BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan (Syamsuddin, 1986:2). Bahasa merupakan alat yang dipakai untuk memengaruhi dan bahasa sebagai tanda yang jelas dari kepribadian yang baik dan buruk. Bahasa yang benar digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, pembentukan kata, penyusunan kalimat, dan penataan penalaran. Selain bahasa yang baik, ada pula bahasa yang buruk dengan pola sistematis kaidahnya kurang ditata baik sehingga struktur kalimat tertata tidak beraturan dan dalam pengucapan baik dalam penulisan. Pada hakikatnya pengucapan bahasa antarpenutur mampu disampaikan melalui ekspresi bahasa lisan. Wacana percakapan adalah interaksi lisan bersemuka antara dua partisipan atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu (Jumadi, 2005:35). Bahasa
lisan
lebih
Bahasa,/27,10,2011).
dinamis
daripada
Sebagai
alat
bahasa
tulis
komunikasi,
(www.google/...Ragam
bahasa
digunakan
untuk
mengomunikasikan pikiran dan perasaan yang dapat berupa pikiran dan perasaan yang baik dan dapat pula sebaliknya. Dalam bahasa
lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat
1
2
untuk mengungkapkan ide. Dalam ilmu komunikasi, yang dimaksud dengan komunikasi verbal dalam pernyataan emosi tidak hanya lisan tetapi meliputi komunikasi nonverbal. Dengan kata lain, komunikasi verbal merupakan proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan bahasa secara lisan. Melalui komunikasi lisan penutur tentu berharap apa yang disampaikan dapat dipahami secara tepat oleh sesama, sedangkan komunikasi nonverbal merupakan bahasa tubuh manusia yang berperan untuk menyampaikan sesuatu dalam bentuk isyarat, seperti ekspresi muka yang marah dan mata yang melotot. Sikap bahasa siswa SMP saat ini yang sering muncul ketika salah satu di antara siswa tersebut mengekspresikan posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Artinya, bahasa Indonesia kata sikap dapat mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, prilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan, yaitu pandangan pendirian, keyakinan, atau pendapat sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian. Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Sikap bahasa dapat diselidiki dengan mengetahui kapasitas nilai keseharian siswa dan nilai akhir siswa yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penulis mengangkat penyelidikan ini untuk memudahkan dan lebih tepat menentukan siswa yang akan dijadikan objek penelitian yang lebih akurat. Pernyataan
emosi
siswa
berbahasa
dapat dikaji dengan mengetahui kapasitas nilai keseharian siswa dan nilai rapor akhir
3
siswa, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penulis mengangkat objek ini untuk memudahkan dan menentukan siswa yang lebih akurat. Siswa SMP remaja yang sering atau tergantung dengan situasi dapat menyatakan suatu pernyataan emosi karena faktor keadaan tidak sengaja atau disengaja dan tuntutan lingkungan, artinya ketika pembicara (decoding) sebagai pembicara pertama yang membuka dialog tanpa sengaja mengatakan kata atau kalimat yang kurang baik didengar dan melukai perasaan pendengar (deconding) adalah penerima yang mengalami ketersinggungan. Dalam keadaan tersebut, komunikasi verbal berubah menjadi tidak seimbang dengan perasaan tenang biasanya sehingga penyiar dan penerima mengalami gangguan emosional secara tidak langsung melukai perasaan masing-masing. Di samping itu, output adalah satuan lingual yang diproduksi oleh pembicara dan input adalah satuan lingual yang diterima oleh pendengaran (Dharmowijono dan Suparwa, 2009:30-32). Perasaan yang dimiliki siswa SMP sangat berbeda dengan yang lain, hal itu dapat dikaji melalui suatu proses berbahasa, tingkah laku dan karakter-karakter. Tindakan ekspresi yang sering dijumpai berupa perasaan gembira, rasa sayang, tertawa, tetapi terkadang perasaan gembira dapat berubah menjadi marah, jengkel, benci, dendam dan seterusnya, perasaan-perasaan seperti ini disebut sebagai emosi (Albin, 1986:19). Secara umum pernyataan emosi siswa SMP berbeda-beda. Kemarahan setiap orang tidak bisa ditebak secara pasti karena gejala yang diperlihatkan kadang kala tidak sesuai dengan kenyataannya. Misalnya, siswa yang jengkel belum tentu dia emosi begitu pula siswa yang marah terkadang bisa saja tenang bahkan malah tertawa. Hartley (1982:16 dalam Pateda, 1986:1) mengatakan
4
bahwa psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak dalam memores dan menghasilkan ujaran-ujaran dan dalam akusisi bahasa. Ini membuktikan bahwa setiap pikiran dalam ujaran akusisi bahasa di otak berbeda bentuk pengungkapannya. Siswa yang ditentukan dengan nilai rapor rendah, sedang, dan tinggi bukanlah suatu hal baru yang patut untuk disalahartikan. Pada tingkat perbedaan, besar kemungkinan sikap dan prilaku anak-anak siswa yang telah dibagi tersebut berbeda dalam tingkah laku mereka yang dirunut dari pernyataan emosi berbahasa Indonesia siswa SMP tersebut. Pernyataan emosi berbahasa Indonesia pada siswa SMP dapat berbentuk kata, frasa, klausa dan kalimat, baik kalimat yang berfungsi menggenerasikan struktur batin yang mempresentasikan makna kalimat. Hasil penerapan struktur batin tersebut bisa dikenai aturan transformasi untuk mengubahnya menjadi struktur lahir. Keluaran dari komponen sintaktik tanpa transformasi disebut struktur batin, sedangkan keluaran setelah transformasi dinamakan struktur lahir. Komponen sintaksis mempunyai dua bagian utama, yaitu kaidah dasar dan kaidah transformasi. Kaidah dasar berisi sejumlah kaidah pola kalimat (struktur frasa) dan leksikon yang berfungsi sebagai daya generatif untuk menciptakan kalimat dalam struktur batinnya. Struktur batin itu diubah dengan kaidah transformasi sehingga menjadi kalimat struktur lahir. Sebagai contoh, I Wayan Budi Darmawan adalah siswa SMP Dharma Wiweka. Sosok Budi pendiam dan tidak banyak bergaul dengan teman-temannya. Terkadang ketika mata pelajaran Matematika, Budi mulai merasa marah pada dirinya yang kurang pintar. Emosi yang timbul dalam dirinya adalah bersikap tenang, tetapi
5
dalam pikiran dan perasaannya emosi karena dirinya kurang pintar di antara temanteman lain. Ungkapan kalimat yang diungkapkan sebagai berikut. Bu Murni mudah-mudahan tidak bersekolah untuk mengajar hari ini. Ungkapan emosi disampaikan Budi sebagai contoh kalimat di atas dalam bentuk kalimat harapan dengan kata mudah-mudahan. Kajian ini membentuk komponen semantik pemberian linguistik yang memberikan penjelasan mengenai kemampuan berbicara siswa untuk menentukan arti kalimat yang diucapkan dalam bentuk pernyataan harapan. Selain membentuk komponen semantik membahas arti dan atau makna (Verhaar, J.W.W, 2010:67). Bisa saja kalimat yang diungkapkan I Wayan Budi Darmawan hanya sedikit dalam satu pernyataan emosi, tetapi dalam hati penutur atau sebut saja Satria Wibawa lebih mengeskpresikan atau meluapkan semua dialog kata-kata. Contohnya: 1) Bangsat 2) Brengsek 3) Aduh ! 4) Males Kata yang diungkapkan oleh I Wayan Budi Darmawan dalam satu pernyataan emosi pada penutur ke petutur atau hanya mengekspresikan pada dirinya lewat ungkapan semua amarah dalam bentuk dialog disebut Parsprototo merupakan majas
6
yang menyebutkan sebagian atau salah satu bagian untuk menyatakan hal atau benda secara keseluruhan (KBBI, 1997: 402). Ungkapan emosi seseorang yang tidak bisa diluapkan dengan kalimat, tetapi hanya dengan satu kata. Pada ungkapan tersebut sering digunakan oleh siswa ketika guru mengajukan pertanyaan kepada siswa terkadang siswa tersebut tidak bersuara, tetapi ekspresi wajah dan bahasa dalam hati lebih terlihat. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel pada SMP Dharma Wiweka berdasarkan nilai rata-rata, nilai ulangan murni cawu dua kelas VIII tahun ajaran 2013/2014. Dalam kaitan pentingnya pernyataan emosi pada diri siswa sebagai salah satu faktor penting untuk lebih mengetahui emosi siswa tersebut dengan menentukan nilai rapor. Penelitian ini mengenai “Pernyataan Emosi Berbahasa Indonesia Siswa SMP Dharma Wiweka Denpasar: Kajian Psikolinguistik” belum ada yang meneliti mengenai ungkapan emosi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Siswa yang diteliti tidak semua tetapi siswa yang ditentukan sesuai kebutuhan. Analisis dilakukan pada ungkapan dialog spontanitas yang terjadi di ruang kelas atau di luar kelas, karena pada siswa SMP memiliki emosi yang belum stabil Penelitian ini ditekankan pada dialog dalam bentuk kalimat dan kata.
7
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah yang diteliti adalah sebagai berikut. 1) Situasi psikolinguistik apa sajakah yang menyertai pernyataan emosi pada siswa? 2) Ungkapan verbal apa saja yang merupakan penyebab emosi pada siswa dengan kajian struktur batin dan truktur lahir? 3) Faktor-faktor nonverbal apa sajahkah yang menunjukkan ungkapan emosi siswa?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian akan dirumuskan menjadi dua, yakni tujuan secara umum dan secara khusus. Kedua tujuan itu diuraikan seperti berikut. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pada linguistik dan lebih dikembangkan oleh mahasiswa Universitas Udayana dengan matakuliah Psikolinguistik guna mengupas habis situasi emosi dan faktor yang terjadi. Selain itu, dapat mengapresiasikan pedoman karya penelitian bagi guru yang ingin mengetahui perkembangan-perkembangan prilaku dalam pernyataan emosi berbahasa Indonesia siswa khususnya di sekolah SMP Dharma Wiweka Denpasar.
8
1.3.2 Tujuan Khusus Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, secara khusus tujuan penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui situasi psikolinguistik yang menyertai pernyataan emosi pada siswa. 2) Untuk mengetahui ungkapan verbal yang merupakan penyebab emosi pada siswa dengan kajian struktur batin dan struktur lahir. 3) Untuk megetahui faktor-faktor nonverbal yang menunjukkan ungkapan emosi siswa.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut bisa dipaparkan sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian yang dilakukan ini dapat bermanfaat untuk memperkaya kajian keilmuan Psikolinguistik. Penelitian ini menerapkan teori linguistik sebagai manfaat dari teori psikolinguistik yang telah dipelajari. Hal ini diharapkan akan menunjang pengembangan penelitian pada masa mendatang dalam bidang kajian sintaksis khususnya mengenai pernyataan emosi berbahasa Indonesia siswa SMP pada saat situasi emosi.
9
1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberikan masukan kepada mahasiswa Universitas Udayana, bahwa dengan mempelajari ilmu psikolinguistik akan memperkaya pengetahuan di bidang bahasa dan bidang kejiwaan sehingga memperpadukan kedua ilmu tersebut sebagai data yang berkorespondensi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang akan dilakukan ini hanya terbatas pada pernyataan emosi berbahasa Indonesia siswa SMP, dalam ungkapan ekspresi emosi berbahasa nonverbal dan verbal dengan ungkapan berbicara, tingkah laku, baik di kelas maupun di luar kelas serta dialog yang dikaji berupa bentuk kalimat yang diungkapkan oleh akusisi bahasa. Fokus penelitian dikhususkan pada siswa kelas VIII SMP Dharma Wiweka tahun ajaran 2013/2014.
1.6 Kajian Pustaka Penelitian tentang analisis psikolinguistik keemosian siswa berbahasa Indonesia di SMP Dharma Wiweka Denpasar sampai pada saat ini belum pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini, berdasarkan tinjauan maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji. Pertama, Darma Laksana (2003) melakukan penelitian dalam disertasinya berjudul “Tabu dalam Bahasa Bali”, Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian itu berasal dari pandangan Douglas, penggolongan sumpah serapah dari Montagu.
10
Data yang dianalisis dalam penelitian itu adalah data bahasa Bali “Lumrah”, yaitu Bahasa Bali sebagaimana yang digunakan oleh orang Bali sehari-hari. Temuan dalam kajian itu ada beberapa hal yaitu Darma Laksana menyatakan bahwa orang Bali mewujudkan prilaku verbalnya atas tabu dalam kebudayaannya dengan menggunakan metafora dan metonimia (bahasa majas), teknonim serta penggunaan sumpah serapah. Lebih lanjut, Darma Laksana menyatakan bahwa dalam masyarakat Bali, variabel yang dominan mempengaruhi adalah perbedaan jenis kelamin dan asal kabupaten. Hal tersebut sehubungan tentang penelitian ini. Kajian itu, memiliki kontribusi dalam hal mengetahui bagaimana bentuk, makna, fungsi, pelanggaran dan sanksi tabu dalam bahasa Bali sehingga dapat dijadikan pembanding dalam penelitian ini. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Nengah Suandi (2007) dengan disertasinya berjudul “Tindakan Komunikasi Verbal dan Nonverbal Masyarakat Pedesaan Bali”, dalam rangka mewujudkan komunikasi yang efektif di lingkungan masyarakat bilingual sekaligus yang situasinya diglosik seperti dalam masyarakat pedesaan di Bali yang hingga kini masih mengenal adanya sistem “Wangsa”. Keharusan memilih dan memilah bahasa dan ragam bahasa terutama yang berkaitan dengan “sor singgih basa” tampaknya tidak dapat dihindarkan dengan tindakan berkomunikasi antarsesama masyarakat pedesaan Bali dan masyarakat lainnya. Nengah suandi mengungkapkan bahwa tindak komunikasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu tindakan komunikasi verbal dalam penelitian ini adalah tindakan seseorang dalam berkomunikasi yang berupa ucapan atau kata-kata, sedangkan tindakan komunikasi nonverbal adalah tindakan seseorang dalam
11
berkomunikasi bukan berupa ucapan tetapi gerakan anggota badan seperti gerakan kepala, gerakan tangan, atau kombinasi satu dengan yang lain. Lebih lanjut, Nengah Suandi mengkaji dalam kajiannya bahwa tindakan komunikasi masyarakat pedesaan Bali dalam memilah dan memilih ragam bahasa masih ada yang mengira bahwa penggunaan dua bahasa dapat berpenggaruh negatif adapula yang mengira positif penggunaan bahasa tersebut tergantung pada siapa yang membawakannya dalam bentuk tindakan komunikasi verbal dan nonverbal. Ketiga, Dianita (2006) melakukan penelitian dengan disertasi berjudul “Makian dalam Bahasa Madura”. Dianita mengkaji bahwa makian merupakan salah satu tuturan spontan dalam setiap masyarakat tutur seperti juga dalam masyarakat tutur. Secara psikologis, emosi merupakan stimulus makian yang melahirkan makian sebagai responnya. Makian dalam bahasa Madura bersumber dari beberapa referensi seperti bagian tubuh manusia, binatang, makhluk halus, kekurangan mental, sesuatu yang buruk, seks, dan fisik seseorang. Keempat, Simpen (2011) dalam orasi ilmiahnya berjudul “Fungsi Bahasa dan Kekerasan Verbal dalam Masyarakat”, memaparkan bahwa kekerasan verbal masih saja terjadi di masyarakat yaitu, kekerasan verbal di rumah, sekolah atau kampus, dan di tempat kerja. Simpen menyatakan bahwa kekerasan verbal bersumber dari gender, usia, serta kekayaan, atau kepintaran. Kelima, penelitian Rajeg (2013) berjudul “Metafora Bahasa Indonesia”. Penelitian ini berfokus pada metafora emosi bahasa Indonesia, metafora yang dikaji oleh Rajeg merupakan fenomena yang menarik dan dapat ditemukan dalam
12
kehidupan sehari-hari. Metafora konseptual yang khas emosi dalam bahasa Indonesia ialah kontrol objek bergerak dengan ungkapan verbal dan kekuatan alam untuk emosi amarah, lanjut Rajeg menyatakan metafora linguistik sebagai fenomena bahasa dan metafora konseptual sebagai fenomena pikiran yang difokuskan pada metafora emosi dalam bahasa Indonesia. Keenam, Sabilah (2014) dalam makalah seminar nasional bahasa ibu berjudul “Struktur dan Peran Verbal Emosi Bahasa Jawa Timur melalui Teori Natural Semantics” memaparkan bahwa verba emosi Bahasa Jawa Timur tergolong klasifikasi verba keadaan yang penerapan makna aslinya direpresentasikan oleh leksikon rasa „merasakan‟. Dimensi baru pada verba keadaan verbal emosi bahasa jawa timur sering muncul berupa pemetaan eksponen dan eksplikasi berbentuk parafrasa terhadap leksikon verba keadaan. Variasi makna polisemi takkomposisi banyak ditemukan karena Bahasa Jawa memiliki tingkatan bahasa yang disebut dengan undhak-undhuk yaitu Jawa Krama Inggil, Madya dan Ngoko. Baik Darma Laksana, Nengah Suandi, Dianita, Simpen, Made Rajeg maupun Sabilah, penelitiannya mencangkup masyarakat pada umumnya. Artinya, penelitian terhadap pernyataan emosi berbahasa Indonesia siswa SMP Dharma Wiweka belum dilakukan secara khusus. Yang membedakan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian sebelumnya adalah sasaran objek kajiannya. Objek kajian pada penelitian yang dilakukan ini adalah kekerasan verbal yang terjadi dalam berbahasa Indonesia di Kota Denpasar. Lebih khusus lagi adalah siswa SMP. sebaliknya, pada penelitian
13
sebelumnya adalah masyarakat Bali, masyarakat Madura, dan masyarakat Jawa Timur.
1.7 Konsep Penelitian Konsep-konsep yang dijelaskan dalam penelitian ini pengertian linguistik, psikolinguistik, proses kognitif, emosi, dan fungsi bahasa. a)
Linguistik Linguistik adalah ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai
objek kajiannya (Chaer, 2002:3). Linguistik sangat luas kajiannya. Oleh karena itu, linguistik memiliki berbagai cabang linguistik. Pertama, menurut objek kajiannya dibagi menjadi dua, yaitu linguistik mikro yang mengkaji struktur internal bahasa itu sendiri, sedangkan linguistik makro adalah linguistik yang bidang kajiannya adalah faktor di luar bahasa. Kedua, menurut kajiannya ada dua yaitu linguistik teoritis dan linguistik terapan. Ketiga, ada dua yaitu linguistik sejarah dan sejarah linguistik. Dalam kaitannya dengan psikologi, linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang mencoba mempelajari hakikat bahasa, struktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu bekerja, dan bagaiman bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari lingusitik, sedangkan linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi (Chaer, 2002:5).
14
b)
Psikolinguistik Psikolinguistik adalah ilmu hibrida yakni, ilmu yang merupakan gabungan
antara dua ilmu psikologi dan lingustik (Dardjowidjojo, 2012:2). Psikolinguistik bermula dari adanya ketertarikan pakar linguistik pada bidang psikologi dan adanya pakar psikologi yang berkecimpung dalam linguistik. Kemudian berlanjut dengan adanya kerja sama antara pakar linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncul pakar-pakar psikolinguistik sebagai disiplin ilmu. Psikolinguistik merupakan sebuah disiplin ilmu yang berada di antara psikologi dan linguistik atau kebahasaan. Dengan kata lain, psikolinguistik merupakan disiplin ilmu yang bertujuan mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Lado (dalam file.upi.edu/…Psikolinguistik/, 2013) mendefinisikan psikolinguistik sebagai pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, yang tidak mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri. Objek psikolinguistik adalah bahasa, gejala jiwa, dan hubungan di antara keduanya. Bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa. Bahasa dilihat dari aspek psikologis, yakni proses bahasa yang terjadi pada otak, baik pada otak pembicara maupun otak pendengar. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan
15
kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat itu. Dikaitkan dengan komunikasi, psikolinguistik memusatkan perhatian pada modifikasi pesan selama berlangsungnya komunikasi dalam hubungan dengan ujaran dan penerimaan atau pemahaman ujaran dalam situasi tertentu. Berdasarkan batasanbatasan yang disebutkan di atas, terdapat pandangan sebagai berikut. Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak. Psikolinguistik berhubungan langsung dengan proses dan menafsirkan kode. Psikolinguistik sebagai pendekatan, psikolinguistik menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa. Perubahan bahasa, dan psikolinguistik membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar dalam kaitannya dengan bahasa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa objek psikolinguistik adalah bahasa juga, tetapi bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dengan gejala jiwa. Dengan kata lain, bahasa yang dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang emosi akan lain perwujudan bahasa yang digunakan dengan orang yang sedang bergembira. Titik berat psikolinguistik adalah bahasa, dan bukan gejala jiwa. Itu sebabnya, dalam batasan-batasan psikolinguistik selalu ditonjolkan proses bahasa
16
yang terjadi pada otak, baik proses yang terjadi di otak pembicara maupun proses yang terjadi di otak pendengar. c)
Kognitif Menurut Kurt Lewin (dalam Soemanto, 2012:129), kognitif merupakan
tingkah laku hasil interaksi antarkekuatan-kekuatan, baik yang dari luar diri individu, tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan. Kognitif melibatkan siswa dalam situasi belajar secara langsung dan memperoleh pemecahan masalah dalam proses belajar mengajar di ruang kelas berupa tingkah laku siswa dengan pernyataan emosi berbahasa Indonesia dengan berbagai situasi pada setiap siswa yang dibagi berdasarkan nilai rendah, sedang dan tinggi,
artinya untuk menentukan siswa emosi harus ditinjau dari segi nilai
keseharian dan nilai rapot barulah siswa tersebut ditetapkan sebagai siswa emosi. Istilah yang perlu dimengerti juga adalah kognisi. Kognisi adalah istilah yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, dan penalaran. Kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk mengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai. Karena itu, pendidikan tidak cukup dengan sekedar mengejar masalah kecerdasan emosionalnya saja. Berbagai potensi anak didik atau subyek belajar lainnya juga harus mendapatkan perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal.
17
Oleh karena, itu aspek rasa atau emosi maupun keterampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. d) Emosi Emosi adalah perasaan yang dialami muncul dalam diri dengan berbagai nama seperti sedih, gembira, kecewa, semngat, marah, benci, dan cinta (Albin, 1986:11). Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut kondusif, dalam arti kondisinya diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnya. Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecerdasan emosional, perasaan tertekan. Kehidupan sosial pada jenjang siswa ditandai dengan menonjolnya fungsi kecerdasan dan emosional. Emosi merupakan luapan perasaan yang berkembang sebagai reaksi psikologis-fisiologis dan surut dalam waktu singkat. Emosi bersifat subjektif, emosi ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Para psikolog mengkaji emosi dengan memberi perhatian yang sesuai dengan urgensinya dalam kehidupan manusia. Emosi punya pengaruh terhadap kesehatan mental dan fisik manusia, serta pengaruh terhadap perilaku pribadi dan sosial. Emosi dengan pengertian ini, berpengaruh
18
terhadap segala aspek kepribadian individu, luar dan dalam. Emosi dirasakan secara psiko-fisik karena terkait langsung dengan jiwa dan fisik. e)
Fungsi Bahasa Fungsi bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 2002:33). Dalam kajian psikolinguistik, para ahli linguistik menemukan bahwa bahasa itu bukan hanya memengaruhi pikiran melainkan juga berfungsi meningkatkan pikiran. Fungsi demikian itu dapat dirasakan oleh siapa saja yang belajar melalui jasa bahasa, lisan atau tertulis. Wardhaugh mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun, fungsi ini sudah mencangkup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy yang diambil salah satunya disebut fungsi ekspresi. (Michel, 1967:51 dalam Chaer, 2002:33). Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi sosial. Ini adalah dasar atau hakikat bahasa sejak kelahirannya. Sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk berinteraksi antarwarga masyarakat bahasa itu. Karena bahasa digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak dan perilaku serta keperluan manusia dalam kehidupan. 1.8 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan atas beberapa acuan teori yang relevan dengan masalah yang dibahas. Masalah yang dibahas berkaitan dengan dua bidang kajian ilmu, yaitu linguistik dan psikolinguistik. Adapun
19
teori yang digunakan adalah teori belajar bahasa, teori sampling, teori transformasi generatif, teori peristiwa tutur, dan teori kecerdasan emosional. Teori-teori tersebut dijelaskan sebagai berikut. a) Teori Belajar Bahasa J.B Watson merupakan sarjana pertama di Amerika Serikat yang mengungkapkan teori belajar bahasa. Teori Watson ini yang dipakai membahasa masalah pada nomor satu dan dua dalam penelitian ini. Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadi refleks atau respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosional berupa takut, cinta, marah (Soemanto, 2012:125). Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan stimulus respon baru melalui conditioning. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. Teori belajar bahasa, yaitu pengaruh lingkungan (pendidikan, belajar, pengalaman) dalam perkembangan individu. Watson berpendapat bahwa reaksireaksi kodrati yang dibawa sejak lahir itu sedikit sekali. Kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan karena latihan dan belajar. Watson mengadakan eksperimen tentang perasaan takut pada anak menggunakan tikus atau kelinci. Dari hasil percobaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah dan dilatih. Anak mulanya tidak takut pada kelinci dibuat menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak itu dilatih pula untuk tidak takut lagi terhadap kelinci.
20
b) Teori Sampling Penelitian ini menggunakan teori sampling untuk membahas masalah pada nomor satu. oleh Godfrey H. Thomson pada tahun 1916, 1948 mengajukan sebuah teorinya yang disebut teori sampling (Soemanto, 2012:146). Menurut teori ini, intelegensi merupakan berbagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya sebagai gambaran, misalnya saja dunia nyata terdapat kemampuan atau bidang-bidang pengalaman setiap kelas yang diambil A, B, C, D, E, F, G, H, I. kecerdasan emosional bergerak dengan sampel artinya yang diteliti hanya kelas E, F, G, H, I. c) Teori Transformasi Generatif Penelitian ini menggunakan teori generatif yang membahas masalah pada nomor dua dan nomor tiga mengenai hubungan bahasa dan pikiran. Noam Chomsky, sarjana linguistik Amerika mengajukan kembali teori klasik yang disebut hipotesis nurani (Chomsky, 1957, 1965, 1968 buku Darmowijono, 2009:12-14). Sebenarnya teori ini tidak secara langsung membicarakan hubungan bahasa dengan pemikiran, tetapi dapat menarik kesimpulan mengenai hal itu karena Chomsky sendiri menegaskan bahwa pengkajian bahasa membukakan perspektif yang baik dalam pengkajian proses mental (pemikiran) manusia. Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa dalam adalah nurani. Artinya, rumus -rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang anak-anak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan struktur bahasa dalam yang bersifat
21
universal. Chomsky yang sejalan dengan pandangan rasionalis, bahasa-bahasa yang ada di dunia adalah sama karena didasari oleh satu sistem yang universal hanyalah pada tingkat dalamnya saja yang disebut struktur-dalam, pada tingkat luar atau struktur luar bahasa-bahasa itu berbeda-beda. Chomsky berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa adalah sama. Struktur dalam setiap bahasa bersifat otonom ada hubungannya dengan sistem kognisi (pemikiran) pada umumnya termasuk kecerdasan. Menurut Chomsky, suatu teori linguistik yang memiliki kekuatan menjelaskan harus mampu mengadakan evaluasi tata bahasa mana yang harus dipilih berdasarkan kecocokkannya dengan data primer. Dalam model 1965 untaian akhir disebut sebagai “Struktur Batin” dimana leksikalnya belum tersusun. Perbedaan antara kalimat inti dan kalimat turunan, subkomponen dasar memberikan output struktur batin bagi setiap kalimat bersifat unik dan menunjukkan penandaan yang menunjukkan jenis kalimat serta jenis transformasi yang dituntut.. Korpus ujaran itu dapat diartikan kesimpulan-kesimpulan umum atau kaidah umum tata bahasa yang dapat digunakan untuk memprediksikan semua ujaran kalimat yang dapat dihasilkan oleh seorang penutur asli bahasa itu. Generatif Transformasi dikemukakan oleh Noam Choamsky. Dalam bukunya yang berjudul Syntactic Structure diutarakan bahwa bahasa berkaitan dengan aktivitas mental yang sehubungan juga dengan probilitas dan bukan berhadapan dengan data kajian yang tertutup dan selesai sehingga dapat dianalisis dan didekskripsikan secara pasti.
22
d) Teori Peristiwa Tutur Proses komunikasi menimbulkan peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tutur. Teori ini digunakan untuk membahas masalah nomor satu. Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, dan Lieonie, 2004:47). Misalnya, interaksi yang berlangsung antara siswa dan siswi sekolah
pada
waktu
tertentu
dengan
menggunakan
bahasa
sebagai
alat
komunikasinya, maka hal itu disebut peristiwa tutur. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur merupakan gejala individu bersifat psikologis, dan keberlangsungannya di tentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. e) Teori Kecerdasan Emosional Penelitian ini menggunakan teori kecerdasan emosional membahas masalah pada nomor satu dan nomor dua. Goleman berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan, kesadaran diri, motivasi diri dan lain-lain www.blogspot/...Kecerdasan Emosional/, 27, 10, 2011. Golemen mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Golemen mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
23
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosinya pada porsi yang tepat untuk memilah kepuasan, serta mengatur suasana hati serta mengatur keadaan jiwa.
1.9 Data dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Keadaan siswa mulai diamati dari 18 November sampai 18 Desember 2013. Tidak semua siswa kelas VIII diambil sebagai sampel berjumlah tiga puluh, yang diambil hanyalah yang relevan dengan tujuan penelitian. Siswa tersebut dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Soemanto, (2012:146) mengemukakan bahwa purposive sampling merupakan berbagai kemampuan sampel untuk pemilihan sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat dan inteligensi siswa populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
1.9.1. Metode dan Teknik Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga metode dan teknik untuk memperoleh hasil penelitian, yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik penganalisian data, dan metode teknik penyajian analisis data. Uraian selanjutnya dapat diperhatikan di bawah ini.
24
1.9.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, dan metode wawancara. a) Metode Simak Penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak berupa penyimakan dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2007:93). Menyimak adalah langkah awal yang dilakukan dengan memperhatikan dan
mempelajari
dengan seksama objek yang diteliti yaitu pernyataan emosi berbahasa Indonesia siswa SMP Dharma Wiweka pada penggunaan bahasa siswa emosi yang terjadi dalam situasi yang berbeda. Penggunaan bahasa baik lisan maupun tertulis jika dimungkinkan, peneliti tampil dengan sosoknya sebagai orang yang sedang menyadap pemakaian bahasa seseorang (berpidato di ruang kelas, diskusi, dan dialog). Pertama, teknik yang digunakan adalah teknik simak libat cakap maksudnya penulis melakukan penyadapan itu dengan cara berpartisipasi sambil menyimak berpartisipasi dalam berbicara, menyimak pembicaraan atau langsung dalam dialog. Kedua, teknik yang digunakan adalah teknik catat yang dilakukan ketika menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan di atas dengan penggunaan bahasa secara tertulis, dalam penyadapan itu penulis hanya dapat menggunakan teknik catat sebagai gandengan teknik simak bebas libat cakap, yaitu mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitinya dari penggunaan bahasa sebagai tertulis tersebut.
25
Ketiga, simak bebas libat cakap pada teknik ini penelitian melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak para informan dalam hal ini, peneliti terlibat langsung dalam dialog (Mahsun, 2007:256) . b. Metode Wawancara Wawancara merupakan metode cakap karena cara yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah melakukan percakapan dengan informannya. Pada pelaksanaan teknik wawancara semuka ini peneliti langsung melakukan percakapan dengan penggunaan bahasa sebagai informan, maksudnya pancingan dapat muncul di tengah-tengah percakapan (Mahsun, 2007:250). Setelah teknik simak dan pencatatan selesai, dengan menggunakan teknik wawancara, siswa ditanyai lebih jelas tentang penyebab terjadinya pernyataan emosi berbahasa Indonesia ketika sedang dalam situasi tersebut. Teknik wawancara juga digunakan untuk penyempurnaan hasil penelitian, yaitu untuk melengkapi beberapa informasi yang kurang. Sasaran wawancara adalah siswa SMP Dharma Wiweka kelas VIII dengan populasi 5 kelas dengan total seluruh siswa 156, wawancara siswa yang bersampel 30 untuk mengetahui lebih lanjut. Siswa yang telah di wawancarai maka diberi kuesioner yang berupa daftar pertanyaan dalam bentuk diskusi sehinggah lebih mudah menentukan siswa yang emosi. Data sekunder dikumpulkan dari kuesioner atau daftar pertanyaan 50 halaman yang disebarkan kepada siswa dan respons dari responden penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan penelitian dalam mengetahui fenomena emosi responden dalam
26
menuturkan pernyataan emosi berbahasa Indonesia. Sejumlah pertanyaan mengenai pendapat penutur siswa tentang emosi yang dibagi atas beberapa pilihan yaitu selalu, hampir selalu, sering, kadang-kadang, jarang, hampir tidak pernah, dan tidak pernah. Pengumpulan data tersebut dikumpulkan untuk menentukan tingkat emosi siswa dalam penelitian sehingga data ini mendapatkan hasil yang relevan. 1.9.3 Metode dan Teknik Pengolahan Data Pada tahap analisis data penelitian ini menggunakan metode analitik deskriptif secara kualitatif. Metode ini dilakukan dengan cara analisis data yang dikumpulkan adalah setiap pernyataan emosi siswa berbahasa Indonesia berupa dialog atau ekspresi lalu diolah dengan metode deskriptif analisis akan digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data, menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Juga digunakan untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu objek penelitian. Deskriptif adalah berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada, baik kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang telah berlangsung dan berkembang. Dengan kata lain, metode deskriptif adalah memberikan gambaran yang jelas dan akurat tentang material atau fenomena yang diselidiki data deskriptif (Sudaryanto, 1992:16). 1.9.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Hasil penelitian ini disajikan dengan metode informal. Metode informal adalah metode yang penyajiannya dalam bentuk kata-kata (Sudaryanto 1992:145). Metode informal menyajikan kaidah atau hasil penelitian secara verbalitas atau
27
dikatakan metode informal merupakan penyajian data. Metode informal pada analisis bentuk situasi psikolinguistik yang menyatakan kemarahan siswa dalam bentuk emosi. Metode informal pada analisis ungkapan verbal yang merupakan penyebab emosi pada siswa dengan kajian struktur batin dan struktur lahir dengan diklasifikasikan berdasarkan pernyataan emosi siswa. Metode informal pada analisis faktor yang menunjukkan ungkapan kemarahan siswa adalah menguraikan tuturan yang sudah diklasifikasikan berdasarkan faktor penyebab terjadinya pernyataan emosi dalam bentuk nonverbal.