BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG MASALAH
Kebutuhan energi listrik untuk keperluan manusia akan semakin meningkat pemakiannya, dikarenakan energi listrik merupakan energi yang mudah dibangkitkan, disalurkan atau didistribusikan walaupun dengan jarak yang sangat jauh, serta dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Dan energi listrik tidak dapat menimbulkan bahaya pencemaran lingkungan hidup, proses inilah yang dinilai lebih efisien, efektif, dan ekonomis dibandingkan dengan bentuk energi yang lainnya. Petir merupakan suatu kendala yang sangat serius karena mampu merusak infrastuktur yang telah disambarnya. Besarnya arus puncak petir 60 kA sampai dengan 200 kA atau lebih, dimana sambaran petir baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan kerusakan pada menara transmisi dari satu jaringan ke satu jaringan yang lainnya. Menara transmisi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menyalurkan tegangan dari pembangkit hingga ke konsumen. Menara transmisi dalam penyaluran tegangan kadang mengalami suatu kendala gangguan,gangguan yang sering terjadi diakibatkan oleh sambaran petir. Pada daerah Jatirangun – Kelapa Dua Pernah mengalami gangguan dalam penyaluran tegangan listrik akibat sambaran petir dimana daerah tersebut menggunakan menara transmisi dengan tegangan 150 kV. Maka dengan alasan-alasan tersebut penulis mengevaluasi ganguan petir pada menara transmisi 150 kV dengan mengetahui jumlah sambaran petir yang terjadi. Sehingga dapat 1
diketahui dengan konfigurasi menara dan susunan kawat tersebut mampu tidaknya atau dengan kata lain efesien tidaknya kawat tanah serta komponen yang lain berfungsi meredam gangguan akibat sambaran petitr
1.2.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengevaluasi jumlah sambaran petir dan jumlah gangguan petir pada menara transmisi 150 kV didaerah JATIRANGUNKELAPA DUA.
1.3.
PEMBATASAN MASALAH
Supaya tidak terjadi permasalahan yang lebih meluas, dalam penulisan tugas akhir ini penulis membatasi ruang lingkup permasalahan yaitu: •
Radius Efektif Kawat Tanah Dengan Korona.
•
Menghitung Impedansi Surja Kawat Tanah dan Faktor Gandengannya.
•
Impedansi surja Menara.
•
Nilai koefisien terusan pada menara
•
Tegangan pada puncak menara
•
Koefisien pantulan pada menara untuk gelombang yang dating pada puncak menara
•
Tegangan pada isolator
•
Luas bayang – bayang listrik
2
1.4.
METODE PENULISAN
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode-metode penelitian sebagai berikut: a.
Studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan, membaca, mengolah data dari buku-buku referensi, jurnal, artikel dan lain-lain yang berhubungan dengan tugas akhir ini.
b.
Pengambilan data di PT PLN (PERSERO) penyaluran dan pusat pengatur beban Jawa Bali region Jakarta dan Banten.
c.
Memformulasikan masalah dengan memasukan rumus-rumus yang akan digunakan dalam analisa.
d.
1.5.
Menganalisa data yang didapat.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sebagai gambaran secara umum mengenai tugas akhir ini dan untuk mempermudah pembahasan, maka penulisan dilakukan dengan menggunakan sistematika yang terdiri atas 5 bab. Bab dua memuat tentang jaringan transmisi tegangan tinggi, saluran transmisi dan gangguannya, komponen-komponen utama dari saluran transmisi, karakteristik transmisi, sambaran petir, sambaran petir kearah menara transmisi, mekanisme terjadinya petir. Bab tiga memuat materi penelitian dan merumuskannya untuk dibahas kemudian. Bab empat memuat tentang analisa dan pembahasan dari materi data dan penelitian yang didapat dari PT PLN (persero), menganalisa dan menghitung besarnya jumlah gangguan petir. Sedangkan bab lima merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
3
4
BAB II JARINGAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI 2.1.
UMUM
Saluran transmisi dalam hal ini adalah menara atau tiang gawang yang berfungsi untuk membawa tenaga listrik dari pusat-pusat pembangkit ke pusat-pusat beban melalui saluran tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi. Tingkat tegangan yang lebih tinggi selain untuk memperbesar daya hantar dari saluran berbanding lurus dengan kuadrat tegangan juga untuk memperkecil rugi-rugi daya dan jatuh tegangan pada saluran. Ada dua kategori saluran transmisi yaitu saluran udara (overhead lines) dan saluran kabel tanah (underground cable). Saluran udara menyalurkan tenaga listrik melalui kawat-kawat yang digantung pada menara dan tiang transmisi dengan perantara isolator-isolator, sedang kategori menyalurkan tenaga listrik melalui kabel-kabel yang tanam permukaan tanah. Kedua cara penyaluran diatas ada untung dan ruginya. Dibandingkan saluran udara, saluran bawah tanah tidak terpengaruh oleh cuaca buruk, taufan, hujan angin, bahaya petir dan sebagainya, lagi pula saluran bawah tanah lebih indah karena tidak menggangu pemandangan. Karena alasan terakhir ini, saluransaluran bawah tanah lebih disukai, terutama untuk daerah yang padat penduduknya dan di kota-kota besar. Namun biaya pembangunannya lebih mahal dibandingkan dengan saluran udara, dan perbaikannya lebih sukar bila terjadi gangguan hubung singkat.
4
2.2.
MACAM – MACAM SALURAN TRANSMISI
Saluran transmisi terdiri atas tiga macam yaitu: •
Saluran Transmisi Jarak Pendek
•
Saluran Transmisi Jarak Menengah
•
Saluran Transmisi Jarak Panjang
2.2.1. Saluran Transmisi Jarak Pendek Saluran transmisi pendek dapat dilihat pada gambar 2.1. di bawah ini. Dimana IS dan IR merupakan arus pada ujung penerima, sedangkan VS dan VR adalah tegangan saluran terhadap netral pada ujung pengirim dan ujung penerima. Rangkaian itu dapat diselesaikan seperti halnya dengan rangkaian ac seri yang sederhana. Karena tidak terdapat cabang paralel (shunt), arus pada ujung – ujung pengirim dan penerima akan sama besarnya, dan
Is = IR
(2.1)
Tegangan pada ujung pengirim adalah
VS = V R + I R Z
(2.2)
Dimana: Z adalah zl, yaitu impedansi seri keseluruhan saluran
5
Gambar 2.1. Rangkaian ekivalen suatu saluran transmisi pendek
2.2.2. Saluran Transmisi Jarak Menengah Admintansi shunt yang biasanya merupakan admintansi murni, dimasukkan dalm perhitungan untuk saluran jarak menengah. Jika keseluruhan admintansi shunt saluran dibagi dua sama besar dan ditempatkan masing –masing pada ujung pengirim dan ujung penerima, rangkaian yang terbentuk dinamakan suatu π nominal. Kita akan berpedoman pada gambar 2.2 untuk menurunkan persamaan – persamaan. Untuk mendapatkan suatu rumus VS kita lihat bahwa arus dalam kapasitansi pada ujung penerima adalah V R Y
2
dan arus dalam cabang seri adalah I R + VR Y . Jadi 2
Y ⎞ ⎛ VS = ⎜V R + I R ⎟ Z + V R 2 ⎠ ⎝
⎛ ZY ⎞ VS = ⎜ + 1⎟ VR + ZI R ⎝ 2 ⎠
6
(2.3)
(2.4)
Untuk menurunkan IS kita perhatikan bahwa arus dalam kapasitansi shunt pada ujung pengirim adalah VS Y , yang dengan ditambahkan pada arus dalam cabang seri 2 memberikan
I S = VS
Y Y + VR + IR 2 2
(2.5)
Dengan memasukan VS, seperti diberikan pada persamaan (2.4), ke dalam persamaan (2.5) kita dapatkan
ZY ⎞ ⎛ ZY ⎛ ⎞ I S = V R Y ⎜1 + + 1⎟ I R ⎟+⎜ 4 ⎠ ⎝ 2 ⎝ ⎠
Gambar 2.2. Rangkaian π nominal pada saluran transmisi jarak menengah
7
(2.6)
2.2.3. Saluran Transmisi Jarak Panjang
Gambar 2.3 Saluran panjang Gambar 2.3. memperlihatkan satu fasa dan hubungan netral saluran tiga fasa . Disini tidak diperlihatkan parameter terpusat, karena kita membahas penyelesaian saluran dengan impedansi dan admintansi yang tersebar secara merata dan seragam (uniformly distributed). Diagram yang sama juga mempresentasikan saluran fasa tunggal, jika impedansi seri saluran itu adalah impedansi seri keseluruhan (loop series impedance) dari saluran fasa tunggal tersebut dan bukannya impedansi seri perfasa untuk saluran tiga fasa, sedangkan admintansi shunt adalah admintansi antar saluran untuk saluran fasa tunggal itu dan bukannya admintansi shunt ke netral pada saluran fasa tiga.
2.3.
SALURAN TRANSMISI DAN GANGGUANNYA
Tegangan pada generator besar biasanya berkisar di antara 13,8 kV dan 24 kV. Tetapi generator besar yang modern dibuat dengan tegangan yang bervariasi antara 18 kV dan 24 kV. Tidak ada suatu standar yang umum diterima untuk tegangan generator. Tegangan generator dinaikkan ke tingkat yang dipakai untuk transmisi yaitu antara 115 kV dan 765 kV. Tegangan tinggi standar (high voltages-HV standard) adalah 115, 138, dan 230 kV. Tegangan tinggi ekstra (extra high voltage-EHV) adalah 345, 500,
8
dan 765 kV. Kini sedang dilakukan penelitian untuk pemakaian tegangan tinggi ultra (ultra high voltage-UHV) antara 1000 sampai 1500 kV. Keuntungan transmisi dengan tegangan yang lebih tinggi akan menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan transmisi (transmission capability) suatu saluran transmisi. Kemampuan ini biasanya dinyatakan dengan megavolt-ampere. Kabel transmisi di bawah tanah (underground) untuk suatu tegangan tertentu kelihatannya baru dikembangkan 10 tahun setelah saluran transmisi terbuka untuk tegangan yang sama mulai dioperasikan. Dilihat dari keseluruhan panjangnya, transimisi di bawah tanah hampir-hampir dapat diabaikan saja, tetapi pertumbuhan yang diperlihatkan cukup berarti. Pemakian kabel semacam ini kebanyakan terbatas pada daerah-daerah yang padat penduduknya atau di daerah perairan yang luas. Penurunan tegangan dari tingkat tegangan transmisi pertama-tama terjadi pada stasiun-pambantu bertenaga besar, dimana tegangan yang diturunkan ke daerah antara 34,5 kVdan 138 kV, sesuai dengan tingkat kebutuhan beban yang dibutuhkan diwilayah tersebut. Setiap kesalahan dari suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya aliran arus yang normal disebut dengan gangguan. Sebagian dari gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 kV atau lebih disebabkan oleh petir, gangguan petir mengakibatkan terjadinya percikan bunga api (flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang sebab petir ada di antara penghantar dan menara atau penyangga yang ditanahkan (grounded) menyebabkan terjadi ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi (diimbas) oleh petir untuk mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini, impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netral”-nya transformator atau generator yang diketanahkan. Gangguan
9
langsung dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Dengan membuka pemutus-rangkaian akan mengisolasi bagian saluran yang terganggu dari keseluruhan sistem, aliran arus lewat jalur ionisasi akan terputus dan ini memungkinkan terjadinya de-ionisasi. Setelah proses de-ionisasi dibiarkan berjalan selama kira-kira 20 siklus pemutus-rangkaian biasanya dapat ditutup kembali tanpa menimbulkan percikan ulang. Dari pengalaman pengoperasian saluran transmisi diketahui bahwa “ultra high speed reclosing breakers” (pemutus yang menutup kembali dengan kecepatan sangat tinggi) dapat menutup kembali dengan baik setelah terjadinya gangguan yang bermacam ragam. Pada kasus ini dimana penutupan kembali berhasil dengan baik, ternyata sebagian besar dari kegagalan disebabkan oleh kesalahan lain yang permanen., dimana penutupan kembali tetap tidak akan mungkin terjadi meskipun interval antara pembukaan dan penutupan diperpanjang terus. Kesalahan permanen dapat disebabkan oleh saluran yang terhubung ke tanah, rangkaian isolator yang pecah karena sesuatu beban, misalnya beban es, kerusakan pada menara, dan karena tidak berfungsinya alat penangkal petir. Angka-angka pengalaman menunjukkan bahwa kira-kira 70% atau 80% dari gangguan saluran transmisi adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah, yang terjadi karena flashover dari saluran saja adalah gangguan yang melibatkan sekaligus tiga fasa dan disebut gangguan tiga fasa. Gangguan lain pada saluran transmisi adalah gangguan antara dua saluran dan tanah. Arus segera yang mengalir di berbagai bagian dari suatu sistem tenaga setelah terjadinya suatu gangguan berbeda dengan arus yang mengalir beberapa siklus kemudian, yaitu sesaat sebelum pemutus-rangkaian bereaksi dan memutuskan hubungan saluran pada kedua belah titik gangguan. Pemilihan yang tepat dari pemutus-rangkaian yang akan dipakai tergantung pada dua hal, yaitu besarnya arus segera setelah terjadinya gangguan dan besarnya arus yang harus diputuskan.
10
Perhitungan gangguan terdiri dari penentuan besarnya arus yang mengalir diberbagai lokasi pada suatu sistem untuk bermacam-macam jenis gangguan.
2.4.
KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA DARI SALURAN TRANSMISI
Komponen-komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari: •
Menara transmisi atau tiang transmisi besarta pondasinya.
•
Isolator-isolator.
•
Kawat penghantar (conductor), dan
•
Kawat tanah (ground wires)
2.4.1. Menara Atau Tiang Transmisi
Menara atau tiang transmisi adalah suatu bangunan penopang saluran transmisi, yang bisa berupa baja, tiang baja, tiang beton bertulang, dan tiang kayu. Tiang-tiang baja, beton dan kayu umumnya digunakan pada saluran-saluran dengan tegangan relative rendah (dibawah 70 kV) sedang untuk saluran transmisi tegangan tinggi dan ekstra tinggi digunakan menara baja, lihat gambar 2.4
11
Gambar 2.4 Menara Transmisi Menara baja dibagi sesuai dengan fungsinya, yaitu: •
Menara penyangga
•
Menara sudut
•
Menara ujung
•
Menara percabangan
2.4.2. Isolator-isolator
Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi adalah jenis porselin atau gelas. Menurut penggunaannya dan konstruksinya dikenal tiga jenis isolator yaitu: •
Isolator jenis pasak
•
Isolator jenis pos-saluran
•
Isolator gantung
12
Ketiga jenis isolator tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5
Gambar 2.5. macam-macam isolator porselin Isolator jenis pasak dan pos-saluran digunakan pada saluran transmisi dengan tegangan relaive lebih rendah (kurang dari 22-33 kV), sedang isolator gantung dapat digandeng menjadi rentengan isolator yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.4.3. Kawat Penghantar
Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran transmisi adalah tembaga dengan konduktivitas 100% (CU 100%), tembaga dengan konduktivitas 97,5% (CU 97,5%) atau aluminium dengan konduktivitas 61% (Al 61%). Kawat penghantar aluminium terdiri dari berbagai jenis dengan lambang sebagai berikut:
13
•
AAC = All-Aluminium Conductor atau suatu kawat penghantar yang seluruhnya dari aluminium.
•
AAAC = All-Aluminim Alloy Conductor yaitu suatu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran aluminium.
•
ACSR = Aluminium Conductor Steel Reinforced yaitu suatu kawat penghantar aluminium berinti kawat baja.
•
ACAR = Aluminium Conductor Alloy Reinforced yaitu suatu kawat penghantar aluminium yang diperkuat dengan logam campuran.
Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi kelemahannya ialah untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari aluminium, dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kawat penghantar aluminium telah menggantikan kedudukan tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat aluminium digunakan campuran aluminium (aluminium alloy). Untuk saluran-saluran transmisi tegangan tinggi, dimana jarak antara dua tiang atau menara jauh (ratusan meter), dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi.
2.4.4. Kawat Tanah
Kawat tanah atau “ground wires” juga disebut sebagai kawat pelindung (“shield wires”) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar dan kawat-kawat fasa dari sambaran petir. Jadi kawat tanah dipasang diatas kawat fasa. Sebagai kawat tanah umumnya dipakai kawat baja (steel wires). Kedudukan kawat tanah harus memenuhi beberapa persyaratan yang penting, antara lain:
14
•
Jarak kawat tanah di atas kawat fasa diatur sehingga dapat mencegah sambaran langsung pada kawat-kawat fasa.
•
Pada tengah gawang kawat tanah harus mempunyai jarak yang cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api selama waktu yang diperlukan untuk gelombang pantulan negatife dari menara.
•
Pada perisai terhadap gardu induk kawat tanah harus cukup panjang sehingga surja yang masuk dapat diredam sehingga tidak berbahaya.
Ada tiga besaran transmisi yang harganya ditentukan oleh kawat tanah. Ketiga besaran tersebut adalah: •
Sudut proteksi
•
Faktor gandengan
•
Impedansi surja
2.4.4.1. Sudut Proteksi
Besaran sudut proteksi merupakan faktor yang sangat menentukan koefisien fungsi kawat tanah. Sudut proteksi didefinisikan sebagai sudut antara garis vertikal yang melalui kawat tanah dan garis miring yang menghubungkan kawat fasa paling luar dengan kawat tanah.
2.4.4.2. Faktor Gandengan
Faktor gandengan menentukan besarnya tegangan yang diinduksikan kawat fasa bila sambaran petir mengenai kawat tanah atau menara. Semakin besar faktor gandengan, semakin kecil tegangan yang dipikul oleh isolator.
15
2.4.4.3. Impedansi Surja Kawat Tanah
Besar impedansi surja kawat tanah mementukan besarnya arus yang mengalir ke menara dan besarnya faktor refleksi gelombang surja yang berasal dari menara pada saat mencapai puncak menara.
2.4.4.4. Tahanan Kaki Menara
Untuk suatu gelombang petir tertentu konfigurasi menara dan jumlah isolator tertentu, lompatan isolator ditetntukan oleh besarnya tahanan kaki menara. Besarnya tahanan kaki menara didefinisikan sebagai perbedaan tegangan kaki menara dengan suatu titik yang letaknya cukup jauh dari kaki menara, ini ditentukan dengan bentuk fisik dan tahanan jenis tanah. Untuk arus surja, tahanan yang digunakan ialah tahanan menara terhadap arus impuls surja. Besar tegangan yang ditimbulkan oleh lompatan balik sangat tergantung pada besarnya tahanan kaki.
2.4.4.5. Panjang Gawang
Jumlah gangguan cenderung bertambah dengan panjang gawang, ini disebabkan panjang lintasan yang parallel dengan juga semakin panjang.
2.4.4.6.Jumlah Isolator
Besar tegangan sangat ditentukan oleh sistem pentanahan yang digunakan. Banyak isolator yang digunakan telah mengalami pengetesan impuls dengan gelombang standar 1,2 x 50 (IEC), 1 x 40 (Jepang), 1 x 50 (Jerman dan Inggris) dan 1,5 x 40 (AIEE).
16
Mengingat bahwa surja yang menyambar sistem transmisi terdiri atas sejumlah gelombang impuls yang bisa non standar, maka seharusnya ada koreksi terhadap besar tegangan lompatan impuls. Koreksi disini ialah koreksi terhadap pengaruh keadaan-keadaan udara yang berbeda dengan keadaan standar karena pengaruh udara yang meliputi pengaruh tekanan udara, suhu, dan kelembaban.
2.5.
KARAKTERISTIK TRANSMISI
Pada tahap pertama perkembangan teori tentang mekanisme sambaran petir terhadap sistem transmisi diperkirakan sambaran tidak langsung yang merupakan penyebab utama terjadinya gangguan. Pengamatan lebih lanjut (Fertesque 1938, Mc Can dan Wagner 1942) menyimpulkan bahwa tegangan yang dihasilkan oleh pelepasan muatan awan petir disekitar sistem transmisi terlalu rendah, untuk dapat menimbulkan lompatan api pada isolator sistem tegangan tinggi, karena itu untuk sistem diatas 66 kV, hanya serangan langsung saja yang memungkinkan terjadinya gangguan. Gangguan yang disebabkan sambaran langsung dapat terjadi dengan dua cara yaitu: •
Karena tidak efektifnya sistem perlindungan yang diberikan kawat tanah (shielding failure) dan yang terkena sambaran langsung dalam hal ini ialah kawat fasa.
•
Dikarenakan lompatan balik (back flashover) dalam hal ini petir menyambar kawat tanah atau puncak menara dan tahanan kaki menara. Tegangan pada isolator yang dihasilkan pada peristiwa ini dapat melampaui BIL isolator.
Gangguan tipe pertama sangat ditentukan oleh letak kawat tanah terhadap kawat fasa sangat tinggi terhadap menara dan BIL isolator. Gangguan tipe kedua ditentukan oleh
17
berbagai faktor antara lain: besar tahanan kaki menara, konfigurasi tiang, BIL isolator, lebar gawang, impedansi surja kawat tanah dan faktor gandengan kawat tanah. Parameter-parameter transmisi yang perencanaannya ditentukan oleh karakteristik petir hanyalah jumlah dan letak kawat tanah.
2.6.
SAMBARAN PETIR
Serangan petir kearah tanah atau objek yang tidak begitu tinggi, selalu diawali dengan pelepasan muatan petir ke tanah. Untuk bangunan yang sangat tinggi seperti menara, pelepasan muatan dilakukan oleh menara tersebut. Pelepasan muatan petir yang oleh mata biasa terlihat berupa kilatan (flash) tunggal sebenarnya terdiri atas sejumlah komponen yang disebut sambaran (stroke). Komponen-komponen ini bergerak secara berurutan, tetapi mempunyai sifat yang berbeda, dan merambat melalui lintasan yang sama. Untuk jarak waktu antara dua komponen yang berurutan sebesar 0,0005 detik sampai 0,5 detik. Suatu aliran perintis (pilot streamer) yang besarnya hanya beberapa ampere mendahului komponen sambaran pertama, kilatan yang dihasilkan tidak begitu terang dan kecepatannya sekitar 2 x 10-3 kecepatan cahaya. Majunya aliran perintis diikuti oleh “stepped leader” yang kecepatannya kira-kira 1/6 kecepatan cahaya dan setiap lompatan berjarak 50 meter. Ketika sambaran ke bawah hampir mencapai tanah, sering terlihat aliran pendek atau “connecting leader”. Selanjutnya dari tanah timbul sambaran balik (return stroke) kea rah atas yang terang sekali. Dengan mengikuti lintasan sambaran ke bawah, sambaran balik ini menuju awan. Muatan yang dilepaskan ke tanah akan menimbulkan arus yang besar sekali yaitu sekitar 103 ampere sampai 2 x 105 ampere. Arus inilah yang dimaksud arus surja petir.
18
Prosese pertama yaitu terjadinya sambaran ke bawah yang memerlukan waktu cukup lama sekitar 2 x 104 mikro detik, sedangkan proses selanjutnya yaitu proses timbulnya sambaran balik yang memakan waktu 50 mikro detik sampai 100 mikro detik.
Tabel 2.1 perbandingan sambaran awan ke awan dan awan ke tanah
daerah musim
Ng/Nc
referensi
sedang
1,5
pierce (1995)
subtropis
3
Mac Kenras (1979)
subtropis
4
Horner (1965)
tropis
9
Aija and Sonde (1965)
tropis
6
Horner (1965)
Dalam tabel 2.2. diperlihatkan jumlah hari guruh untuk beberapa Negara berikut kerapatan kilat yang terjadi dalam daerah tersebut.
19
Tabel 2.2. Relasi empiris antara kerapatan sambaran kilat dan hari guruh tahunan
no
lokasi
kerapatan sambaran petir N (per km. kwadrat per tahun)
penyidik
1
India
0,10 IKL
Aiya (1968)
2
Rhodesia
0,14 IKL
Anderson dan Jenner(1954)
3
Afrika Selatan
0,023 (IKL)¹·³
Anderson - Eriksson (1954)
4
Swedia
0,004 (IKL)²
Muller - Hillebrand (1964)
5
Inggris (UK)
a = 2,6 ± 0,2 x 10¯³
stringfellow (1974)
6
USA (bag.Utara)
0,11 IKL
Horn & Ramsey (1951)
7
USA (bag.Selatan)
0,17 IKL
Horn & Ramsey (1951)
8
USA
0,1 IKL
Anderson (1968)
9
USA
0,15 IKL
Brown & Whitehead (1969)
10
Russia
0,036 (IKL)
kolokolov & pavlova (1972)
11
Dunia (iklim sedang)
0,19 IKL
brooks (1950)
12
Dunia (iklim sedang)
0,15 IKL
golde (1966)
13
dunia (iklim tropis)
0,13 IKL
brooks (1950)
20
2.7.
SAMBARAN PETIR KEARAH MENARA TRANSMISI
Pertama kali diduga gangguan pada system transmisi banyak disebabkan peristiwa induksi, karena serangan petir didaerah sekitar saluran transmisi, menunjukan hanya serangan langsung saja yang dapat menimbulkan gangguan. Dan dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah ini.
Gambar 2.6 Tegangan Induksi Petir (a)
medan listrik awan dan tanah, dan muatan kawat tanah
(b)
gelombang berjalan
2.7.1. Kerapatan Petir
Frekuensi kerapatan petir dalam suatu daerah sangat ditentukan oleh faktor geografis daerah tersebut. Daerah yang beriklim tropis seperti di Indonesia mempunyai tingkat frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Ukuran umum yang digunakan telah menunjukan jumlah guruh yang terjadi ialah ISO keraunic level (IKL) atau Thunder Day (hari guruh). Di pulau Jawa hari guruh diperkirakan antara 9 sampai dengan 200. Dalam perhitungan transmisi yang paling penting ialah dengan mengetahui jumlah sambaran kilat yang menyambar saluran transmisi. Sambaran kilat yang terjadi dapat
21
berupa sambaran kilat antara awan yang yang satu dengan awan yang lain atau sambaran dari suatu awan menuju ke tanah. Masing-masing mempunyai jumlah yang diberi notasi Ng dan Nc. Mendekati khatulistiwa harga Ng semakin tinggi dan perbandingan Ng dan Nc semakin besar. Untuk daerah beriklim sedang harganya berkisar 1,2 sampai dengan 2, dan untuk daerah beriklim tropis berkisar 6 sampai dengan 9.
2.8. MEKANISME TERJADINYA PETIR
+ + + + + ++ + + + ++ + + + + + + + + + + ++ + + + + + +
+ + + + + + + + + ++ + + + + + + + + + + + + + + ++ + + +
+ + ++
++++ + + + + + + + + + +
+ + + + + + +
downward negative
+
+
+
upward positive
Gambar 2.7 Proses terjadinya sambaran petir a) sambaran perintis negatif muatan b) muatan positif terbentuk dan berkumpul di permukaan tanah Petir merupakan hasil pemisahan muatan listrik secara alami di dalam awan-awan badai. Di dalam terjadi pemisahan muatan di mana beberapa teori menyatakan bahwasannya di dalam awan, kristal es bermuatan positif, sedangkan titik-titik air bermuatan negatif. Mekanisme selanjutnya ialah petir yang diawali dengan pengembangan sambaran perintis (stepped downward leader). Gerakan ke tanah ini bertahap sampai dekat ke tanah, sehingga muata negatif yang dibawa oleh stepped
22
leader tersebut memperbesar induksi muatan positif di permukaan tanah, akibatnya antara gradient tegangan antara dasar awan dengan tanah semakin besar. Apabila akumulasi muatan ini saling tarik-menarik, maka muatan positif dalam jumlah yang besar akan bergerak ke atas menyambut gerakan stepped leader yang bergerawak ke bawah, akhirnya terjadi kontak pertemuan antara keduanya. Gerakan ke atas muatan positif membentuk suatu streamer yang bergerak ke atas (Upward moving streamer), atau yang lebih popular disebut sebagai sambaran balik (Return stroke) yang menyamakan beda potensial seperti dapat dilihat pada gambar 2.7.
2.8.1. Proses Terjadinya Petir
Proses terjadinya petir dapat dijelaskan di bagian berikut a. Leader dan streamer bertemu pada lompatan akhir sekitar 10-100m. b. Return stroke melalui jalur yang sudah terionisasi c. Total muatan yang di pindahkan sekitar 5-200 coulomb dalam 0.05-1.5 detik d. Petir ikutan melalui jalur yang sama.
2.8.2. Formasi dasar terjadinya petir
Langkah-langkah terjadinya petir yaitu: a. Terjadinya pembentukan muatan negative di dalam awan b. Terjadinya peningkatan kuat medan listrik c. Muatan positif akan terbentuk dan berkumpul di permukaan tanah d. Terjadi ionisasi yang mengakibatkan petir melangkah e. Petir dari awan trus melangkah ketanah f. Kuat medan pada ujung strukturdi atas tanah terus meningkat g. Terjadinya muatan positif yang kuat dari atas struktur di tanah h. Aliran muatan bergerak cepat menuju ke awan
23
i. Aliran muatan positif ke atas bertemu dengan ujung lidah yang melangkah ketanah j. Membentuk alur muatan listrik yang di namakan dengan “return stroke” k. Terlihat cahaya petir
2.9. GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI
Sebab-sebab dari gelombang berjalan yang diketahui saat ini ialah: •
Sambaran kilat secara langsung pada kawat.
•
Sambaran tidak langsung pada kawat (induksi).
•
Operasi pemutusan (switching operation).
•
Busur tanah (arcing ground).
•
Gangguan-gangguan pada sistem oleh berbagai kesalahan
•
Tegangan sistem.
Semua macam sebab-sebab diatas menimbulkan surja tegangan dan surja arus. Dari sudut energi dapat dikatakan bahwa surja pada kawat disebabkan oleh penyuntikan energi secara tiba-tiba pada kawat. Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari kontanta-konstanta kawat. Pada kawat di udara, kecepatan merambat kira-kira 300 meter per μdet.
24
2.10. BENTUK DAN SPESIFIKASI GELOMBANG BERJALAN
Bentuk umum suatu gelombang berjalan dapat dilihat pada gambar 2.8. dibawah ini.
Gambar 2.8. Spesifikasi Gelombang Berjalan
Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan adalah sebagai berikut: •
Puncak (crest) gelombang, E (kV) yaitu amplitude maksimum dari gelombang berjalan.
•
Muka gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak dalam gambar 2.8 diambil dari 10%E sampai 90%E.
•
Ekor gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak. Panjang gelombang, t2 (mikrodetik) yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50%E pada ekor gelombang.
Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih – lebih dalam tahun 1930. Pada saat ini gelombang berjalan telah diselidiki pada: •
Kawat tunggal
•
Kawat majemuk 25
•
Dan kecepatan majemuk dari gelombang berjalan
Bagian terbesar dari studi mengenai gangguan pada system transmisi ialah gelombang berjalan yang membahas mengenai sumber gelombang, karakteristik gelombang, serta keadaan pada titik peralihan dari kawat transmisi.
Tabel. 2.3. Arus puncak kilat dan sering terjadinya. Arus Puncak Kilat ( kA )
Seringnya Terjadi ( % )
Sampai 60
90
80
7.0
100
0.5
160
0.2
200 atau lebih
0.1
Data Untuk SUTT sampai 230 kV
26
BAB III GANGGUAN KILAT PADA MENARA
3.1. Hal – hal Yang Perlu Diperhatikan Untuk Mengetahui Jumlah Gangguan Kilat Pada Menara Saluran Transmisi
Untuk menghitung gangguan kilat pada menara, diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi gangguan tersebut, yaitu diantaranya gangguan karena lompatan api balik (back flaschover). Untuk perhitungan lompatan api balik (back flashover) besar tegangan yang diterapkan V diambil 1,8 kali tegangan lompatan api isolator pada 2 udet. Besar tegangan lompatan api dari rentengan isolator dapat diperoleh dengan menggunakan rumus dibawah ini.
⎛ K ⎞ V50% = ⎜⎜ K 1 + 0,752 ⎟⎟ x 10 3 KV t ⎝ ⎠
( 3.1)
Dimana : K1 = 0,4 W K2 = 0,71 W W
= panjang rentengan isolator, meter
t
= waktu tembus atau waktu lompatan api, udet.
3.1.1. Radius Efektif Kawat Tanah Dengan Korona
Pada umumnya kawat tanah terdiri dari kawat tunggal, jadi radius dari amplop korona (corona emvlope) itu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
27
⎛ 2h ⎞ V R ln⎜ 1 ⎟ = ⎝ R ⎠ E0
( 3.2 )
Dimana : R
= radius amplop korona, meter
ht
= tinggi kawat di atas tanah pada menara, meter
V
= tegangan yang diterapkan kawat, kV
Eo
= batas gradient korona, harga Eo biasanya diambil 1500 kV/meter
3.1.2. Menghitung
Impedansi
Surja
Kawat
Tanah
Dan
Faktor
Gandengannya
Perhitungan implementasi surja kawat tanah dibedakan menjadi 2 macam yaitu keadaan bila tidak ada korona dan bila terjadi korona. Pada pembahasan ini penulis hanya menguraikan tentang bila terjadi korona. Maka didapat persamaan sebagai berikut : 1. Bila terjadi Korona
Z g = 60 ln
Zg =
2ht 2ht ln r R
Z 11 + Z 12 2
untuk satu kawat tanah
(3.3)
untuk dua kawat tanah
(3.4)
28
Dimana : Zg
= impedasi surja sendiri ekivalen dari dua kawat tanah, ohm
Z11
= impedansi surja sendiri dari satu kawat tanah
Z12
= impedansi surja bersama dari dua kawat tanah b ⎞ = 60 In ⎛⎜ 12 ⎟ a 12 ⎝ ⎠
R = radius amplop korona dari kawat tanah, meter r
= radius kawat tanpa korona, meter
ht = tinggi rata-rata kawat untuk SUIT Faktor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa diberikan persamaan :
K =
Z a1 + Z a 2 Z 11 + Z 12
untuk dua kawat tanah
(3.5)
K =
Z a1 Z 11
untuk satu kawat tanah
(3.6)
29
Gambar 3.1 gambar potongan saluran transmisi
3.1.3. Penghitungan Impedansi surja Menara
Untuk menghitung nilai impedansi surja menara terlebih dahulu melihat bentuk dari menara itu sendiri. Karena itu janis menara yang akan kita bahas adalah dengan menggunakan tipe A, dan menggunakan rumus sebagai berikut :
⎡ 2 (h 2 + r 2) ⎤ Zt = 30 In ⎢ ⎥ r2 ⎣ ⎦
( 3.7 )
30
3.4.1. Nilai Koefisien Terusan Puncak Menara Untuk Gelombang Yang Dalam Dari Dasar Menara
Bila koefisien terusan ini digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien pantulannya dengan menggunakan rumus dimisalkan terusan pada puncak menara untuk gelombang yang dalam dari dasar menara diberi symbol a dan symbol b untuk pantulannya.
a=
2Z g
( 3.8 )
Z g + 2Z t
Dimana koefisien pantulnya :
b = a −1
(3.9)
3.1.5. Tegangan Pada Puncak Menara
Biasanya tegangan pada puncak menara akan naik seiring dengan terjadinya sambaran kilat untuk mengetahui nilai tegangan pada puncak menara adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
e=
Z g Zt Z g + 2Z1
Is
kV
(3.10 )
Dimana : Is = arus kilat, kA
31
3.1.6. Perhitungan Koefisien Pantulan pada Menara Untuk Gelombang yang datang dari puncak Menara
Dimisalkan dengan symbol d, jadi koefisien pantulan d dapat dihitung sebagai berikut : d=
R − Zt R + Zt
( 3.11 )
Dimana : R = tahanan kaki menara Tahanan kaki pada menara sepanjang menara sepanjang saluran transmisi selalu berbeda-beda, maka perhitungan dilakukan dengan tahanan kaki menara yang ada di wilayah perhitungan tersebut.
3.1.7. Tegangan Pada Isolator
Tegangan pada isolator dihitung nilainya untuk mengetahui nilai kecuraman arus kilat 2h − X 1 ⎞ 2h + x ⎞ ⎛ ⎛ V1 = e0 (1-K) ⎛⎜ tc − X 1 ⎞⎟ + de0 ⎜ tc − 1 ⎟ + de0 (b − Ka )⎜ t c − 1 1 ⎟ C ⎠ ⎝ C c ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ 4h − x 4h + x + d2be0 ⎛⎜ tc − 1 1 ⎞⎟ + d 2 be0 (b − Ka )⎛⎜ t c − 1 1 ⎞⎟ c ⎠ c ⎠ ⎝ ⎝ 6h + x 6h _ x + d3b2e0 ⎛⎜ t c − 1 1 ⎞⎟ + d 3b 2 e0 (b − Ka )⎛⎜ tc − t 1 ⎞⎟ c ⎠ c ⎠ ⎝ ⎝
32
( 3.12 )
Gambar 3. 2. Diagram Tangga untuk menghitung tegangan Isolator
33
3.1.8. Mencari Besar Nilai Daerah A Yang Dilindungi Kawat Tanah
Saluran transmisi di atas tanah dapat membentuk bayang-bayang listrik pada tanah yang berada di bawah saluran transmisi itu. Kilat yang biasanya menyambar tanah di dalam bayang-bayang itu sama sekali tidak menyambar saluran. Maka lebar bayangan listrik dari suatu saluran transmisi dapat dilihat pada gambar 3.2 dibawah ini:
Gambar 3.2. Lebar Jalur Perisai Terhadap Sambaran Petir Maka lebar bayang – bayang adalah:
(
W = b + 4h1,09
)
( 3.13 )
Dan luas yang bayang-bayang atau daerah yang dilindungi dapat dihitung dengan persamaan :
(
)
A = 0,1 b + 4h1,09 km 2 per 100 km saluran
34
( 3.14 )
3.1.9. Menghitung Jumlah Sambaran Kilat
Jumlah sambaran kilat NL yang mungkin menyambat kawat transmisi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
NL = 0,015 IKL (b+4h1,09) sambaran per 100 km per tahun
( 3.15 )
3.1.10. Menghitung Gangguan Kilat Pada Menara
Untuk menghitung jumlah gangguan kilat pada menara terlebih dahulu diketahui probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api atau arus susulan (power follow current) yang menimbulkan gangguan :
•
Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT):η = 0,85
•
Pada saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dan saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT) : η =1,0
Dengan anggapan bahwa jumlah sambaran pada menara 60% dari seluruh sambaran, maka jumlah gangguan pada menara N1 :
Nt = 0,85 x 0,6 x NL x PFL untuk SUTET
( 3.16 )
Nt = 1,0 x 0,6 x NL x PFL untuk SUTUT
( 3.17 )
35
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA 4.1.
UMUM
Saluran transmisi dalam hal ini adalah menara atau tiang gawang dimana keberadaannya sangat berguna dalam menyalurkan tegangan baik dari wilayah satu ke wilayah satunya maupun dari jaringan tinggi hingga ke jaringan yang berkapasitas rendah untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan tegangan. Saluran transmisi untuk jaringan tinggi ini terbuat dari besi yang dirancang khusus beserta alat-alat yang dipasang trafo maupun pengaman lainnya yang berupa pengaman lampu untuk lintas udara, pengaman petir. Hal ini dipakai karena bentuk tiang yang sangat tinggi. Saluran transmisi mempunyai alat pengaman berupa kawat tanah, kawat tersebut dipasang dibagian atas menara untuk melindungi menara atau kawat fasa dari sambaran petir yang bisa mengakibatkan gangguan transmisi atau gangguan penyaluran tegangan ke jaringan berikutnya. Pada saluran transmisi ini ada yang dipasang satu kawat tanah dan dua kawat tanah tergantung dari macam atau bentuk saluran transmisi atau menara yang dipakai pada daerah tersebut. Saluran transmisi sebagai penyalur juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai penyangga penghantar dan sebagai penarik penghantar supaya tetap terjaga penghantar pada tanah.
36
4.2.
SALURAN TRANSMISI 150 KV WILAYAH JATIRANGUN-KELAPA DUA
Data – data saluran transmisi 150 kV yang ada dilapangan di wilayah Jatirangun – Kelapa Dua adalah sebagai berikut: 1.Prosedur Perhitungan Kilat Pada Menara Dari data-data yang diperoleh dari lapangan , maka yang pertama harus dilakukan adalah dengan mengetahui data teknis kawat transmisi, jumlah sambaran kilat ke bumi sebanding dengan jumlah hari guruh pertahun atau dengan kata lain “ISO kerunic level” (IKL) di tempat itu, mengetahui nilai impedansi surja kawat yang ada pada menara, dan mengetahui faktor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa serta mengetahui bentuk susunan kawat tanah dan susunan kawat fasa.
2.Data Teknis Menara Transmisi 150 kV Susunan menara transmisi ini menggunakan 2 kawat tanah. Jarak antara kawat tanah satu dengan yang satunya adalah 11 m, kawat fasa terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: •
Kawat fasa atas
•
Kawat fasa tengah
•
Kawat fasa bawah
Berdasarkan jarak dengan tanah, jarak antara kawat fasa atas dengan kawat fasa atas lainnya adalah 11 m, jarak antara kawat fasa tengah yang satu dengan kawat fasa tengah lainnya adalah 17,1 m, jarak antara kawat fasa bawah dengan kawat fasa bawah lainnya adalah 11,5 m, serta jarak antara kawat tanah dengan kawat fasa paling atas 5,8 m, jarak antara kawat fasa atas dengan kawat fasa tengah adalah 7,5 m, jarak antara kawat fasa
37
tengah dengan kawat fasa bawah adalah 7,35 m, sedangkan jarak antara kawat fasa bawah dengan tanah adalah 22,20 m dan tinggi menara transmisi 42,85 m. untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 kawat-kawat dan menara
38
4.3.
PERHITUNGAN IMPEDANSI SURJA KAWAT TANAH DAN FAKTOR GANDENGAN
Untuk mengetahui nilai impedansi surja kawat maka harus mengetahui nilai tegangan lompatan api kritis V50% dengan menggunakan muka gelombang kilat pada 2 μ det .
Sehingga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.1) K ⎞ ⎛ V2 μ det = ⎜ K 1 + 0, 752 ⎟ x 10 3 kV t ⎠ ⎝ ⎛ ⎞ 0,71 x panjang rentengan isolator ⎟⎟ x 10 3 = ⎜⎜ 0,4 x panjang rentengan isolator + μ waktu tembus atau lompa api isolator tan , det ⎝ ⎠ 0,71 x 2,5 ⎞ ⎛ 3 = ⎜ 0,4 x 2,5 + ⎟ x 10 0 , 75 2 ⎠ ⎝ = (1 + 1,056 ) x 10.3 = 2,056 x 10 3 = 2056
kV
Dengan mengetahui hasil perhitungan sebesar 2056 kV nilai tegangan nilai lompatan api kritis kritis V50% dengan menggunakan muka gelombang kilat pada 2 μ det .maka nilai tersebut digunakan untuk memperoleh besar atau kecil nilai tegangan yang akan diterapkan pada isolator. 4.3.1. Tegangan Yang Diterapkan V Pada Isolator
Untuk menentukan tegangan yang diterapkan pada isolator digunakan ketentuan sebagai berikut dengan menggunakan persamaan (3.1) V =1,8 x tegangan lompatan api isolator 2 μdet
39
=1,8 x V2 μ det =1,8 x 2056 = 3700 kV
Dari perhitungan tegangan yang diterapkan pada isolator adalah sebesar 3700 kV perolehan nilai tersebut untuk mengetahui nilai radius efektif kawat tanah. 4.3.2. Radius Efektif Kawat Tanah Dengan Korona
Untuk perhitungan radius korona dengan kawat tanah harga Eo yang dipakai adalah sebesar 1500 kV/meter yang umum dipakai, maka radius korona kawat tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.2)
⎛ 2ht ⎞ V R ln ⎜ ⎟= ⎝ R ⎠ Eo R ln (2 x 42,85) =
3700 kV 1500
⎛ 85,7 ⎞ R ln ⎜ ⎟ = 2,4 kV ⎝ R ⎠ R = 0,46 Radius korona kawat tanah dari perhitungan diketahui sebesar 0,46 m
Dengan menggunakan rumus pada persamaan (3.3) maka kita dapat mengetahui impedansi surja dengan satu kawat tanah
Z 11 = Z 22 = 60 h
2h 2h ⋅h r R
40
Dimana: h
= 42,85
r
= 0,5 cm = 0,005m
R
= 0,46 Z 11 = Z 22 = 60 ln
= 60 ln
2h 2h ⋅ ln r R 2 x 42,85 2 (42,85) ⋅ ln 0,005 0,46
= 60
ln 17140 x ln 186,3
= 60
9,749 x 5,23
= 60
50,9 = 428 ohm
Impedansi surja dengan satu kawat tanah nilainya adalah 428 ohm, angka ini untuk perhitungan menentukan nilai pada factor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa paling bawah.
41
4.4.
Menghitung Faktor Gandengan Antara Kedua Kawat Tanah Dengan Melihat Data Dari Menara
Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan gambar potongan saluran transmisi yang dapat dilihat pada gambar (3.1)
⎛b Z 11 = 60 ln ⎜⎜ 12 ⎝ a12
⎞ ⎟⎟ ⎠
⎛ 85 ⎞ = 60 ln ⎜ ⎟ ⎝ 11 ⎠ = 60 ln 7,7 = 122
ohm
Dengan diketahui nilai faktor gandengan antara kedua kawat tanah maka impedansi surja kawat tanah adalah:
Zg =
421 + 122 543 = = 272 2 2
ohm
nilai impedansi surja kawat tanah untuk menentukan tegangan puncak menara.Dimana nilai impedansi surja kawat tanah 272 ohm.
42
Faktor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa paling bawah Kc =
Zc1 + Zc 2 Z 22 + Z 12
bC ⎞ = 60 ln ⎛ (85,7 − 20,65) ⎞ Zc1 = 60 ln ⎛⎜ 1 ⎜ 20,65 ⎟⎠ aC1 ⎟⎠ ⎝ ⎝ ⎞ = 60 ln ⎛⎜ 65,05 20,65 ⎟⎠ ⎝ = 60 ln (3,150) = 68,8 ohm
⎞⎟ Zc 2 = 60 ln ⎛⎜ 66 ⎝ 23,6 ⎠ = 60 ln (2,796) = 60 x 1,028 = 61,7
ohm
Penghitungan diatas dengan menggunakan gambar potongan saluran transmisi didapat nilai sebesar 68,8 ohm dan 61,7 ohm dengan diketahui nilai – nilai tersebut maka besar factor gandengan anatara kawat tanah dengan kawat fasa paling bawah adalah :
Kc =
=
68,8 + 61,7 122 + 428 130,5 = 0,24 550
43
Angka diatas diperlukan untuk penghitungan yang dilakukan untuk mengetahui tegangan pada isolator. 4.5.
Impedansi Surja Menara Jenis A
Perhitungan impedansi surja menara jenis A dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.7)
(
⎛ h2 + r 2 Zt = 30 ln ⎜⎜ 2 r2 ⎝
) ⎞⎟ ⎟ ⎠
⎛ (42,85)2 + (5)2 = 30 ln ⎜⎜ 2 52 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ 1836,1 + 25 ⎞ = 30 ln ⎜ 2 ⎟ 25 ⎝ ⎠ ⎛ 1861,1 ⎞ = 30 ln ⎜ 2 ⎟ 25 ⎠ ⎝ = 30 ln
3722,2 25
= 30 ln 148,8 = 150 o0hm
Dengan diketahui nilai pada impedansi surja menara jenis A sebesar 150 ohm maka koefisien terusan a dapat diketahui. 4.6.
Koefisien Terusan a dan Koefisien Pantulan b
Koefisien terusan a dihitung untuk menentukan nilai besar tegangan pada isolator dengan menggunakan persamaan (3.8), maka nilai koefisien terusan a adalah:
44
a=
2Zg Z g + 2 Zt
=
2 x 272 272 + 2 (150 )
544 = 0,95 572 Koefisien terusan a diketahui maka besar koefisien pantulan b dapat dihitung dengan persamaan (3.9), yaitu:
b = a −1 = 0,95 − 1 = − 0,048
Nilai negative menunjukan suatu arah arus dimana arah arus sebenarnya ke bawah yang dipantulkan ke atas yang berlawanan dengan arah arus sebenarnya.
4.7.
Tegangan Puncak Menara
Tegangan puncak menara dihitung untuk menentukan besar nilai tegangan pada isolator dengan menggunakan persamaan (3.10), maka
e=
Z g Zt Z g + 2 Zt
Is
e = eo t
45
Dimana:
eo =
272 x 150 272 + 2 (150)
Io kV T
I 0 = arus puncak kilat dalam kA T = muka gelombang kilat dalam μ det =
272 x 150 40800 = 272 + 300 572
= 7100
Io T
Besar kecil nilai pada tegangan puncak menara
mempengaruhi hasil perhitungan
tegangan pada isolator.Semakin besar nilai hasil perhitungan pada tegangan puncak menara semakin besar pula nilai tegangan pada isolator.
4.8.
Koefisien Pantulan Pada Dasar Menara Untuk R = 20 ohm
Nilai koefisien pantulan pada dasar menara ini juga digunakan untuk menentukan nilai tegangan pada isolator dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.11)
d =
=
R − Zt R + Zt 20 − 150 = − 0,76 20 + 150
46
Nilai negative ini menunjukan pengurangan nilai sebesar 0,76 pada arus pantulan dengan menggunakan R = 20 ohm.
4.9.
Menghitung Tegangan Pada Isolator
Dari persamaan (3.12). Perhitungan ini Dilakukan Untuk Semua Besar Arus Kilat dan Muka Gelombang Kilat. Misal pada tegangan untuk arus kilat 100 kA dan muka gelombang 1,0 μdet untuk fasa C dan A
⎫ ⎧ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪(1− K)T ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎡⎧ ⎤ ⎛ 2 ht X1 ⎞⎫ ⎛ 4 ht ⎞ ⎪ − ⎟⎬ + (b − Ka)⎜T − ⎟⎥ ⎪ ⎪+ d ⎢⎨T − 2⎜ c c c ⎝ ⎠⎦ ⎪ ⎝ ⎠ ⎩ ⎭ ⎪ ⎣ ⎪ ⎪ Vi = eo ⎨ ⎬ ⎪ ⎪ ⎡ ⎤ ⎧ ⎫ X 2 4 ht ht ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ 2 1 ⎪+ d b ⎨T − 2⎜ − ⎟⎬ + (b − Ka)⎜T − ⎟⎥ ⎪ ⎢ ⎪ c c c ⎝ ⎠⎦ ⎪ ⎝ ⎠⎭ ⎣⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪+ d 3b2 ⎡⎧T − 2⎛⎜ 3ht − X1 ⎞⎟⎫ + (b − Ka)⎛⎜T − 6 ht ⎞⎟⎤⎪ ⎬ ⎢⎨ ⎥⎪ ⎪ c c c ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎩ ⎭ ⎣ ⎦⎭ ⎩ Dimana: a
= 0,95
b
= - 0,048
d
= - 0,76
Kc
= 0,24
47
20,65 m = 0,068 μ det 300
X1
= panjang kawat fasa paling rendah dengan kawat tanah =
c
= 300 μdet
1- K
= 0,76 ; b-Ka = (- 0,048) – (0,23) = -,028 ; ht = 42,85 m = 0,143 μdet
X ⎞ ⎛h 2 ⎜ t − 1 ⎟ = 2 (0,143 − 0,068) c ⎠ ⎝c = 2 (0,075) = 0,15 ⎛ 2 ht X 1 ⎞ ⎛ 85,7 ⎞ − − 0,068 ⎟ 2⎜ ⎟=2⎜ c ⎠ ⎝ 300 ⎠ ⎝ c = 2 (0,285 − 0.068) = 2 (0,2176 ) = 0,435
⎛ 3 ht X 1 ⎞ ⎛ 128,55 ⎞ 2⎜ − − 0,068 ⎟ ⎟ = 2⎜ c ⎠ ⎝ 300 ⎠ ⎝ c = 2 (0,429 − 0,068) = 2 (0,3605) = 0,75
48
Dengan diketahui nilai – nilai diatas yaitu nilai pantulan cepat rambat gelombang dari puncak menara untuk tegangan isolator.
Untuk T = 1,0 μdet: Jadi :
⎛ ht X ⎞ T − 2 ⎜ − 1 ⎟ = 1 − 0,15 = 0,85 c ⎠ ⎝c ⎛ 2 ht X 1 ⎞ T −2 ⎜ − ⎟ = 1 − 0,435 = 0,565 c ⎠ ⎝ c ⎛ 3 ht X 1 ⎞ T −2 ⎜ − ⎟ = 1 − 0,72 = 0,28 c ⎠ ⎝ c T−
2 ht 2 (42,85) =1 − = 1 − 0,285 = 0,715 c 300
T−
4 ht 4 (42,85) =1 − = 1 − 0,571 = 0,429 c 300
T−
6 ht 6 (42,85) =1 − =1 − 0,857 = 0,143 c 300
Nilai diatas mengetahui nilai pantulan cepat rambat gelombang dengan muka gelombang kilat 1,0 mikro detik.Penghitungan ini dilakukan untuk mempermudah perhitungan tegangan pada isolator.
49
(
)
⎧(0,76 ) + [− 0,76(0,85 + (− 0,23))](0,715) + − 0,76 2 (− 0,048)(0,565) + (− 0,23)⎫ ⎪ ⎪ V1 = 7100 ⎨ ⎬ ⎪(0,429 ) + − 0,76 3 − 0,048 2 [(0,28) + (− 0,23)(0,143)] ⎪ ⎩ ⎭
(
)(
)
V1 = 7100 [0,76 + {(− 0,646 + 0,125)}]+ [(− 0,0156 ) + (0,00276)]+ (− 0,00028 + 0,000033) V1 = 7100 {0,76 + (− 0,251) + (− 0,01284 ) + (− 0,00025)} = 7100 (0,76 − 0,53) = 7100 (0,226 ) = 1604
kV
Penghitungan tengangan pada isolator diketahui nilainya 1604 kV dari angka tersebut dipakai sebagai panduan bila tegangan isolator ini lebih kecil dari tegangan yang diterapkan pada isolator sebesar 3880 kV maka tidak terjadi lompatan bunga api pada isolator.
50
Data probabilitas gangguan kilat pada menara saluran ganda dengan R= 20 ohm dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Data Probabilitas Gangguan Kilat muka gelombang kilat T μdet
seringnya terjadi
probabilitas gangguan
0,5
7%
0,3%
1,0
23%
0,4%
1,5
22%
0,4%
2,0
48%
0,8%
Maka probabilitas lompatan api dari saluran transmisi ganda adalah sebagai berikut: PFL adalah jumlah probabilitas lompatan api dari saluran transmisi ganda.
PFL = (0,07 x 0,003 + 0,23 x 0,004 + 0,22 x 0,004 + 0,48 x 0,006 ) = (0,00021 + 0,00092 + 0,00088 + 0,0028) = 0,0048
Dari data – data table yang ada didapat hasil untuk jumlah probabilitas lompatan api dari saluran transmisi ganda sebesar 0,0048 yang akan menentukan jumlah gangguan kilat pada menara.
51
4.10.
Luas Bayang-Bayang Listrik A
Luas bayang-bayang listrik A dihitung untuk menentukan nilai jumlah sambaran kilat dengan menggunakan persamaan (3.14).
(
)
A = 0,1 b + 4h1, 09 km 2 per100 km saluran
Dimana: b
= 11 meter, jarak rentengan antar kawat tanah dengan kawat fasa
h
= tinggi rata-rata kawat tanah di atas tanah = ht – 2/3 andongan, kawat fasa terhadap kawat tanah dan kawat fasa.
h = ht − 2
3
x7
h = 42,85 − 2
3
x7
= 38,2 m
Jadi luas bayang-bayang listrik A adalah
(
(
A = 0,1 11 + 4 x 38,21, 029
))
= 0,1 (11 + 4 x 53) = 22,3 km 2 per100 km saluran
52
Luas bayang – bayang listrik menara tipe A sebesar 22,3 km2 per 100 km saluran.Jadi luas bayangan yang dapat dilindungi kawat tanah dengan perisainya sebesar 22,3 km2 per 100 km saluran. 4.11.
Jumlah Sambaran Kilat
Jumlah sambaran kilat diketahui nilainya untuk menentukan besar jumlah nilai pada gangguan kilat dimenara dengan persamaan (3.15).
NL = N x A = 0,15 IKL x A = 0,15 x 100 x 22,3 = 334,5 = 335 sambaran per 100 km − tahun
Jadi
4.12.
Jumlah Gangguan Kilat Pada Menara
Dengan menggunakan persamaan (3.16) maka didapat jumlah gangguan kilat pada menara adalah: N t = 0,85 x 0,6 x N L x PFL N t = 0,85 x 0,6 x 335 x 0,0048 = 0,82 gangguan per 100 km − tahun
53
Jadi dengan mengetahui jumlah sambaran petir dalam 100 km pertahun pada saluran transmisi yaitu sekitar 335 sambaran per100 km pertahun. Maka jumlah sambaran petir yang terjadi adalah sekitar 0,82 gangguan per 100 km pertahun. Dengan menggunakan data –data yang ada pada menara, didapat hasil dari perhitungan dengan menggunakan teori gelombang berjalan, dimana dapat ketahui besarnya jumlah ganguan kilat pada menara transimisi yaitu sebesar 0,82 gangguan per 100 km pertahun. Angka tersebut hasil perhitungan yang telah dilakukan pada saluran transmisi 150 kV Jatirangun – Kelapa Dua adalah kurang dari satu, kenyataanya bahwa satu tahun dalam 100 km tidak terjadi gangguan pada menara saluran transmisi.
54
BAB V PENUTUP 5.1.
KESIMPULAN
Dari pembahasan dan perhitungan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut: Dari penghitungan dengan menggunakan data – data menara saluran transmisi diperoleh hasil besarnya jumlah gangguan kilat pada menara saluran transmisi yaitu sebesar 0.82 gangguan per 100 km – tahun hal ini menunjukan bahwa angka tersebut tidak adanya gangguan kilat karena hasil angka yang didapat dari perhitungan tersebut dibawah batas angka terjadinya gangguan kilat dimana nilai besar jumlah gangguan kilat adalah satu.
5.2.
SARAN
Dilihat dari bentuk dan konfigurasi menara saluran transmisi yang sangat tinggi dengan jumlah hari guruh pertahun di daerah Jakarta dan sekitarnya sangat besar maka tidak menutup kemungkinan kawat tanah akan mengalami masalah dalam fungsinya sebagai perisai perlindungan terhadap petir.Dengan hasil analisa data – data yang ada dan penghitungan didapat nilai yang tidak menunjukkan gangguan pada 100 km – tahun, maka disarankan pada daerah lain yang menara transmisinya sering mengalami gangguan pada saluran transmisi 150 KV untuk memakai susunan kawat dan konfigurasi menara seperti yang telah dianalisa dan dihitung keandalannya.
55