BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacammacam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelaku-pelakunya , dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja. Tetapi tidak semua aktivitas dapat dikatakan kerja. Pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan, yang dilaksanakan tidak hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri menyenangkan, melainkan karena kita mau dengan sungguh-sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau sebagai benda, karya, tenaga, sebagai pelayanan terhadap masyarakat, termasuk dirinya sendiri. Kegiatan ini dapat berupa pemakaian tenaga jasmani maupun rohani (Anoraga, 1998). Manusia dalam pekerjaannya bukan robot yang bekerja tanpa perasaan, pikiran dan kehidupan sosial. Manusia adalah makhluk yang paling kompleks. Manusia memiliki rasa suka dan benci, gembira, dan sedih, berani dan takut, dan lain sebagainya. Manusia mempunyai kehendak, kemauan, angan-angan dan cita-cita. Manusia memiliki dorongan-dorongan hidup. Selain itu, manusia memiliki pikiran dan pertimbangan, yang menentukan sikap, pendirian dan perbuatannya. Manusia juga mempunyai pergaulan hidup, baik di rumahnya atau tempat kerjanya, maupun dalam masyarakat luas sekitarnya. Maka demikian pula seorang pekerja dan
pengusaha memiliki perasaan, pikiran, dan kehidupan sosial seperti itu. Kesemua hal tersebut menyebabkan pengaruh sangat dominan terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaan dan melakukan pekerjaannya atau pengusaha dalam usaha dan menjalankan usahanya (Suma‟mur, 2009). Sebagian besar dari waktu manusia digunakan untuk bekerja. Maka lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Hampir setiap kondisi pekerjaan bisa menyebabkan stres, tergantung dari reaksi pekerja yang bersangkutan (Nadya, 2008). Beehr dan Newman mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam interaksi diantara manusia dengan pekerjan. Secara umum, stres didefinisikan sebagai rangsangan eksternal yang mengganggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tubuh seseorang (Wijono, 2010). Menurut Smith (dalam Wijono, 2010) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : pertama, stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Kedua, stres kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor workload juga faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima adalah faktor tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul dari tugas. Masih banyak pengelola organisasi bisnis maupun pekerja yang belum menyadari tingginya biaya yang timbul akibat stres dalam pekerjaaan. Penelitian yang dilakukan oleh sebuah konsultan di Amerika beberapa tahun lalu mengindikasikan biaya kesehatan pekerja bisa memangkas 45% keuntungan bersih perusahan. Penelitian lain menunjukan sekitar 60-90% masalah kesehatan pekerja dipicu oleh stres. Data seperti seharusnya membuat para pengusaha
tidak bisa lagi mengabaikan besarnya biaya kesehatan akibat stres yang diderita karyawan. Stres dapat merugikan pekerja sendiri. Stres melahirkan pula beragam perilaku buruk, misalnya pekerja menjadi sering mangkir, rentan mengalami kecelakan, keliru membuat analisis, terlibat konflik dengan rekan sekerja hingga mudah melakukan tindak kekerasan fisik. Stres juga membuat pekerja cenderung sulit menerima perubahan dan mutu pelayanannya kepada para pelanggan akan turun (Anonim, 2008). Stres kerja dapat menyebabkan penurunan derajat kesehatan seorang pekerja. Angka kesakitan yang disebabkan stres kerja, atau stres yang berhubungan dengan pekerjaan semakin meningkat. Bagi para pekerja, stres sering disebut sebagai faktor yang berkontribusi terhadap sakit akibat kerja seperti penyakit jantung koroner, alkoholisme, dan hipertensi (Teasdale, 2000). Sebuah studi lain di Amerika menemukan 78% dari responden menyatakan bahwa pekerjaan adalah sumber stres mereka yang utama dan hanya 35% mengatakan bahwa mereka merasa senang dan puas terhadap pekerjaan mereka, dan setengah dari mereka merasa mengalami tekanan hidup yang semakin meningkat selama 10 tahun terakhir. Pengakuan terhadap adanya stres kerja tidak hanya merupakan sebuah fenomena di Amerika Serikat, World Health Organization (WHO) menganggapnya sebagai “penyakit abad 20-an” mengindikasikan bahwa stres kerja menjadi lebih banyak di hampir setiap pekerjaan di seluruh dunia dan telah menjadi “epidemic global “ (Greenberg, 2002). Masalah yang berkaitan dengan stres kerja juga terjadi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Evayanti pada pengemudi bus kota PPD Jakarta pada tahun 2002, memberikan gambaran bahwa 57,8% dari total 308 responden yang diteliti mengalami stres kerja (Salafi, 2008).
Karena stres kerja merupakan “Penyakit Abad 20-an” dan telah menjadi “Epidemic Global” hampir di setiap pekerjaan di seluruh dunia, membuat penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan. Hal ini disebabkan karena tugas dari karyawan Service Adviser (SA ) yaitu memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada customer, karena karyawan Service Adviser (SA) merupakan karyawan front office yang secara langsung berhubungan dan berhadapan dengan customer. Selain itu, karyawan Service Adviser (SA) juga dituntut untuk selalu memberikan pelayanan secara professional kepada customer, meskipun terkadang ada beberapa customer yang complain dan marah-marah. PT Perintis Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. PT Perintis Perkasa merupakan salah satu perusahaan Authorized Toyota Dealer yang ada di Medan, Sumatera Utara. PT Perintis Perkasa terletak di Jalan Adam Malik No.11 Glugur by Pass-Medan. PT Perintis Perkasa menyediakan pelayanan jasa berupa service dan suku cadang (spare part). PT Perintis Perkasa menerapkan sistem kerja 6 hari dalam seminggu, dengan jam kerja bengkel pada hari Senin s/d Jum‟at jam 08.00-17.00 WIB, dan pada hari Sabtu jam 08.00-15.00 WIB. Karyawan–karyawan PT Perintis Perkasa terdiri dari Kepala Bengkel, Customer Relation Coordinator (CRC), Service Adviser (SA), Foreman (FO), Pembagi Tugas Mekanik (PTM), dan lain sebagainya. PT Perintis Perkasa memiliki target kerja untuk seluruh karyawan Service Adiviser (SA) yang berjumlah 6 orang untuk menangani customer sebanyak 60 orang customer per hari. Maka dari itu, setiap karyawan Service Adviser (SA) harus menangani 8 sampai 10 orang customer per hari. Hal ini sesuai dengan Visi dan Misi PT Perintis Perkasa yaitu menjadi dealer utama otomotif kendaraan pada roda empat nomor 1 di Indonesia yang berkompeten dan mampu
bersaing secara sehat dengan memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada customer dan memberikan fasilitas yang bertaraf internasional. Karyawan Service Adviser (SA) mempunyai peranan yang sangat penting di Toyota, karena Service Adviser (SA) merupakan karyawan yang bertugas menerima customer yang datang ke bengkel, mendiagnosa kerusakan awal mobil yang akan di servis, mengestimasi biaya dan waktu pekerjaan dan selanjutnya membuat PKB (Perintah Keja di Bengkel ). Service Adviser (SA) juga dihimbau dan diharuskan menawarkan jasa dan produk bengkel kepada customer tentang perawatan mobil yang digunakan customer. Service Adviser (SA mengestimasikan juga tentang biaya jasa perbaikan dan jasa produk yang akan digunakan baik yang SBE (Servis Berkala Eksternal), SBI (Servis Berkala Internal) maupun biaya pengganti suku cadang yang rusak. Service Adviser (SA) menjanjikan waktu proses penyerahan kendaraan yang diperbaiki dan bisa juga menunda waktu perbaikan kendaraan. Kemudian Service Adviser (SA) menghubungi customer, lalu Service Adviser (SA) menanyakan tentang kepuasan customer. Karyawan Service Adviser (SA) setiap harinya dihadapkan pada situasi kerja menangani customer secara langsung dengan berbagai macam tingkah pola dari sifat customer, seperti marah-marah dan tidak sabar. Meskipun terkadang emosi mereka dapat juga terpancing karena berhadapan dengan customer yang marah-marah atau complain. Tetapi mereka dituntut harus dapat mengontrol emosi mereka agar tidak ikut juga atau terpancing emosinya karena berhadapan dengan customer yang seperti itu. Ini merupakan tantangan ataupun tuntutan dari pekerjaan mereka, karena mereka dituntut untuk memberikan pelayanan semaksimal mungkin dan bekerja secara profesional. Hal inilah yang dapat menjadi pemicu atau faktor yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja.
Berdasarkan survey awal yang telah peneliti lakukan, dapat diketahui bahwa karyawan Service Adviser (SA) rentan mengalami gejala stres kerja. Para karyawan Service Adviser (SA) mengalami sakit kepala atau pusing, susah tidur, gangguan pencernaan, dan emosi tidak stabil atau mudah marah. Hal ini merupakan tanda-tanda atau gejala-gejala akibat dari stres kerja (Munandar AS, 2001). 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan tahun 2013. 1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan tahun 2013. 1.3.2.Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui faktor-faktor di dalam pekerjaan berupa beban kerja yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor di dalam pekerjaan berupa tanggung jawab kerja yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor di dalam pekerjaan berupa hubungan interpersonal yang berperan dalam terjadinya gejala stress kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan.
1.4.Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi PT Perintis Perkasa Medan, khususnya pada karyawan Service Adviser (SA) mengenai faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berhubungan dengan stres akibat pekerjaan. 2. Sebagai bahan informasi dan pembelajaran untuk peneliti. 3. Sebagai bahan Informasi dan pembelajaran untuk penelitian selanjutnya.