1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan komunikasi hadir mengelilingi kehidupan manusia sehari-hari. Kegiatan ini mendorong manusia untuk terus berhadapan langsung dengan bahasa. Mau tidak mau bahasalah yang menjadi ujung tombak dalam kegiatan berkomunikasi antarmanusia. Dengan menggunakan bahasa manusia dapat berinteraksi dengan manusia lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dikaitkan dengan komunikasi, ada dua macam jenis komunikasi jika dilihat dari prosesnya. Komunikasi yang pertama adalah komunikasi secara langsung, sebagai contoh adalah ketika berdialog, berdiskusi, bersenda gurau, mengobrol, dan banyak lagi. Komunikasi yang kedua adalah komunikasi secara tidak langsung, sebagai contoh surat, sms, faximile, karya sastra, dan lain-lain.
Khusus yang disebutkan terakhir, akan dibicarakan lebih lanjut pada bab ini dan bab-bab selanjutnya. Karya sastra merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari pola pikir manusia. Karya sastra dibuat dengan pelbagai interaksi yang dialami oleh pengarang dan kemudian dikonstrusikan sehingga menjadi sebuah karya sastra. Karya sastra menjadi alat pelepas rasa gundah, rasa gelisah, rasa marah, rasa cinta, rasa benci, dan lain-lain. Fungsi yang seperti itu dipakai ketika pencipta karya sastra ingin mengungkapkan sesuatu yang langsung bersinggungan
2
dengan kehidupan duniawinya. Cukup banyak karya sastra yang mengandung unsur realitas kehidupan duniawi di dalamnya. Karya sastra yang seperti inilah yang sering dianggap representasi dari sosial yang mengelilingi pencipta karya sastra. Akan tetapi, anggapan itu tidak selamanya benar, karya sastra tersebut bisa saja menjadi kamuflase terhadap diri yang sesungguhnya dari sang pencipta karya sastra. Walaupun begitu, anggapan-anggapan itu akan menjadi nilai jual lebih terhadap karya sastra.
Ada tiga macam karya sastra yang menjadi sarana pengungkapan relung jiwa pengarang. Ketiganya, yaitu puisi, prosa, dan drama. Khusus prosa ada beberapa macam, yaitu cerpen dan novel. Novel belakangan ini menjadi komoditi yang bagus bagi penggiat karya sastra untuk berkreasi. Novel menjadi satu-satunya karya sastra yang banyak dibaca baik dari kalangan muda maupun kalangan tua. Hal ini dapat dibuktikan dengan melimpahnya novel yang beredar di toko-toko buku, bandingkan dengan puisi atau drama yang kurang diperhitungkan keberadaannya. Novel belakangan ini menjadi sasaran empuk pengarang dalam rangka meningkatkan eksistensinya dalam dunia sastra. Selain itu, seperti yang diungkapkan sebelumnya novel menjadi alat untuk mengungkapan fenomena sosial yang ada di sekeliling seorang pengarang.
Berkaitan dengan fenomena, novel menawarkan fenomena-fenomena sosial. Damono (2013: 2) menyatakan bahwa karya sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan merupakan kenyataan sosial. Di dalam sebuah novel, kenyataan sosial tersebut diwakili oleh hadirnya tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Tokoh membawa suasana novel menjadi lebih hidup. Tokoh
3
menyajikan fenomena-fenomena sosial yang bisa membuat pembaca seakan-akan ikut mengalami apa yang terjadi di dalam novel. Tokoh-tokoh yang disajikan di dalam novel tentunya sangat beragam mengikuti alur cerita dan tema cerita yang ingin ditampilkan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa novel yang notabene merupakan karya sastra dipakai oleh pengarang untuk menuangkan fenomena sosial yang ada di sekelilingnya. Selain itu, novel dapat dikatakan sebagai representasi fenomena sosial manusia dalam kehidupannya. Dengan kata lain, novel merupakan salah satu karya sastra yang menerjemahkan perjalanan hidup manusia ketika manusia tersebut berhubungan langsung dengan peritiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya. Pendidikan menjadi salah satu perjalanan hidup yang berhubungan langsung dengan fenomena sosial.
Fenomena sosial yang berkaitan dengan dunia pendidikan salah satunya adalah perkuliahan. Perkuliahan adalah salah satu bentuk fenomena sosial yang terjadi di dalam dunia akademik. Perkuliahan berisi interaksi manusia dengan manusia yang lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan kognitif. Hal itu menyebabkan manusia dengan manusia yang lain saling bersinggungan, berselisih paham, dan tidak menutup kemungkinan bertengkar. Seperti yang kita tahu bahwa interaksi sosial dapat dilakukan di berbagai tempat terutama ditempat pembelajaran seperti di kampus.
Komunikasi di kampus dapat saling membuat manusia mengenal manusia yang lain. Di kampus bahkan bisa mempererat hubungan pertemanan karena tanpa suatu komunikasi seseorang tidak akan bisa mengenal orang-orang disekitarnya dikarenakan interaksi sangat berperan penting bagi makhluk sosial orang pun
4
sangat merasakan betapa pentingnya interaksi. Karena tanpa berinteraksi biasanya manusia sulit untuk mengenali lingkungan dan sekitarnya terutama orang-orang yang sering mereka temui dan orang pun mengalami pengalaman tersebut ketika pertama kali orang kuliah memang orang rasa sulit untuk berinteraksi dengan teman-teman karena rata-rata belum saling mengenal satu sama lain. Namun, ketika orang mulai membuka topik pembicaraan dan mulai mengenalkan diri akhirnya mereka pun bisa berinteraksi dengan orang pentingnya komunikasi dan interaksi dapat orang rasakan. Di manapun seperti di tempat umum yang menurut orang interaksi itu sangat diperlukan dan memang harus dilakukan. Namun, orang pun merasa orang harus bisa berinteraksi dengan orang lain lebih baik lagi,karena orang ingin memberkati seseorang melalui banyak hal yang dibicarakan terutama soal kehidupan sehari-hari dan permasalahan-permasalahan hidup. Hal tersebut karena dahulu pertama orang memasuki dunia kampus orang merasa canggung berinteraksi. Namun, ketika orang mulai memberanikan diri akhirnya orang bisa mengenal orang-orang disekitarnya. Orang yang belum dikenal berpikir bahwa mereka tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Padahal interaksi di dalam dunia pendidikan menjadi hal yang sangat diperlukan agar orang bisa survive dalam rangka pemenuhan kebutuhan kognitif. Interaksi sosial di kampus merupakan hal yang sangat utama karena dengan begitu orang bisa mengenal teman-teman di kampus satu sama lain sehingga orang pun tidak merasa sendiri.
Kampus tidak hanya menjadi lembaga pendidikan, melainkan juga menjadi lembaga sosial yang bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan hidup dalam bermasyarakat. Soekanto (1988: 177) mengungkapkan bahwa di dalam lembaga sosial terdapat pranata sosial. Pranata sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan
5
dan norma-norma untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Orang-orang yang bersentuhan langsung dengan kampus harus menyadari bahwa dia sedang berada di lingkungan yang berisi norma-norma sosial. Kampus tersebut menjadi tempat formal ditegakkannya norma-norma sosial yang akan berujung pada meningkatnya moral-moral rakyat bangsa. Tentunya novel menjadi sarana yang bagus untuk memuat fenomena-fenomena yang ada di dalam dunia pendidikan tinggi.
Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan menawarkan bacaan yang berkenaan dengan fenomena sosial di lingkungan kampus. Novel ini memuat dilema seorang wanita yang hidup di dalam asrama kampus. Dia seorang muslimah yang taat. Tubuhnya dihijabi oleh jubah dan jilbab besar. Hampir semua waktunya dihabiskan untuk sholat, baca Al-Qur’an dan berzikir. Dia memilih hidup yang sufistik yang demi ghirah kezuhudannya kerap dia hanya mengonsumsi roti ala kadarnya di sebuah pesantren mahasiswa. Citacitanya hanya satu: untuk menjadi muslimah yang beragama secara kaffah.
Tapi di tengah jalan ia diterpa badai kekecewaan. Organisasi garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di Indonesia yang di idealkannya bisa mengantarkannya berIslam secara kaffah ternyata malah merampas nalar kritis sekaligus imannya. Setiap tanya yang dia ajukan dijawab dengan dogma yang tertutup. Berkali-kali digugatnya kondisi itu tapi hanya kehampaan yang hadir.Akhirnya kekecewaan pun hadir dalam benaknya. Banyak sekali kejanggalan yang ditemukan pada saat menjalani proses sufinya. Rekan-rekan seorganisasianya tidak ada yang bisa menjawab semua yang ada di dalam
6
pikirannya. Tuhan yang selama ini dia agung-agungkan seperti “lari dari tanggung jawab” dan “emoh” menjawab keluhannya.
Dalam keadaan kosong itulah dia terjerembab dalam dunia hitam. Ia lampiaskan frustasinya dengan free sex dan mengonsumsi obat-obat terlarang. “Aku hanya ingin Tuhan melihatku. Lihat aku Tuhan! Kan kutuntaskan pemberontakanku pada-Mu!” katanya setiap kali usai bercinta yang dilakukannya tanpa ada secuilpun rasa sesal. Dari petualangan seksnya itu tersingkap topeng-topeng kemunafikan dari para aktivis yang meniduri dan ditidurinya – baik aktivis sayap kiri maupun sayap kanan (Islam) – yang selama ini lantang meneriakkan tegaknya moralitas. Selain itu, terkuak pula sisi gelap seorang dosen kampus matahari terbit Yogyakarta yang bersedia menjadi germonya dalam dunia remang pelacuran yang ternyata anggota DPRD dari fraksi yang selama ini bersikukuh memperjuangkan tegaknya syariat Islam di Indonesia. Dengan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa kejadian yang dialami tokoh merupakan representasi dari banyaknya fenomena sosial yang ada di dalam masyarakat. Banyaknya kejadian yang bersifat sosial menimbulkan kecurigaan bahwa novel ini memuat representasi fenomena sosial yang mungkin ada kemiripannya dengan realita sosial. Representasi tersebut memberikan gambaran kepada pembaca sebuah realita kehidupan yang terjadi di Indonesia. Novel ini tidaklah beda dengan novel yang lainnya, yaitu novel yang memiliki struktur secara otonom yang mengikat unsur yang satu dengan unsur yang lainnya.
Berkaitan dengan struktur, studi (kajian) sastra struktural tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai objek kajiannya. Di sini yang menjadi objek
7
kajiannya adalah sistem sastra, yaitu seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsurunsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh. Meskipun konvensi yang membentuk sistem sastra itu bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu, namun studi sastra struktural beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsur yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra. Novel (karya sastra) merupakan sebuah struktur, sehingga karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsurunsurnya terjadi hubungan yang timbal balik dan saling menentukan.Menurut pemikiran strukturalisme, dunia karya sastra merupakan susunan hubungan daripada benda-benda. Sebuah struktur dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling hubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur karya sebagai bagian dari struktur tidak mempunyai makna sendiri. Analisis struktural sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya bahwa setiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.
Studi yang berkaitan tentang hal tersebut menjadi studi wajib yang ada di dalam perguruan tinggi, khususnya dalam Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Di dalam program studi ini, objek kajian tersebut memiliki peran yang cukup vital karena kajian prosa fiksi membawa mahasiswa menjalani perannya
8
sebagai analis karya sastra. Mata kuliah yang mengampu masalah ini adalah Kajian Prosa Fiksi dan Drama Indonesia. Kajian Prosa Fiksi dan Drama Indonesia merupakan salah satu mata kuliah pokok. Dalam struktur program yang disebut mata kuliah bidang studi (MKBS) di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia program S-1. Mata kuliah ini memberikan pengalaman kepada mahasiswa untuk melakukan kajian terhadap prosa fiksi Indonesia (dalam hal ini cerpen atau novel Indonesia) berdasarkan disiplin ilmu sastra. Mata kuliah ini bertujuan agar setelah mahasiswa mengikuti mata kuliah ini memiliki kemampuan mengkaji teks naratif (prosa fiksi) Indonesia berdasarkan disiplin ilmu sastra. Tujuan mata kuliah ini lebih menitikberatkan pada aspek keterampilan mengkaji sebagai bekal untuk menjadi sarjana Bahasa dan Sastra Indonesia yang mumpuni.
Dengan adanya mata kuliah tersebut apapun karya sastranya (khususnya prosa fiksi) menjadi menarik untuk dianalisis. Selain bertujuan seperti yang dibahas sebelumnya, mata kuliah ini berguna untuk membantu mahasiswa memperdalam wawasan kesastraan, mengembangkan kemampuan dalam memahami dan menghayati karya sastra, menguasai berbagai teori dan pendekatan kesastraan yang relevan dengan pengkajian prosa fiksi dan drama, yang ditunjukkan dengan penulisan prosa fiksi dan drama sebagai fenomena sastra. Tentunya yang menjadi titik akhir dalam mata kuliah ini adalah mengaplikasikannya dan juga membagikan ilmunya kepada siswa-siswa jika kelak menjadi seorang guru.
Penelitian sosiologi sastra bukanlah sebuah penelitian yang baru. Penelitian ini sudah dilakukan dari munculnya tentangan terhadap strukturalisme. Oleh karena itu, sebelumnya ada beberapa penelitian sosiologi sastra yang telah terlebih dahulu
9
muncul, salah satunya yaitu W. R. Sihombing mahasiswa USU yang meneliti karya-karya Putu Wijaya dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan struktural. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan W. R. Sihombing adalah objek dan muatan fenomenanya. Penelitian ini berobjek pada sebuah novel karya Muhidin M. Dahlan, sedangkan penelitian W. R. Sihombing berobjek pada karya Putu Wijaya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, permasalahan yang akan dibahas kali ini adalah “Fenomena Sosial dalam Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur Karya Muhidin M. Dahlan dan Rancangan Pembelajaran Sastra di Perguruan Tinggi ”.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah utama pada penelitian ini adalah bagaimanakah fenomena sosial dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan dan rancangan pembelajaran sastra di perguruan tinggi? Berdasarkan rumusan masalah utama tersebut, di bawah ini berisi rincian masalah yang akan dibahas. Rincian masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah fenomena sosial keagamaan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 2. Bagaimanakah fenomena sosial pertemanan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 3. Bagaimanakah fenomena sosial persahabatan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 4. Bagaimanakah fenomena sosial permusuhan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan?
10
5. Bagaimanakah fenomena sosial pendoktrinan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 6. Bagaimanakah fenomena sosial organisasi dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 7. Bagaimanakah fenomena sosial asusila dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 8. Bagaimanakah fenomena sosial kemiskinan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 9. Bagaimanakah fenomena sosial percintaan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan? 10. Bagaimanakah fenomena sosial pendidikan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacurkarya Muhidin M. Dahlan? 11. Bagaimanakah rancangan pembelajaran novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan di perguruan tinggi?
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan utama pada penelitian ini adalah mendeskripsikan fenomena sosial dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan dan rancangan pembelajaran sastra di perguruan tinggi. Berdasarkan tujuan penulisan utama tersebut, di bawah ini berisi deskripsi tujuan penulisan yang berasal dari rumusan masalah. Adapun tujuan penulisannya sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan fenomena sosial keagamaan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 2. Mendeskripsikan fenomena sosial pertemanan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan.
11
3. Mendeskripsikan fenomena sosial persahabatan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 4. Mendeskripsikan fenomena sosial permusuhan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 5. Mendeskripsikan fenomena sosial pendoktrinan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 6. Mendeskripsikan fenomena sosial organisasi dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 7. Mendeskripsikan fenomena sosial asusila dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 8. Mendeskripsikan fenomena sosial kemiskinan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 9. Mendeskripsikan fenomena sosial percintaan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 10. Mendeskripsikan fenomena sosial pendidikan dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan. 11. Menyusun rancangan pembelajaran novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan di perguruan tinggi.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk hal sebagai berikut: 1.
Memberikan informasi kepada pembaca khusus maupun pembaca umum mengenai fenomena sosial dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan;
12
2.
penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi yang sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, khususnya di bidang analisis sosiologi dan struktur novel dan diharapkan dapat membantu peneliti-peneliti lain dalam usahanya menambah wawasan yang berkaitan dengan analisis sosiologi dan struktural novel. Selanjutnya bagi pembelajaran sastra di perguruan tinggi, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu tambahan bahan pembelajaran dalam menganalisis sosiologi dan struktur dalam karya sastra khususnya novel.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup sebagai berikut: 1.
Sumber data penelitian ini adalah novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan;
2.
objek penelitian ini adalah fenomena sosial dan struktur novel yang terdapat di dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan.