BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, kehidupan bernegara mengalami banyak perubahan, termasuk mengenai konsep negara. Konsep bernegara yang pada awalnya merupakan negara yang berdasarkan pada kekuasan beralih pada konsep negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat). Para ahli sepakat bahwa salah satu ciri dari sebuah negara hukum adalah adanya konsep pembatasan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan menjadi syarat mutlak sebuah negara hukum yang demokratis. Adanya pembatasan kekuasaan tersebut merupakan perwujudan prinsip konstitusionalisme yang melindungi hak-hak rakyat. Konsep pemisahan kekuasaan lahir dari keinginan membatasi kekuasaan para raja yang bersifat absolut di Eropa. Ide mengenai pembatasan kekuasaan ini dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu. Melalui bukunya yang berjudul “Two Treaties of Goverment”, John Locke mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu: Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang), Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang), dan Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain). Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.
Universitas Sumatera Utara
Sementara
itu,
Montesquieu,
seorang
pemikir
berkebangsaan
Perancis
mengemukakan teorinya yang disebut Trias Politica (Tri berarti Tiga; As berarti Pusat atau Poros; Politica berarti Kekuasaan). Melalui bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748, Montesquieu menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu : Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang), Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang), Kekuasaaan Yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).1 Pada kenyataannya, sejarah menunjukkan bahwa cara pembagian kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquieu yang lebih diterima oleh berbagai negara. Konsep trias politika ini kemudian diterapkan di berbagai negara-negara di dunia, termasuk di Indonesia. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, konsep trias politika ini diadopsi dan dijadikan sebagai dasar untuk menjalankan kekuasaan negara. Cabang-cabang kekuasaan di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kekuasaan Legislatif, yakni kekuasaan untuk membuat peraturan perundangundangan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah); 2. Kekuasaan Eksekutif, yakni kekuasaan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Presiden;
1
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm 73.
Universitas Sumatera Utara
3. Kekuasaan Yudikatif, yakni kekuasaan untuk mengawasi dan mengadili apabila terjadi pelanggaran terhadap undang-undang diserahkan kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Di
Indonesia,
kekuasaan
eksekutif
atau
kekuasaan
untuk
menyelenggarakan pemerintahan berada pada Presiden. Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 menyebutkan bahwa : “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan pemerintahan di Indonesia. Salah satu kewenangan yang dimiliki Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri. Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa menteri merupakan pembantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Oleh karena itu, Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menterinya. Menteri-menteri ini pada kenyataannya memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pemerintahan. Kedudukan menteri-menteri ini dapat dikatakan bukanlah sebagai pegawai tinggi biasa, oleh karena menteri-menterilah yang menjalankan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executive) dalam prakteknya. Sebagai pemimpin departemen, menterilah yang paling mengetahui hal-hal mengenai lingkungan pekerjaannya. Oleh karena itu, menteri memiliki pengaruh
Universitas Sumatera Utara
besar terhadap presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemen yang dipimpinnya.2 Berkaitan dengan pemilihan menteri-menteri dan penyusunan kabinet, banyak hal yang harus dijadikan pertimbangan oleh seorang Presiden yaitu; partai politik pendukung, apakah merupakan partai politik tunggal ataupun gabungan daripada beberapa partai politik; stabilitas roda pemerintahan ke depan; kemajuan negara; dan lain-lain, kesemuanya itu bersifat politis dan sepenuhnya menjadi hak mutlak Presiden tentang hal siapa yang bisa menjadi anggota kabinet. Akan tetapi di sisi lain ada ketentuan yang menyebutkan bahwa seseorang yang akan diangkat menjadi menteri dan masuk dalam kabinet haruslah memiliki integritas dan kepribadian yang baik selama perjalanan karirnya.3 Oleh karena itu seorang presiden harus mampu mempertimbangkan kesemua aspek tersebut dalam penyusunan kabinetnya, apakah yang dinginkan selama lima tahun perjalanan roda pemerintahan ke depan ialah stabilitas kabinet dengan cara memasukkan orang-orang dari partai pendukung atau gabungan partai pendukung, atau menginginkan kemajuan pemerintahan dengan menempatkan orang-orang profesional dalam kabinet sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Apabila
dalam
pembentukan
dan
penyusunan
kabinet
presiden
lebih
mengedepankan kemajuan dan perkembangan negara, maka selayaknya orangorang profesional dan beberapa orang dari partai pendukung presiden yang harus ditempatkan di dalam kabinet, dengan kata lain orang yang akan memimpin suatu kementerian haruslah orang yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut, sesuai 2 3
Penjelasan Umum Undang‐Undang Dasar Tahun 1945. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36067/3/Chapter%20I.pdf, diakses pada tanggal 28 Februari 2013
Universitas Sumatera Utara
dengan tugas, fungsi dan keahliannya. Akan tetapi, pola seperti ini dapat menyebabkan presiden dan kabinet akan mendapat kesulitan dalam menjalin hubungan dengan parlemen, juga dalam menentukan kebijakan pemerintah. Apalagi kalau partai pendukung presiden tersebut bukan sebagai partai pemenang pemilu yang notabene pasti mempunyai suara minoritas di parlemen. Sebaliknya, jika stabilitas pemerintahan yang dikehendaki, maka presiden harus menempatkan orang-orang dari partai politik pendukung ataupun dari gabungan partai politik pendukung di dalam kabinetnya, maka kepentingan gabungan partai politik pendukung akan terakomodir. Akan muncullah hubungan yang sangat harmonis antara presiden sebagai kepala eksekutif dengan parlemen, dalam hal ini fungsi checks and balances tersebut tidak akan berjalan, karena presiden dan kabinetnya telah didukung oleh mayoritas suara di parlemen.4 Walaupun pengangkatan menteri dan penyusunan kabinet merupakan hak prerogatif presiden, tetapi sebagai negara yang berdasarkan hukum (reschstaat), tentu saja ada batasan-batasan untuk presiden dalam menjalankan kewenangan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) oleh presiden. Oleh karena itu, dibentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang merupakan pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Pasal 17 UUD NRI Tahun 1945. UU No. 39 Tahun 2008 ini mengatur mengenai Kementerian Negara secara lebih terperinci sehingga jelas mengenai kedudukan, tugas, fungsi dan susunan organisasi kementerian negara tersebut.
4
Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2008, hlm 215.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 ini juga mengatur bahwa dapat diangkat seorang wakil menteri apabila dalam suatu kementerian terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus.5 Pasal ini menimbulkan kontroversi di masyarakat, karena UUD NRI Tahun 1945 hanya menyebutkan jabatan menteri, tidak ada jabatan wakil menteri. Selain itu, ketentuan dalam penjelasan pasal 10 UU tersebut juga menimbulkan perdebatan, karena dikatakan bahwa wakil menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet. Kontroversi yang terjadi di masyarakat ini berujung pada diajukannya permohonan pengujian undang-undang (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan adapun perumusan masalah yang diangkat adalah : 1. Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Kementerian Negara berdasarkan Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku di Indonesia ? 2. Bagaimanakah pengaturan serta kedudukan Kementerian Negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan ? 3. Bagaimanakah pendapat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait kedudukan Wakil Menteri berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara ? 5
Pasal 10 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kedudukan dan kewenangan Kementerian Negara berdasarkan Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia. 2. Untuk memahami pengaturan serta kedudukan Kementerian Negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan. 3. Untuk mengetahui pendapat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait kedudukan Wakil Menteri berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah
serta
memberikan
kontribusi
pemikiran
terhadap
persoalan
Kementerian Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UUD NRI TAHUN 1945. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini semoga bermanfaat bagi semua orang, terutama untuk peminat pada perkuliahan di Fakultas Hukum dan untuk sumbangan pemikian ilmiah hukum positif. Penelitian ini juga dapat bermanfaat terhadap segenap
Universitas Sumatera Utara
pimpinan partai politik dan kadernya yang memilki keinginan untuk menjadi menteri, serta terhadap setiap orang yang ingin menjadi calon presiden, agar mengetahui bagaimana
kedudukan dan kewenangan Kementerian Negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945.
E. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli serta bukan plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Kemudian, permasalahan yang dimunculkan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Semua ini merupakan implikasi etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
F. Tinjauan Kepustakaan 1. Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Menurut Carl J. Friedrich, sistem adalah suatu keseluruhan,
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsionil terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.6 Sedangkan pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri, jadi tidak diartikan sebagai pemerintah yang menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif. Karena itu membicarakan sistem pemerintahan adalah membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.7 Sri Soemantri memaknai sistem pemerintahan berkenaan dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Adanya dan tidak adanya hubungan antara eksekutif dan legislatif ini melahirkan adanya sistem pemerintahan parlementer (cabinet government system) dan sistem pemerintahan presidensial (presidential government system atau the fixed executive system).8 Menurut Mahfud MD, cara bekerja dan berhubungan ketiga poros kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dapat disebut sebagai sistem pemerintahan negara. Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem 6
Carl J. Friedrich dalam Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara, Sinar Bakti, Jakarta, 1983, hlm. 171. 7 Ibid. 8 Sri Soemantri dalam Titi Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD NRI TAHUN 1945, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 148
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara lembagalembaga negara.9 Secara umum, dikenal adanya dua sistem pemerintahan yakni sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Selain itu ada pula sistem pemerintahan yang merupakan campuran dari kedua sistem itu, yang mengandung beberapa unsur dari sistem pemerintahan presidensial dan juga parlementer. Pada garis besarnya, sistem pemerintahan yang dilakukan pada negaranegara demokrasi menganut sistem parlementer atau sistem presidensial. Tentu saja di antara kedua sistem tersebut masih terdapat beberapa variasi yang disebabkan oleh situasi dan kondisi yang berbeda yang melahirkan bentuk-bentuk semua (quasi), karena jika dilihat dari salah satu sistem di atas, dia bukan merupakan bentuk yang sebenarnya, misalnya quasi parlementer atau quasi presidensial.10 Menurut Mahfud MD, di dalam studi ilmu negara dan ilmu politik dikenal adanya tiga sistem pemerintahan negara, yaitu : a) Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem Pemerintahan Parlementer merupakan sistem pemerintahan di mana hubungan antara badan eksekutif dan badan legislatif sangat erat. Hal ini disebabkan karena adanya pertanggungjawaban para menteri terhadap parlemen. 9
Moh. Mahfud MD, Dasar…Op.cit., hlm. 74 Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim. Pengantar…,loc.cit
10
Universitas Sumatera Utara
Di dalam sistem pemerintahan ini, parlemen memiliki peranan yang sangat penting dalam pemerintahan karena parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri, dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan yakni dengan mengeluarkan mosi tidak percaya. Karena pentingnya peranan parlemen dalam pemerintahan, maka setiap kabinet atau pemerintahan yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan demikian kebijakan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen. Adapun ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan parlementer antara lain : 1) Kepala negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan (eksekutif) karena ia lebih bersifat simbol nasional (pemersatu bangsa). Oleh karena itu kepala negara tidak bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet; 2) Pemerintahan dilakukan oleh sebuah kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh atau atas dasar kekuatan dan/atau kekuatan yang menguasai parlemen; 3) Seluruh anggota kabinet mungkin saja merupakan anggota parlemen, atau mungkin saja tidak seluruhnya anggota parlemen, dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen; 4) Kabinet, melalui ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen (legislatif). Apabila kabinet atau seseorang atau beberapa orang anggotanya mendapatkan mosi tidak percaya dari parlemen, maka kabinet atau seseorang
Universitas Sumatera Utara
atau beberapa orang anggota kabinet harus mengembalikan mandatnya kepada kepala negara atau dengan kata lain ia harus mengundurkan diri; 5) Sebagai imbangan dapat dijatuhkannya kabinet, maka kepala negara dapat membubarkan parlemen dengan saran atau nasihat dari perdana menteri; 6) Parlemen dipilih melalui pemilihan umum yang waktunya bervariasi, ditentukan oleh kepala negara berdasarkan masukan dari perdana menteri; 7) Kekuasaan Kehakiman pada dasarnya tidak digantungkan kepada lembaga eksekutif dan legislatif, hal ini untuk mencegah intimidasi dan intervensi lembaga lain. Pada dasarnya, sistem pemerintahan parlementer dapat dijalankan baik pada negara yang berbentuk republik maupun kerajaan. Singapura, India, Pakistan, Bangladesh, dan Israel merupakan beberapa negara berbentuk republik yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer. Sedangkan, Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Belgia, dan Swedia merupakan beberapa negara yang berbentuk kerajaan yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer. Selai itu ada pula beberapa negara yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer yang tidak secara resmi berbentuk kerajaan atau republik, seperti Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Ketiga negara ini merupakan bagian dari sistem commonwealth dengan Inggris sebagai negara induk.11 b) Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu sistem pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab terhadap parlemen (badan 11
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm 15
Universitas Sumatera Utara
perwakilan rakyat), dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung parlemen (badan perwakilan rakyat). Adapun ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan presidensial antara lain : 1) Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, yang masa jabatannya telah ditentukan dengan pasti oleh Undang-Undang Dasar; 2) Presiden merupakan kepala pemerintahan (eksekutif) yang memimpin kabinet. Semua anggota kabinet diangkat, diberhentikan serta bertanggung jawab kepada presiden; 3) Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilih oleh sejumah pemilih (dipilih langsung oleh rakyat). Sehingga ia bukan merupakan bagian dari anggota legislatif seperti pada sistem pemerintahan parlementer; 4) Presiden tidak bertanggung jawab pada badan legislatif, dan tidak dapat pula dijatuhkan oleh badan legislatif, kecuali melalui mekanisme pemakzulan atau impeachment; 5) Sebagai imbangannya, presiden juga tidak dapat atau tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan badan legislatif; 6) Kedudukan badan legisltaif dan eksekutif sejajar dan sama-sama kuat. Sistem pemerintahan presidensial hanya mengenal adanya satu macam eksekutif. Fungsi kepala pemerintahan (chief executive) dan kepala negara (head of state) ada paa satu tangan dan tunggal (single executive). Pemegang kekuasaan eksekutif tunggal dalam sistem presidensial tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat (legislatif), tetapi langsung kepada rakyat pemilih karena dipilih langsung atau dipilih melalui badan pemilih (electoral college). Sistem
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan presidensial dapat dikatakan sebagai subsistem pemerintahan republik, karena hanya dijalankan dalam negara yang berbentuk republik (sesuai dengan sebutannya sebagai
sistem presidensial atau sistem pemerintahan
kepresidenan).12 c) Sistem Pemerintahan Quasi Sistem pemerintahan quasi pada dasarnya merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi yang berbeda sehingga melahirkan bentuk-bentuk semuanya. Dalam sistem quasi ini dikenal adanya bentuk quasi parlementer dan quasi presidensial. Pada sistem pemerintahan quasi presidensial, presiden merupakan kepala pemerintahan dengan dibantu oleh kabinet (ciri presidensial), tetapi ia bertanggng jawab kepada lembaga dimana dia bertanggung jawab, sehingga lembaga ini (legislatif) dapat menjatuhkan presiden/eksekutif (ciri sistem parlementer).13 d) Sistem Pemerintahan Referendum Sistem pemerintahan referendum merupakan bentuk variasi dari sistem quasi (quasi presidensial) dan sistem presidensial murni. Di dalam sistem ini, badan eksekutif merupakan bagian dari badan legislatif. Badan eksekutif yang merupakan bagian dari badan legislatif adalah badan pekerja legislatif. Jadi, dalam sistem ini badan legislatif membentuk sub badan di dalamnya sebagai pelaksana
12 13
Ibid, hlm 14 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi… Op.cit, hlm 153
Universitas Sumatera Utara
tugas pemerintah. Pengawasan terhadap badan legislatif dilakukan langsung oleh rakyat yang mempunyai hak pilih yang dilakukan dalam bentuk referendum. Berkenaan dengan pengawasan rakyat dalam bentuk referendum, dikenal adanya dua macam mekanisme, yakni : 1) Referendum Obligatoir, yakni referendum untuk menentukan apakah rakyat menyetujui atau tidak berlakunya suatu peraturan atau undang-undang yang mengikat rakyat seluruhnya. Referendum ini bersifat mutlak atau wajib diberikan oleh rakyat karena peraturan atau undang-undang tersebut sangat penting. Contohnya persetujuan yang diberikan rakyat terhadap pembuatan Undang-Undang Dasar. 2) Referendum Fakultatif, yakni referendum untuk menentukan apakah suatu peraturan atau undang-undang yang telah ada dapat terus diberlakukan ataukah harus dicabut. Referendum ini merupakan referendum yang tidak wajib karena diberikan terhadap undang-undang biasa yang kurang pentingnya yang dilakukan setelah suatu undang-undang itu diumumkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Lembaga Kepresidenan di Indonesia Lembaga Kepresidenan (presidential institution) merupakan istilah yang sering digunakan dalam berbagai arti, dalam bahasa Indonesia, perkataan presiden dipergunakan dalam dua arti; yaitu lingkungan jabatan (ambt) dan pejabat (ambtsdrager). Sedangkan dalam bahasa asing, seperti bahasa Inggris, untuk lingkungan jabatan digunakan istilah presidency atau jika sebagai ajektif
Universitas Sumatera Utara
dipergunakan istilah presidential, sedangkan sebagai pejabat digunakan istilah president.14 Sebagai suatu negara yang berbentuk republik, Indonesia dipimpin oleh oleh seorang kepala ngara yang disebut dengan Presiden. Ketentuan mengenai presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini dikarenakan, di Indonesia sendiri sebagai negara yang berbentuk republik dan menerapkan sistem presidensial, jabatan presiden merupakan suatu jabatan yang sangat penting yakni sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (chief exeutive). Sebagai suatu jabatan yang sangat penting maka masalah pengisian jabatan (ambtsbezetting), pengaturan kewenangan dan mekanisme pemakzulan (impeachment) juga merupakan hal yang sangat penting sehingga harus diatur dalam hukum dasar atau dalam Undang-Undang Dasar. Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa presiden memegang
kekuasaan
pemerintahan
menurut
UUD.
Artinya,
presiden
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan (chief executive). Hal ini ditegaskan kembali dalam bagian penjelasan UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden merupakan kepala kekuasaan eksekuif dalam negara. Selain itu juga di bagian
penjelasan
umum bagian
IV
dikatakan
bahwa
Presiden
ialah
penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah majelis. Selain sebagai kepala pemerintahan, di Indonesia Presiden juga berkedudukan sebagai kepala negara. Tetapi di dalam batang tubuh UUD NRI Tahun 1945 tidak ada satu pasal yang menyebutkan dan menerangkan hal 14
Bagir Manan, Lembaga… Op.cit, hlm 1‐2
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Tetapi dasar konstitusional yang mendukung hal tersebut dapat ditemukan dalam penjelasan pasal 10 yang menyatakan bahwa kekuasaankekuasaan Presiden dalam pasal ini merupakan konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai kepala negara. Selain itu dalam penjelasan tentang MPR juga disebutkan bahwa majelis mengangkat kepala negara (presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).15 Sebelum adanya amandemen UUD NRI Tahun 1945, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandem, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (pemilu). Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan Wakil Presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik, Presiden dan Wakil Presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan pemerintahan, Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Presiden dan Wakil Presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. UUD NRI Tahun 1945 menempatkan kedudukan presiden pada posisi yang sangat penting dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, yakni sebagai kepala pemerintahan (chief executive) dan sebagai kepala negara (head of state). Oleh karena itu kekuasaan yang dimiliki oleh presiden menembus area kekuasaan 15
Ibid, hlm 113‐114
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan yang lain seperti kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Sebagai seorang kepala negara, menurut UUD NRI Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut : a. Membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 11); b. Mengangkat duta dan konsul (pasal 13 ayat (1)). Duta adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat itu. Sedangkan konsul adalah lembaga yang mewakili negara Indonesia di kota tertentu di bawah kedutaan besar kita; c. Menerima duta dari negara lain (pasal 13 ayat (3)); d. Memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara Indonesia atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik Indonesia (pasal 15). Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia. Wewenang, hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan yang telah diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, diantaranya: a. Memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar (pasal 4); b. Berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR serta berhak menetapkan peraturan pemerintah (pasal 5); c. Wajib memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa;
Universitas Sumatera Utara
d. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. (pasal 14 ayat (1)). Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik atau kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau dilanggar kehormatannya; e. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat (2)). Amnesti adalah pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh negara kepada tahanan-tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisi adalah pembatalan tuntutan pidana. Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seorang presiden juga merupakan panglima tertinggi angkatan perang. Dalam kedudukannya seperti ini, menurut UUD NRI Tahun 1945, presiden mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (pasal 11 ayat (1)); b. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR (pasal 11 ayat (2)); c. Menyatakan keadaan bahaya (pasal 12).
3. Lembaga Kementerian Negara Menteri berasal dari bahasa Inggris yakni minister. Istilah minister ini merupakan suatu frasa Bahasa Inggris pertengahan, diturunkan dari Bahasa Perancis tua yakni minister, berasal dari bahasa Latin minister, yang artinya
Universitas Sumatera Utara
melayani atau pemberi pelayanan. Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, HongKong, dan Filipina, seorang menteri disebut sekretaris (secretary).16 Menteri adalah
jabatan politik yang memegang suatu jabatan publik
dalam suatu pemerintah. Menteri biasanya memimpin suatu departemen atau kementerian dan dapat merupakan anggota dari suatu kabinet. Kementerian yang dalam bahasa Inggris disebut Ministry adalah suatu organisasi khusus yang bertanggung jawab untuk sebuah bidang administrasi umum pemerintahan. Kementerian dipimpin oleh seorang menteri yang dapat memiliki tanggung jawab untuk satu atau lebih dalam menjalankan fungsi dan tugas kementerian, pejabat senior pelayanan publik, badan, biro, komisi, atau badan eksekutif lainnya yang lebih kecil, penasihat, manajerial atau organisasi administratif. Kementerian biasanya berada dalam suatu kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri, presiden, atau kanselir. Suatu pemerintahan biasanya memiliki banyak kementerian, masing-masing menangani urusan pemerintahan tertentu. Kementerian sangat bervariasi antar negara, beberapa yang umum antara lain Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan.17 Dewan menteri atau kabinet merupakan suatu alat pemerintahan yang timbulnya berdasarkan konvensi ketatanegaraan. Menurut Ismal Sunny, meskipun kabinet adalah pemegang kekuasaan eksekutif yang sesungguhnya, menterimenteri itu tidak mempunyai kedudukan hukum sebagai anggota kabinet dan
16 17
http://id.wikipedia.org/wiki/Menteri diakses pada 14 Maret 2013 http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian diakses pada 14 Maret 2013
Universitas Sumatera Utara
dalam teori hukum (legal theory) mereka hanyalah “servant of the crown”, kepada siapa kekuasaan eksekutif dibebankan.18 Di Indonesia sendiri, sebagai suatu negara yang menganut sistem presidensial,
menteri
berkedudukan
sebagai
pembantu
presiden
dalam
menjalankan pemerintahan. Menteri-menteri ini diangkat,diberhentikan serta bertanggung jawab kepada presiden. Para menteri ini membidangi urusan-urusan tertentu dalam pemerintahan, kecuali menteri koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan menteri-menteri yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kedudukan menteri-menteri ini dapat dikatakan bukanlah sebagai pegawai tinggi biasa, oleh karena menteri-menterilah yang menjalankan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executive) dalam prakteknya. Sebagai pemimpin departemen, menterilah yang paling mengetahui hal-hal mengenai lingkungan pekerjaannya. Oleh karena
itu, menteri memiliki pengaruh besar terhadap
presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemen yang dipimpinnya.
G. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputus oleh 18
Ismail Sunny dalam Titik Triwulan Tutik, Konstruksi…Op.cit., hlm 209
Universitas Sumatera Utara
hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process).19 Data-data yang disajikan dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud ialah: a) Bahan hukum primer .Yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer dalam tulisan ini diantaranya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, serta peraturan perundang-undangan lain yang masih berlaku di Indonesia. b) Bahan hukum sekunder . Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan kementerian negara, seperti: seminarseminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c) Bahan hukum tersier. Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukukm primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara peneletian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain 19
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm 118
Universitas Sumatera Utara
berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikelartikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.
H. Sistematika Penulisan Bab I :
Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai
latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian,
keaslian
penulisan,
tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II :
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia dan konstitusi negara-negara lain.
Bab III:
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, serta jabatan wakil menteri di Indonesia.
Bab IV:
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pendapat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terhadap kedudukan dan kewenangan Kementerian Negara.
Bab V :
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran mengenai pembahasan yang telah dikemukakan.
Universitas Sumatera Utara