BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah (Pemda). Dalam APBD termuat prioritas-prioritas pembangunan, terutama prioritas kebijakan dan target yang akan dicapai melalui pelaksanaan belanja daerah. Penetapan prioritasprioritas tersebut beserta upaya pencapaiannya merupakan konsekuensi dari meningkatnya peran dan tanggung jawab Pemda dalam mengelola pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan demikian, daerah bertanggung jawab sepenuhnya agar pengelolaan sumber daya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas belanja daerah (quality
of
spending),
dengan
memastikan
dana
tersebut
benar-benar
dimanfaatkan untuk program dan kegiatan yang memiliki nilai tambah besar bagi masyarakat (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, 2013). Selisih anggaran dengan realisasi dalam APBD dapat dijadikan indikator untuk menunjukkan tingkat akurasi Pemda dalam hal perencanaan dan realisasi APBD, semakin kecil selisih anggaran dan realisasi menunjukkan bahwa Pemda dapat memperkirakan penerimaan dengan tepat dan penyerapan belanja yang baik. Semakin besar selisih anggaran dengan realisasi akan menunjukkan kondisi yang sebaliknya, yaitu dari segi penerimaan pendanaan Pemda kurang dapat memperkirakan secara tepat atau dari segi belanja penyerapannya kurang baik.
Penyerapan anggaran belanja dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pandangan pertama, penyerapan anggaran belanja yang dimaksud adalah realisasi anggaran pada akhir tahun dibandingkan dengan anggarannya. Pandangan yang kedua, penyerapan anggaran belanja yang dimaksud adalah tidak proporsionalnya penyerapan anggaran yang ditandai dengan lambat di awal tahun dan menumpuk di akhir tahun (Halim, 2014: 84). Kondisi penyerapan anggaran belanja di Kabupaten Bulungan, sebagaimana yang disampaikan Bupati kepada Wartawan Koran Kaltara tanggal 22 September 2013 bahwa Bupati gerah dengan kinerja sejumlah SKPD yang jalan ditempat dan mengancam akan mengganti kepala SKPD yang penyerapan anggarannya minim, karena berpengaruh terhadap tingkat layanan dan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya Bupati menambahkan bahwa penyerapan APBD di tiap-tiap SKPD hingga bulan agustus baru mencapai 50 persen. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dan teknis, namun entah apa kendala lainnya sehingga penyerapan anggarannya masih stangnan. Sebagai ibukota Kalimantan Utara (Kaltara), Bulungan harus memacu ketersediaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas publik. Wakil Ketua DPRD Bulungan, Sarwani juga berkomentar bahwa DPRD mendukung langkah Bupati dalam mengevaluasi kinerja kepala SKPD dan telah memberikan “warning” tidak akan menyetujui APBD 2014 jika daya serap Tahun 2013 masih rendah dan sisa lebih anggaran kembali tinggi. Dari uraian di atas, Bupati dan Wakil Ketua DPRD sangat menekankan pentingnya penyerapan anggaran yang optimal, karena berpengaruh terhadap tingkat pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Laporan Hasil
2
Pengawasan Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2013, tingkat penyerapan belanja Pemda Bulungan pada Tahun 2012 hanya sebesar 51,90 persen (tidak termasuk transfer) di bawah rata-rata tingkat serapan Pemda se wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara) yaitu 77,01 persen. Bahkan merupakan tingkat serapan belanja yang terendah di antara Pemda lainnya di Provinsi Kaltim dan Kaltara. Pada Tahun 2013 juga masih berada di bawah rata-rata Pemda se Provinsi Kaltim dan Kaltara. Tabel 1.1 Perkembangan Penyerapan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Se Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, 2012–2013 (dalam miliar rupiah) No
A. 1
Pemda
Tahun 2012 Anggaran Realisasi
Kalimantan Timur Provinsi 10.885,64 Kalimantan Timur 2 Kota Balikpapan 2.399,49 3 Kota Samarinda 2.677,74 4 Kota Bontang 1.540,73 5 Kab. Kutai Timur 2.945,26 6 Kab. Kutai 6.684,27 Kartanegara 7 Kab. Kutai Barat 2.097,47 8 Kab. Paser 2.324,83 9 Kab. PPU 1.623,59 10 Kab. Mahakam Ulu 11 Kab. Berau 2.532,06 B Kalimantan Utara 1 Provinsi Kalimantan Utara 2 Kota Tarakan 1.719,82 3 Kab. Nunukam 1.517,32 4 Kab. Bulungan 1.887,83 5 Kab. Malinau 1.803,90 6 Kab. Tana Tidung 2.113,26 Jumlah 44.753,21 *Angka sementara (unaudited) Sumber: BPKP, 2013
% Penye rapan
Tahun 2013 Anggaran Realisasi*)
% Penye rapan
9.206,93
84,58
15.139,00
13.569,71
89,63
1.671,85 2.005,65 1.262,16 2.593,01 4.941,09
69,68 74,90 81,92 88,04 73,92
3.167,62 3.841,36 1.796,26 3.288,34 9.242,95
2.415,80 2.765,30 1.458,14 2.959,33 7.318,72
76,27 71,99 81,18 89,99 79,18
1.930,29 1.928,43 1.252,10 1.647,88
92,03 82,95 77,12 65,08
2.676,86 2.221,85 1.746,20 137,00 3.109,59
2.066,3 2.309,06 1.380,68 79,64 1.631,43
77,19 86,80 79,07 58,13 52,46
-
-
425,00
73,05
17,19
1.241,93 1.038,88 979,75 1.197,64 1.567,14 34.464,73
72,21 68,47 51,90 66,39 74,16 77,01
2.260,77 2.295,98 2.537,49 2.529,63 1.530,03 57.945,93
1.792,58 1.753,49 1.593,69 2.057,49 1.118,21 46.342,62
79,00 76,37 62,81 81,34 73,08 79,36
3
Perkembangan penyerapan anggaran belanja Pemda Bulungan dalam lima tahun terakhir (2009 – 2013) sesuai dengan Laporan Realisasi Anggaran (audited) menunjukkan bahwa rata-rata penyerapan anggaran belanja hanya 62,91 persen dan di bawah rata-rata nasional 96,86 persen. Tabel 1.2 Penyerapan Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Bulungan dan Nasional, 2009–2013 (dalam persen) Tahun
Belanja Pegawai
Belanja Belanja Belanja Total Total Belanja Barang Modal Lain-lain Belanja Daerah secara dan Nasional Jasa 2009 75,02 62,59 57,90 59,06 62,49 93,84 2010 72,43 70,73 75,52 63,92 72,63 99,35 2011 69,76 55,95 56,34 87,53 63,15 98,80 2012 66,68 59,98 30,59 87,00 53,00 96,20 2013 67,48 71,72 53,11 90,95 63,27 96,10 Rata-rata 70,27 64,20 54,69 77,69 62,91 96,86 Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kab. Bulungan, 2009 –2013 dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, 2014
Minimnya penyerapan anggaran belanja tidak sesuai dengan yang diharapkan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bupati dan Wakil Ketua DPRD yang mengharapkan realisasi anggaran belanja dapat mencapai di atas 90 persen. Penyerapan anggaran yang rendah utamanya adalah belanja modal, padahal program/kegiatan yang termasuk belanja modal mempunyai hubungan langsung dengan penggerak sektor riil.
Belanja modal utamanya digunakan untuk
pembangunan prasarana dan sarana seperti tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, jembatan, irigasi, dermaga, jaringan, dan lain-lain. Selain rendahnya penyerapan belanja sebagaimana yang terlihat dalam Tabel 1.2 di atas, Pemda Bulungan juga mengalami keterlambatan penyerapan anggaran belanja. Persentase penyerapan belanja dalam empat tahun terakhir membentuk suatu pola yaitu lambat di triwulan pertama dan menumpuk di triwulan empat, sebagaimana terlihat dalam Tabel 1.3 dan Gambar 1.1 berikut.
4
Tabel 1.3 Realisasi Belanja Per Triwulan, 2010 – 2013 Miliar % Rupiah 2010 I 47,38 4,63 II 272,35 22,00 III 497,27 22,00 IV 1.022,51 51,37 2011 I 52,57 5,07 II 249,25 18,98 III 517,81 25,92 IV 1.036,13 50,02 2012 I 65,16 6,35 II 242,54 17,29 III 447,27 19,96 IV 1.025,71 56,39 2013 I 51,31 3,20 II 259,36 12,96 III 612,98 22,03 IV 1.605,53 61,82 Sumber: BPKAD Kab. Bulungan, 2010 – 2013 (diolah) Tahun
Triwulan
% Kumulatif 4,63 26,64 48,63 100,00 5,07 24,06 49,98 100,00 6,35 23,65 43,61 100,00 3,20 16,15 38,18 100,00
70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
tw.1
tw.2
tw.3
tw.4
2010
4,63%
22,00%
22,00%
51,37%
2011
5,07%
18,98%
25,92%
50,02%
2012
6,35%
17,29%
19,96%
56,39%
2013
3,20%
12,96%
22,03%
61,82%
Sumber: BPKAD Kab. Bulungan, 2010 – 2013 (diolah) Gambar 1.1 Persentase Serapan Belanja Per Triwulan, 2010 – 2013
Rata-rata realisasi pencairan dana pada triwulan I sampai IV masing-masing sebesar 4,81 persen; 17,81 persen; 22,48 persen; dan 54,90 persen, sedangkan rata-rata rencana pencairan menurut anggaran kas dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) triwulan I – IV masing-masing sebesar 16,99 persen;
5
25,06 persen; 21,63 persen; dan 36,33 persen. Secara rata-rata realisasi pencairan anggaran belanja tersebut menunjukkan perbedaan yang jauh dari rencananya. Persentase pencairan dana pada triwulan kedua semakin menurun. Pada Tahun 2009 sebesar 22 persen dan terus menurun hingga pada Tahun 2013 menjadi 12,96 persen. Namun sebaliknya yang terjadi pada triwulan ke empat, persentase pencairan dana semakin meningkat (menumpuk) dari 51,37 persen pada Tahun 2009 menjadi 61,82 persen pada Tahun 2013. Hal ini menunjukkan semakin lambatnya waktu pencairan dana. Berdasarkan kondisi rendahnya penyerapan anggaran belanja tersebut, maka penelitian penyerapan anggaran belanja Pemerintah Kabupaten Bulungan menjadi penting untuk dilakukan. Penelitian ini membahas identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan anggaran belanja di Kabupaten Bulungan dan memberikan rekomendasi agar rendahya penyerapan anggaran belanja tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang penyerapan anggaran belanja pemerintah sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain, baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.
6
Tabel 1.4 Hasil Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Metode / Alat Analisis Kualitatif berdasarkan persepsi Pegawai Pemda di Estonia.
1.
Tatar (2010)
2.
Arif (2011)
Deskriptif kualitatif – strategi multiple cases.
3.
Kaharudin (2011)
Analisis Faktor (Explarotory Factor Analysis) dan deskriptif kualitatif.
4.
Departemen Riset dan kebijakan ekonomi pembangunan kementerian keuagan Uganda (2011)
Analisis kuantitaitf data keuangan pemerintah dan analisis kualitatif (wawancara kepada institusi terpilih dan stakeholders).
5.
Zaman and Cristea (2011)
Analisis Kualitatif (observasi) dan Statistis Diskriptif.
6.
Heriyanto (2012)
Analisis Faktor (Explarotory Factor Analysis).
Hasil Penelitian Faktor yang mempengarui kapasitas penyerapan Pemda di Estonia terhadap dana Uni Eropa adalah lemahnya administrasi (utamanya kurangnya SDM yang kompeten, administrasi tender) dan kemampuan keuangan di tingkat Pemda. Faktor-faktor penyebab minimnya penyerapan APBD Kab/Kota di Provinsi Riau adalah faktor Kapasitas SDM, faktor regulasi, faktor tender/lelang dan lambatnya pengesahan APBD Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan belanja DAK Pendidikan di Pemda Sumbawa adalah faktor regulasi, pelaksanaan anggaran, kapasitas SDM, penganggaran daerah, dan pengawasan. Faktor –faktor yang memengaruhi penyerapan belanja pemerintah Uganda adalah. 1. Ketidakpastian dalam ketersediaan dana dan akses terhadap ketentuan anggaran. 2. Keterlambatan anggaran. 3. Kurangnya pagu dana (inefisiensi input) 4. Kapasitas sektor swasta. 5. Pembebasan lahan. 6. Perencanaan yang buruk di tingkat Pemda dan pengaruh politik. 7. Manajemen pengadaan. 8. Rendahnya Pengawasan dan akuntabilitas. Faktor-faktor penyebab lemahnya penyerapan dana Uni Eropa di Romania adalah. 1. Proses pelaksanaan perencanaan dan penganggaran (SDM, keterbatasan dana, keterlambatan sosialisasi ke masyarakat, dan masalah lahan proyek). 2. Proses peluncuran aplikasi proyek (pengumuman pengadaan) – kurangnya strategi jangka mengengah dan jangka panjang, keterlambatan panduan pengadaan dan belum sesuai undang-undang. 3. Proses pemilihan proyek dan kontraktor (birokrasi, kondisi alam, kemampuan kontraktor, regulasi, kompleksitas prosedur dan kemampuan SDM). Faktor-faktor yang memengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada satuan kerja Kementerian/Lembaga di wilayah Jakarta adalah faktor perencanaan, administrasi, SDM, dokumen pengadaan, dan ganti uang persediaan (GUP).
7
Lanjutan Tabel 1.4 No 7.
Peneliti Albulescu dan Goyeau (2013)
Metode / Alat Analisis Analisis data panel.
Hasil Penelitian Faktor utama yang memengaruhi tingkat penyerapan dana adalah persiapan proyek, sistem pelaksanaan, monitoring dan audit proyek, lemahnya perencanaan, masalah kelembagaan dan korupsi. Tingkat Penyerapan dana tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek negara anggota Uni Eropa.
Perbedaan penelitian ini dengan berbagai penelitian sebelumnya adalah pada lokasi, waktu dan responden penelitian. Penelitian penyerapan anggaran belanja di Kabupaten Bulungan belum pernah dilakukan sebelumnya. Waktu penelitian adalah Tahun 2013. Penelitian ini juga melibatkan responden yang berasal dari non eksekutif, yaitu Ketua dan Wakil DPRD Bulungan, auditor BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara, auditor BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur, dan anggota Gabungan Pengusaha Konstruksi Seluruh Indonesia (Gapensi) Cabang Bulungan. Persamaan dengan penelitian sebelumnya pada alat analisis yang digunakan yaitu analisis faktor dan deskriptif kualitatif.
1.3 Rumusan Masalah Penyerapan belanja yang optimal merupakan salah satu indikator kualitas belanja yang baik yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD dan merupakan gambaran penggunaan input dari suatu kegiatan yang menghasilkan output dan outcome. Penyerapan anggaran dalam lima tahun terakhir paling besar 72,63%, kondisi tersebut mengindikasikan tidak optimalnya penggunaan input untuk menghasilkan output yang menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi.
8
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah penyerapan anggaran belanja di Kabupaten Bulungan yang masih rendah dan menumpuk di akhir tahun.
1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini fokus pada hal-hal yang menyebabkan masih rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah, sehingga yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang memengaruhi penyerapan anggaran belanja di Kabupaten Bulungan?
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan anggaran belanja di Kabupaten Bulungan. 2. Menganalisis hasil identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan anggaran belanja.
1.6
Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut. 1. Dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada Pemda dalam perumusan kebijakan anggaran belanja daerah dan dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi DPRD dan masyarakat dalam mengawasi dan mengevaluasi kinerja Pemda Bulungan. 2. Dapat dijadikan studi literatur penyerapan anggaran belanja daerah bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.
9
1.7 Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan di Kabupaten Bulungan. Belanja yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah belanja langsung (belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal) dan belanja tidak langsung (belanja pegawai, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan).
1.8 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I Pendahuluan, memuat latar belakang dilakukannya penelitian, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu. Bab III Metoda Penelitian, terdiri atas desain penelitian, langkah-langkah penelitian, metode pengumpulan data, dan alat analisis data. Bab IV Analisis, berisi
deskripsi data, uji instrumen, analisis faktor dan pembahasan. Bab V
Simpulan dan Saran, memuat simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran.
10