BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemajuan zaman yang membawa masalah dan kesempatan baru merupakan penyebab menariknya pengetahuan marketing bagi perusahaan, lembaga, dan bangsabangsa. Organisasi-organisasi nonprofit seperti universitas, museum, lembaga pemerintah dan sebagainya, memandang marketing sebagai suatu cara baru untuk menjalin hubungan dengan masyarakat. Negara-negara yang sedang berkembang mempelajari prinsip-prinsip marketing untuk mengetahui bagaimana memperbaiki sistem distribusi domestik mereka, dan bagaimana caranya untuk dapat bersaing dengan lebih efektif di pasar dunia. Naisbitt (dalam Budaya Industri Pemasaran Jaringan di Indonesia, 2003) mengatakan bahwa akan terjadi perubahan besar dalam marketing dunia, yang diistilahkannya sebagai renaisans Asia. Fenomena ini menyinggung delapan tren perubahan yaitu kecenderungan perubahan dari dominasi negara ke dominasi jaringan, dari tuntutan ekspor ke konsumen, dari pengaruh Barat ke cara Asia, dari kontrol pemerintah ke tuntutan pasar, dari desa ke metropolitan, dari padat karya ke teknologi canggih, dari dominasi peran pria ke penonjolan peran perempuan, dan dari Barat ke Timur. Di tengah gelombang perubahan semacam itu, peran dunia bisnis semakin menentukan. Eksistensi perusahaan, baik nasional maupun multinasional, yang berskala kecil maupun besar, akan memperoleh peluang lebih luas dan dalam waktu
Universitas Sumatera Utara
yang bersamaan, menghadapi tantangan yang jauh lebih berat yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Eksistensi perusahaan sangat terkait dengan nasib karyawan, konsumen, lingkungan, kebijaksanaan pemerintah, di samping mekanisme pasar. Tanggung jawab sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sasaran dan tujuan perusahaan. Paradigma inilah diakui telah membawa perusahaan mampu bertahan lama. Konsep marketing bermula dari beberapa temuan pada tahun 1980-an melalui penelitian beberapa penulis bisnis yang mulai memikirkan apa yang membuat suatu perusahaan menjadi unggul. Temuan yang mereka dapatkan memiliki sejumlah prinsip operasional dasar yang sama, diantaranya penghormatan yang mendalam kepada pelanggan, suatu perasaan yang tajam mengenai pasar yang tepat, dan suatu kapasitas yang luar biasa untuk memotivasi pegawai mereka unuk menghasilkan kualitas dan nilai yang tinggi bagi para pelanggannya (Kotler, 1991). Radiosunu (2001) mengemukakan definisi marketing sebagai kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran. Titik tolak marketing adalah kebutuhan dan keinginan manusia. Kegiatan marketing timbul apabila manusia memutuskan kebutuhan dan keinginannya dengan cara pertukaran. Definisi yang sejalan dikemukakan oleh Kotler (1991) yang menyatakan bahwa pemasaran (marketing) adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk-produk yang bernilai.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian Kotler (1991) menyatakan bahwa pemasaran mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya tuntutan keinginan dan kebutuhan manusia. Perkembangan yang terjadi ini mengakibatkan munculnya berbagai sistem pemasaran baru. Salah satu sistem pemasaran tersebut adalah dengan sistem pemasaran dengan menggunakan sistem jaringan kerja, atau lebih dikenal dengan nama multilevel marketing atau network marketing (pemasaran jaringan). Dinamakan multilevel marketing karena merupakan sebuah jaringan kerja pemasaran yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang melakukan pekerjaan pemasaran produk dan atau jasa. Rozi (2003) berpendapat bahwa pemasaran jaringan merupakan salah satu cara yang dapat dipilih oleh sebuah perusahaan untuk memasarkan produknya kepada pelanggan eceran dengan memberdayakan distributor independennya melalui pengembangan-pengembangan tenaga-tenaga pemasarnya secara independen, tanpa campur tangan langsung perusahaan. Target penjualan sepenuhnya ditentukan oleh distributor independennya dan organisasi pemasaran yang dikembangkannya. Sementara imbalan jasa dalam bentuk potongan harga, komisi atau intensif ditetapkan oleh perushaan secara berjenjang sesuai dengan nilai penjualan yang diberitahukan kepada setiap distributor independen sejak mereka mendaftar sebagai calon anggota. Pemasaran jaringan merupakan bagian dari sistem penjualan langsung. Prinsip sistemnya sama, yakni mengandalkan para penual langsung yang bekerja secara mandiri atas dasar komisi penjualan. Perusahaan multilevel marketing memiliki visi dan misi ke depan, yang ditanamkan dengan jelas pada para distributornya. Seorang distributor juga tidak hanya dibentuk untuk terus menjadi seorang penjual yang ulung tapi juga dicetak
Universitas Sumatera Utara
untuk menjadi seorang leader di kelompoknya dimasa yang masa mendatang. Di perusahaan multilevel marketing para distributor dilatih untuk menjadi seorang pengusaha mandiri agar dapat meraih cita-citanya tersebut melalui berbagai training atau seminar-seminar kewirausahaan. Untuk merangsang
distributor dalam
meningkatkan target yang diharapkan oleh perusahaan, maka perusahaan akan memberikan kompensasi bagi orang-orang yang berprestasi dengan berbagai fasilitas (Royan, 2001). Perusahaan penjualan langsung (direct selling) mengeluhkan distributor Indonesia yang tidak produktif, dan hanya 15% dari 6,7 juta anggota perusahaan multilevel marketing yang dinyatakan aktif (Silitonga, 2007). Menurut Widarto Wirawan (dalam Bisnis Indonesia edisi 24 juli 2007), Humas APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia), kurangnya kemandirian distributor menjadi pemicu cuma sedikitnya anggota yang mampu secara kontinu menjual barang multilevel marketing. Hanya 15% dari enam juta distributor di Indonesia yang aktif. Mereka hanya sekadar mendaftar sebagai anggota, belanja sekali, dan selanjutnya tidak melakukan transaksi lagi. Silitonga (2007) menambahkan bahwa distributor Indonesia terlalu bergantung pada upline (ditributor perekrut), terlalu menuntut, dan segalanya minta dilayani termasuk dikirimi segala keperluannya. Tidak produktifnya distributor multilevel marketing di Indonesia menekan omzet perusahaan penjualan langsung dibandingkan negara lain di Asean. Sebanyak 6,7 juta distributor di Indonesia, tercatat hanya menjual barang US$765 juta atau sekitar Rp7,5 triliun. Kondisi di Indonesia ini berbeda dengan negara Asia lainnya, yang mana anggota atau distributor suatu
Universitas Sumatera Utara
perusahaan multilevel marketing, dan telah memahami apa yang harus dilakukannya sebagai seorang distributor. Distributor giat berjualan untuk mengejar bonus yang lebih tinggi dari perusahaan. Adaptive selling merupakan penjualan yang mengadaptasikan pada kebutuhan dan harapan si pelanggan selama penjual dan pelanggan saling berinteraksi (Weitz, Sujan dan Sujan, 1986). Reagan (1995) menambahkan bahwa adaptive selling merupakan pemodifikasian gaya komunikasi, format presentasi, dan isi pesan yang dilakukan oleh penjual selama berinteraksi dengan pembeli. Mengembangkan dan mengelola hubungan dengan pelanggan merupakan komponen kunci dari penjualan personal dalam organisasi modern (Leigh dan Marshal, 2001). Dalam tujuan untuk meningkatkan peluang sukses, sangatlah penting bagi penjual untuk memperluas hubungan sosial secara efektif dan efisien. Tantangan untuk menjual baik melalui perusahaan maupun perorangan adalah perlunya konsistensi untuk mengirimkan pesan kepada pembeli yang berfokus pada kebutuhan, keinginan, dan kepentingan masing-masing pembeli secara individual. Hal ini penting karena pembeli kurang menggunakan kesepakatan dan cenderung meningkatkan target secara konstan bahwa organisasi penjualan menyesuaikan bentuk pendekatan hanya berdasarkan keinginan mereka sendiri, bukan berdasarkan keinginan pembeli (Weitz, Sujan, dan Sujan, 1986). Orang yang melakukan penjualan harus mengadaptaskan motivasi dan kemampuan untuk menciptakan presentasi yang berfokus pada konsumen secara lebih efektif. Weitz dan Bradford (1999) menyarankan agar implementasi konsep pemasaran mampu
memperluas
aturan
pemasaran
bagi
penjual
dimana
mereka
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan
baik
kebutuhan
konsumen
maupun
perusahaan
dalam
mengembangkan strategi penjualan. Hal ini sejalan dengan pendapat Spiro dan Weitz (1990) yang menyatakan bahwa, penjualan personal merupakan satu-satunya alat komunikasi yang memungkinkan pesan pemasaran diadaptasikan pada kebutuhan spesifik dan kepercayaan masing-masing pembeli. Komunikasi jenis ini dianggap lebih dapat dipercaya dam memberikan pengaruh lebih besar daripada mengirimkan pesan berbentuk media. Kemampuan untuk mengirimkan pesan yang berfokus pada konsumen merupakan hal yang penting bagi performansi penjual. Weitz, Sujan dan Sujan (1986) memberikan suatu gambaran penelitian mengenai peningkatan akan pemahaman komponen kemampuan performansi penjual. Levy dan Sharma (1994) menyarankan agar penjual memperhatikan praktik adaptive selling karena memiliki korelasi positif terhadap performansi penjual. Spiro dam Witz (1990) mengembangkan dan mengakuratkan pengukuran derajat adaptive selling mengenai praktik yang dilakukan penjual. Mereka meenyatakan bahwa penjual cenderung bertindak ke dalam enam tahapan yakni: (1) Merekognisi berbagai pendekatan penjualan dibutuhkan dalam situasi penjualan yang berbeda-beda; (2) Percaya akan kemampuan diri dalam menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda; (3) Percaya akan kemampuan mengubah pendekatan penjualan selama berinteraksi dengan konsumen; (4) Struktur pengetahuan yang memungkinkan pengenalan situasi penjualan yang berbeda dan akses pengubahan strategi penjualan yang tepat di setiap situasi; (5) Pengumpulan informasi mengenai situasi penjualan yang akan memudahkan adaptasi; (6) Penggunaan tiap-tiap pendekatan dalam situasi yang berbeda-beda secara faktual.
Universitas Sumatera Utara
Fase pertama merujuk pada motivasi penjual dalam melaksanakan adaptive selling. Fase keempat dan kelima berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan praktik adaptive selling. Fase keenam merujuk pada perilaku aktual penjual. Adaptive selling merupakan filosofi penjualan personal dimana perilaku menjual dan pendekatan digunakan selama interaksi penjualan atau sepanjang interaksi antar pelanggan, yang didasarkan pada informasi mengenai situasi penjualan (Levy dan Sharma, 1994). Adaptasi para penjual akan tampak melalui presentasi selama penjualan, teknik pendekatan, keahlian tertentu, dan sebagainya, berdasarkan tipe pelanggan atau lingkungan penjualan. Weitz (1984) mengemukakan beberapa dimensi dimana perilaku penjual dapat diadaptasi, yakni: (1) Dasar kemampuan persuasi, apakah berdasarkan keahlian, koersivitas, legitimasi, ataukah reward; (2) Penggunaan teknik persuasi, apakah secara terbuka ataupun tertutup, rasional atau emosional; (3) Elemen kognitif dalam penyampaian pesan, apakah berdasarkan nilai dan kepercayaan tertentu ataukah berdasarkan bobotnya; (4) Gaya komunikasi, apakah secara agresif atukah pasif, dengan pemaksaan berlebih ataukah pemaksaan biasa; (6) Format pesan, apakah dengan format satu sisi ataukah dua sisi; (7) Pelayanan, tanggal pengiriman, harga, dan ketentuan pemesanan. Pelaksanaan adaptive selling memiliki efek positif pada performansi penjualan (Gengler, Howard, dan Zolner, 1995). Adaptive selling harus dilaksanakan agar menghasilkan hasil positif secara efektif (Spiro dan Weitz, 1990). Efektifitas kegunaan adaptive selling berdasarkan seleksi
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan adaptive selling sangat penting digunakan oleh distributor multilevel marketing karena distributor tersebut akan menghadapi calon distributor baru yang akan direkrut sebagai anak jaringan (downliner) serta menghadapi calon pembeli produk perusahaan yang sangat bervariasi karakteristik maupun kebutuhannya. Seorang distributor multilevel marketing dituntut mampu menyesuaikan diri dengan karakteristik dan kebutuhan pelanggan dalam hal menjual serta merekrut distributor baru. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia dan pendekatan pelayanan tenaga pemasar terhadap konsumen di Indonesia dirasa masih relatif kurang (Roesanto, 1996). Kondisi ini membawa konsekuensi perlunya peningkatan kemampuan adaptive selling para distributor multilevel marketing dengan mempertimbangkan bahwa produk multilevel marketing. Menurut Weitz, Sujan dan Sujan (1986), faktor-faktor yang berhubungan dengan adaptive selling adalah self monitoring, empati, androgini, terbuka, locus of control, dan aktifitas manajerial. Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai kemampuan individu untuk beradaptasi dengan situasi penjualan berdasarkan informasi yang diterima mengenai harapan pelanggan dan adanya keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk melakukan perubahan-perubahan dalam presentasi. Mayer, Caruso, dan Salovey (1999) mengemukakan bahwa peningkatan kemampuan adaptive selling salah satunya dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian (personality traits). Peningkatan kualitas kepribadian sangat dibutuhkan agar manusia dapat menghadapi tantangan serta mampu memainkan perannya (Masrun, dkk, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Mayer, Caluso, dan Salovey (1999) mengemukakan bahwa locus of control merupakan ciri umum
personality trait yang merefleksikan fleksibilitas aspek
interpersonal yang berhubungan dengan praktek adaptive selling. Rotter (dalam Schultz dan Schultz, 1996) mendefinisikan locus of control sebagai atribut kepribadian dimana seorang individu dibedakan berdasarkan derajat keyakinan dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup mereka. Tambahan menurut Rotter (dalam Lefcourt, 1982) orientasi locus of control merupakan suatu kontinum unidimensional, dari eksternal menuju internal. Seseorang dengan keyakinan yang kuat akan kendali internal dinyatakan oleh Buss (dalam Salazar, 2002) lebih percaya diri dan asertif, dan aktif mencari informasi yang menolong mereka untuk mencapai tujuan mereka, dan tertarik pada situasi yang menawarkan kesempatan berprestasi. Sedangkan seseorang yang dikendalikan secara eksternal melihat suatu peristiwa bukan berasal dari perilaku mereka sendiri melainkan dari hal-hal yang diluar kemampuan mereka. Carver dan Scheier (1981) menyatakan bahwa jika seseorang percaya bahwa ia mempunyai pengaruh atas apa yang terjadi padanya, ia belajar dari pengalaman masa lalunya sebagai pedoman dan pengukur masa depannya lebih lanjut. Locus of control merupakan ciri personality traits, yang mana personality traits merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adaptive selling (Mayer, Caruso, dan Salovey, 1999). Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengetahui perbedaan adaptive selling pada distributor multi level marketing ditinjau dari locus of control.
Universitas Sumatera Utara
Tiens Group awalnya merupakan sebuah perusahaan bioteknologi yang berdiri pada tahun 1992. Kantor pusat “Tiens” berada di Henderson Centre, Beijing. Pabrik utamanya terletak di Pusat Industri Teknologi Modern Tianjin, dengan luas tanah 68.000 meter persegi dan luas bangunan 120.000 meter persegi. Pada Juli 1995, perusahaan “Tiens” mengadopsi sistem network marketing dan penjualannya meningkat dari 630 juta Yuan pada tahun 1996, menjadi 2,12 milyar Yuan pada tahun 1997. Di tahun 1998 bisnis “Tiens” mulai berekspansi ke pasar dunia. Kantor pemasarannya melingkupi Amerika Serikat, Kanada, Rusia, Eropa dan puluhan negara lainnya. Pada tahun 2001, Tiens Group mendirikan kantor pemasaran di Indonesia. Tiens Group secara aktif dalam pengembangan riset dan teknologi untuk menggabungkan teknologi modern dengan perawatan kebudayaan kerajaan Tiongkok kuno yang telah berusia 5000 tahun. Dengan proses berbasis teknologi canggih dan quality control berstandar internasional, ”Tiens” menghasilkan produk-produk suplemen berkualitas tinggi. Berikutnya, ”Tiens” membeli hak paten bioteknologi modern untuk ekstrasi kalsium organik. Pada tahun 1999, sistem quality control Tiens telah diakui dengan mendapatkan sertifikat ISO-9002 yang dikeluarkan oleh China Quality Certification Center of Import and Export Commodities (Winata, dalam Penjelasan Marketing Plan Tiens Internasional). Perusahaan multilevel marketing “Tiens” melatih para distributor untuk menjadi seorang pengusaha mandiri agar dapat meraih cita-citanya melalui berbagai training atau seminar-seminar kewirausahaan. “Tiens” bekerjasama dengan “Unicore” dalam melaksanakan sistem multilevel marketing. “Tiens” berperan sebagai produsen produk sedangkan “Unicore” memegang peranan sebagai wadah pendidikan bagi
Universitas Sumatera Utara
distributor produk “Tiens” agar mampu bertahan dan memberdayakan diri. “Tiens” memberikan pendidikan manajemen dan marketing yang positif bagi distributornya melalui seminar dan diklat, yang secara langsung ditangani oleh “Unicore” (Susanto, 2008). Hal ini yang membedakan “Tiens” dengan perusahaan multilevel marketing lainnya. Keseriusan “Tiens” dalam memberdayakan distributornya ternyata tidak mampu menghilangkan faktor-faktor kegagalan yang juga dialami distributor multilevel marketing lainnya. Namun kegagalan ini lebih kepada faktor internal distributor tersebut. Distributor “Tiens” yang gagal tidak benar-benar tahu apa yang sebetulnya mereka cari dalam menjalankan bisnis multilevel marketing. Konsistensi dan komitmen mereka rendah dalam menjalankan bisnis “Tiens” (Susanto, 2008). Meskipun sudah mendapatkan pelatihan untuk menjadi seorang pengusaha yang mandiri, namun banyak ditemukan kasus para distributor menyerah dan tidak sanggup melanjutkan bisnis multilevel marketing. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang perbedaan adaptive selling distributor multilevel marketing ditinjau dari locus of control pada perusahaan “Tiens”.
B. Perumusan Masalah Apakah ada perbedaan adaptive selling ditinjau dari locus of control?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung sesuai dengan permasalahan di atas yaitu seberapa besar perbedaan adaptive selling ditinjau dari
Universitas Sumatera Utara
locus of control pada distributor multilevel marketing. Data yang diperoleh nantinya akan digunakan dan diolah untuk menguji hipotesa yang diajukan penelitian.
C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Psikologi terutama Psikologi Industri dan Organisasi, dalam hal ini adalah dunia marketing. b. Memperkaya kajian empiris mengenai locus of control dalam kaitannya dengan adaptive selling. 2. Manfaat Praktis a.
Penelitian ini dharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya distributor multilevel marketing. Distributor multi level marketing mendapat masukan tentang adaptive selling. Para distributor dapat mengerti dan memahami tentang adaptive selling dan menerapkannya dalam proses penjualan yang mereka lakukan.
b.
Diharapkan agar distributor multilevel marketing dapat lebih menyadari pentingnya locus of control dalam melakukan praktek adaptive selling sehingga para distributor tidak selalu menggantungkan diri kepada upliner (yang merekrut) saat berinteraksi dengan calon pembeli dan calon distributor.
Universitas Sumatera Utara
D. Sistematika Penulisan Proposal penelitian ini disajikan dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, permasalahan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai adaptive selling, locus of control, dan distributor multilevel marketing. Bab ini akan diakhiri dengan memaparkan hipotesa penelitian. Bab III : Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari variabel penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur serta metode analisis data. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Pada bab ini akan dipaparkan mengenai gambaran umum dan karakteristik dari subjek penelitian serta bagaimana analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa statistik. Kemudian pada bab ini juga dibahas mengenai interpretasi data yang ada serta data tambahan dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan SPSS 15.0 For Windows yang kemudian data-data tersebut akan diuraikan kedalam pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil penelitian dilengkapi dengan saran-saran bagi pihak lain berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara