BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk kecantikan, menjaga kesehatan tubuh, dan mengobati beberapa jenis penyakit. Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin (Samadi, 2002). Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang hasil survei pertanian tanaman hortikultura di Indonesia produksi mentimun di Indonesia periode 2006-2010 terus mengalami penurunan. Tahun 2006 produksi mentimun di Indonesia adalah 598,892 ton, tahun 2007 turun menjadi 581,205 ton, penurunan juga terjadi pada tahun 2008 produksi mentimun di Indonesia menjadi 540,122 ton, selanjutnya tahun 2009 terjadi peningkatan produksi mentimun di Indonesia menjadi 583,139 ton dan tahun 2010 produksi mentimun mengalami penurunan menjadi 547,141 ton. Menurunnya produksi mentimun di Indonesia disebabkan beberapa kendala, diantaranya terkait dengan budi daya mentimun yang meliputi iklim dan cuaca yang tidak menentu dan gangguan hama serta penyakit. Perubahan iklim dan cuaca mengakibatkan pertumbuhan mentimun tidak optimum. Gangguan hama dan penyakit juga menjadi kendala produksi. Salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) penting pada tanaman mentimun adalah virus. Survei lapangan yang telah dilakukan pada bulan
September 2014 di sentra penanaman mentimun di Kecamatan Baturiti, Kabupaten
Tabanan,
Bali,
menemukan
banyak
daun
mentimun
yang
memperlihatkan gejala kuning. Kejadian penyakit ini sangat tinggi, berdasarkan pengamatan peneliti lebih dari 80% tanaman memperlihatkan gejala daun berwarna kuning dengan jaringan di sekitar tulang daun masih tetap berwarna hijau (vein-banding). Selain gejala daun kuning, di lapangan juga ditemukan daun mentimun yang memperlihatkan gejala mosaik. Gejala kuning sangat berbeda dengan gejala mosaik yang disebabkan oleh Watermelon mosaic virus (Walter, 2004), Zucchini yellow mosaic virus (genus Potyvirus; famili Potyviridae) (Cardoso et al. 2010) dan Cucumber mosaic virus (genus Cucumovirus; famili Cucumoviridae) (Zitter dan Murphy, 2009). Hasil survei di lapangan juga menunjukkan pada bagian bawah daun mentimun ditemukan serangga kutukebul. Kutukebul (whitefly) ditemukan menginfestasi pertanaman mentimun pada tingkat populasi yang tinggi (menurut pengamatan di lapangan, sekitar belasan ekor per tanaman). Walaupun infestasi kutukebul dapat menyebabkan kerusakan tanaman yang signifikan, virus-virus yang ditularkan dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang jauh lebih besar akibat dari aktivitas makan kutukebul. Mayoritas kutukebul yang menularkan virus adalah Bemisia tabaci. Hilje (2001) menyatakan bahwa Bemisia tabaci mampu menyebarkan Begomovirus secara cepat. Satusatunya genus kutukebul selain Bemisia yang diketahui sebagai vektor virus adalah Trialeurodes. Virus-virus yang dapat ditularkan Trialeurodes semuanya termasuk anggota genus Crinivirus. Genus Crinivirus meliputi virus-virus yang dapat ditularkan oleh Bemisia tabaci dan Trialeurodes vaporariorum (Wisler et
al. 1998). Berdasarkan hal tersebut gejala daun kuning pada tanaman mentimun yang ditemukan di Bali lebih mirip dengan gejala yang disebabkan oleh virus dari genus Crinivirus, Polerovirus atau Begomovirus. Genus Crinivirus melalui salah satu spesiesnya yaitu Beet pseudo-yellows virus (BPYV) adalah virus yang pertama kali ditemukan berasosiasi dengan gejala kuning atau klorosis pada mentimun (Duffus, 1965). Beet pseudo-yellows virus (BPYV) dilaporkan terdapat di seluruh dunia dan diketahui mempunyai kisaran inang luas (Wisler et al. 1998). Virus ini dapat ditularkan secara semipersisten oleh Trialeurodes vaporariorum yang dikenal dengan nama kutukebul (whitefly). Selain BPYV, Cucurbit yellow stunting disorder virus (CYSDV) adalah salah satu anggota dari genus Crinivirus yang juga dilaporkan berasosiasi dengan penyakit klorosis atau kuning pada mentimun. Cucurbit yellow stunting disorder virus (CYSDV) pertama kali dilaporkan terdapat di Emirat Arab (Hassan & Duffus, 1991) dan kemudian di Spanyol (CĂ©lix et al. 1996), virus ini ditularkan secara semipersisten oleh Bemisia tabaci biotipe A dan B (Perring et al. 1993), dan kisaran inangnya terbatas pada famili Cucurbitaceae. Cucurbit aphid-borne yellows virus (CABYV) merupakan virus dari genus Polerovirus, famili Luteoviridae yang dilaporkan menginduksi gejala klorosis atau kuning pada mentimun (Lecoq et al. 1994). Virus ini di lapangan ditularkan oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae (Lecoq et al. 1992). Begomovirus dilaporkan menyebabkan penyakit pada beberapa tanaman Cucurbitaceae di Amerika. Penyakit daun keriting pada labu (Cucurbit maxima) yang disebabkan oleh Squash leaf curl geminivirus (SLCV) pertama kali
ditemukan di California, Amerika Serikat (AS) pada tahun 1977. Flock dan Mayhew, (1981) melaporkan penyakit daun keriting di meksiko. Infeksi Begomovirus juga menyebar di kawasan Asia. Lazarowitz dan Lazdins (1991), melaporkan bahwa virus yang menyebabkan daun keriting pada tanaman labu di Filipina adalah Squash leaf curl virus. Infeksi Begomovirus telah lama menjadi masalah pada beberapa negara di Asia tenggara, diantaranya Squash leaf curl virus-Vietnam dan Loofa yellow mosaic virus-Vietnam yang menyerang tanaman Cucurbitaceae di Vietnam (Revill et al. 2003), Tomato leaf curl virus menyebabkan daun kuning pada blewah dan labu di Thailand (Samretwanich et al. 2000). Squash leaf curl virus menginfeksi labu di Taiwan (Tsai et al. 2011). Gejala daun kuning yang diinduksi Begomovirus umumnya tidak disertai veinbanding namun vein-clearing (Ito et al. 2007). Kejadian penyakit daun kuning pada tanaman mentimun di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali merupakan contoh dari kejadian penyakit yang berhubungan dengan peningkatan populasi serangga vektor (kutukebul). Akibat infeksi virus, hampir semua daun tanaman menjadi kuning atau klorosis sehingga tentu mempengaruhi produksi tanaman. Kejadian penyakit daun kuning pada tanaman mentimun merupakan kejadian baru di daerah Bali (belum ada yang melaporkan sebelumnya), oleh karena itu identitas dari virus yang berasosiasi dengan penyakit tersebut perlu diteliti agar tindakan penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Saat ini metode molekuler sudah tersedia untuk mendeteksi virus dengan lebih cepat dan akurat. Salah satu teknik molekuler yang
potensial untuk dikembangkan sebagai alat deteksi dini adalah teknik Polymerase chain reaction (PCR).
1.2 Rumusan Masalah 1. Jenis virus apakah penyebab penyakit daun kuning pada tanaman mentimun di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali ? 2. Bagaimanakah kedekatan sikuen nukleotida pada jenis Begomovirus yang menginfeksi pertanaman mentimun di daerah Tabanan, Bali dengan jenis Begomovirus dari daerah lain ?
1.3 Tujuan 1. Mengetahui virus penyebab penyakit daun kuning pada tanaman mentimun yang ditemukan di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. 2. Untuk mengetahui kedekatan sikuen nukleotida pada jenis Begomovirus yang menginfeksi pertanaman mentimun di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali dengan jenis Begomovirus di daerah lain.
1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai keberadaan virus baru di daerah Bali, yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar penyusunan strategi pengendalian. Selain itu informasi ini dapat digunakan oleh Badan Karantina Tumbuhan Indonesia dalam penyusunan ulang daftar Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).