademis dan penelitian fisioterapi berikutnya. 4. Bagi masyarakat, sebagai salah satu upaya dalam memperluas dan mengembangkan berbagai pendekatan dan metode untuk mempercepat proses peningkatan kemampuan fungsional pasien penderita stroke di berbagai layanan fisioterapi klinis dan rumah sakit.