BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Melihat kenyataan yang terjadi pada krisis global tahun 2008, Bank Indonesia baru-baru ini juga telah mengeluarkan Surat Edaran kepada semua bank umum di Indonesia perihal tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) pada 15 Maret 2012. Hal ini dilakukan sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dan KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko. Selain itu, pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset property yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar (Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP). Hal ini menunjukkan bahwa KPR memiliki kemungkinan untuk menyumbang risiko kredit yang cukup tinggi dan mempengaruhi rasio NPL pada bank. Melihat pada kenyataan di atas, maka akan diamati naik turunnya tingkat NPL yang terjadi serta faktor-faktor apa saja yang berpeluang memperoleh andil dalam mempengaruhi tingkat NPL tersebut pada kurun waktu penelitian yaitu 2008-2013. Periode tersebut dipilih untuk mengetahui apakah kredit perumahan (KPR) di Indonesia bergejolak pada tahun terjadinya krisis global (2008) dan tahun-tahun setelah itu (2009-2011) dengan melihat rasio NPL pada tahun 20082013. 1
2
Selain itu, kita juga melihat fakor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya kenaikan rasio NPL karena dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memicu kemungkinan naiknya tingkat NPL maka bank akan dapat melakukan antisipasi terlebih dahulu dalam mempersiapkan kebijakan-kebijakan kredit yang akan dikeluarkan agar tetap memberikan keuntungan dan pendapatan yang maksimal bagi bank tanpa memperbesar kemungkinan naiknya angka NPL. Semakin tinggi tingkat NPL maka akan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan bank yang akan menjalar pada tingkat kepercayaan masyarakat yang ingin menyimpan kelebihan dananya pada bank tersebut. Di era globalisasi ini persaingan dalam bisnis perbankan sangat ketat. Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan non bank di pedesaan sangat membantu masyarakat desa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian desa. Pelayanan jasa keuangan masyarakat di desa dilakukan oleh lembagalembaga, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), koperasi dan pegadaian (Damayanthi, 2011). Persaingan bisnis di bidang perbankan yang nampak akhirakhir ini adalah persaingan dalam penyaluran kredit, khususnya dalam pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM menempati jumlah mayoritas dari total unit usaha yang ada. Akan tetapi kebanyakan dari para pengusaha UMKM masih mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha, dan secara garis besar kesulitan yang dihadapi berkisar masalah permodalan, dan persaingan pasar. Permodalan nampaknya menjadi alasan yang klasik yang menghadang perkembangan UMKM. Kebanyakan pelaku bisnis memutar usahanya dengan mengandalkan usahanya dengan modal sendiri. Ada pula
3
sebagian kecil yang berusaha menambah modalnya dengan melakukan pinjaman ke bank atau lembaga non bank (Saptono dan Widiyatmanta, 2007). Kehadiran LPD pada awalnya dicetuskan berdasarkan SK Gubernur No. 972 tahun 1984, kemudian diganti dengan Peraturan Gubernur Bali No 11 Tahun 2013. LPD berfungsi sebagai salah satu wadah kekayaan desa yang berupa uang atau surat-surat, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatan usahanya banyak menunjang pembangunan desa. Peran LPD disini sangat penting dalam upaya mewujudkan pembangunan desa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan kehidupan masyarakat yang mandiri serta mewujudkan pertumbuhan usaha mikro dalam wilayah pedesaan. LPD sebagai lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat beroperasi pada suatu wilayah adminitrasi desa adat dengan dasar kekeluargaan antarwarga desa. Dalam praktiknya pelaksanaan manajemen LPD sering menemukan berbagai kendala. Latar belakang badan pengawas yang ex offisio diketuai oleh Bendesa Adat acap kali tidak dapat melakukan pengawasan secara intensif yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti perangkapan tugas pengawasan dengan tugas-tugas lainnya sebagai bendesa adat. Di samping itu, pengalaman di bidang pengawasan lembaga keuangan biasanya jarang dimiliki oleh seorang Bendesa Adat. Demikian juga pengalaman pengurus yang rata-rata terbatas di bidang lembaga keuangan sebelum mereka menjadi pengurus LPD. Selain hal disebutkan diatas, hal yang banyak terjadi yaitu petugas di bagian kredit kurang selektif dalam menyeleksi nasabah yang mengajukan kredit ke LPD sehingga kredit cukup
4
mudah dicairkan. Hal ini menandakan bahwa prosedur kredit yang seharusnya dilaksanakan secara baik dan benar tersebut malah dilaksanakan dengan seadanya saja. Dalam hal ini sistem pengendalian intern yang baik sangat dibutuhkan untuk menekan NPL. Sejak awal didirikannya LPD di Bali, telah memiliki beberapa tujuan mulia antara lain (Mantra, 1998), : Pertama, untuk mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal efektif. Kedua, membrantas sistem ijon, gadai gelap dan lain-lain yang bisa disamakan dengan itu di daerah pedesaan, yang pada saat itu masih banyak ada di daerah Bali. Ketiga, menciptakan pemerataan dan kesempatan kerja bagi warga pedesaan, baik yang bisa ditampung secara langsung di LPD, maupun yang bisa ditampung oleh usaha-usaha produktif masyarakat yang dibiayai oleh LPD. Keempat, menciptakan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan pertukaran di desa. Sebagaimana terurai dalam tujuannya, dari sejak awal berdirinya LPD diharapkan mampu mendorong pembangunan ekonomi masyarakat di daerah Bali melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal yang efektif. LPD juga diharapkan membrantas system
ijon, gadai gelap dan lain-lain yang bisa
disamakan dengan itu di daerah pedesaan. Disamping itu, LPD juga mengemban tugas menciptakan pemerataan dan kesempatan kerja bagi warga pedesaan, baik yang bisa ditampung secara langsung di LPD, maupun yang bisa ditampung oleh usaha-usaha produktif masyarakat yang dibiayai oleh LPD. Menciptakan daya beli
5
dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan pertukaran di desa, juga menjadi tugas pokok LPD. Apabila tugas-tugas tersebut dikaitkan dengan indikator ekonomi makro, maka apa yang ingin dicapai oleh LPD adalah selaras dengan tujuan ekonomi makro. Ada empat tujuan yang biasanya ingin dicapai dalam kebijakan ekonomi makro, yaitu; Pertama, mengupayakan peningkatan pendapatan nasional secara terus menerus. Kedua, mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kesempatan bekerja yang seluas-luasnya dan menekan angka pengangguran. Ketiga, menjaga stabilitas harga-harga atau menekan angka inflasi. Keempat memperkuat perdagangan internasional dengan menjaga keseimbangan nilai ekspor yang minimal sama dengan nilai impor dan terdapat kurs valuta asing yang stabil. Jadi jelas dalam peraturan Desa Pekraman mengatur bahwa a) Pengurus LPD dipilih oleh Rapat Desa Pekraman dengan masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. b) Pengurus LPD wajib memberikan laporan setiap tahun kepada Rapat Desa Pekraman. c) Pengurus wajib diperiksa oleh pengawas atau pemeriksa LPD yang juga dipilih dan dibentuk oleh Rapat Desa Pekraman setiap 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Nampaknya kearifan-kearifan lokal ini yang lebih berkontribusi terhadap kemajuan LPD, dari pada kemampuan manajemen dan kekuatan-kekuatan internal lain yang dimilikinya selama ini. Suatu hal yang mesti disyukuri memang, disamping tetap berupaya untuk melakukan pembenahan-pembenahan di bidang yang lain, termasuk pada bidang tata kelola usaha yang baik (Good Corporate
6
Governance). LPD di Bali merupakan sistem Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP) di Indonesia, walaupun terdapat kompetisi yang kuat di tingkat lokal dari banyaknya lembaga formal dan informal (Bedson, 2009). Indikator kinerja dan sustainabilitas LDKP dengan melihat perbedaan kinerja antara LDKP yang didominasi oleh industri kerajinan dan jasa dengan LDKP yang berada di daerah yang didominasi oleh pertanian. Indikator keuangan meliputi : kualitas portopolio, leverage, Capital Adequency Ratio (CAR), produktivitas, efisiensi, profitabilitas dan kelayakan keuangan. Indikator jangkauan meliputi: jangkauan nasabah dan staf, jangkauan pinjaman dan jangkauan tabungan/deposito. Keunggulan LPD, salah satunya ditunjukkan oleh LPD di Kabupaten Gianyar pada beberapa indikator kinerja dan sustainabilitas LDKP adalah: 1) Indikator sosial-ekonomi Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten di Bali dengan PDRB tinggi yaitu 6,422 milyar atas dasar harga berlaku pada tahun 2009, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Hal ini diakibatkan oleh perekonomian lokal yang didominasi industri kecil (industri kerajinan) dan sektor-sektor pariwisata yang tidak terpengaruh oleh ekonomi domestik. Ada tiga sektor utama yang mendominasi perekonomian Gianyar, yaitu sektor manufaktur, pertanian, perdagangan dan hotel dan restoran yang menyumbang 65 persen PDRB. 2) Pertumbuhan LPD di Gianyar yang terjadi salah satunya pada LPD Manukaya dengan pertumbuhan tercepat diakibatkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap lembaga keuangan pedesaan. Pertumbuhan LPD ini
7
ditunjang oleh perkembangan aset yang hampir 2,5 kali dari Rp.58 milyar menjadi Rp.125 milyar. Ekuitas juga meningkat dari Rp.10,9 milyar di tahun 1999 menjadi Rp.25,4 milyar di tahun 2001. Kegiatan utama LPD adalah simpan pinjam, terutama bagi wirausahawan kecil, pedagang kecil dan petani. Ada lima alasan untuk menjelaskan perkembangan LPD di Gianyar yang berpengaruh positif bagi pembangunan perekonomian desa : a) rasio deposan dan penabung terhadap peminjam sangat tinggi; b) masyarakat dapat mengakses LPD dengan mudah; c) LPD menggunakan prosedur yang sederhana dan mudah; d) kompetisi diantara lembaga keuangan tidaklah ketat; dan e) pertumbuhan LPD tersebut diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil dan terus meningkat. 3) Kualitas portopolio Kualitas
portopolio
ditentukan
dengan
dua
indikator
yaitu
tingkat
pengembalian pinjaman (repayment rate) dan rasio peminjam yang tidak mau membayar (delinquent borrower ratio). LPD Gianyar memiliki kualitas portopolio yang bagus, yang direfleksikan oleh kualitas pengembalian pinjaman yang tinggi dan rendahnya rasio peminjam yang tidak membayar. Pada tahun 1999 tingkat pengembalian pinjaman 95 persen dan meningkat menjadi 97 persen pada tahun 2001. 4) Leverage Leverage dihitung menggunakan DER (Debt to Equity Ratio). LPD di Gianyar memiliki DER yang tinggi, lebih besar dari 200 persen. Berdasarkan rasio
8
kecukupan modal, LPD di Gianyar juga menunjukkan kinerja yang baik, naik dari 31 persen di tahun 1999 menjadi 61 persen pada tahun 2001. 5) Produktivitas dan efisiensi LPD di Gianyar menunjukkan produktivitas yang baik, ditunjukkan dengan peningkatan indikator produktivitas. Produktivitas staf meningkat dari 108 menjadi 125 penabung per staf, jumlah tabungan dan deposito berjangka per staf juga meningkat dari 31 juta per tahun pada 1999 menjadi lebih dari 50 juta per tahun pada tahun 2001. Efisiensi LPD diukur dengan dua indikator, yaitu rasio biaya operasional yang merupakan biaya operasional dibanding rata-rata peminjam yang tersalurkan, serta gaji sebagai bentuk persentase rata-rata peminjam yang disalurkan. Berdasarkan indikator tersebut LPD di Gianyar efisien, dimana rasio biaya operasionalnya naik dari 20 persen pada tahun 1999 menjadi 22 persen pada tahun 2001. Rasio gaji yang sangat rendah yakni 0,7 persen. 6) Profitabilitas dan kelayakan keuangan Profitabilitas dapat dilihat dari tingkat pengembalian aset (Return on Assets) atau ROA yang disesuaikan pada tingkat pengembalian ROE. ROA meningkat 10 persen pada tahun 1999 menjadi 13,5 persen pada tahun 2001. ROE meningkat dari 23 persen pada tahun 1999 menjadi 51 persen pada tahun 2001. 7) Jangkauan (outreach) LPD di Gianyar mengalami tren kenaikan untuk indikator jangkauan. Besar jangkauan dilihat dari jumlah nasabah yang dilayani dan volume pinjaman
9
yang disalurkan serta tabungan, tumbuh secara signifikan pada tahun 1999 total peminjam 36.454 sementara jumlah total penabung dan deposan 87.998. Pada tahun 2001 meningkat masing-masing 49.593 untuk peminjam dan 122.942 untuk penabung dan deposan. (Sumber: htt: \\ mujiburrahman85blog spot.com). LPD dipandang sebagai entitas yang menguntungkan, di mana bergantung pada tabungan dan deposito sebagai sumber pendanaan. LPD didirikan sejak tahun 1984 sebagai lembaga keuangan pedesaan yang memiliki peran ekonomi dan sosial di komunitas tersebut. LPD berbeda dengan LDKP yang dikontrol oleh pemerintah daerah yaitu mereka dimiliki oleh organisasi komunitas lokal. Keanggotaan berdasarkan Banjar, merupakan unit terpenting dari organisasi sosial di masyarakat Bali. Solidaritas sosial yang mengakar ini merupakan syarat penting keberhasilan dari LPD. Pada pertengahan tahun 1999, dari 910 LPD melayani 545.000 nasabah. Ini berarti lebih dari 80 persen dari penduduk Bali dapat dijangkau oleh LPD (Bedson, 2009). Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, dimana dalam UU ini keberadaan LPD diakui sebagai lembaga keuangan yang bersifat khusus sehingga pengaturannya dikecualikan dari UU tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Bab XIII Ketentuan Peralihan pasal 39 ayat 3 yang berbunyi: “LPD dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada ini”. Pasal 39 ayat 3 dalam UU LKM itu menegaskan dua hal penting dalam kaitannya dengan kedudukan LPD: (1) LPD
10
memang bukan LKM sehingga tidak tunduk pada UU LKM, serta (2) LPD merupakan lembaga adat karena diatur berdasarkan hukum adat. Dengan begitu, semestinya tidak perlu ada keragu-raguan lagi bagi prajuru (pengurus) desa pakraman, pengurus LPD, krama (warga) desa pakraman, termasuk pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa LPD memang bukan LKM dan LPD sebagai lembaga adat milik (duwe) desa pakraman yang diberikan fungsi khusus mengelola keuangan dan perekonomian di desa pakraman. LPD juga bukan koperasi, bank atau pun badan usaha milik desa. Desa adat merupakan salah satu lembaga organisasi sosial yang bersifat tradisional di Bali. Desa adat memiliki beberapa hak otonomi, salah satunya adalah otonomi dalam sosial ekonomi yang merupakan kekuasaan untuk mengatur hubungan antar kelompok masyarakat serta mengelola kekayaan desa adat. Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa, sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002. Peraturan daerah ini menggariskan bahwa LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. Secara yuridis, desa pakraman diakui eksistensinya dalam UUD 1945 pasal 18 huruf I yang menegaskan bahwa Negara mengakui dan melindungi kesatuan masyarakat hukum adat. Adanya UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro patut segera disikapi dengan langkah strategis dan konkret dari desa pakraman selaku pemilik LPD maupun pengurus LPD selaku pelaksana pengelolaan LPD. Berikut
11
beberapa langkah-langkah yang diambil pengurus LPD dan desa pakraman selaku pemilik LPD (Madra, 2013). 1) Memasukkan LPD ke dalam awig-awig atau dibuatkan perarem khusus yang mengatur keberadaan LPD di desa pakraman. Dalam awig-awig atau perarem itu mesti ditegaskan LPD sebagai duwe (milik penuh) desa pakraman. Awig-awig atau perarem itu akan menjadi landasan hukum secara adat bagi keberadaan dan operasional LPD di desa pakraman. Perarem adalah kesepakatan di Desa Adat tentang pengelolaan LPD yang meliputi tentang menghimpun dana dari masyarakat dan pinjaman kepada masyarakat (kredit). 2) Untuk mempertegas LPD sebagai lembaga adat duwe desa pakraman yang mengemban fungsi keuangan dan perekonomian di desa pakraman, nama LPD juga perlu disesuaikan. Nama LPD mungkin tetap bisa dipertahankan karena itu sudah dikenal. Akan tetapi, kepanjangan LPD yang selama ini sebagai
lembaga
perkreditan
desa
disesuaikan
agar
mampu
merepresentasikan identitasnya sebagai lembaga adat. Hasil keputusan pesamuan agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) III pada 15 Oktober 2010 yakni Labda Pacingkreman Desa layak dipertimbangkan. Nama itu mencerminkan LPD sebagai lembaga yang berakar pada tradisi pacingkreman di banjar atau sekaa yang sudah dilaksanakan masyarakat Bali sejak zaman dulu. Landasan hukum kepengurusan LPD, juga berkaitan erat dengan peraturan (Awig-Awig) setiap Desa Pekraman yang ada di Bali. Dalam peraturan Desa
12
Pekraman mengatur bahwa a) Pengurus LPD dipilih oleh Rapat Desa Pekraman dengan masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan, b) Pengurus LPD wajib memberikan laporan setiap tahun kepada Rapat Desa Pekraman, dan c) Pengurus wajib diperiksa oleh pengawas atau pemeriksa LPD yang juga dipilih dan dibentuk oleh Rapat Desa Pekraman setiap 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Ada empat faktor yang menyebabkan pertumbuhan LPD di Bali meningkat dengan cepat yaitu (Mujiburrahman, 2013). 1) Adanya political will dari pemerintah daerah Bali untuk menyediakan kredit bagi masyarakat melalui pendirian LPD; 2) LPD sesuai dengan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Bali, terutama di daerah pedesaan; 3) LPD beroperasi hanya dalam kawasan desa adat yang wilayahnya relatif kecil; 4) LPD telah mampu berperan sebagai lembaga keuangan seperti halnya bank karena tidak hanya sebagai lembaga peminjam uang, akan tetapi sebagai lembaga tabungan. (Sumber : http:\\mujiburrahman85.blogspot.com). Perkembangan LPD di Bali sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa cakupan LPD atas desa adat di Bali mencapai 95,7 persen, sehingga dapat dikatakan hampir seluruh desa adat di Bali memiliki LPD untuk menunjang perekonomian krama desa adat. Kalau diperhatikan kondisi dana yang berhasil dihimpun serta kredit yang disalurkan, nampaknya di samping
13
tetap
mempertahankan
hubungan
dengan
awig-awig
desa
adat,
bagi
perkembangan LPD ke depan, perlu segera diterapkan manajemen terpadu yang dapat menjaga kesehatan dan kemandiriannya secara berkesinambungan. Tabel 1.1 Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa di Provinsi Bali Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013 Indikator Jumlah LPD (unit) % Cakupan Desa Adat Aset Total (juta Rp.) Aset rata-rata (juta Rp./LPD) Total Loan Portfolio (juta Rp.) Jumlah Rekening Pinjaman (.000) Total Deposit (Juta Rp.) Jumlah Rekening Deposito (.000) NPL Ratio (%) Persen LPD kurang/tidak sehat+LPD tidak aktif (%)
2010
2011
2012
2013
1.393
1.399
1.406
1.418
61,90 66,50 92,20 95,70 4.567.000 5.786.550 7.500.300 8.289.000 3.500 4.300 5.350 6.065 75.000 216.000 1.262.000 3.120.000 n.a. 204,8 333,8 404,8 70.000 258.000 1.346.000 3.412.000 n.a 611,5 1.022,0 1.330,2 14,5 9,8 10,6 10,3 26,00
15,80
17,60
15,90
Sumber : Promotion of Small Financial Institutions (http://www.profi.or.id) Dengan kondisi yang lebih sehat, stabil dan mandiri diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap LPD dapat meningkat pada masa-masa yang akan datang sehingga LPD dapat bersaing ataupun bersinergi dengan lembaga keuangan lain yang sejenis. Perkembangan perekonomian nasional dan perubahan lingkungan strategis yang dihadapi dunia usaha termasuk LPD dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. LPD sebagai badan usaha senantiasa harus diarahkan dan didorong untuk ikut berperan secara nyata meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat agar mampu mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial, sehingga lebih mampu berperan sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat. Oleh karena itu sudah saatnya untuk menempatkan sektor informal (seperti petani kecil di pedesaan, pedagang di pasar-pasar
14
tradisional, penjual rokok dan pedagang warung kelontong) di barisan terdepan dalam penetapan kebijakan Bank Indonesia. Mengingat pentingnya peran LPD bagi kehidupan masyarakat Bali, maka sangat penting untuk menjaga stabilitas LPD. Salah satu faktor untuk menilai kesehatan suatu lembaga keuangan adalah dengan melihat rasio NPL, dihitung dari total kredit yang masuk kategori tidak lancar, dibagi total kredit yang diberikan. Rasio NPL maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu 5 persen sehingga bila suatu lembaga keuangan memiliki rasio NPL diatas 5 persen maka dapat dianggap bahwa terjadi kegagalan penerapan strategi pemberian kredit yang efisien dan efektif. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2010 angka NPL 14,5 persen dan pada tahun 2013 menurun menjadi 10,30 persen (Bisnis Bali, 27 Januari 2013). Angka tersebut melebihi batas ambang atas rasio NPL yang ditetapkan BI, sehingga dapat dikatakan bahwa penilaian pemberian kredit yang diterapkan LPD di Bali belum efektif dan efisien. Kabupaten Gianyar sebagai lokasi penelitian ini, karena jumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Kabupaten Gianyar paling banyak di Bali. Populasi adalah seluruh LPD di Kabupaten Gianyar yang berjumlah 269 unit, atau 18,91 persen dari LPD di Bali. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Bali, populasi LPD di wilayah Provinsi Bali terdiri dari 1.421 unit yang tersebar pada delapan kabupaten dan satu kota madya di Bali sebagaimana Tabel 1.2. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 Tahun 2013, Dana Perlindungan LPD adalah dana yang secara khusus dibentuk untuk dapat dipinjam LPD sebagai upaya menyehatkan LPD agar dapat terus berkembang.
15
Tabel 1.2 Jumlah Lembaga Perkreditan Desa Pada Kota/Kabupaten se-Bali Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014 No.
Wilayah Kerja
2010 2011 1 Kabupaten Buleleng 162 162 2 Kabupaten Jembrana 64 64 3 Kabupaten Tabanan 302 302 4 Kabupaten Badung 122 122 5 Kota Denpasar 33 34 6 Kabupaten Gianyar 267 267 7 Kabupaten Bangli 164 166 8 Kabupaten Klungkung 96 98 9 Kabupaten Karangasem 183 184 1.393 1.399 Prov. Bali Sumber : Biro Ekbang Setda Provinsi Bali, 2014
Jumlah LPD 2012 164 64 303 122 34 269 167 99 184 1.406
2013 166 64 307 122 35 269 158 107 190 1.418
2014 169 64 307 122 35 269 158 107 190 1.421
Pinjaman yang diberikan atau kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara LPD dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi pinjamannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. LPD harus melaksanakan klasifikasi pinjaman yang diberikan. Klasifikasi pinjaman yang diberikan digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan manajemen perkreditan. Kualitas pinjaman yang diberikan diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori, yaitu : Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Penilaian terhadap Aktiva Produktif dalam bentuk kredit pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga dan/atau kemampuan peminjam ditinjau dari kondisi usaha yang bersangkutan.
16
Tabel 1.3 Laporan Kolektabilitas Kredit Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Gianyar (Per 31 Desember 2013) Jumlah Kredit Tidak Jumlah Kredit Lancar (Dalam Ribuan Rp.) (Dalam Ribuan Rp.) Gianyar 27.794.939 324.865.072 Blahbatuh 12.273.067 75.038.713 Sukawati 8.011.092 169.535.752 Payangan 6.463.367 47.578.702 Tampaksiring 10.164.638 57.521.734 Tegallalang 14.345.132 160.836.450 Ubud 18.876.847 257.408.503 Rata-rata 13.989.868 156.112.132 Sumber : Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Gianyar, 2014
NPL
Kecamatan
(persen) 8,56 16,36 4,73 13,58 17,67 8,92 7,33 11,02
Upaya yang berkesinambungan dalam menangani pinjaman bermasalah NPL terus dilakukan terutama dari segi pemberian kredit, baik oleh manajemen LPD maupun oleh Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten (PLPDK) Gianyar. Bank Indonesia menetapkan tingkat NPL gross maksimal 5
persen
sebagai angka toleransi bagi kesehatan suatu lembaga keuangan. Pinjaman pada LPD di Kabupaten Gianyar memiliki nilai NPL diatas 10
persen dan nilai
tersebut berada di atas rata-rata NPL LPD di Provinsi Bali. Kredit berkembang menjadi bermasalah (default risk) dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Rivai (2006) kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari pihak LPD, kreditur dan kondisi eksternal (environment). Sedangkan kredit bermasalah diindikasikan dengan NPL, dimana semakin tinggi rasio NPL suatu bank maka akan mengurangi pendapatan suatu bank dikarenakan banyaknya debitur yang menunggak pembayaran kredit.
17
Dalam menentukan strategi, perusahaan perlu memperhatikan kondisi baik kondisi internal maupun kondisi eksternal perusahaan. Langkah yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data eksternal dan internal perusahaan tersebut (Antiningrum, 2003). Kondisi internal LPD diukur melalui indeks kesehatan LPD, sehingga suatu LPD dapat digolongkan sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan menggunakan konsep CAEL (Capital / permodalan, Asset quality / kualitas aktiva produktif, Earning / keuntungan/rentabilitas, dan Liquidity / likuiditas) Menurut Dwijandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian suatu kredit adalah lingkungan perekonomian seperti terjadinya musibah, serta persaingan antar bank atau lembaga keuangan lain. Kondisi internal memberikan gambaran kekuatan dan kelemahan sedangkan kondisi eksternal memberikan gambaran peluang dan ancaman bagi perusahaan (Antiningrum, 2003). Karena itu dalam upaya mengatasi tingginya NPL LPD dalam penyaluran kredit tersebut perlu diperhatikan berbagai hal terkait pemberian kredit. Informasi tentang calon nasabah debitur merupakan faktor krusial dalam menentukan tingkat risiko yang bakal dihadapi LPD. Penentuan eligible atau bankable tidaknya seseorang atau suatu perusahaan tergantung seberapa banyak informasi akurat yang dimiliki LPD tentang calon debitur. Selain itu adalah peningkatan mutu dari SDM pihak LPD yang menunjang strategi pemberian kredit LPD di Kabupaten Gianyar.
18
Faktor penyebab ketidakberhasilan sebuah LPD milik desa adat di Bali diakibatkan beberapa faktor penting di antaranya : (1) lebih banyak diakibatkan masalah intern LPD itu sendiri. Pengelola, pengurus, pengawas termasuk didalamnya bendesa adat belum professional dan tidak memiliki sistem operasional prosedur (SOP) mengelola keuangan LPD. Walaupun di antara LPD sudah memiliki SOP, akan tetapi kebanyakan dilanggar atau ada di antara oknumoknum di LPD melanggar SOP, sehingga tidak sedikit jumlah LPD mengalami kerugian. Untuk mengatasi persoalan tersebut, harus ada pemikiran dalam operasional prosedur LPD yang benar, baik dan terarah, (2) masalah eksternal yaitu menurunnya aktivitas perekonomian yang kemudian mempengaruhi bisnis para pengusaha maupun usaha UMKM. Daya beli mereka semakin rendah sehingga kesulitan untuk melakukan pembayaran angsuran, (3) selain itu ada pula LPD yang mengejar target pengucuran kredit sehingga melakukan ekspansi berlebihan dalam menyalurkan dananya ke nasabah. Bisa juga disebabkan kurangnya pengawasan terhadap perkembangan kinerja debitur (Batubara, 2000). Oleh karena itu, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya NPL pada LPD, terutama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kredit. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, perumusan ketentuan dan penilaian dalam pemberian kredit manajemen akan lebih efektif dan efisien sehingga dapat mengarahkan LPD dalam menekan NPLyang saat ini cukup tinggi.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:
19
1) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi internal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar? 2) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar? 3) Bagaimanakah pengaruh faktor kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar? 4) Bagaimanakah pengaruh pemberian kredit terhadap NPL pada LPD di Kabupaten Gianyar?
1.3 Tujuan Penelitian Berkenaan dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi internal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 2) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 3) Untuk menganalisis pengaruh faktor kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 4) Untuk menganalisis pengaruh pemberian kredit terhadap NPL pada LPD di Kabupaten Gianyar. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat secara praktis maupun teoritis.
20
1) Secara
teoritis,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
mengembangkan
ilmupengetahuan khususnya manajemen keuangan, terutama bagi para akademisiyang ingin menganalisis pengaruh penilaian pemberian kredit terhadap NPL. 2) Secara praktis merupakan masukkan dan evaluasi bagi LPD di Kabupaten Gianyar tentang strategi pemberian kredit sebagai landasan dalam mengambil langkah dalam memperbaiki NPL.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lembaga Perkreditan Desa Prinsip otonomi daerah memberi kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa sebagai struktur pemerintahan terendah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan negara dan berada di daerah kota/kabupaten. Desa di Bali mempunyai tatanan yang khas, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Desa dapat memiliki badan usaha, untuk itu pada desa-desa di Bali telah didirikan LPD. Pendirian LPD sejalan dengan upaya pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi termasuk LPD di dalamnya dengan berbasiskan ekonomi kerakyatan. Seibel (2008) menyebutkan bahwa : LPD is a financial institution with two unique characteristics: (a) as an institution owned and governed by the customary village (desa adat, desa pakraman), it is fully integrated into Balinese culture; (b) like no other financial institution, it is inclusive in outreach, covering almost all customary villages of Bali and the vast majority of its population.
21
22
LPD adalah lembaga keuangan dengan dua karakteristik unik : (a) sebagai lembaga yang dimiliki dan diatur oleh desa adat, adalah sepenuhnya terintegrasi ke dalam budaya Bali, (b) tidak seperti lembaga keuangan lain, adalah inklusif, meliputi hampir semua desa adat Bali dan sebagian besar penduduknya. Menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, LPD merupakan badan usaha keuangan milik Desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan Desa dan untuk Krama Desa. Lebih lanjut Pasal 17 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 menyebutkan bahwa lapangan usaha LPD mencakup : 1) Menerima/menghimpun dana dari Krama Desa dalam bentuk tabungan dan deposito; 2) Memberikan pinjaman hanya kepada Krama Desa; 3) Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100 persen dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali batasan lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan dana; 4) Menyimpan kelebihan likuiditasnya pada BPD (Bank Pembangunan Daerah Bali) dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Organisasi LPD tediri dari pengurus dan pengawas LPD. Pengurus LPD terdiri dari Kepala, Tata Usaha dan Kasir. Sedangkan pengawas LPD terdiri dari Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota LPD. Ketua pengawas dijabat oleh Bendesa Adat karena jabatannya.
23
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2008 tentang Pengurus dan Pengawas Internal Lembaga Perkreditan Desa, tugas pengurus LPD masing-masing adalah sebagai berikut : 1) Kepala mempunyai tugas : a. mengkoordinir pengelolaan LPD; b. bertanggung jawab ke dalam dan keluar, yakni bertanggung jawab atas perkembangan pengelolaan LPD dan bertanggung jawab mewakili LPD baik di dalam maupun di luar pengadilan; c. mengadakan perjanjian-perjanjian kepada nasabah/kepada pihak ketiga; d. menyusun Rencana Kerja (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB); e. menentukan kebijakan operasional LPD; dan f. menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan. 2) Tata Usaha mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi umum. 3) Kasir mempunyai tugas : a. melaksanakan transaksi keuangan; b. membuat berita acara uang kas; dan c. menyimpan dan menarik dana yang ditempatkan di PT. Bank BPD Bali. Setiap
Kota/Kabupaten
membentuk
PLPDK
(Pembina
Lembaga
Perkreditan Desa Kota/Kabupaten). Di Kabupaten Gianyar terdapat dua PLPDK, yaitu : 1) PLPDK Wilayah Gianyar Kota, meliputi wilayah Kecamatan Gianyar, Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Sukawati;
24
2) PLPDK Wilayah Tegallalang, meliputi wilayah Kecamatan Tegallalang, Kecamatan Payangan, Kecamatan Ubud, dan Kecamatan Tampaksiring. Kedudukan LPD dalam sistem perbankan di Indonesia dijelaskan oleh Darsana (2010) sebagai berikut : Sesuai dengan Pasal 58 dalam ketentuan peralihan Undang Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan sebagai berikut : Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Lumbung Putih Negeri (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Bank Karya Produk Desa (BKPD) dan lembaga-lembaga yang disamakan dengan itu diberi status sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Status LPD disamakan dengan BPR, yang berperan sebagai lembaga mediasi, namun ada beberapa hal mendasar yang membedakan LPD dengan lembaga keuangan lainnya, yaitu dalam pembagian keuntungan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan ditetapkan sebagai berikut : 1) Cadangan modal (60 persen); 2) Dana pembangunan desa (20 persen); 3) Jasa produksi (10 persen); 4) Dana pembinaan, pengawasan dan perlindungan (5 persen); dan 5) Dana sosial (5 persen).
25
Selain berbeda dalam pembagian keuntungan, perbedaan lainnya adalah adanya sanksi adat yang lainnya dikenakan kepada para nasabah (debitur) yang menunggak. Dengan adanya sanksi adat tersebut diharapkan kesetiaan awarga yang meminjam kredit tetap terjaga sehingga mereka membayar kredit tepat pada waktunya. Sanksi adat tersebut umumnya disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sosial masing-masing desa adat (Darsana, 2010). LPD sebagai salah satu wadah kekayaan desa, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatannya banyak menunjang pembangunan desa. Usaha-usaha LPD dilakukan dengan tujuan: 1) mendorong
pembangunan
ekonomi
masyarakatdesa
melalui
kegiatan
menghimpun tabungan dan deposito dari krama desa; 2) memberantas ijon, gadai gelap dan tain-lain yang dapat dipersamakan dengan itu; 3) menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja bagi kramadesa; 4) meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa. 2.1.1
Landasan Hukum LPD Landasan hukum pertama LPD di Bali adalah Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali No. 972 Tahun 1984 tentang Pendirian Lembaga Perkreditan Desa tertanggal 1 November 1984. Keputusan tersebut mengatur ketentuan umum, pendirian, status, fungsi, tujuan, usaha, organisasi, modal,
26
tanggung jawab dan ganti rugi, pembinaan dan pengawasan, serta rencana kerja perhitungan tahunan dan penetapan penggunaan laba LPD. Landasan hukum berikutnya adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali No. 2 Tahun 1988 tentang Lembaga Perkreditan Desa yang isinya memuat hal-hal yang lebih terperinci mencakup apa yang telah diatur dalam SK. Gubernur No. 972. Kalau dalam peraturan sebelumnya, ditetapkan pembagian dan penggunaan laba LPD untuk pemupukan modal setelah diadakan pembebanan-pembebanan tertentu yang akan ditetapkan kemudian. Dalam Perda No.2 telah diperinci bahwa pembagian laba bersih pada akhir tahun ditetapkan untuk; a) Cadangan Umum/Modal 40 persen b) Cadangan Tujuan 20 persen c) Dana Pembangunan Desa 20 persen d) Jasa Produksi 10 persen e) Dana Pembinaan LPD 5 persen dan f) Dana Sosial 5 persen. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 180 Tahun 1989 kemudian mengatur tentang Pendirian Pusat Lembaga Perkreditan Desa Kecamatan (PLPDK) di Propinsi Daerah Tingkat I Bali. PLPDK bertugas membina dan mengawasi kegiatan operasional LPD yang ada dalam wilayah kerjanya. Dalam melaksanakan tugasnya PLPDK bertanggung jawab secara tehnis operasional kepada BPD Bali dan secara administratif kepada tim Pembina LPD Tingkat II dan Tingkat I Bali. Setiap bulan PLPDK menyampaikan laporan perkembangan LPD kepada Gubernur, Ketua Bappeda, Bupati, BPD Bali, BPD Cabang setempat dan Camat setempat. Segala biaya yang timbul sebagai akibat penetapan keputusan mengenai PLPDK ini dibantu/dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat I Bali.
27
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 344 Tahun 1993 mengatur penunjukan BPD Bali sebagai Pembina Teknis LPD di Bali. Dalam keputusan ini, BPD diberi tugas untuk membina LPD, baik secara aktif maupun secara pasif. Pembinaan aktif dilakukan dengan cara mengadakan pembinaan langsung ke lapangan untuk mengetahui perkembangan masing-masing LPD. Sedangkan pembinaan pasif dilakukan dengan cara mengadakan analisa terhadap laporan keuangan yang disampaikan oleh masing-masing LPD. BPD juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan setiap triwulan kepada Gubernur Bali. Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari keputusan ini, juga dibebankan pada APBD Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Keputusan-keputusan Gubernur berikutnya juga masih banyak lagi dikeluarkan, yang pada dasarnya ditujukan untuk menyempurnakan kelembagaan LPD. Seperti Keputusan Gubernur No. 401 Tahun 1997 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Badan Pembina LPD, Keputusan Gubernur No. 491 Tahun 1998 tentang Ketentuan Pembentukan, Pengangkatan dan Pemberhentian Badan Pengawas LPD dan Keputusan Gubernur No. 13 Tahun 1999 tentang Pembagian dan Penggunaan Keuntungan Bersih LPD. Peraturan-peraturan tersebut kemudian selalu disempurnakan dan disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan. Peraturan umum LPD sempat berubah dengan diberlakukannya Perda No. 8 Tahun 2002 yang disusul dengan SK. Gubernur No. 3, No. 4, No. 7, No. 8, No. 95/01C/HK/2003 dan No. 12 Tahun 2003. Disamping diatur oleh peraturan-peraturan daerah di tingkat provinsi, LPD juga diatur oleh peraturan-peraturan di tingkat kabupaten dan kota. Di Kabupaten
28
Badung misalnya terdapat Perda Kabupaten Badung No. 19 Tahun 2001 tentang LPD, SK. Bupati Badung No. 238 Tahun 2003 tentang Pembentukan Badan Pembina LPD Kabupaten dan Kecamatan, SK Bupati Badung No. 774 dan No. 789 Tahun 2003 tentang PLPDK di Kabupaten Badung, SK. Bupati Badung No. 909 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bergulir LPD. Sekretaris Daerah Kabupaten juga mengeluarkan beberapa Surat Edaran menyangkut batas maksimum usia pengurus, Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan, serta pedoman Petunjuk Teknis Operasional LPD. Secara positif berbagai peraturan yang ada, memang telah memberikan landasan hukum yang kuat bagi kelembagaan dan operasional LPD. Namun sayangnya, masih ada beberapa peraturan yang menyangkut LPD terasa selit untuk diterapkan dan tumpang tindih antara yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi dengan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten. Pada awal tahun 2007 misalnya para legislator di Renon, mempermasalahkan tidak tersetornya dana pembinaan LPD di Kabupaten Badung ke Bank Pembangunan Daerah Bali dengan menggunakan Perda Kabupaten sebagai acuan. Setelah melalui perundingan panjang, khususnya dengan Kabupaten Badung, Perda Provinsi No.8 Tahun 2002 Tentang LPD akhirnya direvisi pada tanggal 13 Maret 2007. 2.1.2
Konsep Dasar LPD Filosofi yang menjadi konsep dasar dari LPD adalah konsep Tri Hita
Karana. Tri Hita Karana adalah konsep dari ajaran agama Hindu dimana dalam konsepnya mengajarkan mengenai keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam (Madra, 2013).
29
a) Parahyangan (Hubungan manusia dengan Tuhan) Parahyangan merupakan konsep pertama dari filosofi Tri Hita Karana, Parahyangan berarti hubungan manusia dengan Tuhan, dalam ajaran Parahyangan manusia diajarkan akan keseimbangan antara rasa puji syukur kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan) karena telah memberikan segala karunianya kepada manusia, dan dalam ajaran ini manusia dituntun agar menunaikan kewajibannya sebagai mahluk ciptannya sebagai timbal balik atas kenikmatan yang diberikannya (Widana, 2002). b) Pawongan (Hubungan manusia dengan manusia) Pawongan adalah konsep kedua dari filosofi Tri Hita Karana, dalam ajaran pawongan manusia diajak untuk bersikap harmonis antara manusia satu dengan manusia lainnya. Bagi penganut agama Hindu terdapat keyakinan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dan perbedaan antar manusia terletak pada karmanya. Ajaran Karma Yoga menekankan bahwa hanya dengan bekerja (karma) manusia dapat mencapai tujuan dan hakekat hidup (Gunawan, 2011). c) Palemahan (Hubungan manusia dengan alam) Palemahan adalah konsep ketiga dari filosofi Tri Hita Karana, dalam konsep Palemahan diajarkan untuk menghargai alam sebagai sumber dimana semua mahluk hidup mendapat penghidupan. LPD sebagai suatu organisasi yang berperan untuk mensejahterakan masyarakat desa pakraman tentunya tak lepas juga dari pengaruh alam sebagai sumber penghidupannya. Fungsi alam yang sangat penting sebagai sumber penghidupan manusia tersebut sangat
30
berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan prilaku manusia dalam kehidupannya baik secara individual maupun organisasi, sehingga sebagai manusia harus selalu dijaga kelestariannya. Karena SDM dapat menunjang keberhasilan dari LPD itu sendiri. 2.1.3
Faktor Kondisi Internal LPD Kredit merupakan produk suatu lembaga keuangan di mana hingga saat ini
masih merupakan aktiva produktif yang memberikan pendapatan utama kegagalan sebuah LPD karena mengandung risiko tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup suatu lembaga keuangan. Jika dibandingkan dengan lembaga keuangan lain, hanya LPD yang belum secara menyeluruh dan teratur menerapkan standar kesehatan yang baku sebagaimana telah diterapkan pada BPR dan usaha simpan pinjam koperasi. Padahal, untuk menerapkan standar yang serupa diperlukan waktu yang cukup panjang, baik dalam perancangan konsep maupun dalam implementasinya. Standar kesehatan setiap lembaga perantara keuangan di Indonesia selalu mengacu pada konsep CAMEL (Capital / permodalan, Asset quality / kualitas aktiva produktif, Management / manajemen, Earning / keuntungan/rentabilitas, dan Liquidity / likuiditas). Konsep terpadu ini telah teruji kemampuannya di seluruh dunia karena konsep ini sesungguhnya diadopsi dari BIS (Bank for International Settlements). Dalam implementasi konsep CAMEL pada usaha perbankan tentu berbeda dengan CAMEL pada usaha simpan pinjam oleh koperasi. Demikian pula kalau diterapkan pada usaha LPD, tentu diperlukan penyesuaian-penyesuaian agar
31
sejalan dengan kelembagaan, misi dan fungsi LPD. Namun, apapun penyesuaian yang diperlukan, komponen kesehatan LPD tidak boleh lepas dari hal-hal pokok yang diatur dalam konsep CAMEL tersebut. Penilaian faktor-faktor CAMEL dan bobotnya pada LPD disajikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Faktor-faktor Yang Dinilai Untuk Mengukur Kesehatan LPD dan Bobotnya Faktor yang Dinilai 1. Capital (Permodalan) 2. Asset Quality (Kualitas Aktiva Produktif)
Komponen Bobot Rasio modal terhadap aktiva 30% tertimbang menurut resiko a. Rasio aktiva yang diklasifikasikan 30% terhadap aktiva produktif b. Rasio penyisihan penghapusan 10% aktiva produktif yang dibentuk LPD terhadap penyisihan wajib dibentuk a. Manajemen Umum 3. Management 0% b. Manajemen Resiko (Manajemen) 0% a. Rasio laba terhadap total aset 4. Earnings 10% b. Rasio biaya operasional terhadap 10% (Rentabilitas) pendapatan operasional 5. Liquidity a. Rasio alat likuid terhadap hutang 5% (Likuiditas) lancar b. Rasio kredit terhadap dana yang 5% diterima Sumber : Lembaga Pengembangan dan Pelatihan LPD (LPP-LPD), 2013 Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan menggunakan konsep CAMEL. Unsur manajemen tidak memiliki bobot penilaian karena penilaian terhadap tingkat kesehatan LPD dilakukan oleh LPD bersangkutan dengan laporan keuangan LPD sebagai dasarnya, sehingga LPD dianggap belum mampu menilai pelaksanaan manajemen LPD bersangkutan. Untuk lebih jelasnya penilaian unsur CAEL pada LPD adalah sebagai berikut : 1) Capital (Permodalan)
32
Penilaian terhadap faktor permodalan pada lembaga keuangan biasanya didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Produktif Menurut Risiko (ATMR). Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi LPD dalam rangka mengembangkan usaha serta untuk menjaga kemungkinan risiko kerugian, perlindungan terhadap dana nasabah, dan risiko kredit macet. Rasio umum yang diwajibkan untuk tingkat kecukupan modal (Capital Adequency Ratio/CAR), dengan rumus : Modal Inti Modal Pelengkap x 100% ………………………………..(1) ATMR
CAR =
2) Assets (Aktiva) Penyaluran dana kepada masyarakat dalam jumlah yang cukup dan terjamin kelancaran pengembaliannya merupakan hal yang pokok untuk mendukung kesehatan LPD. Keterkaitan sistem dan prosedur pengembalian pinjaman dengan hukum adat (awig-awig) tidak akan banyak artinya bagi kualitas aktiva produktif bila manajemen LPD tidak dapat menjalankan hukum tersebut sampai pada tataran implementasi. Karenanya, diperlukan ketegasan dan ketegaran segala peraturan yang telah ditetapkan tanpa pandang bulu terhadap seluruh nasabahnya. Dana cadangan penghapusan yang dibentuk minimal sama dengan pinjaman macet dan sebagian pinjaman macet periode sebelumnya, harus dapat ditarik pada periode berjalan. Rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas aktiva produktif adalah rasio aktiva yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif, dengan rumus :
33
KAP1 = Aktiva Produktif yang diklasifikasikan x 100 % ……………... (2) Aktiva Produktif Selain rasio tersebut, diukur juga dengan rasio cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap cadangan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk, dengan rumus : KAP2 = CPRR yang dibentuk x 100 % ………………………………(3) CPRR wajib dibentuk Keterangan : CPRR = Cadangan Pinjaman Ragu-Ragu 3) Earnings (Rentabilitas) Keuntungan atau kemampulabaan sangat berguna bagi kemampuan LPD untuk memberikan balas jasa terhadap masyarakat yang telah bersedia menyetorkan
modal
digunakan
untuk
mengembangkan
usaha
dan
menyalurkan dana sosial kepada lingkungannya. Sangat tidak sehar bila LPD mengeluarkan dana sosial, tetapi dana tersebut berasal dari tabungan masyarakat atau peminjam LPD pada lembaga lainnya. Karenanya, paling tidak ada tiga aspek yang harus dijaga pada kesehatan laba LPD. Pertama, terdapat rasio yang wajar antara laba dengan pendapatan operasional. Kedua, terdapat rasio yang wajar antara laba dengan total kekayaan yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Ketiga, rasio positif yang wajar antara pendapatan operasional dengan biaya operasional. Penilaian terhadap rentabilitas LPD dilakukan dengan rasio laba tahun buku berjalan terhadap rata-rata volume usaha/aset, dengan rumus : ROA =
Laba Tahun Buku Berjalan x 100%.......................................................(4) Rata rata Aset
34
Selanjutnya diukur juga dengan rasio biaya operasional tahun buku berjalan terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama, dengan rumus : BOPO =
Biaya Operasional Tahun Buku Berjalan x 100%....................(5) Pendapa tan Operasional Tahun Buku Berjalan
4) Liquidity Sebagai lembaga keuangan yang sangat membutuhkan kepercayaan masyarakat, LPD seharusnya sangat pantang terhadap kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas adalah “tumor ganas” bagi kesehatan LPD. Likuiditas menunjukkan perbandingan antara kekayaan lancar dan utang lancar. Bagi LPD, likuiditas yang penting adalah adanya rasio yang wajar antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang diterima (Loan to Deposit Ratio/LDR). Sangat tidak wajar apabila LPD sampai menyalurkan dana melebihi dana yang diterimanya pada setiap tahun. Rasio yang digunakan untuk menilai likuiditas LPD adalah rasio alat likuiditas terhadap hutang lancar (rasio likuiditas) dan rasio pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima (Rasio LDR), masing-masing dengan rumus sebagai berikut: Cash Ratio =
LDR =
Kas Penempa tan di bank x 100 %........................(6) Passiva Lancar (kewajiban segera )
Pinjaman yang diberikan x 100 %..............................................(7) Dana diterima mod al int i
35
2.1.4
Faktor Kondisi Eksternal LPD Menurut Djiwandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi
pemberian suatu kredit adalah lingkungan perekonomian, serta persaingan antar bank atau lembaga keuangan lain. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim usaha. Semakin buruk perekonomian maka akan berdampak pada semakin terpuruknya kegiatan usaha. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor ekonomi yang memberikan pengaruh terhadap kegiatan usaha maupun pengembangannya seperti siklus bisnis, suku bunga, tingkat inflasi dan investasi. Peningkatan gaya hidup masyarakat di era globalisasi juga memicu munculnya beragam lembaga keuangan yang menawarkan berbagai produk, terutama kredit. Selain lembaga keuangan bank umum, ada juga Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta Koperasi. Oleh karena itu, terjadilan persaingan antar lembaga keuangan dalam memperoleh nasabah.
2.2
Pemberian Kredit Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan LPD dalam usahanya
sebagai lembaga yang dipercaya untuk berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat. Dalam hal ini, LPD memberikan bantuan modal kepada masyarakat desa adat untuk memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan modal kerja melalui sarana kredit. 2.2.1 Pengertian Kredit Menurut asal mulanya, kata “kredit” berasal dari Bahasa Yunani “Credereí” yang artinya kepercayaan (trust of faith), atau dalam bahasa Latin
36
“Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Karena itu dasar dari pemberian kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa si penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan pada masa yang akan datang. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berupa barang, uang atau jasa. Di dalam pemberian kredit terdapat dua belah pihak yang berkepentingan dan terlibat secara langsung. Pihak pertama yaitu pihak yang berkelebihan uang atau surplus dana yang disebut sebagai pihak pemberi kredit (kreditur), dan pihak yang kedua adalah pihak yang kekurangan dana atau defisit dana yang disebut sebagai pihak penerima kredit (debitur). Bilamana terjadi pemberian kredit berarti pihak yang berkelebihan dana memberikan dananya (prestasi) kepada pihak yang memerlukan dana dan pihak yang memerlukan dana berjanji akan mengembalikan dana tersebut disuatu waktu tertentu di masa yang akan datang. Menurut Eric L. Kohler seperti yang dikutip dari Silaen (1994), pengertian kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Sinungan (1998) mendefinisikan kredit sebagai suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa yang akan datang disertai dengan suatu kontraprestasi berupa bunga. Pengertian kredit dalam arti ekonomi adalah suatu penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan seseorang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Artinya uang atau barang diterima sekarang dan dikembalikan pada masa
37
yang akan datang. Kredit erat kaitannya dengan pengadaan modal suatu badan usaha, dimana dalam menjalankan usahanya pihak manajemen berusaha untuk memperoleh tambahan modal dari berbagai sumber, termasuk diantaranya melalui kredit. Menurut Pasal 1 butir 11 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Kredit adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa keuntungan atau bunga yang diperoleh dari pemberi kredit untuk memelihara kelangsungan usaha dan memperluas usahanya (Tohar, 2000). Berdasarkan pengertian kredit di atas, dapat dilihat bahwa unsur kredit yang utama adalah kepercayaan dan waktu. Kepercayaan dalam hal ini adalah bahwa pemberi kredit berkeyakinan bahwa prestasi (uang, jasa atau barang) yang diberikannya kepada debitur akan benarbenar diterimanya kembali di masa yang akan datang. Unsur waktu adalah bahwa antara pemberian kredit dan pengembaliannya dibatasi oleh waktu tertentu. Menurut Suyatno (1997), bahwa ada empat unsur-unsur kredit, yaitu unsur kepercayaan, waktu, degree of risk dan prestasi. Kepercayaan adalah suatu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima
38
pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu, terkandung pengertian nilai agio yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. Unsur degree of risk merupakan suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya. Dengan adanya unsur risiko ini, maka timbulah jaminan dalam pemberian kredit. Prestasi atau objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun karenakehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kredit mengandung (Suyatno,1997). 1) Adanya penyerahan uang atau tagihan atau dapat juga berupa barang yang menimbulkan suatu tagihan kepada pihak lain. 2) Adanya rasa saling mempercayai antara kedua belah pihak bahwa masingmasing pihak akan mematuhi kewajibannya seperti yang tertera dalam perjanjian. 3) Adanya kesepakatan bersama mengenai jangka waktu pelunasan hutang dan bunga. 4) Adanya harapan akan suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman berupa bunga sebagai pendapatan bagi lembaga keuangan yang bersangkutan.
39
2.2.2 Unsur-unsur Kredit Berdasarkan pengertian kredit yang ada dapat diketahui bahwa kredit diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian suatu lembaga kredit hanya bersedia memberikan prestasi apabila lembaga tersebut benar-benar yakin bahwa penerima kredit akan mampu mengembalikannya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Tanpa keyakinan itu maka lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya. Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah : 1) Kepercayaan Kepercayaan adalah suatu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2) Waktu Waktu ialah suatu masa yang memisahkan antara waktu pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Jangka waktu kredit dapat kita bagi atas tiga kategori : a. Jangka pendek
: < 1 tahun
b. Jangka menengah
: 1 – 3 tahun
c. Jangka panjang
: > 3 tahun
3) Degree of Risk Degree of Risk yakni suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Risiko timbul bagi si
40
pemberi kredit karena uang/barang/jasa telah lepas kepada orang lain. Semakin lama kredit diberikan, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Dengan adanya risiko ini maka timbulah jaminan dalam pemberian kredit. 4) Prestasi dan Kontraprestasi Prestasi merupakan objek kredit yang diberikan krditur kepada debitur, tidak hanya dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. Sedangkan kontraprestasi merupakan imbalan berupa bunga yang dibayarkan oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari penggunaan fasilitas kredit dimana bunga kredit ini merupakan pendapatan utama bagi kreditur. 5) Kreditur Kreditur adalah orang atau badan yang memiliki uang, barang atau jasa, yang bersedia meminjamkannya kepada pihak lain. 6) Debitur Debitur merupakan orang atau badan yang berfungsi sebagai pihak yang memerlukan atau meminjam uang, barang atau jasa. 7) Jaminan Jaminan adalah barang atau aktiva berwujud yang diberikan debitur kepada bank sebagai usaha dalam mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin timbul akibat dari pemberian kredit. Nilai jaminan ini selalu lebih besar daripada jumlah kredit yang diberikan. Tujuannya ialah agar apabila debitur tidak sanggup melunasi kreditnya maka pihak kreditur dapat menyita jaminan tersebut sebagai pembayaran sisa kredit yang tidak sanggup dilunasi. Berbeda dengan lembaga keuangan lain, LPD merupakan lembaga keuangan yang
41
tidak memerlukan jaminan, karena sanksi bagi debitur yang tidak melunasi kredit lebih cenderung pada sanksi adat. 2.2.3 Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Sebelum suatu kredit dikucurkan, terlebih dahulu suatu lembaga keuangan akan melakukan penilaian melalui suatu prosedur terhadap nasabah yang memohon kredit untuk memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkan pasti akan kembali. Penilaian tersebut mencakup kriteria-kriteria tertentu dan mempunyai ukuran-ukuran yang menjadi standar setiap bank. Penilaian oleh lembaga keuangan adalah untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak, dilakukan melalui analisis 5C dan 7P (Rahman, 1995). Penilaian dengan analisis 5C adalah sebagai berikut: a) Character Character merupakan sifat atau watak calon debitur (nasabah) yang dilihat dari latar belakang pekerjaan ataupun yang bersifat pribadi seperti gaya hidup, keadaan keluarga, hobby dan jiwa sosial nasabah. Berdasarkan sifat dan watak tersebut diambil suatu kesimpulan tentang kemampuan nasabah untuk membayar kredit. b) Capital Untuk mengetahui apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah efektif atau tidak, hal ini dilihat dari laporan keuangan nasabah, serta melihat sumber-sumber modal nasabah berapa persen modal sendiri dan modal pinjaman.
42
c) Capacity Capacity merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk membayar kredit. Kemampuan ini dilihat dari kemauan nasabah dalam mengelola bisnis yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan pengalaman dalam mengelola usahanya. d) Condition Suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, sosial, politik untuk masa yang akan datang, juga menilai prospek di bidang usaha yang akan dibiayai apakah benar-benar baik sehingga kemungkinan kredit untuk macet relatif kecil. e) Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon debitur, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Biasanya nilai jaminan lebih besar dari jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga perlu diteliti keabsahannya sehingga bila terjadi masalah, suatu jaminan tersebut dapat dipergunakan secepat mungkin. Penilaian 7P terdiri dari : a) Personality Penilaian nasabah dari segi kepribadiannya berdasarkan tingkah laku seharihari maupun kepribadiannya masa lalu. b) Party Mengklasifikasikan nasabah kedalam golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Nasabah yang diklasifikasikan ke dalam golongan tertentu akan memperoleh fasilitas yang berbeda dari bank.
43
c) Purpose Penelitian untuk mengetahui tujuan nasabah untuk mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan nasabah mengajukan kredit dapat bermacam-macam, misalnya untuk investasi, modal kerja, konsumsi, produksi dan lain-lain. d) Prospect Menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak. e) Payment Merupakan ukuran kemampuan nasabah untuk mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan nasabah semakin baik, sehingga apabila salah satu usahanya rugi dapat ditutupi dengan pendapatan dari usaha lainnya. f) Profitability Untuk menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam memperoleh laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah tetap sama atau semakin meningkat. g) Protection Tujuannya adalah bagaimana untuk menjaga agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Jaminan perlindungan yang diberikan nasabah dapat berupa jaminan barang, jaminan orang atau jaminan asuransi.
44
2.3 Kredit Bermasalah 2.3.1 Pengertian Kredit Bermasalah Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit. (Lukman, 2001). Ada beberapa pengertian kredit bermasalah (Veitzal, 2005), yaitu : 1) Kredit yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi terget yang diinginkan oleh pihak kreditur; 2) Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi kreditur dalam arti luas; 3) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan; 4) Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali kredit sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh kreditur; 5) Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di
45
perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi kreditur dalam arti luas; 6) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap kreditur, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan; 7) Kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.
2.3.2 Penggolongan Kredit Bermasalah Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami resiko kegagalan, bahkan menunjukkan kepada kreditur akan memperoleh rugi yang potensial. Ada beberapa penggolongan kredit bermasalah yaitu: 1) Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek Kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek adalah kredit yang diberikan kepada nasabah yang sedang mengalami kesulitan yang setelah diidentifikasi dan dievaluasi permasalahannya disimpulkan bahwa nasabah masih mempunyai harapan untuk memperbaiki kolektabilitas kreditnya. 2) Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek Kredit bermasalah yang sudah tidak mempunyai prospek adalah kredit yang diberikan kepada
nasabah
yang mengalami
kesulitan
yang setelah
diidentifikasi dan dievaluasi permasalahannya disimpulkan bahwa nasabah sudah tidak ada harapan lagi untuk memperbaiki kolektabilitas kreditnya dan
46
sumber pelunasan kreditnya hanya diharapkan dari usaha lain atau menjual jaminan/kekayaan perusahaan. 2.3.3 Sebab-sebab Terjadinya Kredit Bermasalah Pada kenyataannya tidak semua kredit yang diberikan kepada debitur memberikan keuntungan atau laba pada LPD. Hal ini disebabkan dimana kredit yang telah diberikan menjadi macet. Kredit macet ini merupakan beban bagi LPD karena akan mempengaruhi kelangsungan usaha dan tingkat kesehatan LPD. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan kredit menjadi macet, secara garis besar dapat dibedakan atas faktor kondisi eksternal (Sutojo, 2000), yakni: a) Calon debitur Kredit juga bisa menjadi macet karena kesalahan calon debitur di dalam mengelola keuangannya seperti terlalu banyak berinvestasi, terlalu terburuburu dalam melakukan ekspansi usaha, atau dalam usaha perdagangan terlalu banyak menimbun stok barang tanpa memperhitungkan kelancaran perputaran barang dagangannya. Hal ini bisa menyebabkan modal yang diberikan mengendap pada pembelian barang tersebut, sementara pendistribusian atau permintaan pasar berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tentu saja dengan kondisi seperti ini tidak akan menguntungkan pengusaha dan akhirnya menyebabkan ketidakmampuan mengembalikan pinjaman LPD. Demikian juga kredit macet pada jenis kredit konsumsi atau costumer loan bisa terjadi karena adanya pemutusan hubungan kerja kepada karyawan, sehingga gaji ataupun sumber pembayaran pinjaman kepada bank sudah tidak ada lagi.
47
b) Faktor dari kreditur Berbagai ketentuan perundang-undangan yang menjadi koridor bagi LPD dalam melakukan kegiatan usaha penyaluran dana. Seperti ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit (BMPK), rasio pemberian kredit dilihat dari nilai jaminan yang diberikan dan berbagai aturan lainnya. Namun kadang kala petugas dan pengambil keputusan pemberian kredit tidak memperhatikan hal tersebut. c) Faktor dari luar debitur dan kreditur (ekstern) Kredit macet bisa terjadi karena faktor diluar dari pihak debitur maupun kreditur. Faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya krisis moneter, kerusuhan massal, terjadinya bencana seperti gempa bumi, banjir, kebakaran dan kejadian-kejadian lainnya. Menurut Siamat (2001) ada beberapa indikasi yang dapat digunakan untuk mendeteksi awal kredit yang mengalami masalah. Indikasi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah dapat dibedakan dari dua sumber, indikasi internal dan eksternal. 1) Indikasi internal, terdiri atas : a. Perkembangan kondisi keuangan yang cenderung berlawanan dari proyeksi yang diharapkan. b. Terjadi penundaan pembayaran cicilan pokok dan bunga. c. Ada anggota eksekutif perusahaan yang mengundurkan diri. d. Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft.
48
e. Permintaan penambahan kredit tanpa menyertakan data-data keuangan yang lengkap dan mutahir. f. Permohonan perpanjangan atau penjadwalan ulang. g. Usaha nasabah terlalu ekspansif. h. Debitur menghindari penyampaian informasi keuangan pada saat diminta 2) Indikasi eksternal, terdiri dari : a. Adanya penyelidikan dari lembaga keuangan lain. b. Kreditur lain melakukan tindakan proteksi, misalnya penambahan dan pengikatan barang jaminan secara normal. c. Kegagalan perusahaan membayar pajak. d. Pemogokan buruh (pekerja) secara terorganisasi. e. Peluncuran produk baru oleh pesaing.
2.3.4 Penyelamatan Kredit Bermasalah Sekalipun usaha-usaha pencegahan telah dilakukan agar kredit tidak macet atau bermasalah tidak mustahil bahwa kemacetan kredit tetap terjadi karena alasan-alasan tertentu. Bila kredit sudah bermasalah maka pertama-tama bank akan memikirkan dan mencari upaya penyelesaian kredit sesuai dengan jalur hukum. Upaya-upaya penyelamatan kredit bermasalah menurut lembaga keuangan secara umum dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: 1) Rescheduling (Peninjauan kembali)
49
Rescheduling yaitu melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit atau jangka waktu kredit, termasuk masa tenggang, baik perubahan angsuran maupun tidak. 2) Reconditioning (Persyaratan kembali) Reconditioning yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syaratsyarat perjanjian kredit yang tidak terbatas hanya pada perubahan jadwal angsuran ataupun jangka waktu kreditnya, perubahan ini tanpa tambahan kredit. 3) Restructuring (Penataan kembali) Restructuring yaitu melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit, dapat berupa pemberian tambahan kredit atau melakukan penjadwalan atas seluruh atau sebagian dari tunggakan bunga. Upaya represif ini hanya mungkin dilaksanakan jika debitur masih bersifat kooperatif, dalam arti masih ada niat debitur untuk menyelesaikan kredit, namun terbentur pada kemampuannya untuk dapat menyelesaikan dalam waktu singkat sebagaimana disepakati dalam perjanjian kredit. Upaya-upaya penyelamatan kredit bermasalah menurut LPD dapat dilakukan dengan cara : pemanggilan pelaku kredit macet yang kemudian di bawa ke Paruman Desa untuk melakukan musyawarah dan penentuan sanksi yang dihadiri oleh Bendesa Pakraman, Kelian Banjar, Kepala Desa dinas. Kebanyakan kredit macet yang terjadi di LPD disebabkanoleh kelalaian yang dilakukan oleh pengurus LPD yang memberikan kredit kepada krama di luar desa pakraman. Cara penjatuhan sanksi kepada oknum pengurus LPD yang telah terbukti bersalah
50
telah memberikan kredit kepada nasabah di luar desa pakraman merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh oknum pengurus tersebut sebagai tanggungjawab pengurus, karena untuk nasabah di luar desa pakraman tidak mungkin dilakukan penjatuhan sanksi adat. Kondisi ini dikarenakan otonomi yang dimilikinya, sanksi adat hanya bersifat lokalitas, artinya hanya dapat diterapkan kepada seluruh krama desa pakraman yang telah melakukan kesalahan, sehingga pertanggungjawabannya harus dipikul oleh oknum pengurus yang telah melakukan kesalahan. Penjatuhan sanksi adat oleh prajuru pakraman melalui paruman desa kepada warganya yang telah melakukan kesalahan seperti pada kasus kredit macet.
2.3.5 Dampak Kredit Bermasalah Menurut Siamat (2001:174) dampak negatif dari kredit bermasalah yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan operasi bisnis adalah sebagai berikut. 1) Menurunkan profitabilitas usaha Kredit bermasalah merupakan harta operasional LPD yang tidak produktif, tidak menghasilkan bunga dan penghasilan lain. Apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerugian. LPD yang dirongrong kredit bermasalah akan turun profitabilitasnya, akibatnya citra kesehatan operasi mereka di masyarakat, dunia perbankan, dan di mata bank sentral dapat menurun. 2) Menambah beban biaya operasional Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 tahun 2013 LPD mengklasifikasikan kredit
bermasalah
sebagai
aktiva
produktif
LPD
yang
diragukan
kolektabilitasnya. Untuk menjaga agar para deposan tidak ikut merugi karena
51
aktiva itu tidak dapat ditagih lagi, setiap LPD harus memenuhi kecukupan modal minimum 12
persen (dua belas persen). Kecukupan modal
sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan perbandingan antara modal LPD dengan ATMR. 3) Menurunkan persentase Capital Adequency Ratio (CAR) Seperti halnya terjadi pada setiap jenis perusahaan, kerugian akan mengurang jumlah modal sendiri. Hanya saja pada bank umum kerugian itu akan membawa dampak yang lain, yaitu menurunkan persentase CAR. Apabila CAR turun sampai dibawah ketentuan pemerintah, bank yang bersangkutan harus menambah dana cair untuk menaikkan modal kerja sendiri mereka. Bilamana mereka tidak dapat melakukan hal itu, peringkat kesehatan operasi bisnis mereka di mata bank sentral akan mengalami penurunan.
2.3.6 Kolektabilitas Kredit dan Non Performing Loan (NPL) Perkreditan memainkan peranan penting dalam dunia perbankan serta dapat pula dijadikan indikator dalam menentukan tingkat kesehatan suatu lembaga keuangan yang bersangkutan. Mengapa demikian? Karena apabila kredit yang disalurkan mengalami kemacetan dalam pengembaliannya akan membawa efek pendapatan LPD yang menurun, turunnya kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan manajemen LPD tersebut serta turunnya kesehatan LPD. Kolektabilitas menurut Abdullah (2005), merupakan penggolongan kredit berdasarkan kategori tertentu guna memantau kelancaran pembayaran kembali (angsuran) oleh debitur. Kolektabilitas adalah penggolongan kredit atau pinjaman dengan membagi atau memisah-misahkan kredit atau pinjaman berdasarkan
52
kelancaran atau ketidaklancaran pengembalian kredit atau pinjaman tersebut baik pokok maupun bunganya (Silaen, 1994). Maksud dari ketentuan penggolongan kredit berdasarkan kolektabilitas ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran yang nyata tentang keadaan dan kondisi kredit atau pinjaman yang telah diberikan kepada masyarakat sebagai pemakai dana tersebut. Di samping itu juga dapat diketahui apakah LPD yang bersangkutan memang dengan serius menangani perkreditannya atau hanya bersikap pasif. Kolektabilitas Kredit atau Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit dalam penelitian ini ditetapkan dalam 4 (empat) golongan sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali, tanggal 7 Maret 2013, yaitu : Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Menurut
Silaen
(1994)
tujuan
penggolongan
kredit
berdasarkan
Kolektabilitasnya adalah : 1) untuk memungkinkan LPD mengetahui dan mempunyai gambaran tentang keadaan distribusi kredit yang diberikannya; 2) untuk memungkinkan LPD menilai sendiri solvabilitasnya; 3) untuk menentukan besarnya cadangan piutang ragu-ragu; dan 4) sebagai informasi bagi masyarakat desa adat setempat. Menurut Tangkilisan (2003) berdasarkan kolektabilitasnya, kredit dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan, yaitu : 1) Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria : a. Angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan b. memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
53
c. bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash sollateral) 2) Dalam perhatian khusus (special mention), apabila memenuhi kriteria : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau b. kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. mutasi rekening relatif aktif; atau d. jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang telah diperjanjikan; atau e. didukung oleh pinjaman baru. 3) Kurang lancar (sub standard), apabila memenuhi kriteria : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau b. sering terjadi cerukan; atau c. frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau d. tejadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau e. terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau f. dokumentasi pinjaman yang lembah. 4) Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau b. terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau c. terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d. terjadi kapitalisasi bunga; atau
54
e. dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan. 5) Macet (loss), apabila memenuhi kriteria : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau b. kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau c. dari segi hukum maupun kondisi pasar jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (Surat Keputusan Direksi BI No.7/2/PBI), kualitas kredit berdasarkan kolektabilitas tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu : 1) NPL (Non Performing Loan), dikatakan baik dengan syarat maksimal 5 persen dari total kredit (NPL ≤ 5 persen) 2) PL (Performance Loan), dikatakan baik dengan syarat minimal 95 persen dari total kredit (PL > 95 persen) Berikut ini rumus perhitungan persentase NPL dan PL : NPL =
PL =
Kredit Kurang Lancar Kredit Diragukan Kredit Macet x100%.......(8) Total Kredit
Kredit Lancar Kredit dalam perhatian khusus x 100%..........................(9) Total Kredit
Dalam penelitian ini, kredit dalam perhatian khusus digolongkan dalam kredit lancar, sehingga kredit yang diberikan oleh LPD terdiri atas kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Bramantyo dan Ronny (2007) melakukan penelitian terhadap 223 BPR dan 917 nasabah sampel yang
55
tersebar di tujuh wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya NPL Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 12 penyebab terjadinya NPL baik dari kondisi internal BPR maupun dari kondisi eksternal BPR. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1) Integritas pemilik, pengurus dan pegawai BPR berupa intervensi yang bersumber pada tiga hal: ketidakjelasan prosedur, ketidakdisiplinan pencatatan, dan kurangnya perhatian dan pengawasan pemilik. 2) Kompetensi pemilik dan pengurus, baik terhadap ketentuan Bank Indonesia maupun dalam menjalankan proses bisnis BPR. 3) Pergantian direksi BPR yang dapat menyebabkan perpindahan nasabah dengan Kolektabilitas yang lancar. 4) Kompetensi pegawai BPR dalam menerapkan prosedur, penerapan 5C, pengawasan dan penanganan kredit bermasalah, dan administrasi. 5) Pembayaran dengan pemotongan gaji dari tabungan, sekalipun efektif tetapi menimbulkan potensi penyimpangan. 6) Pembayaran kredit dengan jemputan dapat berdampak negatif. 7) Strategi pemasaran BPR yang masih lemah dan perlu mendapat perhatian. 8) Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit yang lebih baik dan konsisten. 9) Pengikatan agunan yang tidak hati-hati. 10) Tidak mempertimbangkan kondisi nasabah
56
11) Kerjasama pemberian kredit dengan pihak luar. 12) Sistem dan mekanisme pengawasan dan program recovery kredit. Untuk mampu berperan sebagai badan usaha yang tangguh dan mandiri, BPR melalui usaha pemberian kreditnya harus mampu meningkatkan efektivitas strategi pemberian kredit dan berusaha sebaik mungkin mengurangi risiko kegagalan kredit. Jika diteliti lebih dalam, kegagalan pemberian kredit, dilihat dari tingginya NPL terutama disebabkan oleh kurang efektif dan efisiennya strategi yang digunakan.
2.4 Hubungan Antara Faktor Internal LPD dengan pemberian kredit di LPD Kredit yang diberikan kepada debitur tidak seluruhnya merupakan kredit lancar. Pada kenyataannya sering terjadi kasus kredit tidak lancar atau kredit macet yang akan meningkatkan NPL suatu lembaga keuangan penyedia kredit. Menurut Sutojo (2000), dalam kaitannya dengan NPL yang merupakan indikator kredit macet, faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kredit adalah faktor internal kreditur, faktor debitur, dan faktor eksternal. Kosmidou (2008) berpendapat bahwa keadaan internal LPD dapat dinilai dari tingkat kesehatan LPD. Semakin baik tingkat kesehatan suatu LPD maka akan menopang kemampuan suatu LPD dalam memberikan kredit. Tingkat kesehatan LPD menggambarkan kondisi keuangan dan seberapa baik LPD tersebut melakukan manajemen.
57
2.5 Hubungan Antara Kondisi Eksternal LPD dengan pemberian kredit dan NPL Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Nomor 0303.102.2004.2, penilaian tingkat kesehatan LPD di Bali dengan menggunakan konsep CAEL, yang meliputi unsur Capital (Permodalan), Asset Quality (Kualitas Aktiva Produktif), Earnings (Rentabilitas), dan Liquidity (Likuiditas). Faktor debitur juga memegang peran penting dalam pemberian kredit. Menurut Rachman (1995), penilaian terhadap kelayakan calon nasabah dilakukan melalui analisis 5C (Character, Capital, Capacity, Condition, Collateral), namun pada LPD, tidak dilakukan analisis terhadap collateral, karena mengajukan kredit di LPD tidak memerlukan jaminan. Menurut Djiwandono (1994), faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian suatu kredit adalah lingkungan perekonomian, faktor alam, serta persaingan antar bank atau lembaga keuangan lain. Bila kondisi faktor eksternal semakin baik dapat dikatakan perekonomian masyarakat juga membaik. Kosmidou (2008) berpendapat bahwa bila tingkat kemakmuran masyarakat meningkat, maka diharapkan akan semakin tinggi permintaan dan penawaran akan pinjaman dan tabungan dari masyarakat kepada LPD. Tingginya tingkat permintaan dan penawaran akan pinjaman dan tabungan memiliki pengaruh yang positif terhadap pemberian kredit. Penilaian dalam pemberian kredit harus dilakukan dengan baik karena akan menentukan kolektabilitas kredit yang diberikan. Bila penilaian dalam pemberian kredit tidak dilakukan dengan baik, maka kredit macet akan meningkat diindakasikan dengan NPL tinggi, demikian juga sebaliknya bila penilaian dalam
58
pemberian kredit dilakukan secara tidak cermat, maka angka kredit macet akan mengalami penurunan dan NPL juga rendah.
2.6 Keaslian Penelitian Hasil penelitian terdahulu sangat penting sebagai bahan perbandingan dan referensi dalam suatu penulisan. Adapun studi empirik terdahulu yang mendukung terhadap penelitian yang akan dilakukan terdapat empat topik penelitian, yaitu hubungan antara kondisi internal BPR dan pemberian kredit, kondisi calon debitur BPR dan pemberian kredit, kondisi eksternal BPR dan pemberian kredit serta pemberian kredit dan NPL. Dalam penelitian ini, objek yang penulis teliti adalah pada Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD) yang juga merupakan suatu lembaga keuangan yang menyediakan kredit. Adapun uraian mengenai 4 topik tersebut adalah sebagai berikut : 1) Penelitian tentang pengaruh kondisi internal terhadap pemberian kredit a. Penelitian yang dilakukan oleh Voordeckers dan Steijvers (2003) dengan metode analisis model continuation-ratio logit justru menunjukkan bahwa pada usaha kecil dan menengah di Belgia kondisi internal yang ada di dalam perusahaan berpengaruh positif terhadap terbentuknya strategi yang ada di bagian kredit. Fedorenko, Schäfer, dan Talaveran (2007) juga mengungkapkan di Taiwan sistem-sistem internal yang digunakan oleh bank dalam memberikan kreditnya berpengaruh positif terhadap jangka waktu dalam pemberian kredit. Penelitian ini menggunakan analisis model empiris.
59
b. Ono dan Uesugi (2005) meneliti usaha peminjaman uang berskala kecil dan menengah di Jepang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi internal perusahaan berpengaruh negatif terhadap strategi pemberian kredit, dimana terlalu banyak campur tangan dari pemilik / pengelola dalam menjalankan strategi yang dijalankan sehingga banyak strategi yang dibuat untuk kepentingan pribadi. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Leora Klapper (2001). Kedua penelitian tersebut menggunakan analisa regresi linear. 2) Penelitian tentang pengaruh kondisi calon debitur terhadap pemberian kredit a. Hasil penelitian Jiménez, Lopez, dan Saurina (2007), kondisi calon debitur seperti kondisi spesifik calon debitur turut mempengaruhi manajemen dalam menentukan strategi yang akan dijalankan oleh suatu lembaga keuangan. Hasil tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Spanyol. Demikian juga yang diungkapkan oleh Kyaw (2008) yang melakukan
penelitian
pada
lembaga
keuangan
yang
melakukan
pembiayaan pada sektor usaha kecil dan menengah di Myanmar dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. b. Elsas dan Krahnen (2002) dengan analisis model empiris mendapatkan hasil bahwa kondisi calon debitur berpengaruh negatif terhadap pemberian kredit, yang justru mempunyai pengaruh adalah kondisi internal atau kondisi yang ada di perusahaan tersebut. Selain itu, yang bisa mengetahui kondisi pasti suatu bank adalah pihak internalnya sendiri, sehingga mampu menyusun strategi-starategi untuk memaksimalkan kinerjanya, sehingga
60
dapat dikatakan strategi yang dijalankan suatu bank harus berdasarkan sistem yang ada dalam bank tersebut. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Takang Felix Achou dan Ntui Claudine Tenguh (2008). Penelitian tersebut menggunakan analisis regresi linear. 3) Penelitian tentang hubungan antara kondisi eksternal terhadap pemberian kredit a. Dengan metode analisis empiris Jiménez, Lopez, dan Saurina (2007), kondisi eksternal seperti kondisi pasar secara umum turut mempengaruhi manajemen dalam menentukan strategi yang akan dijalankan oleh suatu lembaga keuangan. Hasil tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Spanyol. Hasil yang sama diperoleh juga dari penelitian yang dilakukan oleh Leora Klapper (2001) dengan menggunakan analisa regresi linear. b. Voordeckers dan Steijvers (2003) dengan metode analisis model continuation-ratio logit justru menunjukkan bahwa pada usaha kecil dan menengah di Belgia kondisi lingkungan di luar perusahaan berpengaruh negative terhadap terbentuknya strategi yang ada di bagian kredit. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Takang Felix Achou
dan
Ntui
Claudine
Tenguh
(2008).
Penelitian
tersebut
menggunakan analisa regresi linear. 4) Penelitian tentang hubungan antara pemberian kredit dan NPL a. Penelitian di lembaga keuangan di Amerika oleh Manove, Padilla, dan Pagano (2001) dengan menggunakan data equilibrium menunjukkan bahwa strategi pemberian kredit justru meningkatkan rasio NPL. Hal
61
tersebut juga diungkapakan oleh Jessica Petersson dan Isac Wadman (2004) yang meneliti pasar kredit di Italia dan Swedia dengan menggunakan media interview. Dari dua penelitian di atas terungkap bahwa NPL lebih dipengaruhi oleh faktor di luar manajemen, seperti keadaan pasar yang terlambat diantisipasi oleh strategi yang dibuat oleh manajemen dalam memaksimalkan kinerja perusahaan, terutama menekan rasio NPL. b. Menurut Chen (2003), yang meneliti perilaku lembaga keuangan di Cina, strategi pemberian kredit justru mempunyai pengaruh negatif terhadap NPL. Dimana strategi pemberian kredit yang baik dinilai mampu membuat nilai menurunkan nilai NPL, dalam hal ini strategi pemberian kredit dan NPL mempunyai arah yang berlawanan. Demkian juga yang diungkapkan oleh Hwang dan Wu (2006) yang melakukan penelitian di Taiwan. Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Penelitian lain terkait LPD oleh Candraningsih (2005) dengan mengambil sampel sebanyak 30 LPD di Kabupaten Badung menunjukkan hanya 3 (tiga) LPD, yaitu LPD Angantaka, LPD Sibang Kaja, dan LPD Lukluk yang kualitas aktiva produktifnya memenuhi persyaratan sehat. Sebaliknya 27 LPD yang kualitas aktiva produktifnya kurang sehat yang lebih banyak diakibatkan oleh kolektabilitas kreditnya terlalu banyak berkateori kurang lancar, diragukan dan macet.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir LPD merupakan lembaga keuangan lokal masyarakat hukum adat Bali yang memberikan kemudahan kepada komunitasnya. Peran LPD dalam memenuhi beban kehidupan masyarakat sangat penting, sebab masyarakat hukum adat tidak tersentuh dalam program-program keuangan pemerintah pusat. Perkembangan LPD di Bali sepanjang tahun 2010 memang cukup meyakinkan. Berdasarkan data Bank Indonesia, perkembangan LPD mampu mengungguli BPR. Hanya sepanjang tahun 2010 angka kredit macet atau NPL bergerak mendekati 10
persen.
Berdasarkan data BI akhir tahun lalu angka NPL LPD mencapai 9,64 persen. Saat ini ambang toleransi terhadap kredit macet dari Bank Indonesia mencapai lima persen (Bisnis Bali, 27 Januari 2011). Kendati LPD dianggap lembaga non bank, namun tingginya angka kredit macet tetap mengundang kekhawatiran. Secara aturan perbankan, LPD tidak akan dikenakan sanksi apabila angka kredit macet di atas angka kredit macet perbankan nasional, namun angka tersebut sangat berbahaya bagi penyaluran kredit, karena akan membuat LPD yang bersangkutan kesulitan memperoleh permodalan. Struktur permodalan LPD berbeda dengan struktur permodalan bank umum maupun BPR. Bank secara berkala selalu diberikan bantuan permodalan oleh pemilik modal untuk penguatan struktur perbankan. Sedangkan LPD tidak ada yang membantu permodalan, sehingga penyaluran kredit oleh LPD menjadi lebih riskan. Jika LPD memiliki angka kredit macetnya cukup tinggi dan tidak
62
63
mendapat penguatan modal, maka LPD tersebut terancam tutup dengan sendirinya. Untuk itulah maka strategi pemberian kredit LPD merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji mengingat dampak kredit macet sangat penting bagi keberlangsungan suatu LPD. Untuk lebih jelasnya tentang kerangka berpikir dalam penelitian ini pada Gambar 3.1. Keberadaan LPD sebagai lembaga keuangan lokal
Tingkat Kesehatan LPD
Memberikan Layanan Kredit
Faktor Internal Kondisi Internal LPD
(X!) Faktor Eksternal 1 Kondisi Calon Debitur LPD
Pemberian Kredit
(X
Non Performing Loan (NPL)
(X
Faktor Eksternal 2 Kondisi Eksternal LPD
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Jumlah Kredit dan Dampaknya Terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) – Desa Adat di Kabupaten Gianyar Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dijelaskan hubungan tentang keberadaan LPD yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat di Bali sebagai salah satu lembaga keuangan yang memberikan kredit. Pemberian kredit dipengaruhi oleh kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD serta kondisi eksternal LPD. Pemberian kredit juga akan berpengaruh terhadap nilai NPL. Kredit macet sendiri
64
akan ikut menentukan tingkat kesehatan LPD, sehingga menentukan keberadaan LPD.
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kajian pustaka, pemberian kredit suatu lembaga keuangan (dalam hal ini LPD) dipengaruhi secara langsung oleh kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD, dan kondisi eksternal LPD tersebut dan secara tidak langsung berdampak terhadap NPL yang dicapai suatu LPD. Kondisi internal LPD terdiri atas : permodalan, kualitas aktiva produktif, rentabilitas dan likuiditas. Kondisi calon debitur LPD dapat dilihat dari : character, capital, capacity dan condition calon debitur. Kondisi eksternal LPD terdiri atas : faktor alam, perkembangan perekonomian, dan faktor persaingan usaha. Faktor-faktor pemberian kredit meliputi unsur : kepercayaan, jangka waktu, degree of risk, dan kontra prestasi. NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengukur resiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Kredit yang diminta atau yang disalurkan masyarakat akan cenderung menurun jika sebuah bank melihat ada indikasi bahwa tingkat resiko NPL terlalu tinggi karena pada dasarnya bank tidak atau berhati-hati dalam menanggung resiko yang terjadi di kemudian harinya. Untuk lebih jelasnya kerangka konsep dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 3.2. Gambar 3.2 menunjukkan indikator-indikator dari faktor kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD, dan pemberian kredit. Pemberian kredit dipengaruhi oleh faktor kondisi internal LPD, kondisi calon
65
debitur LPD, dan kondisi eksternal LPD. Selanjutya pemberian kredit mempengaruhi NPL.
Permodalan (x1.1) Aktiva Produktif (x1.2)
Faktor Internal Kondisi Internal LPD (X1)
Rentabilitas (x1.3) Likuiditas (x1.4)
Kepercayaan (x4.1)
Jangka Waktu (x4.2)
Character (x2.1) Capital (x2.2) Capacity (x2.3)
Faktor Eksternal 1 Kondisi Calon Debitur LPD (X2)
Degree of risk (x4.3)
Condition (x2.4)
Perkembangan Perekonomian (x3.1)
Non Performing Loan/NPL (Y)
Pemberian Kredit (X4)
Kontra Prestasi (x4.4)
Faktor Eksternal 2 Kondisi Eksternal LPD (X3)
Faktor Persaingan Usaha (x32)
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Jumlah Kredit dan Dampaknya Terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) – Desa Adat di Kabupaten Gianyar
66
3.3 Hipotesis Chandra Dewi (2009) menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pemberian kredit dan dampaknya terhadap NPL pada BPR di Provinsi Jawa Tengah, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemberian kredit sangat berpengaruh signifikan terhadap NPL. Semakin baik strategi yang digunakan, maka semakin rendah rasio NPL. Dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan antara kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD dengan pemberian kredit serta dampaknya terhadap NPL LPD. Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1) Faktor kondisi internal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 2) Faktor kondisi calon debitur LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 3) Faktor kondisi eksternal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit pada LPD di Kabupaten Gianyar. 4) Pemberian kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPL pada LPD di Kabupaten Gianyar.
67
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Adapun rancangan penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat dalam Gambar 4.1. Peraturan Daerah No 3 tahun 2007 tentang Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD)
Hipotesis 1. 2. 3. 4.
Kondisi faktor internal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit. Kondisi faktor eksternal debitur LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit. Kondisi faktor eksternal LPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap penilaian pemberian kredit. Pemberian kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPL pada LPD di Kabupaten Gianyar.
Variabel Penelitian 1. VariabeI kondisi internal LPD, dengan indikator: Capital, Assets, Earnings, Liquidity 2. Variabel kondisi eksternal debitur LPD, dengan indikator: Character, Capital, Capacity, Condition 3. Variabel kondisi eksternal LPD, dengan indikator: perkembangan perekonomian; dan faktor persaingan usaha. 4. Variabel pemberian kredit, dengan indikator: kepercayaan, jangka waktu, degree of risk, kontra prestasi. 5. Non Performing Loan
Prosedur Pengumpulan Data
Sumber Data Data Primer : Melalui Wawancara dan Kuesioner Data Sekunder : Laporan LPD
Metode Pengumpulan Data 1) Metode Dokumentasi 2) Wawancara terstruktur (kuesioner)
Metode Analisis Data Dengan menggunakan analisis SEM (dengan AMOS). Uji data meliputi uji normalitas; uji outliers; dan kovarians. Uji model meliputi : Goodness of fit test dan uji pengaruh.
Simpulan Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Jumlah Kredit dan Dampaknya Terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) – Desa Adat di Kabupaten Gianyar
68
Variabel pengumpulan data dilakukan dengan menentukan sumber data serta metode pengumpulan data. Selanjutnya data yang dikumpulkan dianalisis untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan sehingga diperoleh simpulan dalam penelitian ini.
4.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar dengan alasan bahwa Kabupaten Gianyar memiliki 18,1 persen dari jumlah LPD di seluruh Bali. Ratarata nilai NPL LPD Kabupaten Gianyar per 31 Desember 2013 juga di atas 5 persen, yaitu 10,3 persen. Selain itu di Kabupaten Gianyar terdapat LPD dengan kondisi yang heterogen, dimana terdapat LPD yang sangat baik dengan aset mencapai Rp 93,75 Milyar hingga LPD yang hanya memiliki aset senilai Rp 15.500.000,00. Dengan beragamnya kondisi LPD diharapkan penelitian dapat mewakili LPD dalam berbagai kondisi.
4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal langsung dari data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data primer diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan dimana kuesioner tersebut berisi pertanyan-pertanyan yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian yaitu kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD, pemberian kredit, serta NPL.
69
Data sekunder adalah data yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, dimana data ini akan mendukung sumber-sumber yang mendukung penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data sekunder diperoleh dari data internal LPD yang terdapat dalam dokumen laporan LPD. (PLPDK Gianyar Kota dan PLPDK Kecamatan Payangan), publikasi terbatas yang terkait, hasil temuan lapangan serta data dokumen-dokumen yang diperlukan untuk penyusunan penelitian dan mendukung terhadap permasalahan yang diteliti, seperti laporan neraca LPD, laporan laba rugi LPD, laporan kesehatan LPD dan laporan klasifikasi pinjaman LPD.
4.3.2 Populasi dan Sampel Indriantoro dan Supomo (2002) mengatakan bahwa populasi adalah kumpulan individu atau proyek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai kelompok individu atau obyek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh LPD di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013, yaitu sebanyak 269 unit, namun 5 (lima) LPD tidak beroperasi lagi, sehingga populasi penelitian ini sebanyak 264 unit LPD. Sampel diambil sebanyak 118 unit LPD. Berdasarkan penilaian atas kinerja LPD di Gianyar, dari 264 LPD di Gianyar telah dikelompokkan berdasarkan 4 (empat) kategori yang terdiri dari 193 LPD berkategori sehat, 27 LPD berkategori cukup sehat, 24 LPD berkategori kurang sehat dan 20 LPD berkategori tidak sehat. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.1.
70
Tabel 4.1 Jumlah Populasi Penelitian Berdasarkan Wilayah Kecamatan dan Kategori (Keadaan Per Desember 2013) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kecamatan Gianyar Blahbatuh Sukawati Payangan Tampaksiring Tegallalang Ubud Jumlah
Jumlah LPD 38 34 32 48 36 44 32 264
Sehat 33 30 27 24 24 29 26 193
Populasi LPD Berdasarkan Kategori Cukup Kurang Tidak Sehat Sehat Sehat 3 2 3 1 2 1 2 10 10 4 6 6 1 7 7 2 4 27 24 20
Sumber : Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Gianyar, 2014 Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Sutrisno, 1993). Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan daftar pertanyaan sebagai alat mengumpulkan data (Singarimbun, 1989). Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala LPD dan Ketua Pengawas LPD di Kabupaten Gianyar. Sesuai dengan alat analisis yang digunakan yaitu SEM, maka penentuan jumlah sampel yang representatif menurut Hair dalam Ferdinand (2002) adalah tergantung pada jumlah indikator dikalikan dengan 5-10. Sedangkan untuk teknik Maximum Likelihood (ML) Estimation, jumlah sampel yang representatif berkisar antara 100-200 sampel. Jumlah sampel yang terlalu besar justru akan menyulitkan untuk mendapat model yang cocok. Jumlah indikator dalam penelitian ini adalah 15, sehingga sampel yang representatif sejumlah 80-160.
71
Dalam hal ini sampel yang diambil secara purposive sebagai responden penelitian merupakan pengurus dan pengawas LPD di Kabupaten Giayar. Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 118 LPD di Kabupaten Gianyar. Pada masingmasing LPD yang akan diteliti adalah dua orang yaitu, satu orang pengurus selaku kepala LPD, dan satu orang krama desa selaku ketua pengawas LPD. Jumlah LPD yang akan diteliti di setiap kota/kabupaten ditentukan dengan kuota tertentu, atau dipilih dengan purposive sampling dengan mempertimbangkan jumlah LPD yang tergolong berhasil dan kurang/tidak berhasil di masing-masing kabupaten/kota. Dengan demikian jumlah seluruh responden dalam penelitian ini berjumlah 236 responden, yang masing-masing dua orang responden yaitu pengurus selaku kepala LPD dan krame desa selaku ketua pengawas LPD. Metode pengambilan sampel baik untuk responden pengurus selaku kepala LPD, dan ketua pengawas LPD akan dipilih dengan
menggunakan non probability sampling yaitu
accidental sampling. Dengan demikian dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah kombinasi antara purposive sampling dan accidental sampling baik untuk dua jenis responden tersebut maupun informan yang dibutuhkan guna melengkapi informasi yang diperlukan. Strata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi kesehatan LPD (sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat). Sampel diambil secara proporsional pada setiap strata, sehingga sebaran sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
72
Tabel 4.2 Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Kategori (Strata) No. 1. 2. 3.
Kecamatan Blahbatuh Payangan Tampaksiring Jumlah
Jumlah LPD 34 48 36 118
Sehat 30 24 24 78
Sampel LPD Berdasarkan Kategori Cukup Kurang Tidak Sehat Sehat Sehat 3 1 10 10 4 6 6 19 16 5
Sumber : Data Tabel 4.1 yang diolah, 2014
4.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan model persamaan struktural atau SEM. SEM merupakan teknik-tehnik statistika yang memungkinkan pengujian suatu rangkaian hubungan yang relatif kompleks secara simultan dan berjenjang. Hubungan yang kompleks dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Mungkin juga terdapat suatu variabel yang berperan ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu hubungan, namun menjadi variabel dependen pada hubungan lain mengingat adanya hubungan kausalitas yang berjenjang. Di dalam SEM ada dua jenis variabel yaitu variabel laten (latent/construct variable) dan variabel indikator (indicator variable). Variabel laten adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung (unobservable), sedangkan variabel indikator bisa diukur secara langsung (observable). Variabel indikator ini
73
merupakan pembentuk variabel laten. Variabel laten dan variabel indikator dalam penelitian ini sesuai pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Variabel Penelitian No. 1.
Variabel Laten Kondisi Internal LPD (X1)
2.
Kondisi Calon Debitur LPD (X2)
3.
Kondisi Eksternal LPD (X3)
4.
Pemberian Kredit (X4)
5.
NPL (Y)
Konsep Kondisi internal LPD ditunjukkan oleh kondisi kesehatan LPD. Menurut SK Direksi BPD Bali, tingkat kesehatan LPD diukur dengan unsur CAEL Sebelum memberikan kredit, LPD melakukan penilaian terhadap calon debitur melalui analisis 5C
Variabel Indikator Permodalan (capital) Kualitas aktiva produktif (assets) Rentabilitas (earning) Likuiditas (liquidity)
Character Capital Capacity Condition Menurut Djiwandono (1994), Perkembangan faktor ekstenal yang perekonomian mempengaruhi pemberian Faktor persaingan usaha kredit adalah lingkungan perekonomian serta persaingan usaha Menurut Suyatno (1997), Kepercayaan dalam pemberian kredit ada Jangka Waktu empat unsur kredit, yaitu Degree of Risk kepercayaan, waktu, degree Kontra Prestasi of risk dan prestasi NPL merupakan persentase Non Performing kredit bermasalah terhadap Loan/NPL total kredit yang disalurkan
Notasi X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2
X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 Y
Sumber : Djiwandono (1994), Suyatno (1997)
Variabel laten dapat dibedakan atas variabel laten dependen dan variabel laten independen. Variabel laten dependen adalah variabel laten yang dipengaruhi oleh variabel laten lainnya, sedangkan variabel laten independen adalah variabel laten yang mempengaruhi variabel laten lainnya. Variabel laten independen dalam penelitian ini adalah variabel kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD dan kondisi eksternal LPD. Sedangkan variabel laten dependen dalam penelitian ini
74
adalah pemberian kredit. Variabel NPL merupakan variabel terukur dengan membandingkan nilai total kredit tidak lancar dengan nilai total kredit yang disalurkan pada periode tertentu. Definisi masing-masing variabel indikator secara lebih jelasnya adalah sebagai berikut. 1. Permodalan (X1.1) Aspek permodalan adalah menilai permodalan yang dimiliki LPD didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum LPD. 2. Aktiva Produktif (X1.2) Aktiva produktif atau productive assets atau sering disebut dengan earning asset adalah semua aktiva yang dimiliki oleh LPD dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. 3. Rentabilitas (X1.3) Keuntungan atau kemampulabaan sangat berguna bagi kemampuan LPD untuk memberikan balas jasa terhadap masyarakat yang telah bersedia menyetorkan
modal
digunakan
untuk
mengembangkan
usaha
dan
menyalurkan dana sosial kepada lingkungannya. 4. Likuiditas (X1.4) Likuiditas menunjukkan perbandingan antara kekayaan lancar dan utang lancar. Bagi LPD, likuiditas yang penting adalah adanya rasio yang wajar antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang diterima (Loan to Deposit Ratio/LDR).
75
5. Character (X2.1) Character merupakan sifat atau watak calon debitur (nasabah) yang dilihat dari latar belakang pekerjaan ataupun yang bersifat pribadi seperti gaya hidup, keadaan keluarga, hobby dan jiwa sosial nasabah. Berdasarkan sifat dan watak tersebut diambil suatu kesimpulan tentang kemampuan nasabah untuk membayar kredit. 6. Capital (X2.2) Untuk mengetahui apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah efektif atau tidak, hal ini dilihat dari laporan keuangan nasabah, serta melihat sumber-sumber modal nasabah berapa persen modal sendiri dan modal pinjaman. 7. Capacity (X2.3) Capacity merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk membayar kredit. Kemampuan ini dilihat dari kemauan nasabah dalam mengelola bisnis yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan pengalaman dalam mengelola usahanya. 8. Condition (X2.4) Suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, sosial, politik untuk masa yang akan datang, juga menilai prospek di bidang usaha yang akan dibiayai apakah benar-benar baik sehingga kemungkinan kredit untuk macet relatif kecil. 9. Perkembangan perekonomian (X3.1)
76
Perkembangan perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi suatu kabupaten, akan mempengaruhi iklim usaha sehingga berpengaruh juga terhadap pengajuan kredit. 10. Faktor persaingan usaha (X3.2) Persaingan usaha yang dimaksud adalah persaingan usaha antar lembaga keuangan yang menyediakan kredit, seperti bank maupun koperasi. 11. Kepercayaan (X4.1) Kepercayaan adalah suatu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 12. Jangka waktu (X4.2) Jangka waktu kredit adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. 13. Degree of risk (X4.3) Unsur degree of risk merupakan suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya. 14. Kontra prestasi (X4.4) Kontra prestasi kredit pada umumnya disebut bunga kredit, tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka
77
transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. 15. Non Performing Loan /NPL (Y) Menurut SK Dir. BI Nomor 31/147/KEP/DIR Tahun 1998, NPL merupakan persentase kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang disalurkan. 4.5 Instrumen Penelitian Sugiyono (2010) memaparkan bahwa instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa daftar pertanyaan. Instrumen penelitian yang digunakan ada 2 jenis yaitu untuk responden kepala LPD, dan ketua pengawas LPD. Kedua jenis instrumen tersebut berbeda satu dengan yang lainnya
sesuai dengan tujuan
penelitian yang telah dirumuskan. Alat atau instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa kuesioner atau daftar pertanyaan, informasi atau jawabannya dicarikan dari responden. Pengujian validitas dan reliabilitas dari instrumen tersebut terlebih dahulu dilakukan sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Jika instrumen sudah valid dan reliabel, maka barulah akan digunakan untuk pengumpulan data. Uji validitas yang akan digunakan adalah validitas isi, dan validitas konstruk, sedangkan uji reliabilitas akan menggunakan internal consistency dengan menggunakan alpha cronbach. 4.5.1 Uji Validitas Uji validitas daftar pertanyaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kehandalan angket. Kehandalan angket mempunyai arti bahwa angket mampu
78
mengukur apa yang seharusnya diukur. Terdapat tiga jenis validitas yang dapat diterima secara umum yaitu validitas isi, validitas konstruk dan validitas yang berkaitan dengan kriteria. Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah uji validitas konstruk yang mengkorelasikan skor masing-masing item pertanyaandengan skor totalnya. Pengukuran validitas dalam penelitian ini menunjukkan jumlah varians dari indikator yang diekstraksi oleh konstruk/variable laten yang dikembangkan. NilaiVariance Extract yang dapat diterima adalah minimal 0,50. Ada kemungkinan pernyataan angket kurang baik susunan kata-kata ataukalimatnya, sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda. Untuk item-itematau pernyataan yang tidak valid maka akan dikeluarkan dan tidak dianalisis,sedangkan pernyataan yang valid diteruskan ke tahap pengujian kehandalan (uji reliabilitas). 4.5.2
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk
mengetahuiseberapa jauh suatu alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya. Kehandalanberkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur dilihat dari stabilitas ataukonsistensi internal dari informasi, jawaban atau pernyataan, jika pengukurandilakukan atau pengamatan dilakukan berulang. Apabila suatu alat ukurdigunakan berulang dan hasil yang diperoleh relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabel). Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada obyek yang sama. Nilai reliabilitas minimum dan
79
dimensi/indikator pembentuk variable laten yang dapat diterima adalah sebesar 0,70. 4.6 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menunjukan aktivitas ilmiah yang sistematis adalah dengan : 1) Metode Angket Metode ini dilakukan dengan jalan memberikan pertanyaan (kuesioner) kepada para responden. Setelah diberi kesempatan dalam jangka waktu tertentu untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut, kemudian ditarikkembali oleh peneliti untuk dijadikan data primer bagi peneliti. SedangkanSutrisno (1993) menganggap bahwa asumsi yang digunakan dalammenggunakan metode ini adalah bahwa subyek penelitian merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya dan pernyataan subyek yang diberikan adalah benar dan dapat dipercaya. Pengumpulan data penelitianini menggunakan 2 (dua) macam angket : a. Pertanyaan Terbuka, berisi beberapa pertanyaan tentang data pribadi responden seperti nama, alamat, pekerjaan dan lain-lain. Angket ini digunakan untuk memilih responden yang memenuhi kriteria sebagai responden penelitian ini. b. Pertanyaan Tertutup, angket ini digunakan untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi variabel yang mempengaruhi strategi pemberian kredit, sistem pemberian kredit dan NPL. Dalam pengukurannya, setiap responden diminta pendapatnya mengenai suatu pernyataan, dengan skala
80
penilaian dari 1 sampai dengan 4. Tanggapan positif (maksimal) diberi nilai paling besar (4) dan tanggapan negatif (minimal) diberi nilai paling kecil (1). 2) Observasi Pengamatan
pada
obyek-obyek
penelitian
secara
langsung
sehinggamendapatkan masukan untuk menyempurnakan penelitian. 3) Wawancara mendalam Wawancara mendalam merupakan proses mencari informasi secara mendalam, terbuka, bebas dengan masalah yang difokuskan dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sebelumnya telah disusun untuk ditanyakan kepada informan sebagai acuan dan sifatnya tidak mengikat sehingga banyak pertanyaan baru yang muncul pada saat wawancara. Informan yang dimaksudkan antara lain tokoh-tokoh masyarakat, masyarakat, yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan tentang pokok permasalahan yang dicari. 4.7 Analisis Data 4.7.1
Analisis Faktor Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif.
Variabel-variabel laten (konstruk) yang ada diwujudkan dalam variabel manifest (indikator) dan dijabarkan lagi menjadi item-item pertanyaan. Jawaban pertanyaan responden ini diukur dengan suatu skala sehingga hasilnya berbentuk angka (skor). Selanjutnya skor ini diolah dengan metode statistik. Dari berbagai macam
81
alat analisis peneliti menentukan beberapa alat yang sesuai dengan kebutuhan guna pembuktian hipotesa penelitian. Alat-alat analisis yang akan dipakai dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu untuk menguji data dan yang kedua untuk menguji model. 1) Uji Data a. Uji Normalitas Univariat/Multivariat b. Uji Outliers Univariat/Multivariat c. Pola Korelasi/Kovarians 2) Uji Model a. Goodness of Fit Test b. Uji pengaruh (Regression Weight) Untuk melakukan menganalisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Model (SEM) dari paket software statistik Analysis of Moment Structure (AMOS), yaitu dalam pembentukan model danpengujian hipotesis. SEM merupakan kombinasi dari analisis faktor dan analisis regresi. Teknik SEM memungkinkan seorang peneliti menguji beberapa variabel dependen sekaligus, dengan beberapa variabel independen. SEM merupakan sekumpulan teknik statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan penelitian yang memiliki rangkaian hubungan yang relatif “rumit” dengan pengujian statistik secara simultan (Ferdinand, 2002). Penggunaan program AMOS dikarenakan sesuai untuk menganalisis masalah yang sifatnya struktural, dan digunakan untuk menganalisis dan menguji model hipotesis, sebab program AMOS dapat digunakan :
82
1) Mengestimasi koefisien yang tidak diketahui dari persamaan linier struktural; mengakomodasi model yang meliputi latent variable; mengakomodasi pengukuran error baik dependen maupun independen; mengakomodasi permasalahan sebab akibat, simultan dan saling ketergantungan. 2) Kelebihan SEM adalah dapat menganalisa multivariat secara bersamaan.
Faktor Internal Kondisi Internal LPD (X1)
X1.1
X1.2
e1
e2
X1.3
e3
X1.4
e12
e4
44 44 4
e11
X4.1
X4.2
e13
X4.3
e14
X4.4
Faktor Eksternal 1 Kondisi Calon Debitur LPD (X2)
X2.1
X2.2
e5
e6
X2.3
e7
e21
Pemberian Kredit (X4)
X2.4
e8
44 44 4
1
Faktor Eksternal 2 Kondisi Eksternal LPD (X3)
X3.1
e9
9
X3.2
e10
Gambar 4.2 Diagram Alur
NPL (Y)
e15
83
Sedangkan tujuan penggunaan teknik multivariat adalah untuk memperluas kemampuan menjelaskan peneliti dan mencapai efisiensi statistik. Alasan menariknya teknik analisis dengan SEM adalah : a. Menyediakan metode yang mampu menjelaskan banyak hubungan (multi relationships) secara simultan, cepat dan efisien secara statistik. b. Kemampuannya menaksir hubungan (relationship) secara komprehensif telah membuat sebuah peralihan dari exploratory ke explanatory (Hair et.al., 1995).
84
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Deskripsi Umum LPD di Kabupaten Gianyar Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah tersedianya dana yang cukup dengan penyaluran yang baik oleh lembaga keuangan, baik perbankan maupun lembaga non perbankan. Salah satu lembaga keuangan yang berkembang cukup pesat di Bali umumnya, dan Gianyar khususnya adalah LPD. Pada tahun 2011 terdapat 269 unit LPD di Kabupaten Gianyar, namun 5 (lima) LPD tidak beroperasi lagi, sehingga jumlah LPD di Kabupaten Gianyar pada tahun 2011 adalah 264 unit LPD yang tersebar pada 270 Desa Adat. Kabupaten Gianyar terbagi atas dua wilayah PLPDK (Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten), yaitu PLPDK Wilayah Gianyar Kota dan PLPDK wilayah Tegallalang. PLPDK Wilayah Gianyar meliputi LPD di Kecamatan Gianyar, Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Sukawati.PLPDK Wilayah Tegallalang meliputi Kecamatan Ubud, Kecamatan Tegallalang, Kecamatan Ubud dan Kecamatan Payangan. Pada tahun 2013 nilai aset LPD di Kabupaten Gianyar telah menembus angka Rp. 1 Trilyun. Dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah aset LPD mengalami peningkatan senilai Rp.282,435 Milyar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.1.
85
Tabel 5.1 Aset LPD Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013 (Dalam Ribuan Rupiah)
PLPDK Wilayah Gianyar Kota PLPDK Wilayah Tegallalang Jumlah
Tahun 2012
Tahun 2013
363.994.404
480.680.805
576.815.947
742.564.601
940.810.351
1.223.245.406
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Selain memberikan kredit, LPD juga menyimpan dana nasabah dalam bentuk tabungan dan deposito. Jumlah dana yang berhasil dihimpun pada tahun 2012 telah melebihi angka Rp. 1 Trilyun, yang berasal dari 278.413 nasabah. Mengalami peningkatan senilai Rp.251,881 Milyar, seperti dijelaskan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Jumlah Dana Yang Dihimpun LPD di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013 (Dalam Ribuan Rupiah) Tahun 2012 Jumlah Dana Nasabah PLPDK Wilayah Gianyar Kota PLPDK Wilayah Tegallalang Jumlah
Tahun 2013 Jumlah Dana Nasabah
274.765.449
111.367
374.856.731
120.897
490.972.666
157.516
642.762.636
164.348
765.738.115
268.883
1.017619.367
278.413
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Fungsi utama LPD adalah menyediakan kredit bagi masyarakat di tingkat desa adat. Dana yang telah disalurkan LPD di Kabupaten Gianyar pada Tahun 2013 senilai Rp.848,21 Milyar, yang disalurkan kepada 86.411 nasabah, seperti dijelaskan pada Tabel 5.3.
86
Tabel 5.3 Jumlah Dana Yang Disalurkan LPD di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013 (Dalam Ribuan Rupiah) Tahun 2012 Jumlah Dana Nasabah PLPDK Wilayah Gianyar Kota PLPDK Wilayah Tegallalang Jumlah
Tahun 2013 Jumlah Dana Nasabah
268.518.266
37.315
324.865.072
37.482
426.627.518
50.889
523.345.389
48.929
695.145.784
88.204
848.210.461
86.411
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Kredit yang disalurkan LPD tidak seluruhnya merupakan kredit lancar, ada juga kredit yang tergolong macet (kurang lancar, cukup lancar dan tidak lancar). Untuk menilai kredit macet dilihat dari rasio NPL. Batas umum rasio NPL yang wajar adalah 5 persen, namun LPD di Kabupaten Gianyar memiliki rasio NPL 9,01 persen, dan tidak mengalami peningkatan yang terlalu signifikan dibandingkan tahun 2012, yaitu meningkat 0,07 persen. Untuk lebih jelasnya ditampilkan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 NPL LPD di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013
PLPDK Wilayah Gianyar Kota PLPDK Wilayah Tegallalang Rata-rata
Tahun 2012
Tahun 2013
8,78 %
9,88 %
9,10 %
11,88 %
8,96 %
11,02 %
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Sebagai suatu lembaga keuangan yang juga bertujuan memperoleh laba, LPD di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 mendapatkan laba senilai Rp.47,292
87
Milyar. Bila dibandingkan dengan laba tahun 2012 mengalami peningkatan senilai Rp.7,642 Milyar. Hal ini dijelaskan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Laba LPD di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 dan 2013 (Dalam Ribuan Rupiah)
PLPDK Wilayah Gianyar Kota PLPDK Wilayah Tegallalang Jumlah
Tahun 2012
Tahun 2013
20.129.105
24.174.753
19.520.720
23.117.277
39.649.825
47.292.030
Sumber :Bagian Ekonomi Setda Kab.Gianyar, 2014
Keberadaan LPD sebagai lembaga keuangan mikro tingkat desa adat (desa pakraman) amat membantu penyediaan dana bagi masyarakat lokal dalam mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga pemerintah daerah setiap tahunnya selalu berupaya meningkatkan kinerja lembaga ini baik melalui pembinaan, pendidikan dan pelatihan maupun melakukan upaya perbaikan kinerja sehingga keberadaan LPD tetap berkembang dan mendapat kepercayaan dari masyarakat.
5.2 Proses Analisis Data 5.2.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif untuk variabel kondisi internal LPD dapat diamati langsung sesuai dengan perhitungan analisis kesehatan LPD, dan dapat digolongkan atas kategori : 1. Bila point yang dicapai antara 81-100, LPD memiliki predikat sehat. 2. Bila point yang dicapai antara 66-80, LPD memiliki predikat cukup sehat.
88
3. Bila point yang dicapai antara 51-65, LPD memiliki predikat kurang sehat. 4. Bila point yang dicapai antara 0-50, LPD memiliki predikat tidak sehat. Dengan menggunakan pedoman tersebut, maka data variabel kondisi internal LPD dapat disajikan pada Tabel 5.6 berikut. Berdasarkan Tabel 5.6, maka rata-rata nilai kondisi internal LPD di Kabupaten Gianyar adalah 81,74 dalam kategori Sehat. Tabel 5.6 Nilai Variabel Kondisi Internal LPD Indikator Permodalan (X1.1) Kualitas Aktiva Produktif (X1.2) Rentabilitas (X1.3) Likuiditas (X1.4)
Frekuensi LPD Pada Rentang Nilai Tertentu Rentang Nilai Permodalan 0-10,00 10,01-20,00 20,01-30,00 2 59 98 Rentang Nilai Kualitas Aktiva Produktif 0-10,00 10,01-20,00 20,01-30,00 30,01-40,00 0 22 41 96 Rentang Nilai Rentabilitas 5,01-10,00 10,01-15,00 2 40 Rentang Nilai Likuiditas 0-2,50 2,51-5,00 5,01-7,50 0 0 32 Jumlah Rata-rata Nilai 0-5,00 0
Rata-rata Nilai 23,27
32,29
15,01-20,00 117
17,41
7,51-10,00 127
8,77 81,74
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
Untuk melakukan analisis deskriptif pada variabel kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD dan pemberian kredit, digunakan nilai indeks. Nilai indeks ini berguna untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi responden atas item-item pertanyaan yang diajukan. Untuk dapat menghitung nilai indeks, digunakan rumus sebagai berikut :
89
Nilai Indeks =
((%F1x1) (% F 2 x2) (%F 3x3) (%F 4 x4)) …………….(15) 4
Dimana : F1 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (1) Sangat Tidak Setuju F2 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (2) Tidak Setuju F3 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (3) Setuju F4 adalah frekuensi responden yang menjawab pilihan jawaban (4) Sangat Setuju Dengan menggunakan three box method maka sebagai dasar interpretasi nilai indeks adalah sebagai berikut : 10,00 – 40,00 = rendah 40,01 – 70,00 = sedang 70,01 – 100,00 = tinggi Dengan menggunakan pedoman tersebut, maka angka indeks untuk variabel kondisi calon debitur LPD, kondisi eksternal LPD, dan pemberian kredit dapat dihitung sebagai berikut : Variabel Kondisi Calon Debitur LPD Untuk mengukur variabel kondisi calon debitur digunakan empat indikator yang dikembangkan dari penilaian terhadap kelayakan calon debitur LPD, yaitu unsur character (X2.1), capital (X2.2), capacity (X2.3) dan condition (X2.4) . Adapun hasil perhitungan nilai indeks untuk masing-masing indikator dijelaskan dalam Tabel 5.7. Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan terhadap variabel kondisi calon debitur menunjukkan bahwa item-item kondisi calon debitur dipersepsikan tinggi oleh responden dengan nilai indeks yang
90
dihasilkan 72,36. Dari keempat indikator yang digunakan, indikator mengenai character calon debitur (X2.1) dipersepsikan paling tinggi dengan nilai indeks 73,58, sedangkan indikator tentang condition calon debitur (X2.4) dipersepsikan paling rendah oleh responden dengan nilai indeks 71,38. Tabel 5.7 Nilai Indeks Variabel Kondisi Calon Debitur LPD Indikator Character (X2.1) Capital (X2.2) Capacity (X2.3) Condition (X2.4) Rata-rata
Frekuensi Jawaban Responden Tentang Kondisi Calon Debitur LPD 1 2 3 4 24 39 58 48 10 44 58 47 13 42 54 50 15 39 59 46 13 41 57,25 47,75
Indeks 73,58 72.33 72,17 71,38 72,36
Sumber : Data primer yang diolah, 2014
Tabel 5.8 Analisis Jawaban Responden Atas Pertanyaan Terbuka Tentang Kondisi Calon Debitur LPD Variabel Nilai Indeks Temuan Jawaban Kondisi Calon 72,36 (tinggi) 1. Tidak semua debitur mampu Debitur LPD membayar angsuran kreditnya tepat waktu. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh kondisi spesifik dari keuangan debitur. 2. Tidak semua kredit dimanfaatkan oleh debitur sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit, beberapa kasus dimana kredit merupakan kredit topengan (kredit digunakan oleh orang lain dengan meminjam nama debitur). 3. Tidak semua debitur bertanggungjawab dalam menyelesaikan kreditnya, dalam beberapa kasus ditemukan beberapa debitur bertempat tinggal jauh dari LPD, sehingga penagihan sulit dilakukan. Sumber :Data primer yang diolah, 2014
91
Variabel Kondisi Eksternal LPD Untuk mengukur variabel kondisi eksternal LPD digunakan tiga indikator yang dikembangkan dari kebijakan LPD, yaitu perkembangan perekonomian (X3.1), dan faktor persaingan usaha (X3.2). Adapun hasil perhitungan nilai indeks untuk masing-masing indikator disajikan dalam Tabel 5.9. Tabel 5.9 Nilai Indeks Variabel Kondisi Eksternal LPD Frekuensi Jawaban Responden Tentang Kondisi Eksternal Indikator LPD 1 2 3 4 Perkembangan perekonomian (X3.1) Faktor persaingan usaha (X3.2) Rata-rata
Indeks
22
38
54
45
69,18
18
42
56
43
69.49
20
40
55
44
69,34
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan terhadap variabel kondisi eksternal LPD menunjukkan bahwa item-item kondisi eksternal LPD dipersepsikan sedang oleh responden dengan nilai indeks yang dihasilkan 69,34. Dari ketiga indikator yang digunakan, indikator tentang faktor persaingan usaha (X3.2) dipersepsikan paling tinggi oleh responden dengan nilai indeks 69,49 dan faktor perkembangan perekonomian (X3.1) dengan nilai indeks 69,18. Selain melakukan analisis deskriptif secara kuantitatif, untuk mengetahui tanggapan/persepsi responden secara terinci, dilakukan juga analisis terhadap jawaban-jawaban responden atas pertanyaan terbuka. Analisis ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban-jawaban
92
responden yang sama ke dalam satu kategori. Adapun hasil analisisnya dijelaskan pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Analisis Jawaban Responden Atas Pertanyaan Terbuka Tentang Kondisi Eksternal LPD Variabel Nilai Indeks Temuan Jawaban Kondisi 69,34 (sedang) 1. Dengan adanya krisis global saat Eksternal ini, kondisi ekonomi cenderung LPD mengalami kelesuan, banyak usaha debitur yang mengalami kemunduran, sehingga sumber penghasilannya berkurang bahkan tidak ada. 2. Jumlah pesaing dari LPD saat ini terutama dengan semakin banyaknya koperasi yang berdiri. Dimana sebagian masyarakat yang cenderung memilih mengambil kredit di koperasi menilai proses pengambilan kredit di koperasi tidak berbelit-belit. 3. Dengan meningkatnya jumlah pesaing, ada LPD yang mulai memberikan kredit kepada masyarakat yang bukan krama desa bersangkutan, ada juga yang dikenakan jaminan. Sumber :Data primer yang diolah, 2014
Variabel Pemberian Kredit Untuk mengukur variabel strategi pemberian kredit digunakan empat indikator, yaitu kepercayaan (X4.1), jangka waktu (X4.2), degree of risk (X4.3), kontra prestasi (X4.4). Adapun hasil perhitungan nilai indeks untuk masing-masing indikator disajikan dalam Tabel 5.11.
93
Tabel 5.11 Nilai Indeks Variabel Pemberian Kredit
Indikator Kepercayaan (X4.1) Jangka waktu (X4.2) Degree of risk (X4.3) Kontra prestasi (X4.4) Rata-rata
Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pemberian Kredit 1 2 3 4 13 39 61 46 20 34 60 45 21 33 56 49 18 35 58 48 18 35,25 58,75 47
Indeks 72,01 70,44 70,91 71,38 71,18
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan terhadap variabel pemberian
kredit
menunjukkan
bahwa
item-item
pemberian
kredit
dipersepsikan tinggi oleh responden dengan nilai indeks yang dihasilkan 71,18. Dari keempat indikator yang digunakan, indikator mengenai cara jangka waktu (X4.2) dipersepsikan paling rendah oleh responden dengan nilai indeks sebesar 70,44, sedangkan indikator tentang kepercayaan (X4.1) dipersepsikan paling tinggi oleh responden dengan nilai indeks sebesar 72,01. Selain melakukan analisis deskriptif secara kuantitatif, untuk mengetahui tanggapan/persepsi responden secara terinci, dilakukan juga analisis terhadap jawaban-jawaban responden atas pertanyaan terbuka. Analisis ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban-jawaban responden yang sama ke dalam satu kategori. Adapun hasil analisisnya disajikan dalam Tabel 5.12.
94
Tabel 5.12 Analisis Jawaban Responden Atas Pertanyaan Terbuka Tentang Pemberian Kredit Variabel Pemberian Kredit
Nilai Indeks 71,18 (tinggi)
Temuan Jawaban 1. Sebagian besar debitur mengeluh tentang tingginya suku bunga kredit yang berlaku, sehingga jumlah angsuran tiap bulannya semakin besar. 2. Sebagian besar debitur juga menilai waktu pengembalian kredit perlu diperpanjang, secara tidak langsung jumlah angsuran yang harus dibayar setiap bulannya semakin kecil. 3. LPD dituntut untuk selalu inovatif dan kreatif dalam memasarkan kreditnya, dimana saat ini masyarakat semakin jeli dalam memilih lembagalembaga pendanaan yang ada. 4. Perlunya peningkatan mutu SDM LPD dengan harapan mampu meningkatkan kinerja karyawankaryawannya. 5. Teknologi merupakan salah satu penghambat sistem informasi dan komunikasi yang ada di LPD, sehingga laporan yang didapat oleh manajemen tidak bisa secara menyeluruh.
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
5.2.2
Statistik Inferensial Untuk
dapat
melakukan
pengujian
hipotesis
kausalitas
dengan
menggunakan teknik analisis SEM, terdapat dua langkah yang harus dilakukan, yaitu terlebih dahulu melakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang membentuk masing-masing variabel dengan menggunakan analisis konfirmatori
95
(confirmatry factor analysis) yang kemudian dilanjutkan dengan analisis full model.
5.2.2.1 Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis) Analisis faktor konfirmatori merupakan tahap pengukuran terhadap indikator-indikator yang membentuk variabel laten dalam model penelitian. Hasil analisis faktor konfirmatori dari masing-masing variabel akan dibahas di bawah ini. 1. Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Eksogen Analisis faktor konfirmatori variabel eksogen dilakukan untuk mengukur indikator-indikator yang membentuk variabel laten eksogen dalam model penelitian. Hasil pengujian kelayakan (goodness of fit) pada analisis konfirmatori variabel eksogen dapat dilihat pada Tabel 5.13. Tabel 5.13 Hasil Pengujian Kelayakan Faktor Konfirmatori Variabel Eksogen Goodness of Fit Indeks Chi-Square Probability CMIN/DF GFI AGFI RMSEA TLI CFI
Cut off Value Kecil ≥ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≤ 0,08 ≥ 0,95 ≥ 0,95
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 4)
Hasil 55,611 0,055 1,356 0,928 0,884 0,065 0,980 0,985
Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Marginal Baik Baik Baik
96
Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Eksogen e1
e2
6.86
8.99
X1.1
X1.2
1.00
.29 X2.2
e7
X2.3
.41
.17 25.10
4.34
.88
3.95
Kondisi Debitur (X2)
1.00
3.95
.66
.22 e8
Chi-Square =55,611 Probability =.055 CMIN/DF =1.356 GFI =.928 AGFI =.884 RMSEA =.065 TLI =.980 CFI =.985
X1.4
.96
.97
.27
.66
X1.3
Kondisi Internal (X1) X2.1
e6
e4
2.44
1.38
.27 e5
e3
X2.4
Kondisi Eksternal (X3) 1.03 X3.1
.56 e9
3,95 1.00
X3.2
.54 e10
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
Dari hasil analisis faktor konfirmatori yang dilakukan terhadap variabel eksogen diperoleh nilai pengujian goodness of fit untuk Chi Square adalah sebesar 55,611, probabilitas sebesar 0,055, dan ukuran-ukuran kelayakan model yang lain juga berada dalam kategori baik, yang menunjukkan tidak adanya perbedaan antara model yang diprediksi dengan data pengamatan yang berarti bahwa model telah kriteria Goodness of fit yang telah ditetapkan. Dengan demikian kecocokan model yang diprediksi dengan nilai-nilai pengamatan sudah memenuhi syarat.
97
Pengujian kemaknaan dari indikator-indikator yang membentuk variabel laten, dianalisis dari nilai standardized regression weight pada masing-masing indikator. Jika diperoleh adanya nilai pengujian yang sangat signifikan maka hal ini mengindikasikan bahwa indikator tersebut cukup baik untuk membentuk variabel laten. Hasil berikut merupakan pengujian kemaknaan masing-masing indikator dalam membentuk variabel laten. Tabel 5.14 Nilai Regression Weight pada Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Eksogen
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2
← ← ← ← ← ← ← ← ← ←
Kondisi Internal LPD Kondisi Internal LPD Kondisi Internal LPD Kondisi Internal LPD Kondisi Debitur LPD Kondisi Debitur LPD Kondisi Debitur LPD Kondisi Debitur LPD Kondisi Eksternal LPD Kondisi Eksternal LPD
Std.Est 0,886 0,917 0,799 0,732 0,836 0,799 0,838 0,866 0,673 0,669
Estimate 1,000 1,377 0,414 0,173 0,962 0,881 0,969 1,000 0,988 1,000
SE
CR
0,073 0,030 0,014 0,064 0,064 0,064
18,767 13,937 11,972 14,979 13,858 15,058
0,100
9,851
P 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 4)
Dari hasil analisis faktor konfirmatori pada variabel eksogen diperoleh bahwa nilai pengujian pada masing-masing faktor pembentuk suatu konstruk menunjukkan signifikansi yang tinggi, yaitu dengan nilai standardized regression weight> 0,05 ; CR > 1,96 ; dan dengan probabilitas < 0,05. Dengan hasil ini, dapat disimpulkan
bahwa
indikator-indikator
membentuk/mengukur variabel latennya.
tersebut
cukup
baik
untuk
98
2. Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Endogen Analisis faktor konfirmatori variabel endogen dilakukan untuk mengukur indikator-indikator yang membentuk variabel laten endogen dalam model penelitian. Adapun hasil analisis faktor konfirmatori untuk variabel endogen dijelaskan pada Gambar 5.2. Gambar 5.2 Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Endogen Pemberian Kredit
1.00 X4.1
.82 X4.2
.20 e12
1.15 X4.3
.53 e13
.16 e14
.65
1.01 X4.4
Chi-Square =2.261 Probability =.323 CMIN/DF =1.130 GFI =.993 AGFI =.966 RMSEA =.029 TLI =.998 CFI =.999
.29 e15
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
Hasil pengujian kelayakan (goodness of fit) pada analisis konfirmatori variabel endogendapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15 Hasil Pengujian Kelayakan Faktor Konfirmatori Variabel Endogen Goodness of Fit Indeks Chi-Square Probability CMIN/DF GFI AGFI RMSEA TLI CFI
Cut off Value Kecil ≥ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≤ 0,08 ≥ 0,95 ≥ 0,95
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 5)
Hasil 2,261 0,323 1,130 0,993 0,966 0,029 0,998 0,999
Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
99
Dari hasil analisis faktor konfirmatori yang dilakukan terhadap variabel endogen diperoleh nilai pengujian goodness of fit untuk Chi Square adalah sebesar 2,261; probabilitas sebesar 0,323, dan ukuran-ukuran kelayakan lain juga berada dalam kategori baik, yang menunjukkan tidak adanya perbedaan antara model yang diprediksi dengan data pengamatan yang berarti bahwa model telah memenuhi kriteri Goodness of fit yang telah ditetapkan. Dengan demikian kecocokan model yang diprediksi dengan nilai-nilai pengamatan sudah memenuhi syarat. Pengujian kemaknaan dari indikator-indikator yang membentuk variabel laten, dianalisis dari nilai standardized regression weight pada masing-masing indikator. Jika diperoleh adanya nilai pengujian yang sangat signifikan maka hal ini mengidentifikasikan bahwa indikator tersebut cukup baik untuk membentuk variabel laten. Hasil berikut merupakan pengujian kemaknaan masing-masing indikator dalam membentuk variabel laten.
X4.1 X4.2 X4.3 X4.4
Tabel 5.16 Nilai Regression Weight pada Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Endogen Std.Est Estimate SE CR ← Pemberian Kredit 0,875 1,000 ← Pemberian Kredit 0,675 0,824 0,085 9,695 ← Pemberian Kredit 0,917 1,149 0,074 15,551 ← Pemberian Kredit 0,833 1,010 0,075 13,485
P 0,000 0,000 0,000
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 5)
Dari hasil amalisis faktor konfirmatori pada variabel endogen diperoleh bahwa nilai pengujian pada masing-masing faktor pembentuk suatu konstruk menunjukkan signifikansi yang tinggi, yaitu dengan nilai standardized regression weight> 0,5 ; CR > 1,96 ; dan dengan probabilitas < 0,05. Dengan hasil ini, dapat
100
disimpulkan
bahwa
indikator-indikator
tersebut
cukup
baik
untuk
membentuk/mengukur variabel latennya.
5.2.2.2 Analisis Full Model Structural Equation Modeling (SEM) Setelah dilakukan analisis terhadap tingkat unidimensionalitas dari dimensi-dimensi/indikator-indikator pembentuk variabel laten yang diuji dengan confirmatory factor analysis, analisis selanjutnya adalah analisis Structural Equal Modeling (SEM) secara full model. Adapun hasil pengolahan data untuk analisis full model SEM dijelaskan pada Gambar 5.3. Gambar 5.3 Analisis Struktural Equation Modeling (SEM) e1
e2
6.37
8.59
X1.1
1.37
X2.1
.29 X2.2
X2.3
.68 X1.4
.41
.17 25.58 ek .06
.05
4.39
.89
.64 3.98
Kondisi Debitur(X2)
1.00
-.37
Pemberian Kredit
.43
(X4)
.67
NPL
.13
.66
.23 e8
Chi-Square =89.760 Probability =.060 CMIN/DF =.925 GFI =.916 AGFI =.919 RMSEA =.064 TLI =.947 CFI =.959
.96
.97
.27 e7
2.51
Kondisi Internal (X1)
.27
e6
e4
X1.3
X1.2
1.00
e5
e3
X2.4
Kondisi Eksternal (X3)
X3.2
.56 e9
.44 1.00
1.03 X3.1
1.00
.54 e11
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
X4.1
.21 e12
0.90 X4.2
.45 e13
1.16 X4.3
.16 e14
1.09 X4.4
.19 e15
ez
101
Uji terhadap kelayakan full model SEM ini diuji dengan cara yang sama dengan pengujian pada analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis). Adapun hasil pengujian kelayakan pada model penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17 Hasil Pengujian Kelayakan Model Penelitian Goodness of Fit Indeks Chi-Square Probability CMIN/DF GFI AGFI RMSEA TLI CFI
Cut off Value Kecil ≥ 0,05 ≤ 2,00 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≤ 0,08 ≥ 0,95 ≥ 0,95
Hasil 89,760 0,060 0,925 0,916 0,919 0,064 0,947 0,959
Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Baik Baik Marjinal Baik
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 6)
Dalam praktiknya kita sangat sulit mendapatkan model yang layak dengan memenuhi semua kriteria. Sebagai rule of tumb, bila salah satu kriteria sudah terpenuhi maka model sudah dianggap layak (Widarjono, 2010). Berdasarkan analisis yang dilakukan bahwa full model telah memenuhi lebih dari satu kriteria uji kelayakan model, sehingga model ini dapat diterima. 5.2.2.3 Pengujian Asumsi SEM 1. Evaluasi Normalitas Data Batasan adanya ketidaknormalan adalah dengan cut off ± 2,58. Tabel 5.18 menunjukkan bahwa pada kolom c.r. tidak ada angka yang melebihi ± 2,58, ini berarti data yang dianalisis menyebar normal.
102
Tabel 5.18 Hasil Pengujian Normalitas Data Variable NPL X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 X3.1 X3.2 X2.4 X2.3 X2.2 X2.1 X1.4 X1.3 X1.2 X1.1 Multivariate
min .220 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.900 10.000 15.880 10.000
max 20.950 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 10.000 20.000 40.000 30.000
Skew .489 -.437 -.441 -.423 -.390 -.327 -.295 -.316 -.395 -.304 -.355 -.382 -.500 -.439 -.450 -.208
c.r. 2.516 -2.248 -2.271 -2.178 -2.010 -1.682 -1.520 -1.627 -2.033 -1.564 -1.825 -1.965 -2.575 -2.262 -2.315 -1.071
kurtosis -.987 -.827 -.904 -.836 -.738 -.999 -.920 -.924 -.801 -.837 -.889 -.801 -.950 -.941 -.999 -1.160 13.930
c.r. -2.540 -2.128 -2.327 -2.153 -1.899 -2.572 -2.367 -2.378 -2.061 -2.155 -2.289 -2.061 -2.445 -2.423 -2.572 -2.485 2.559
Sumber : Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 6)
2. Evaluasi Outliers Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda dengan data lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk variabel tunggal maupun kombinasi (Hair, et al, 1995). a. Univariate Outliers Pengujian ada tidaknya univariat outliers dilakukan dengan menganalisis nilai Standardized (Z-score) dari data penelitian yang digunakan. Apabila terdapat nilai Z-score berada pada rentang ≥ ± 3, maka akan dikategorikan sebagai univariat outliers. Hasil pengolahan data untuk pengujian ada tidaknya univariate outliers disajikan pada Tabel 5.19.
103
Tabel 5.19 Hasil Analisis Outliers Univariat Descriptive Statistics N 118
Minimum -2.34044
Maximum 1.18628
Mean .0000000
Std. Deviation 1.00000000
118
-2.04277
1.15406
.0000000
1.00000000
118
-2.84647
.99199
.0000000
1.00000000
118
-2.40900
1.03100
.0000000
1.00000000
Zscore: Capital
118
-1.99255
1.18620
.0000000
1.00000000
Zscore: Condition
118
-2.09361
1.22417
.0000000
1.00000000
Zscore: Capability
118
-1.99052
1.17441
.0000000
1.00000000
Zscore: Collateral
118
-1.95934
1.20881
.0000000
1.00000000
118
-1.83103
1.25519
.0000000
1.00000000
118
-1.75310
1.27671
.0000000
1.00000000
Zscore: Kepercayaan
118
-2.03644
1.21233
.0000000
1.00000000
Zscore: Degree of risk
118
-1.84280
1.19877
.0000000
1.00000000
Zscore: Jangka Waktu
118
-1.81507
1.14996
.0000000
1.00000000
Zscore: Kontra Prestasi
118
-1.89365
1.16828
.0000000
1.00000000
118
-1.38936
2.02618
.0000000
1.00000000
Zscore: Permodalan Zscore: Aset Zscore: Rentabilitas Zscore: Likuiditas
Zscore: Persaingan Usaha Zscore: Perekonomian
Zscore: Non Performing Loan Valid N (listwise)
118
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 7)
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat indikator yang memiliki univariat outliers. b. Multivariat Outliers Untuk melacak adanya outliers multivariatedilakukan dengan menghitung jarak Mahalanobis (Mahalanobis distance) untuk tiap observasi dengan tingkat p<0,001. Jarak mahalanobis dievaluasi dengan menggunakan Chi Squaredengan derajat bebas sejumlah indikator yang dianalisis. Untuk menghitung Mahalanobis distance berdasarkan nilai Chi-square pada derajat bebas 15 (jumlah indikator) pada tingkat p < 0,001 adalah χ2 (15;0,001) = 30,58 (berdasarkan tabel distribusi χ2). Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa jarak Mahalanobis
104
maksimal adalah 30,201 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multivariate outliers. 3. Evaluasi Multicollinearity dan Singularity Pengujian data selanjutnya adalah untuk melihat apakah terdapat multikolinearitas dalam sebuah kombinasi variabel eksogen. Indikasi adanya multikolinearitas dan singularitas dapat diketahui melalui nilai determinan matriks kovarians yang benar-benar kecil atau mendekati nol. Dari hasil pengolahan data, nilai determinan matriks kovarians sampel adalah : Determinant of sample covariance matrix = 14 069.865 Dari hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui nilai determinant of sample covariance matrix berada jauh dari nol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian yang digunakan tidak terdapat multikolinearitas. 4. Evaluasi Nilai Residual Setelah melakukan estimasi, residualnya haruslah kecil atau mendekati nol dan distribusi frekuensi dari kovarians residual haruslah bersifat simetrik. Jika suatu model memiliki nilai kovarians residual yang tinggi (>2,58) maka sebuah modifikasi perlu dipertimbangkan dengan catatan ada landasan teoritisnya. Dari hasil analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini, tidak ditemukan nilai standardized residual covariance yang lebih dari 2,58 sehingga dapat dikatakan bahwa syarat residual terpenuhi. 5. Evaluasi Reliability dan Variance Extract Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada
105
obyek yang sama. Nilai reliabilitas minimum dan dimensi/indikator pembentuk variabel laten yang dapat diterima adalah sebesar 0,70. Sedangkan pengukuran Variance Extract menunjukkan jumlah varians dari indikator yang diekstraksi oleh konstruk/variabel laten yang dikembangkan. Nilai Variance Extract yang dapat diterima adalah minimal 0,50. Hasil perhitungan Reliability dan Variance Extract dapat dilihat pada Tabel 5.20. Tabel 5.20 Reliability dan Variance Extract Variabel Kondisi Internal LPD Kondisi Calon Debitur Kondisi Eksternal LPD Pemberian Kredit
Reliability 0,97 0,95 0,91 0,94
Variance Extract 0,96 0,93 0,87 0,93
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 8)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan dalam Tabel 5.20 diketahui bahwa masing-masing variabel laten yang diteliti dalam penelitian ini dapat memenuhi kriteria reliabilitas dan Variance Extract. 5.3 Pengujian Hipotesis Setelah melakukan penilaian terhadap asumsi-asumsi yang ada pada SEM, selanjutnya akan dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana diajukan. Pengujian keempat hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis nilai Critical Ratio (CR) dan probabilitas suatu hubungan kausalitas.
106
Tabel 5.21 Pengujian Hipotesis
Pemberian Kredit Pemberian Kredit Pemberian Kredit NPL
← Kondisi Internal ← Kondisi Debitur ← Kondisi Eksternal ← Pemberian Kredit
Std. Est Est 0,384 0,061
SE 0,011
CR 5,436
P 0,000
0,436
0,427
0,065
6,589
0,000
0,110
0,133
0,025
5,302
0,000
-0,785
-0,918
0,082
-11,974
0,000
Sumber :Data primer yang diolah, 2014 (Lampiran 6)
5.3.1
Pengujian Hipotesis 1
H1
:
Kondisi internal LPD berpengaruh signifikan terhadap pemberian kredit
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kondisi internal LPD terhadap pemberian kredit menunjukkan nilai CR sebesar 5,436 dengan probabilitas sebesar 0,000. Oleh ksrena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel kondisi internal LPD terbukti berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. 5.3.2
Pengujian Hipotesis 2
H2
:
Kondisi calon debitur LPD berpengaruh signifikan terhadap pemberian kredit
Parameter estimasi pengujian pengaruh kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian kredit menunjukkan nilai CR sebesar 6,589 dengan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel kondisi calon debitur LPD berpengaruh positif terhadap pemberian kredit.
107
5.3.3
Pengujian Hipotesis 3
H3
:
Kondisi eksternal pemberian kredit
LPD
berpengaruh
signifikan
terhadap
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit menunjukkan nilai CR sebesar 5,302 dengan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel kondisi eksternal LPD terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. 5.3.4
Pengujian Hipotesis 4
H4
:
Pemberian kredit Performing Loan
berpengaruh
signifikan
terhadap
Non
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh pemberian kredit terhadap NPL, menunjukkan nilai CR sebesar -11,974 dengan probabilitas 0,000. Oleh karena nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel pemberian kredit terbukti secara signifikan berpengaruh negatif terhadap NPL. Tabel 5.22 Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis
Bunyi Hipotesis
Hasil Pengujian
H1
Kondisi internal LPD berpengaruh signifikan terhadap pemberian kredit Kondisi calon debitur LPD berpengaruh signifikan terhdap pemberian kredit Kondisi eksternal LPD berpengaruh signifikan terhadap penilaian pemberian kredit Pemberian kredit berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Loan
Dibenarkan
H2 H3
H4
Sumber :Data primer yang diolah, 2014
Dibenarkan Dibenarkan
Dibenarkan
108
Diantara faktor kondisi internal LPD, kondisi calon debitur LPD dan kondisi eksternal LPD, yang memiliki nilai pengaruh total tertinggi terhadap NPL adalah faktor kondisi calon debitur LPD, artinya faktor kondisi calon debitur LPD adalah faktor yang paling menentukan kuantitas kredit macet yang ditunjukkan oleh nilai NPL LPD.
5.4 Pembahasan 5.4.1 Pengaruh Kondisi Internal LPD Terhadap Pemberian Kredit Hasil pengujian hipotesis terhadap variabel kondisi internal LPD dan pemberian kredit menunjukkan bahwa kondisi internal LPD terbukti signifikan berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. Semakin luasnya ruang lingkup kegiatan LPD sebagai suatu lembaga keuangan, mengakibatkan Ketua LPD tidak dapat melakukan pengawasan secara langsung terhadap operasi LPD, sedangkan tanggung jawab yang utama untuk menjaga keamanan harta milik LPD dan untuk mencegah kesalahan-kesalahan dan kecurangan-kecurangan, terletak di tangan Ketua LPD, oleh karena itu Kepala LPD perlu melimpahkan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara jelas dan terstruktur kepada bawahannya. Faktor internal bank yang memberikan kredit, seperti: mark up yang dilakukan dengan sengaja, feasibility study yang dibuat supaya proyek sangat feasible, adanya praktik KKN, kurang ketatnya monitoring kredit, dan sebagainya. Adanya faktor-faktor ini setidaknya berpengaruh terhadap tingkat rasio-rasio kesehatan LPD seperti CAR dan LDR serta mempengaruhi total asset yang dimiliki oleh LPD yang tercermin dalam rasio bank size. Faktor internal perusahaan (nasabah
109
LPD), seperti mismanagement dalam perusahaan nasabah, kesulitan keuangan, kesalahan dalam produksi, kesalahan dalam marketing strategy. Adanya pelimpahan sebagian tugas, wewenang dan tanggungjawab tersebut, Ketua LPD membutuhkan suatu cara yang dapat memberikan efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan, memberikan ketaatan terhadap kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Oleh karena itu Ketua LPD perlu menetapkan suatu cara pemberian kredit yang memadai sesuai dengan pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kinerja karyawan LPD agar tercipta efisiensi dalam pengoperasian LPD ke depan, melalui unsur-unsur dalam pemberian kredit, yaitu kepercayaan, jangka waktu, degree of risk dan kontra prestasi.
5.4.2 Pengaruh Kondisi Calon Debitur LPD Terhadap Pemberian Kredit Hasil pengujian hipotesis terhadap variabel kondisi calon debitur dan pemberian kredit menunjukkan bahwa kondisi calon debitur terbukti signifikan berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. Penyaluran kredit dari LPD kepada masyarakat ikut mendorong laju pertumbuhan industri kecil/mikro sehingga pertumbuhan ekonomi masyarakat desa semakin maju. Hal ini juga berarti dapat mempengaruhi peningkatan pendapat masyarakat (Multifer Effect), seperti warga yang tidak melunasi utang-utangnya di LPD itu walaupun tidak dikenakan sanksi adat seperti yang termuat di dalam Awig-Awig tapi di dalam pelaksanaan dari hasil paruman dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan bahkan terkadang warga merasa aman dan dilindungi oleh Desa Adatnya. Apabila tidak dapat memenuhi sanksi denda, akan dijatuhkan sanksi adat kanorayang. Lebih lanjut dinyatakan oleh Bapak I Nyoman Mudayasa (Ketua
110
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pekraman Blahbatuh), Sanksi denda yang dijatuhkan oleh Desa Adat kepada I Nyoman Temen (salah satu debitur yg wanprestasi) itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh I Nyoman Temen tanpa adanya hambatan. Upaya penyelesain kredit apabila debitur dinyatakan wanprestasi pada Lembaga Perkreditan Desa Lebih,dilakukan dua tahap yaitu: 1) Oleh Lembaga Perkreditan Desa : Pendekatan oleh staf seksi kredit terhadap peminjam kredit dengan cara mendatangi rumah peminjam kredit; kemudian melakukan teguran oleh ketua LPD,jika teguran itu diberikan sebanyak tiga kali berturut-turut selama tiga bulan dan peminjam kredit tidak menghiraukan maka Lembaga Perkreditan Desa melimpahkannya kepada desa. 2) Oleh Desa Adat dilakukan melalui : Pendekatan oleh Pengurus Desa Adat terhadap peminjam kredit yang tidak melunasi kreditnya di Lembaga Perkreditan Desa,dan jika tidak dihiraukan maka Desa Adat membahasnya dalam paruman desa;dalam paruman Desa itu diputuskan sanksi yang diberikan kepada pengambil kredit tersebut yang berupa sanksi denda. Salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan cara pemberian kredit, adalah faktor kondisi calon debitur. Faktor kondisi calon debitur umumnya dikategorikan berdasarkan 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition). Pada LPD tidak terdapat jaminan, sehingga tidak dilakukan penilaian terhadap colateral. Melalui penilaian terhadap komponen character, capacity, capital, dan condition. Diterjemahkan dalam kredit rating sehingga LPD dapat menilai risiko yang akan ditanggungnya pada saat
111
menyalurkan kredit kepada nasabah-nasabahnya. Dengan demikian, LPD dapat memutuskan pemberian kredit ke nasabah yang bersangkutan, mengenai jumlah pinjaman, suku bunga dan jatuh tempo berdasarkan penilaian tersebut. Masyhud Ali (2004) juga menegaskan bahwa saat memberikan kredit, bank harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Suyatno (1997) berpendapat, oleh karena pemberian kredit yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan, suatu lembaga kredit akan memberikan kredit kepada nasabah jika ia betul-betul merasa yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Dari faktor kemampuan tersebut, Suyatno (1997) lebih jauh menyatakan bahwa keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima serta keamanan atau safety yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin pengembaliannya, sehingga tujuan profitability benarbenar tercapai tanpa hambatan-hambatan berarti. Hasil penelitian ini juga merupakan bukti empiris terhadap pendapat yang disampaikan oleh Kasmir (2003) bahwa dalam pemberian kredit terkandung unsur kepercayaan yang merupakan falsafah dasar yang melatarbelakangi timbulnya kredit, adanya kesepakatan antara pemberi kredit (kreditur) dengan penerima kredit (debitur) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing,
112
adanya jangka waktu yang mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati bersama oleh kreditur dan debitur, risiko, dan bunga.
5.4.3 Pengaruh Kondisi Eksternal Terhadap Pemberian Kredit Hasil pengujian hipotesis terhadap pengaruh variabel kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit menunjukkan bahwa kondisi eksternal LPD terbukti signifikan berpengaruh positif terhadap pemberian kredit. Kondisi eksternal adalah rangsangan dari kondisi di luar LPD yang mempengaruhi LPD dalam proses tersebut. Dalam menetapkan pemberian kredit. Analisis yang lengkap terhadap faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap LPD dapat digunakan untuk menghasilkan suatu strategi pemantauan dan pengendalian yang memadai agar tujuan tercapai. Ketua LPD Tegallalang, I Ketut Madra, mengatakan pihaknya memimpikan lembaga ini mampu menjadi penyangga perekonomian masyarakat Bali. Hanya saja mengelola kepercayaan ini memang tidak mudah. Karenanya kami tetap membutuhkan manajemen yang cakap. Apalagi perkembangan lembaga ini semakin pesat dari tahun ke tahun, ujarnya. Karenanya, ia pun berharap pemerintah mampu memberikan pencerahan kepada lembaga non bank yang memang secara riil terbukti menyentuh masyarakat langsung. Pasalnya, lanjut Madra, lembaga ini seperti menghadapi buah simalakama. Berlaku sebagai lemb aga tetapi mampu bertindak seperti perbankan. Ia pun khawatir ini bisa dipermasalahkan di masa yang akan datang karena dianggap bertentangan dengan hukum perbankan. Terlepas dari bagaimana para pakar memikirkannya, lembaga yang lahir dan besar di tengah masyarakat desa ini patut dihargai. Sebelum LPD
113
merumuskan pemberian kredit, pengurus LPD (terutama Ketua) harus mengamati kondisi lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi kesempatan dan ancaman yang mungkin terjadi. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan lingkungan untuk mengetahui tingkat kekerasan lingkungan yang dihadapi suatu perusahaan dalam menentukan
strategi
bisnisnya.
Lingkungan
yang
keras
menciptakan
ketidakpastian yang lebih rendah dan persaingan yang ketat dibandingkan dengan lingkungan
yang
ramah.
Pengamatan
lingkungan
adalah
pemantauan,
pengevaluasian dan penyebaran informasi dan lingkungan eksternal kepada pihak manajemen dalam perusahaan sebagai alat manajemen untuk menghindari kejutan strategi serta memastikan kesehatan manajemen jangka panjang.
5.4.4 Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Non Performing Loan Hasil pengujian hipotesis terhadap pengaruh variabel pemberian kredit terhadap NPL menunjukkan bahwa efektivitas dan efisiensi pemberian kredit terbukti signifikan berpengaruh negatif terhadap NPL. NPL adalah kredit yang masuk ke dalam kategori kredit kurang lancar, diragukan dan macet. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia besarnya rasio NPL suatu LPD ditentukan oleh kolektabilitas kreditnya karena rasio. NPL adalah perbandingan antara kredit tidak lancar dengan jumlah kredit yang diberikan. Semakin rendah rasio NPL berarti semakin baik kualitas NPL. Status NPL pada prinsipnya didasarkan pada ketetapan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPL sekecil mungkin. Dengan kata lain,
114
tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan LPD dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar. Menurut Batubara (2000), strategi pemberian kredit suatu bank mempunyai pengaruh yang besar dalam mengendalikan NPL bank. Semakin efisien dan efektif strategi yang digunakan tersebut akan menyebabkan NPL rendah. NPL ini bisa dikendalikan dengan strategi pemberian kredit yang efektif dan efisien yaitu dengan tetap menjalankan pemberian kredit yang prudent atau dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi.
115
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : 1) Pengaruh kondisi internal LPD dan pemberian kredit menunjukkan bahwa kondisi internal LPD bersifat positif. Semakin luas ruang lingkup kegiatan LPD sebagai suatu lembaga keuangan, mengakibatkan Kepala LPD tidak dapat melakukan pengawasan secara langsung terhadap operasional LPD, oleh karena itu Kepala LPD perlu melimpahkan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara jelas dan terstruktur kepada bawahannya, karena semakin baik kondisi internal LPD maka semakin baik pula pemberian kredit pada LPD. 2) Pengaruh kondisi calon debitur LPD terhadap pemberian kredit bersifat positif dan paling berpengaruh terhadap NPL. Faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan cara pemberian kredit adalah kondisi calon debitur, dikatagorikan berdasarkan 5C (character, capatity, capital, collateral, dan condotion). Melalui penilaian terhadap komponen 5C diharapkan LPD dapat dapat menilai risiko yang akan ditanggungnya pada saat menyalurkan kredit kepada nasabah-nasabahnya. Dengan demikian LPD dapat memutuskan pemberian kredit ke nasabah yang bersangkutan, mengenai jumlah pinjaman, suku bunga dan jatuh tempo berdasarkan penilaian tersebut. Dimana semakin baik kondisi calon debitur, maka semakin baik juga pemberian kredit pada LPD.
116
3) Pengaruh kondisi eksternal LPD terhadap pemberian kredit bersifat positif yang berarti analisis yang lengkap terhadap faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap LPD dapat digunakan untuk menghasilkan suatu strategi pemantauan dan pengendalian yang memadai agar tujuan tercapai. 4) Pengaruh pemberian kredit terhadap NPL bersifat negatif, dimana semakin baik pemberian kredit, maka akan menurunkan nilai NPL, sebaliknya semakin buruk pemberian kredit, maka akan meningkatkan nilai NPL. Dengan kata lain tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan LPD dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar. 6.2 Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait penelitian ini antara lain : 1) Usahakan secara implisit terkandung bahwa manajemen secara keseluruhan perlu diperbaiki, baik itu penilaian terhadap calon nasabah, maupun kualitas SDM untuk menghindari terjadinya kredit fiktif yang kadang bisa terjadi, sehingga dapat menyebabkan tingginya NPL. 2) Untuk menekan tingkat NPL LPD, cara pemberian kredit yang ditetapkan oleh LPD juga harus didasarkan pada analisis terhadap kondisi internal LPD. Pencatatan terhadap kondisi keuangan perlu dilakukan secara akurat dan rutin sehingga bila ada penurunan dapat dilakukan tindakan perbaikan. 3) Melaksanakan pelatihan-pelatihan untuk menciptakan manajemen cakap dalam mengelola LPD ke depan.
117
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Faisal. 2005. Manajemen Perbankan. Edisi Revisi. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang. Antiningrum, Sri. 2003. “Analisis Internal Eksternal Untuk Penentuan Strategi Bersaing (Studi Pada PT. Sampurna Kuningan Juwanan di Pati)”.(tesis). Surakarta: Universitas Muhamaddiyah Surakarta. Anonim. 2010. “Presiden Puji Keberhasilan LPD di Bali”. 27 Januari 2011. Available from :http://bali.antaranews.com/berita/7055/presiden-pujikeberhasilan-lpd-di-bali. Anonim. 2011. “Kredit Macet LPD Bergerak Liar Dekati 10 Persen”. Bisnis Bali, 27 Januari 2011. Available from : http://www.bisnisbali.com/2011/01/27/news/perbankan/m.html. Arens, Alvin A., dan James K.Loebbecke. 2000. Auditing an Integrated Approach, 8th edition. Prentice Hall. New Jersey : Englewood. Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi BI No.7/2/PBI, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Bank Indonesia. 2006. PBI No. 8/19/PBI/2006. Available from : www.bi.go.id. Batubara, Rudi. 2000. “Upaya Restrukturisasi Non Performing Loan dalam Rangka Memperbaiki Kualitas Aktivitas Aktiva Produktif (Studi Kasus terhadap Program Restrukturisasi NPL Bank X)”.(Tesis)Jakarta : Universitas Indonesia. Bedson, Jamie. 2009. Laporan Industri Keuangan Mikro Indonesia. Edisi Januari 2009. Jakarta : Banking With the Poor Network. Candraningsih, Ica Rika. 2005. “Analisis Tingkat Kesehatan Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Badung dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”. (Tesis) Denpasar : Universitas Udayana. COSO (Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commision). 1997. Internal Control Integrated Frame Work, edition in two volumes. Darsana, Ida Bagus. 2010. Kertha Wicaksana Vol.16 No.1 Halaman 11. Peranan dan Kedudukan LPD Dalam Sistem Perbankan di Indonesia. Dewi, Chandra. 2009. “Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Strategi Pemberian Kredit dan Dampaknya Terhadap NPL (Studi Kasus Pada Bank Perkreditan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah)”. (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro.
118
Djohanputro, Bramantyo dan Ronny Kountur. 2007. Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Available from : www.profi.or.id. Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen, Aplikasi Model-model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis Magister dan Disertasi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Financial Institution Development (FID) 1993. Lembaga Perkreditan Pedesaan, Pembentukan dan pengembangannya di Beberapa Propinsi di Indonesia Depdagri, Jakarta. Gubernur Kepala Daerah Provinsi Bali, 2003. Surat Keputusan Gubernur No. 3, Tahun 2003 Tentang Status dan Tugas -Tugas Pembina LPD Kabupaten/Kota. Gunawan, Ketut. 2002. Peran Falsafah Tri Hita Karana Bagi Pertumbuhan dan Kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali. Analisis Manajemen Volume 5, Fakultas Ekonomi Universitas Panji Sakti Singaraja. Hair, J.R., Joseph F., Rolp E. Anderson, Ropnald L. Tatham dan William C.Blac. 1995. Multivariate Data Analysis with Reading. Fourth Edition. Prentice Hall: International Inc. Indriantoro, Nur., dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penenlitian Bisnis. Yogyakarta : Badan Penerbit Universitas Gajah Mada. Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. Edisi Keempat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Kosmidou, K. 2008. The Determinants of Bank’s Profit in Greece During Period of EU Financial Integration. New York. MC-Graw Hill Education. Madra, I Ketut. 2013. “Geliat LPD Desa Adat Kedonganan: LPD Sebagai Motor Pembangun Desa Adat”, Gedong, Edisi I (10). Mantra, Ida Bagus. 1998. Autobiografi Seorang Budayawan. Penyunting I.B. Wiana. Denpasar: Upada Sastra. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa, Denpasar. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2002, Denpasar. Pemerintah Daerah Provisi Bali, 2000. Himpunan Ketentuan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) . Biro Bina Perekonomian Setwilda Tingkat I Bali.
119
Ramanta, I Wayan, 2006. “menuju LPD Sehat” Buletin studi Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar, Vol.11 No.1. Rahman, Hasanuddin. 1995. Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Saptono, dan Yuli Widiyatmanta. 2007. Penerapan Sistem Kredit Kelompok Sebagai Alternatif Strategi Penyaluran Kredit Kepada Usaha Mikro (Laporan Penelitian Terhadap Kredit Kelompok di Wilayah Kerja KBI Solo Pasca Proyek PHBK ). Available from : http://www.profi.or.id/index.php?option=com_content&task=view&lang=i d&id=86&Itemid=81. Seibel, Hans Dieter. 2008. Desa Pekraman and Lembaga Perkreditan Desa in Bali. (A study of the relationship between customary governance, customary village development, economic development and LPD development). ProFI Working Paper Series WP 03/2008. Setiawan, Nugraha. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya. Available from : http://pustaka.unpad.ac.id /wpcontent/uploads/2009/03/penentuan_ukuran_sampel_memakai_rumus_slov in.pdf. Siamat, Dahlan. 2001. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Silaen, Jonni A. 1994. Handout Manajemen Kredit Bank. Medan : PPABT Perbankan Politeknik Negeri Medan. Singarimbun, M.. dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES. Sinungan, Muchdarsyah. 1998. Manajemen Dana Bank. Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Cetakan ke11. Bandung : Alfabeta. Sutrisno, Hadi. 1993. Statistik 2. Yogyakarta : Penerbit Andi. Suyatno, Thomas. 1997. Dasar-dasar Perkreditan. Cetakan Ketujuh. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Tohar, M. 2000. Permodalan dan Perkreditan Koperasi. Yogyakarta : Kanisius. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perbankan. Veithzal, Rivai. 1994. Credit Management Handbook. Jakarta : Rineka Cipta.
120
Widana, I Gusti Ketut. 2012. Mengenal Budaya Hindu di Bali. PT. BP Denpasar, Denpasar. Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
121
Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner ini dibuat semata-mata untuk maksud penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Jumlah Kredit dan Dampaknya Terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) – Desa Adat di Kabupaten Gianyar” dan bukan untuk maksud evaluasi atau
penilaian. Semua informasi yang diperoleh akan disimpan kerahasiaannya. Terima kasih.
Data Umum Responden : Nama LPD :………………………………………………………………………
Petunjuk Pengisian : Pada bagian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari diminta untuk memberikan pendapat atas pernyataan-pernyataan yang ada dengan cara memberi tanda silang (X) pada kotak salah satu nomor jawaban yang telah disediakan antara skala 1-4. Skala nomor tersebut menunjukkan seberapa dekat jawaban Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dengan pilihan yang tersedia. Skala 1 menunjukkan sangat tidak setuju dengan pernyataan yang disediakan, sedangkan skala 4 menunjukkan sangat setuju dengan pernyataan yang disediakan.
122
Variabel Kondisi Internal LPD 1. Indeks capital (Permodalan) LPD : ………………………………………….... 2. Indeks assets quality (Kualitas Aktiva Produktif) LPD : ……………………… 3. Indeks earnings (Rentabilitas) LPD : ………………………………………….. 4. Indeks liquidity (Likuiditas) LPD : ……………………………………………. I. Variabel Kondisi Calon Debitur LPD 5. Selama ini, nasabah kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja memiliki karakter yang baik dalam menyelesaikan kreditnya : (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... ………………………………………………………………………………….. 6. Selama ini, kredit yang diberikan oleh LPD tempat Bapak / Ibu bekerja dimanfaatkan oleh nasabah kredit sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit: (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... ………………………………………………………………………………….. 7. Selama ini, nasabah kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja selalu membayar angsuran kreditnya sesuai dengan jumlah yang harus dibayarkan: (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju
123
Alasan : ………………………………………………………........................... ………………………………………………………………………………….. 8. Selama ini, nasabah kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja selalu membayar angsuran kreditnya tepat waktu : (5) Sangat tidak setuju (6) Tidak setuju (7) Setuju (8) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... …………………………………………………………………………………..
II. Variabel Faktor Eksternal LPD 9. Selama ini, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gianyar cukup pesat : (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... ………………………………………………………………………………….. 10. Selama ini, jumlah pesaing (lembaga-lembaga pendanaan yang lain) dari LPD tempat Bapak / Ibu bekerja tidak banyak : (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... …………………………………………………………………………………..
124
III. Variabel Pemberian Kredit 11. Selama ini, LPD memberikan kepercayaan penuh pada kemampuan nasabah kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja: (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... ………………………………………………………………………………….. 12. Sampai dengan saat ini, tidak terdapat banyak keluhan dari nasabah tentang jangka waktu pengembalian kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja : (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... ………………………………………………………………………………….. 13. Sampai dengan saat ini, dalam memberikan kredit selalu dilihat juga tingkat risiko yang akan dialami LPD tempat Bapak / Ibu bekerja dengan pihak luar tidak menemui hambatan berarti: (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju (4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... ………………………………………………………………………………….. 14. Sampai dengan saat ini, tidak terdapat banyak keluhan dari nasabah tentang tingkat suku bunga kredit di LPD tempat Bapak / Ibu bekerja selama ini : (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Setuju
125
(4) Sangat setuju Alasan : ………………………………………………………........................... …………………………………………………………………………………..
IV. Variabel Non Performing Loan Posisi Per 31Desember 2013 Jumlah Kredit Tidak Lancar : ………………………………...ribu rupiah Jumlah Kredit
: ………………………………...ribu rupiah
NPL
: ………………………………... persen
126
Lampiran 2 Research Gap No
1.
Permasalahan 1 Hubungan antara Kondisi Internal BPR dengan Strategi Pemberian Kredit
Research Gap
a.
2 Kondisi internal BPR berpengaruh positif terhadap strategi pemberian kredit
b. Kondisi internal BPR berpengaruh negatif terhadap strategi pemberian kredit
2.
Hubungan antara kondisi calon debitur BPR dengan srategi pemberian kredit
a.
Calon debitur BPR berpengaruh positif terhadap strategi pemberian kredit
Peneliti/ Tahun Penelitian
Metode Penelitian
Judul Penelitian
4 Analisis model continuationratio logit
5 Business collateral amd personal commitments in SME lending
ii. Nataliya Foderanko, Dorothea Schafer, dan Oleksandra Talaveran, 2007
Analisis model empiris
The effects of the Bank-Internal ratings on the Loan Maturyty
i.
Analisis regresi linear berganda
The Role of Collateral and Personal Guarantees in Relationship Lending: Evidence from Japan's Small Bisiness Loan Market
ii. Leon Klaper, 2001
Analisis regresi linear berganda
The Uniqueness of Short-Term Collateralization
i.
Analisis model empiris
Empirical Analysis of Corporate Credit Lines
Analisis deskriptif kuantitatif
Financing Small and Medium Enterprises in Myanmar
i.
3 Wim Voordeckers dan Tensie Steijvers, 2003
Arito Ono dan Iichiro Uesugi, 2005
Gabriel Jimenez, Jose A. Lopez, dan Jesus Saurina, 2007 ii. Aung Kyaw, 2008
127
1
3.
Hubungan antara kondisi eksternal BPR dengan strategi pemberian kredit
2 b. Kondisi calon debitur BPR berpengaruh negatif terhadap strategi pemberian kredit
a.
Kondisi eksternal BPR berpengaruh positif terhadap strategi pemberian kredit
b. Kondisi eksternal BPR berpengaruh negatif terhadap strategi pemberian kredit
4.
Hubungan antara strategi pemberian kredit dengan Non Performing Loan
a.
Strategi pemberian kredit berpengaruh positif terhadap Non Performing Loan
i.
3 Ralf Elsas dan Jan Pieter Krahnen, 2002
4 Analisis model empiris
ii. Takang Felix Achou dan Ntui Claudine Tenguh, 2008 i. Gabriel Jimenez, Jose A. Lopez, dan Jesus Saurina, 2007 ii. Leora Klapper, 2001
Analisis regresi linear berganda
i.
5 Collateral Relationship Lending and Financial Distress: An Empirical Study on Financial Contracting Bank Performance And Credit Risk Management
Analisis model empiris
Empirical Analysis of Corporate Credit Lines
Analisis regresi linear berganda
The Uniqueness of Short-Term Collateralization
Wim Voordeckers dan Tensie Steijvers, 2003
Analisis model continuationratio logit
Business collateral amd personal commitments in SME lending
ii. Takang Felix Achou dan Ntui Claudine Tenguh, 2008 i. Michael Manove, A.Jorge Padilla, dan Marco Pagano, 2001
Analisis regresi linear berganda
Bank Performance And Credit Risk Management
Analisis deskriptif kuantitatif
Collateral versus project cdreening: a model of lazy banks
128
1
2
b. Strategi pemberian kredit berpengaruh negatif terhadap Non Performing Loan
Sumber : Dewi, Chandra : 2009
3 ii. Jessica Petersson dan Isac Wadman, 2004 i. Jhony P. Chen, 2003
4 Analisis deskriptif kuantitatif
5 Non Performing Loans (The markets of Italy and Sweden)
Analisis deskriptif kualiatif
Non Performing Loan Securization in the People's Republic of China
ii. Dar Yeh Hwang dan Wei Hsiung Wu, 2006
Analisis deskriptif kualiatif
Financial System Reform in Taiwan
129
Lampiran 3 TABULASI DATA JAWABAN RESPONDEN NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
1
12.00
18.81
14.30
6.00
2
2
2
2
2
1
3
2
3
2
2
13.32
2
25.00
27.15
18.30
8.35
3
3
2
3
3
3
2
2
3
3
3
9.14
3
24.80
32.99
14.00
7.90
3
2
3
3
3
2
3
2
3
3
3
9.13
4
23.30
30.95
19.60
5.90
3
3
2
3
3
2
3
2
3
3
3
8.76
5
26.69
40.00
14.30
9.35
4
3
4
3
3
3
4
3
3
4
3
5.26
6
25.00
32.00
14.50
9.63
3
3
2
3
3
3
2
2
3
3
3
9.09
7
27.85
30.00
15.50
8.40
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
3
9.04
8
24.42
40.00
20.00
8.84
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
4
3.28
9
22.00
34.09
15.99
8.00
3
3
3
3
4
2
2
3
3
3
3
6.44
10
24.00
40.00
15.40
9.53
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
6.39
11
16.40
38.06
16.10
7.98
3
2
3
3
2
3
3
2
3
2
3
12.12
12
10.00
18.25
10.00
6.43
1
2
2
1
1
2
1
1
2
1
1
20.95
13
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2.65
14
19.40
21.78
14.90
8.58
2
2
1
3
1
3
2
3
3
2
2
11.93
15
10.00
16.40
10.00
6.50
2
2
1
1
1
1
2
1
2
1
1
20.77
16
21.65
33.14
17.30
10.00
3
3
3
3
2
3
3
2
3
2
3
11.84
17
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3.24
18
22.00
29.35
14.83
8.94
2
2
3
3
2
2
3
2
3
2
3
11.70
19
17.57
22.40
15.00
8.70
2
2
1
2
2
1
3
2
3
2
2
13.22
20
18.89
28.59
14.50
7.49
3
2
2
2
1
2
3
2
3
2
2
12.92
21
27.57
34.60
20.00
10.00
3
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3
5.19
130
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
22
13.00
19.60
14.00
6.98
2
1
2
1
1
1
2
1
3
1
1
19.92
23
24.30
30.63
20.00
8.35
3
3
2
3
2
3
3
2
3
3
3
8.46
24
16.46
18.90
16.34
7.52
2
1
1
2
1
2
1
1
3
1
1
19.90
25
18.00
26.74
20.00
8.36
2
3
2
2
2
2
3
2
3
2
3
11.31
26
30.00
35.81
20.00
10.00
4
4
3
4
3
3
4
4
3
3
4
3.99
27
17.87
16.90
14.98
6.25
2
1
1
2
2
2
1
1
2
1
1
20.73
28
16.67
19.63
15.60
7.35
2
2
2
1
1
3
1
1
2
1
1
20.63
29
30.00
40.00
20.00
10.00
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
2.60
30
30.00
40.00
20.00
10.00
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
2.45
31
18.98
22.74
15.80
8.93
2
2
2
2
1
3
2
3
2
2
2
12.69
32
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
2.37
33
16.93
20.20
15.90
7.10
2
2
1
2
1
3
1
1
2
2
1
19.65
34
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
2.23
35
19.46
26.25
14.38
7.93
1
2
3
2
2
2
2
2
2
1
2
18.64
36
19.46
21.62
14.20
8.25
2
2
1
2
3
2
1
2
2
1
2
18.41
37
28.46
34.68
14.90
10.00
3
3
3
3
4
3
2
3
4
3
3
4.92
38
21.90
30.00
16.40
9.35
3
3
3
3
4
3
2
3
3
2
3
8.46
39
17.47
22.75
18.22
8.77
3
2
1
2
3
2
1
2
3
3
2
11.21
40
30.00
38.79
20.00
10.00
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
2.19
41
30.00
39.43
19.80
10.00
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
2.10
42
19.64
30.97
18.40
7.33
3
3
2
3
1
2
4
2
3
3
3
8.21
43
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
1.97
44
19.46
24.96
15.90
7.24
1
2
3
2
3
1
2
2
3
1
1
18.02
45
12.98
18.52
16.23
6.83
2
2
1
1
1
2
1
1
3
2
1
17.95
131
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
46
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
1.97
47
18.45
21.82
12.50
8.88
1
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
17.65
48
22.00
36.13
20.00
9.33
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
8.07
49
22.00
40.00
20.00
10.00
4
4
3
3
3
3
4
3
4
3
3
4.83
50
30.00
40.00
20.00
10.00
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
1.95
51
27.42
38.40
15.50
10.00
3
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
6.18
52
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
1.94
53
26.69
37.49
19.50
10.00
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3
4
3.92
54
18.53
19.44
15.90
8.46
2
2
3
1
2
2
2
1
3
2
1
17.35
55
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
3
3.19
56
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
1.93
57
19.24
18.47
14.73
8.35
1
2
2
2
2
2
1
1
2
1
2
19.61
58
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
1.83
59
22.97
36.03
19.90
10.00
3
4
4
4
3
4
3
3
3
3
3
6.12
60
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
1.80
61
17.80
18.61
18.87
9.42
2
2
2
2
1
2
3
2
3
1
2
15.73
62
19.12
30.00
18.90
7.87
3
2
2
3
2
3
2
2
3
3
2
11.13
63
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
1.78
64
18.86
31.27
18.60
8.94
3
3
3
2
2
3
3
2
3
3
3
8.06
65
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
1.46
66
19.56
28.60
14.70
8.64
2
3
2
2
3
2
1
2
3
3
2
11.06
67
13.69
18.92
15.80
6.22
2
1
1
2
1
2
1
2
3
1
1
17.20
68
15.14
19.55
14.80
7.99
1
1
2
2
2
2
1
2
2
1
1
19.47
69
30.00
40.00
20.00
10.00
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
1.41
132
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
70
16.00
16.45
71
23.68
30.00
11.00
7.34
2
1
2
1
1
2
1
2
3
1
1
17.14
20.00
10.00
4
4
3
3
4
4
2
3
3
3
2
8.03
72
19.23
18.00
14.11
7.25
2
1
2
2
2
1
2
2
2
1
1
19.41
73
27.57
33.12
19.50
10.00
3
4
4
3
3
3
4
3
3
3
4
4.67
74
30.00
38.85
19.80
10.00
3
4
4
4
2
4
4
4
4
4
3
3.01
75
21.30
30.31
17.84
7.48
1
2
3
2
3
2
1
3
3
2
2
10.90
76
22.69
32.67
20.00
10.00
3
4
4
4
4
3
3
3
3
3
4
4.52
77
19.43
26.73
15.10
8.99
3
2
2
2
3
1
2
2
3
1
2
15.73
78
30.00
38.22
20.00
10.00
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
3
2.92
79
15.52
20.42
15.24
7.56
2
2
1
2
1
3
1
2
2
1
1
19.16
80
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
1.40
81
30.00
40.00
20.00
10.00
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
1.35
82
21.68
30.00
18.30
10.00
4
3
3
3
2
3
4
3
2
3
2
10.72
83
19.57
20.52
15.86
8.32
1
2
2
2
2
2
1
3
1
2
2
15.69
84
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
3
2.86
85
16.34
19.02
14.40
6.78
2
1
2
1
2
1
2
2
1
1
1
20.52
86
30.00
40.00
20.00
10.00
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
1.32
87
30.00
40.00
20.00
10.00
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
2.81
88
20.43
30.00
20.00
8.38
2
3
3
3
3
3
2
2
3
2
3
10.70
89
18.44
30.00
14.70
8.38
2
2
3
2
2
2
3
2
1
2
2
17.02
90
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
1.31
91
28.47
35.81
20.00
10.00
3
4
4
4
4
3
3
4
3
3
4
3.89
92
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1.29
93
16.79
27.52
15.40
7.98
2
3
2
2
2
2
2
3
1
2
2
15.66
133
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
94
25.79
34.45
19.70
10.00
3
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
6.07
95
23.69
32.64
19.23
10.00
4
3
4
3
4
3
3
3
3
4
2
5.92
96
19.34
30.71
16.00
9.70
3
3
2
3
3
3
2
3
2
3
2
10.60
97
21.57
31.43
20.00
10.00
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
5.81
98
27.98
33.30
20.00
10.00
4
3
4
4
3
3
4
3
3
4
3
4.51
99
21.42
30.00
14.63
7.42
3
3
3
3
3
2
3
2
2
3
2
12.59
100
28.42
31.60
15.50
9.52
3
3
3
3
2
4
3
3
3
3
4
4.34
101
19.43
28.87
18.90
8.34
3
2
3
3
2
3
2
2
2
3
2
12.69
102
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
1.24
103
13.55
30.00
12.60
9.44
1
2
3
2
3
1
2
3
1
3
2
12.46
104
15.80
18.54
14.37
7.70
2
2
1
1
1
1
3
1
1
2
1
20.47
105
30.00
35.89
20.00
10.00
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
3
3.84
106
19.13
30.00
18.74
10.00
3
4
4
3
4
3
2
3
2
3
2
10.31
107
17.41
21.00
14.90
7.13
1
2
2
2
1
1
3
3
1
2
2
15.02
108
25.19
37.98
19.40
10.00
4
4
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4.30
109
30.00
40.00
20.00
10.00
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
1.15
110
18.56
24.97
14.56
8.38
1
3
2
2
3
2
1
3
1
3
1
14.77
111
25.30
28.28
18.70
9.38
3
2
3
3
3
3
2
3
3
4
3
4.30
112
15.57
23.51
18.90
7.73
2
2
2
2
3
1
2
3
1
2
2
14.70
113
30.00
32.57
20.00
10.00
4
3
4
3
4
3
3
4
3
4
3
3.78
114
21.79
31.75
15.35
7.83
3
3
3
2
3
2
2
3
2
3
2
10.31
115
30.00
38.59
20.00
10.00
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
1.15
116
17.96
30.35
14.70
6.73
2
3
2
2
2
2
2
3
1
2
2
14.63
117
22.53
32.17
15.25
9.65
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
7.82
134
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
118
16.25
30.47
16.10
7.42
1
3
2
3
3
1
2
3
1
3
2
12.41
135
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
136
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
137
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
138
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
139
NO RES.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x12
x13
x14
x15
NPL
135
LAMPIRAN 4 HASIL UJI VARIABEL EKSOGEN
Regression Weights
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.2 X3.1
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
INT INT INT INT DEB DEB DEB DEB EKS EKS
Estimate S.E. C.R. P Label 1.000 1.377 .073 18.767 *** par_1 .414 .030 13.937 *** par_2 .173 .014 11.972 *** par_3 1.000 .969 .064 15.058 *** par_4 .881 .064 13.858 *** par_5 .962 .064 14.979 *** par_6 1.000 .988 .100 9.851 *** par_7
Standardized Regression Weights
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.2 X3.1
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
INT INT INT INT DEB DEB DEB DEB EKS EKS
Estimate .886 .917 .799 .732 .866 .838 .799 .836 .669 .673
Fit Measures Model Default model Saturated model Independence model
NPAR 25 66 11
CMIN 55.611 .000 1913.747
DF 41 0 55
P .055
CMIN/DF 1.356
.000
34.795
136
Model Default model Saturated model Independence model
RMR .135 .000 5.438
GFI .928 1.000 .173
AGFI .884
PGFI .576
.008
.145
Default model Saturated model Independence model
NFI Delta1 .964 1.000 .000
RFI rho1 .952
IFI Delta2 .985 1.000 .000
TLI rho2 .980
Model Default model Saturated model Independence model
PRATIO .745 .000 1.000
PNFI .719 .000 .000
Model Default model Saturated model Independence model
NCP 27.376 .000 1858.747
LO 90 8.464 .000 1719.504
Model Default model Saturated model Independence model
FMIN .433 .000 12.112
Model Default model Independence model
RMSEA .065 .462
Model Default model Saturated model Independence model
AIC 118.376 132.000 1935.747
Model
.000
F0 .173 .000 11.764
LO 90 .036 .445
.000
CFI .985 1.000 .000
PCFI .734 .000 .000
HI 90 54.171 .000 2005.351
LO 90 .054 .000 10.883
HI 90 .091 .480
BCC 122.485 142.849 1937.556
HI 90 .343 .000 12.692
PCLOSE .174 .000
BIC 195.098 334.548 1969.505
CAIC 220.098 400.548 1980.505
137
Model Default model Saturated model Independence model
Model Default model Independence model
ECVI .749 .835 12.252
LO 90 .630 .835 11.370
HOELTER .05 132 7
HI 90 .919 .835 13.179
HOELTER .01 151 7
MECVI .775 .904 12.263
138
LAMPIRAN 5 HASIL UJI VARIABEL ENDOGEN Regression Weights
X4.1 X4.2 X4.3 X4.4
<--<--<--<---
KRE KRE KRE KRE
Estimate S.E. C.R. P 1.000 .824 .085 9.695 *** 1.149 .074 15.551 *** 1.010 .075 13.485 ***
Label par_1 par_2 par_3
Standardized Regression Weights
X4.1 X4.2 X4.3 X4.4
<--<--<--<---
KRE KRE KRE KRE
Estimate .875 .675 .917 .833
Fit Measures Model Default model Saturated model Independence model
NPAR 8 10 4
Model Default model Saturated model Independence model
RMR .012 .000 .501
GFI .993 1.000 .416
AGFI .966
PGFI .199
.027
.250
NFI Delta1 .994 1.000 .000
RFI rho1 .983
IFI Delta2 .999 1.000 .000
TLI rho2 .998
Model Default model Saturated model Independence model
CMIN 2.261 .000 403.937
.000
DF 2 0 6
P .323
CMIN/DF 1.130
.000
67.323
.000
CFI .999 1.000 .000
139
Model Default model Saturated model Independence model
PRATIO .333 .000 1.000
PNFI .331 .000 .000
Model Default model Saturated model Independence model
NCP .261 .000 397.937
LO 90 .000 .000 335.724
Model Default model Saturated model Independence model
FMIN .014 .000 2.557
Model Default model Independence model
RMSEA .029 .648
LO 90 .000 .595
Model Default model Saturated model Independence model
AIC 18.261 20.000 411.937
BCC 18.783 20.654 412.199
Model Default model Saturated model Independence model
ECVI .116 .127 2.607
Model Default model Independence model
F0 .002 .000 2.519
LO 90 .114 .127 2.213
HOELTER .05 419 5
PCFI .333 .000 .000
HI 90 8.422 .000 467.558
LO 90 .000 .000 2.125
HI 90 .163 .702
HI 90 .053 .000 2.959
PCLOSE .455 .000
BIC 42.812 50.689 424.213
HI 90 .167 .127 3.048
HOELTER .01 644 7
CAIC 50.812 60.689 428.213
MECVI .119 .131 2.609
140
LAMPIRAN 6 HASIL UJI SEM Notes for Group The model is recursive Sample size = 118 Parameter Summary
Fixed Labeled Unlabeled Total
Weights 21 0 15 36
Covariances 0 0 4 4
Assesment of Normality Variable min max NPL .220 20.950 X4.3 1.000 4.000 X4.2 1.000 4.000 X4.1 1.000 4.000 X3.1 1.000 4.000 X3.2 1.000 4.000 X2.4 1.000 4.000 X2.3 1.000 4.000 X2.2 1.000 4.000 X2.1 1.000 4.000 X1.4 5.900 10.000 X1.3 10.000 20.000 X1.2 15.880 40.000 X1.1 10.000 30.000 Multivariate
Variances 0 0 20 20
skew .489 -.441 -.423 -.390 -.295 -.316 -.395 -.304 -.355 -.382 -.500 -.439 -.450 -.208
c.r. 2.516 -2.271 -2.178 -2.010 -1.520 -1.627 -2.033 -1.564 -1.825 -1.965 -2.575 -2.262 -2.315 -1.071
Means 0 0 0 0
kurtosis -.987 -.904 -.836 -.738 -.920 -.924 -.801 -.837 -.889 -.801 -.950 -.941 -.999 -1.160 13.930
Intercepts 0 0 0 0
c.r. -2.540 -2.327 -2.153 -1.899 -2.367 -2.378 -2.061 -2.155 -2.289 -2.061 -2.445 -2.423 -2.572 -2.485 2.559
Observation Furthest From the Centroid (Mahalanobis distance) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2 1 30.201 .000 .025 2 30.045 .011 .544 3 29.890 .019 .568 4 29.800 .019 .360 5 29.641 .020 .213
Total 21 0 39 60
141
Observation number 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Mahalanobis d-squared 28.773 28.107 28.014 26.640 26.500 26.332 26.189 25.832 25.448 25.041 24.330 24.303 24.110 23.664 23.484 23.345 23.054 22.288 22.100 22.056 21.957 21.848 21.710 21.143 21.112 21.087 21.076 20.948 20.561 20.501 20.369 20.344 20.315 20.258 20.234 20.103 19.570 19.526 19.301 19.299
p1 .026 .031 .031 .046 .047 .050 .051 .056 .062 .069 .083 .083 .087 .097 .101 .105 .112 .134 .140 .141 .145 .148 .153 .173 .174 .175 .176 .181 .196 .198 .204 .205 .206 .209 .210 .216 .240 .242 .253 .253
p2 .222 .218 .131 .303 .223 .167 .119 .116 .122 .137 .240 .171 .152 .203 .185 .160 .178 .383 .379 .315 .279 .251 .236 .410 .346 .285 .225 .214 .315 .275 .270 .220 .178 .151 .117 .117 .266 .229 .276 .220
142
Observation number 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
Mahalanobis d-squared 19.191 19.126 19.002 18.902 18.890 18.837 18.730 18.686 18.340 18.300 18.248 18.003 17.916 17.880 17.875 17.503 17.311 17.082 16.879 16.864 16.794 16.643 16.591 16.574 16.567 16.480 16.472 16.416 16.306 16.207 16.164 16.140 16.093 15.983 15.938 15.832 15.787 18.902
p1 .259 .262 .269 .274 .274 .277 .283 .285 .304 .307 .310 .324 .329 .331 .331 .354 .366 .380 .393 .394 .399 .409 .413 .414 .414 .420 .421 .424 .432 .439 .442 .443 .446 .454 .457 .465 .468 .274
p2 .214 .192 .194 .188 .149 .128 .126 .106 .189 .161 .141 .196 .189 .161 .126 .239 .289 .368 .437 .385 .368 .405 .378 .329 .277 .274 .228 .209 .219 .223 .199 .168 .150 .158 .140 .147 .129 .188
84
18.890
.274
.149
85
18.837
.277
.128
143
Observation number 86
Mahalanobis d-squared 18.730
p1 .283
p2 .126
87
18.686
.285
.106
88
18.340
.304
.189
89
18.300
.307
.161
90
18.248
.310
.141
91
18.003
.324
.196
92
17.916
.329
.189
93
17.880
.331
.161
94
17.875
.331
.126
95
17.503
.354
.239
96
17.311
.366
.289
97
17.082
.380
.368
98
16.879
.393
.437
99
16.864
.394
.385
100
16.794
.399
.368
101
16.643
.409
.405
102
16.864
.394
.385
103
16.794
.399
.368
104
16.643
.409
.405
105
16.591
.413
.378
106
16.574
.414
.329
107
16.567
.414
.277
108
16.480
.420
.274
109
16.472
.421
.228
110
16.416
.424
.209
111
16.306
.432
.219
112
16.207
.439
.223
113
16.164
.442
.199
114
16.140
.443
.168
115
16.093
.446
.150
116 117 118
15.983 15.938 15.938
.454 .457 .458
.158 .140 .145
144
Regression Weights
KRE KRE KRE X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.2 X3.1 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 NPL
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
INT DEB EKS INT INT INT INT DEB DEB DEB DEB EKS EKS KRE KRE KRE KRE KRE
Estimate S.E. C.R. .061 .011 5.436 .427 .065 6.589 .133 .025 5.302 1.000 1.369 .070 19.633 .407 .029 14.021 .169 .014 11.856 1.000 .966 .065 14.848 .894 .064 14.021 .961 .065 14.840 1.000 .990 .100 9.851 1.000 .903 .078 11.598 1.160 .066 17.567 1.093 .066 16.494 -.918 ..082 -11.974
Standardized Regression Weights
KRE KRE KRE X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.2 X3.1 X4.1
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
INT DEB EKS INT INT INT INT DEB DEB DEB DEB EKS EKS KRE
Estimate .384 .436 .110 .895 .921 .792 .719 .864 .834 .806 .833 .669 .675 .867
P *** *** ***
Label par_12 par_13 par_14
*** par_1 *** par_2 *** par_3 *** par_4 *** par_5 *** par_6 *** par_7 *** *** *** ***
par_9 par_10 par_11 par_15
145
X4.2 X4.3 X4.4 NPL
<--<--<--<---
KRE KRE KRE KRE
Estimate .733 .918 .893 -.785
Covariances
INT <--> DEB DEB <--> EKS INT <--> EKS
Estimate S.E. 4.392 .545 .656 .087 3.984 .528
C.R. P Label 8.058 *** par_16 7.505 *** par_17 7.551 *** par_18
Correlations
INT <--> DEB DEB <--> EKS INT <--> EKS
Estimate 1.064 1.219 1.193
Variances
INT DEB EKS Ek e1 e2 e3 e4 e8 e7 e6 e5 e11 e10 e9
Estimate S.E. C.R. P Label 25.597 3.521 7.269 *** par_20 .665 .097 6.887 *** par_21 .436 .087 5.016 *** par_22 .048 .011 4.280 *** par_23 6.365 .711 8.947 *** par_24 8.585 .933 9.203 *** par_25 2.513 .266 9.457 *** par_26 .682 .074 9.257 *** par_27 .226 .024 9.503 *** par_28 .272 .027 10.147 *** par_29 .287 .029 9.831 *** par_30 .271 .026 10.531 *** par_31 .538 .054 10.040 *** par_32 .512 .052 9.752 *** par_33 .561 .056 9.928 *** par_34
146
e12 e13 e14 e15 Ez
Estimate S.E. C.R. .210 .024 8.872 .447 .050 9.014 .161 .018 8.894 .193 .021 9.329 -.374 .248 -1.508
P *** *** *** *** .132
Total Effects
KRE NPL X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 X3.1 X3.2 X2.4 X2.3 X2.2 X2.1 X1.4 X1.3 X1.2 X1.1
EKS .133 -1.012 .145 .154 .120 .133 .990 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
DEB .427 -3.254 .467 .495 .386 .427 .000 .000 .961 .894 .966 1.000 .000 .000 .000 .000
INT .061 -.461 .066 .070 .055 .061 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .169 .407 1.369 1.000
KRE .000 -7.618 1.093 1.160 .903 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Standardized Total Effects
KRE NPL X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 X3.1 X3.2 X2.4 X2.3
EKS .110 -.110 .098 .101 .081 .095 .675 .669 .000 .000
DEB .436 -.439 .390 .400 .320 .378 .000 .000 .833 .806
INT .384 -.386 .343 .352 .282 .333 .000 .000 .000 .000
KRE .000 -1.005 .893 .918 .733 .867 .000 .000 .000 .000
Label par_35 par_36 par_37 par_38 par_39
147
X2.2 X2.1 X1.4 X1.3 X1.2 X1.1
EKS .000 .000 .000 .000 .000 .000
DEB .834 .864 .000 .000 .000 .000
INT .000 .000 .719 .792 .921 .895
KRE .000 .000 .000 .000 .000 .000
DEB .427 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .961 .894 .966 1.000 .000 .000 .000 .000
INT .061 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .169 .407 1.369 1.000
KRE .000 -7.618 1.093 1.160 .903 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Direct Effects
KRE NPL X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 X3.1 X3.2 X2.4 X2.3 X2.2 X2.1 X1.4 X1.3 X1.2 X1.1
EKS .133 .000 .000 .000 .000 .000 .990 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Standardized Direct Effects
KRE NPL X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 X3.1 X3.2 X2.4
EKS .110 .000 .000 .000 .000 .000 .675 .669 .000
DEB .436 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .833
INT .384 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
KRE .000 -1.005 .893 .918 .733 .867 .000 .000 .000
148
X2.3 X2.2 X2.1 X1.4 X1.3 X1.2 X1.1
EKS .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
DEB .806 .834 .864 .000 .000 .000 .000
INT .000 .000 .000 .719 .792 .921 .895
KRE .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Indirect Effects
KRE NPL X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 X3.1 X3.2 X2.4 X2.3 X2.2 X2.1 X1.4 X1.3 X1.2 X1.1
EKS .000 -1.012 .145 .154 .120 .133 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
DEB .000 -3.254 .467 .495 .386 .427 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
INT .000 -.461 .066 .070 .055 .061 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
KRE .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Satndarzied Indirect Effects
KRE NPL X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 X3.1 X3.2
EKS .000 -.110 .098 .101 .081 .095 .000 .000
DEB .000 -.439 .390 .400 .320 .378 .000 .000
EKS .000 -.386 .343 .352 .282 .333 .000 .000
KRE .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
149
X2.4 X2.3 X2.2 X2.1 X1.4 X1.3 X1.2 X1.1
EKS .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
DEB .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
EKS .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
KRE .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Model Fit Summary Model Default model Saturated model Independence model
NPAR 39 136 16
Model Default model Saturated model Independence model
RMR .132 .000 6.236
GFI .916 1.000 .116
AGFI .919
PGFI .611
-.002
.103
Default model Saturated model Independence model
NFI Delta1 .923 1.000 .000
RFI rho1 .904
IFI Delta2 .950 1.000 .000
TLI rho2 .947
Model Default model Saturated model Independence model
PRATIO .808 .000 1.000
PNFI .746 .000 .000
Model Default model Saturated model Independence model
NCP 165.760 .000 3280.932
LO 90 121.387 .000 3094.365
Model
CMIN 89.760 .000 34.932
.000
DF 97 0 120
P .060
CMIN/DF .925
.000
28.341
.000
PCFI .767 .000 .000
HI 90 217.795 .000 3474.801
CFI .959 1.000 .000
150
Model Default model Saturated model Independence model
FMIN 1.663 .000 21.525
Model Default model Independence model
RMSEA .064 .416
Model Default model Saturated model Independence model
AIC 340.760 272.000 3432.932
Model Default model Saturated model Independence model
ECVI 2.157 1.722 21.727
Model Default model Independence model
F0 1.049 .000 20.765
LO 90 .089 .404
LO 90 .768 .000 19.585
HI 90 .119 .428
BCC 350.164 304.794 3436.790
LO 90 1.876 1.722 20.547
HOELTER .05 73 7
HI 90 1.378 .000 21.992
PCLOSE .000 .000
BIC 460.447 689.371 3482.035
HI 90 2.486 1.722 22.954
HOELTER .01 80 8
CAIC 499.447 825.371 3498.035
MECVI 2.216 1.929 21.752
151
LAMPIRAN 7 HASIL UJI OUTLIERS UNIVARIAT
Descriptives Descriptive Statistics N Zscore: Permodalam
118
Minimum -2.41798
Maximum .95589
Mean .0000000
Std. Deviation 1.00000000
Zscore: Aktiva Produktif
118
-1.99339
Zscore: Rentabilitas
1.16024
.0000000
1.00000000
118
-2.84647
.99199
.0000000
1.00000000
Zscore: Likuiditas
118
-2.46318
1.02659
.0000000
1.00000000
Zscore: Character
118
-1.95714
1.19676
.0000000
1.00000000
Zscore: Capital
118
-2.12068
1.21781
.0000000
1.00000000
Zscore: Capacity
118
-2.00266
1.17099
.0000000
1.00000000
Zscore: Condition
118
-2.01700
1.17938
.0000000
1.00000000
Zscore: Perkembangan Perekonomian
118
-1.71782
1.29468
.0000000
1.00000000
Zscore: Faktor Persaingan Usaha
118
-1.78784
1.24703
.0000000
1.00000000
Zscore: Kepercayaan
118
-2.02747
1.16429
.0000000
1.00000000
Zscore: Jangka Waktu
118
-1.82779
1.16828
.0000000
1.00000000
Zscore: Degree of Risk
118
-1.81507
1.14996
.0000000
1.00000000
Zscore: Kontra Prestasi
118
-1.85490
1.20665
.0000000
1.00000000
Zscore: Non Performing Loan
118
-1.38936
2.02618
.0000000
1.00000000
Valid N (listwise)
118
152
LAMPIRAN 8 PERHITUNGAN CONSTRUCT RELIABILITY DAN VARIANCE EXTRACT 1. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas konstruk adalah :
2. Rumus yang digunakan untuk menghitung variance extract adalah :
3. Tabulasi nilai untuk menghitung construct reliability dan variance extract : Hubungan Loading (Loading Konstruk Antar SE Factor Factor)2 Variabel Kondisi Internal LPD (INT)
Kondisi Calon Debitur LPD (DEB)
Kondisi Eksternal LPD (EKS)
X1.1<-- INT
0,895
0,801
X1.2<-- INT
0,921
0,848
0,070
X1.3<-- INT
0,792
0,627
0,029
X1.4<-- INT
0,719
0,517
0,014
Σ
3,327
2,793
0,113
X2.1<--DEB
0,833
0,694
0,065
X2.2<--DEB
0,806
0,650
0,064
X2.3<--DEB
0,834
0,696
0,065
X2.4<--DEB
0,864
0,746
Σ
3,337
2,786
0,194
X3.1<--EKS
0,675
0,456
0,100
X3.2<--EKS
0,669
0,448
Σ
2,016
1,355
0,204
153
Pemberian Kredit (KRE)
X4.1<--KRE
0,867
0,752
X4.2<--KRE
0,733
0,537
0,078
X4.3<--KRE
0,918
0,843
0,066
X4.4<--KRE
0,893
0,797
0,066
Σ
3,411
2,929
0,210
4. Perhitungan construct reliability : a. Variabel kondisi internal LPD
b. Variabel kondisi calon debitur LPD
c. Variabel kondisi eksternal LPD
d. Variabel pemberian kredit
5. Perhitungan variance extract : a. Variabel kondisi internal LPD
b. Variabel kondisi calon debitur LPD
c. Variabel kondisi eksternal LPD
d. Variabel pemberian kredit