BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan menurut garis keturunan pria. Maka kedudukan pria lebih diutamakan dari wanita. Pria adalah penerus keturunan bapaknya yang ditarik dari satu bapak asal, sedangkan wanita disiapkan untuk menjadi anak orang lain yang akan memperkuat keturunan orang lain. Oleh karena itu apabila satu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak mempunyai keturunan dikatakan “putus keturunan”. Sistem kekerabatan ini di Bali dikenal sebagai sistem keturunan laki-laki purusha.1 Bagi keluarga yang hanya memiliki anak perempuan dan sama sekali tidak diberikan keturunan anak laki-laki, maka dianggap ini sebuah malapetaka, nasib tidak mujur dan berbagai makna yang mengkhawatirkan.2 Anak perempuan, tidak sebagai penerus keturunan dalam Hukum Hindu pada Masyarakat Adat di Bali yang menganut sistem patrilinial. Apabila terjadi perkawinan di luar lingkungan keluarga purusha (sistem keturunan laki-laki), maka ia tidak mendapatkan hak terhadap harta kekayaan orang tuanya. Anak laki-laki yang mewarisi semua harta warisan, keturunan, membayar hutang orang tua, dan melakukan upacara kematian ngaben jika orang tua 1
Hilman Hadikusuma, 1987, Hukum kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta, hlm. 33 Made Aripta Wibawa, 2006, Wanita Hindu Sebuah Emansipasi Kebablasan, PT Empat Warna Komunikasi, Denpasar, hlm. 98 2
1
2
meninggal, sebab anak laki-laki sebagai garis purusha (sistem keturunan laki-laki) yang dipersiapkan untuk melanjutkan keturunan. Tidak demikian dengan nasib dan kedudukan anak perempuan, apabila anak perempuan menikah dengan orang yang bukan dalam garis purusha (sistem keturunan laki-laki) maka ia dianggap sudah keluar dari lingkungannya (clan, soroh atau marga), maka anak perempuan tidak memiliki kewajiban terhadap orang tua dan clannya. Hal tersebut menyebabkan wanita tidak diberikan hak untuk mewaris. Hanya jika saudara prianya mengikhlaskan untuk memberikan suatu pemberian sama rata atau memilih untuk tidak menikah sepanjang hidup atau wanita dapat berposisi purusha (sistem keturunan laki-laki) apabila perkawinan dilakukan dengan sistem nyentana.3 Sistem perkawinan nyentana adalah sistem perkawinan dimana pihak perempuan tidak keluar dari clan atau kerabat ayah kandungnya namun membawa pihak laki-laki masuk ke dalam kerabat ayah kandung wanita sehingga pria berubah kedudukannya menjadi wanita dan wanita berubah kedudukannya menjadi pria. Sering terjadi saat seorang anak perempuan menikah dan keluar dari lingkungan clan atau kerabat dari orang tuanya, orang tua memberikan harta sebagai bawaan dalam pernikahan yang disebut harta tetatadan (harta bawaan) seperti harta bergerak contohnya perhiasan, motor dan mobil.
3
ibid hlm. 99
3
Wanita di dalam Hukum Adat Masyarakat Bali, selain tidak memperoleh hak untuk mewarisi barang-barang tetap dari harta peninggalan orang tuanya, wanita yang suaminya meninggal dunia juga tidak berhak untuk memperoleh bagian dari harta yang selama suaminya hidup telah terkumpul sebagai harta perkawinan. Demikian juga halnya dengan wanita yang bercerai menurut Hukum Adat Masyarakat Bali, tidak memperoleh bagian apa pun dari harta perkawinan. Sudah terbiasa kita dengar bahwa perempuan Bali kawin tanpa membawa apa-apa dan ketika bercerai pulang hanya membawa kain di badan.4 Keadaan terhadap perlakuan yang diskriminatif ini kemungkinan besar masih diterima oleh banyak wanita Bali yang dengan pasrah menerima Hukum Adat tersebut, dalam perkara-perkara di pengadilan terhadap pembagian waris di Bali banyak hakim yang memutus perkara dengan berpedoman pada Hukum Adat tersebut. Mengacu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung M.A. tgl.3-12-1958 No.200 K/Sip/1958 menurut Hukum Adat Bali, yang berhak mewarisi sebagai ahli waris ialah hanya keturunan pria dari pihak keluarga pria dan anak angkat lelaki.5 Yurisprudensi Mahkamah Agung M.A tgl. 1-6-1955 No. 53 K/Sip/1952 menetapkan menurut Hukum Adat di Bali, jika seseorang wafat meninggalkan seorang anak laki-laki, maka anak itu adalah satu-satunya ahli waris, yang berhak
4
Luh Putu Anggreni “Kesetaraan Dalam Hukum Adat Bali” http://www.balisruti.or.id/kesetaraan-dalam-hukum-adat-bali.html. Diakses tanggal 18 Juni 2011 5 Subekti, 1991, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung cetakan ke 4, Alumni , Bandung, hlm. 7
4
untuk mengajukan gugatan tentang peninggalan almarhum bapaknya.6 Hal ini memberikan gambaran relasi timpang atau relasi gender antara wanita dan pria pada sistem pewarisan adat di Bali sangat jelas terungkap bahwa kedudukan wanita Bali sangat subordinatif terhadap pria Bali, dan gerakan dari pria untuk mengukuhkan proses itu sangat kuat. Hal tersebut menimbulkan keluhan-keluhan dari wanita-wanita di Bali terhadap ketidakadilan keadaan tersebut, sementara itu dalam berbagai instrumen Peraturan Perundangan Nasional telah terumus berbagai instrumen hukum yang menjamin persamaan hak antara wanita dan pria. Melihat pengaturan yang normatif seolah-olah terdapat jurang antara apa yang terumus dalam Hukum Adat di satu sisi dan Hukum Nasional di sisi yang lain. Pada kenyataan sehari-hari selalu saja dapat dijumpai perempuan-perempuan yang mengalami diskriminasi dalam hal waris, dan tidak mempunyai akses kepada Peradilan Negara.7 Dewasa ini pewarisan pada Masyarakat Adat Bali telah mengalami perkembangan khususnya terhadap persamaan hak dalam pewarisan bagi wanita Bali yang telah diatur dalam Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010, tanggal 15 oktober 2010, tentang hasil-hasil Pasamuan Agung III MUDP Bali. Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010 memutuskan mengenai kedudukan suami-
6
Ibid, hlm. 9 Sulistyowati Irianto, 2005, Perempuan di Antara Berbagai Pilihan Hukum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm.4 7
5
istri dan anak terhadap harta pusaka dan harta gunakaya, termasuk hak waris anak perempuan (anak kandung maupun anak angkat). Secara singkat, hak waris anak perempuan menurut Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010 sebagaimana dijelaskan oleh pakar Hukum Adat FH Unud Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H.,M.Si sebagai berikut “Sesudah 2010 wanita Bali berhak atas warisan berdasarkan Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP (Majelis Utama Desa Pakraman) Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010, 15 Oktober 2010. Wanita Bali menerima setengah dari hak waris purusha setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Hanya jika kaum wanita Bali yang pindah ke agama orang lain, mereka tidak berhak atas hak waris. Jika orangtuanya ikhlas, tetap terbuka dengan memberikan jiwa dana atau bekal sukarela”.8 Salah satu implementasi keputusan MUDP ini terlihat di Kota Denpasar, di mana di Denpasar Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/ KeP/ Psm-3/ MDPBali/ X/ 2010 ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Bali di Desa Pakraman mereka. Masyarakat diberi kebebasan untuk menggunakan sistem patrilineal seperti kebiasaan yang ada atau menggunakan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/ KeP/ Psm-3/ MDPBali/ X/ 2010. Konsekuensi bagi masyarakat yang menggunakan keputusan MUDP sebagai dasar pembagian warisnya tidak mengikat siapapun. Bentuk pewarisan yang ada saat ini yaitu mayorat anak laki-laki tetap dapat digunakan di Masyarakat Adat Bali, karena memang tidak ada pelarangan atau sanksi apapun bagi masyarakat yang menggunakan dasar pembagian waris berdasarkan Keputusan MUDP (Majelis Utama Desa Pakraman).9 8
Bali Post, “Wanita Bali Multi Fungsi Tetapi dipinggirkan” http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=32&id=62487 Diakses tanggal 25 februari 2013. 9 Rimawati,Tody Sasmitha, 2012, “Hak Waris Anak Perempuan Pada Masyarakat Bali Berdasarkan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP
6
Melihat fenomena tersebut di atas, secara singkat wanita Bali yang telah menikah dan tidak menjadi purusha berhak untuk mewaris, memperoleh
harta
orang
tua
atau
suaminya,
namun
di
dalam
implementasinya salah satu contoh yang terdapat di Kota Denpasar hasilhasil keputusan MDP (Majelis Desa Pakraman) Bali ini merupakan pilihan hukum di dalam proses pembagian waris bagi anak perempuan. Penulis melalui penelitian ini mengkaji mengenai proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM3/MDP BALI/X/2010, serta pembagian waris bagi wanita dalam Hukum Waris Adat Bali, dan penyelesaian pembagian waris bagi wanita jika tejadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010 di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Bali.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010 ?
BALI/X/2010 Tentang Hasil Pasamuhan Agung III MUDP Bali”, Laporan akhir penelitian, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, hlm. 36
7
2. Bagaimanakah pembagian waris bagi wanita dalam Hukum Waris Adat yang dijalankan masyarakat Bali di Kecamatan Buleleng setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010 ? 3. Bagaimanakah penyelesaian pembagian waris bagi wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010 di Kecamatan Buleleng?
C. Keaslian Penelitian Berdasarkan eksplorasi penulis, belum ada penulis lain yang melakukan kajian tentang penelitian ini dalam bentuk skripsi, tesis atau penelitian yang lain. Namun demikian, ada beberapa tulisan lain yang mirip dengan tema ini, yaitu terhadap penelitian yang berjudul: 1. ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BATAK KARO MENURUT HUKUM ADAT (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542 K/Pdt/1999 tanggal 24 Mei 2000)”. Ditulis oleh Maya Kania pada Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
8
Adapun rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah:10 a. Apakah putusan pengadilan terhadap sengketa pembagian warisan Nampat Sitepu telah sesuai dengan ketentuan Hukum Adat pada masyarakat Batak Karo ? b. Dasar hukum manakah yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara pembagian waris pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542K/Pdt/1999 tanggal 24 Mei 2000 mengenai persamaan dan hak yang sama anak perempuan dan anak laki-laki dalam pembagian harta warisan terhadap harta yang ditinggalkan oleh pewaris ? Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian “ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BATAK KARO MENURUT HUKUM ADAT (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542 K/Pdt/1999 tanggal 24 Mei 2000)” adalah mengenai temanya yaitu mengenai kedudukan anak perempuan dalam pewarisan. Berbeda mengenai rumusan masalah dan tempat penelitian. Penelitian yang dilakukan penulis menjelaskan mengenai proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010, serta pembagian waris bagi wanita dalam Hukum Waris Adat Bali, dan penyelesaian pembagian waris bagi
10
Maya Kania, “Analisis Yuridis Terhadap Hak Waris Anak Perempuan Pada Masyarakat Batak Karo Menurut Hukum Adat (Studi Kasus putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542/K/Pdt/1999” tanggal 24 Mei 2000)”, Tesis, Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, hlm.8
9
wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010. Lokasi penelitian dalam penelitian ini di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Bali. 2. Penelitian yang berjudul “HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BALI BERDASARKAN KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN BALI NOMOR 01/KEP/PSM/-3/MDP BALI/X/2010/ TENTANG HASIL PASAMUHAN AGUNG III MUDP BALI.
Ditulis
oleh
Rimawati,S.H.,M.HUM
dan
Tody
Sasmitha,S.H.,LL.M. Adapun rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah:11 a. Bagaimanakah
dampak
hak
waris
anak
perempuan
pada
masyarakat Bali berdasarkan Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No.01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010 di Kota Denpasar dan konsekuensinya terhadap bentuk pewarisan yang ada saat ini ? b. Bagaimanakah pelaksanaan pewarisan atas anak perempuan pada masyarakat Bali berdasarkan Keputusan Pesamuan Agung III MUDP
Bali
No.01/Kep/PSM-3MDP
Bali/X/2010
di
Kota
Denpasar ?
11
Rimawati, Tody Sasmitha, 2012, Hak Waris Anak Perempuan Pada Masyarakat Bali Berdasarkan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/2010 Tentang Hasil Pasamuhan Agung III MUDP Bali, Laporan akhir penelitian, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, hlm. 5
10
Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian “HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BALI BERDASARKAN KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN BALI NOMOR 01/KEP/PSM/-3/MDP Bali/X/2010/ TENTANG HASIL PASAMUHAN AGUNG III MUDP BALI”, adalah mengenai temanya yaitu mengenai kedudukan anak perempuan dalam pewarisan, dan acuan permasalahannya yaitu mengenai waris terhadap perempuan yang didasarkan kepada Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM3/MDP Bali/X/2010. Berbeda mengenai rumusan masalah dan tempat penelitian. Penelitian yang dilakukan penulis memaparkan mengenai proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010, serta pembagian waris bagi wanita, setelah berlakunya Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010 dan penyelesaian terhadap pembagian waris bagi wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010. Lokasi penelitian dalam penelitian ini di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Bali.
D. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk dapat menjawab rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini diuraikan dari rumusan masalah di atas yaitu:
11
1. Untuk mengetahui, memahami, dan mengungkapkan proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP (Majelis Utama Desa Pakraman) Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010. 2. Untuk mengetahui, memahami dan mengungkapkan pembagian warisan bagi wanita yang dijalankan masyarakat Bali di Kecamatan Buleleng
Kabupaten
Buleleng
setelah
berlakunya
Keputusan
Pasamuan Agung Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010. 3. Untuk mengetahui, memahami dan mengungkapkan penyelesaian yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng mengenai pembagian waris bagi wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010.
E. Manfaat Penelitian Penelitian tentang Pembagian Waris Bagi Wanita Dalam Hukum Waris Adat Bali Setelah berlakunya Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010 di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Bali, diharapkan akan berguna dan membawa manfaat bagi semua pihak dari segi praktis atau teoritis. Adapun penjelasan yang lebih rinci mengenai kegunaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jika dikaji dari sudut pandang teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan
12
Hukum Waris Adat pada khususnya, agar permasalahan terhadap pewarisan dapat dikaji secara mendalam. 2. Jika dikaji dari sudut pandang praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait bagi pembangunan Negara dan Bangsa: a. Bagi masyarakat, harapan penulis adalah dapat membantu masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai masalah Hukum Waris Adat Bali, sehingga diharapkan masyarakat dalam melakukan proses waris khususnya bagi Masyarakat Bali di Indonesia dapat memperoleh keadilan terhadap pewarisan tanpa membedakan anak laki-laki maupun anak perempuan. b. Bagi notaris, harapan penulis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran untuk notaris Indonesia dalam memberikan penyuluhan hukum kepada klien khususnya dalam hal pembagian warisan pada Masyarakat Bali mengenai kedudukan anak perempuan sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pihak. c. Bagi Pengadilan, harapan penulis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada hakim di dalam memutus perkara-perkara yang berkaitan dengan pewarisan adat Bali.