1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor. Dengan semakin meningkatnya pembangunan, otomatis kegiatan usaha juga ikut mengalami peningkatan, baik itu yang dilakukan pihak pemerintah maupun dari pihak swasta. Kemudian keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama yang baik, antara pihak pemerintah, pengusaha (swasta) dan masyarakat. Masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi, tetapi seringkali dihadapkan pada masalah dana, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. Kebutuhan konsumtif, misalnya anak sakit, uang sekolah, biaya kematian.
Sementara kebutuhan produktif, misalnya
membeli pupuk/bibit (untuk petani), modal usaha atau memanfaatkan kesempatan usaha (untuk pedagang), beli bahan baku (untuk industry), dan masih banyak lagi.1 Melihat pada masalah dana yang dihadapi oleh pedagang, ketersediaan modal usaha merupakan unsur yang paling esensial dalam upaya peningkatan produksi dan keberlanjutan usaha. Kekurangan modal sangat membatasi
ruang
gerak
aktivitas
usahanya,
yang
ditujukan
untuk
meningkatkan pendapatan.
1
Iin Endang Mardiani, 1994, Analisis Faktor Penentu Perkembangan Pegadaian di Jawa Tengah, Tesis Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 34.
2
Pemerintah sebenarnya telah berusaha mengurangi persoalan dana bagi pelaku usaha dengan legalisasi lembaga-lembaga keuangan yang menyediakan kredit. Lembaga keuangan seperti bank sebagaimana disyaratkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memiliki salah satu fungsi utama yakni penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada nasabah terdapat risiko tidak kembalinya dana atau kredit yang disalurkan tersebut sehingga ada adagium yang berbunyi: “Bisnis perbankan adalah bisnis risiko” dan dengan pertimbangan risiko inilah, bank-bank selalu harus melakukan analisis mendalam terhadap setiap permohonan kredit yang diterimanya.2 Penelitian terhadap pengusaha-pengusaha ekonomi lemah dan bankbank di Medan, menunjukkan adanya hambatan-hambatan yang terdapat dalam penerapan perjanjian kredit. Hasil penelitian itu telah didiskusikan dalam berbagai forum antara lain dengan pengusaha-pengusaha, yang diselenggarakan oleh Kanwil perdagangan Sumut pada tanggal 4 januari 1978 dan juga dikemukakan sebagai masalah dalam refresher course hukum Perdata khususnya aspek-aspek perdata dari Hukum Perbankan, yang diselenggarakan Fakultas Hukum USU Medan tanggal 23 s/d 1 Februari 1978.3 Pada pokoknya hambatan-hambatan yang ditemukan dapat dibagi dalam dua bagian besar, dilihat dari segi pengusaha ekonomi dan dari segi bank. 2
H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hal.123. 3 Mariam Darus Badrulzaman, 1989, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek Di Medan, Bandung, Alumni, hal.165.
3
1. Hambatan-hambatan dilihat dari segi pengusaha ekonomi lemah adalah sebagai berikut: a. Kredit bank sebagai modal tambahan sangat dibutuhkan akan tetapi jumlah yang disalurkan sangat terbatas. b. Prosedur memperoleh kredit relative sulit c. Biaya memperoleh kredit relative tinggi d. Bunga tunggakan dirasakan berat e. Layanan bank belum memuaskan f. Pemeriksaan sengketa kredit macet di pengadilan membutuhkan waktu yang lama 2. Hambatan dilihat dari segi bank : a. Pengusaha ekonomi lemah belum memenuhi syarat-syarat kredit b. Hypotheek dilaksanakan hanya sampai taraf surat kuasa memasang hyphoteek c. Ketentuan-ketentuan yang mengatur alat bukti hak belum memuaskan.4
Di sisi lain, di wilayah dimana pedagang melakukan kegiatan usahanya banyak pihak yang telah beroperasi menawarkan permodalan yang dapat diperoleh dengan mudah, seperti dari pihak individu non lembaga keuangan yakni para individu yang menjalankan usaha peminjaman uang. Usaha meminjamkan uang sangatlah popular dan tumbuh subur di pasarpasar tradisional. Peneliti sendiri dalam kurun waktu hampir 2 jam di pasar 4
Ibid, hal.165.
4
Kolombo pernah melihat 14 individu yang menjalankan usaha peminjaman uang. Mereka rata-rata memiliki ciri khas yang sama satu sama lain, yakni membawa tas selempang, buku catatan kecil, pena dan menghampiri satu pedagang ke pedagang yang lain. Jika dilihat dari bentuk transaksi pinjam meminjam uang tersebut, pedagang dengan jaminan harta benda yang dimilikinya, dapat dengan mudah memperoleh dana dari kreditur perorangan. Namun, dana yang para pedagang peroleh tersebut hanya mengatasi masalah sementara waktu, karena dengan meminjam sumber kredit perorangan, kebanyakan pedagang justru terjerat pada kesulitan yang lebih besar. Suku bunga yang tinggi mencapai 10 sampai 20 persen sebulan, tergantung dari lamanya pinjaman itu dipergunakan. System ini prosedurnya mudah sebab tidak memerlukan jaminan. Bunganya tinggi, karena risiko bagi yang meminjamkan uang menjadi besar. 5 Menurut pasal 1767 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, besarnya bunga yang diperjanjikan harus ditetapkan secara tertulis. Sampai berapa besarnya “bunga yang diperjanjikan” tidak disebutkan, hanyalah dikatakan : asal tidak dilarang oleh undang-undang.6 Pembatasan terhadap bunga yang terlampau tinggi hanya kita kenal dalam bentuk “Woeker-ordonantie 1938’’, yang dimuat dalam Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1938 No. 524, yang menetapkan bahwa, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari kedua belah pihak, dari semula terdapat suatu ketidakseimbangan yang luar 5 6
Ibid, hal.166. Subekti, 1992, Aneka Perjanjian. Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, hal. 130.
5
biasa, sedangkan satu pihak berbuat karena kebodohan dan keadaan terpaksa, yang telah disalah-gunakan oleh pihak lawannya, maka si berutang dapat meminta kepada Hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun membatalkan perjanjiannya. Melihat bunyinya peraturan tersebut, kiranya sangat sukar apabila kedua belah pihak adalah pedagang atau usahawan, untuk menerapkan Woeker-ordonantie tersebut, karena sulit untuk mengatakan bahwa salah satu telah berbuat karena kebodohan dan keadaan terpaksa. Mengacu
pada
pengaturan
perjanjian
pinjam-meminjam
dalam
KUHPerdata dan dengan memperhatikan pada akibat dari perjanjian yang memberatkan salah satu pihak yakni pedagang, penulis merasa terjadi kesenjangan antara das sein dan das sollen dalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang di pasar Kolombo Yogyakarta. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Antara Individu non lembaga keuangan dan Pedagang di Pasar Kolombo Yogyakarta.
6
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah perjanjian pinjam meminjam uang antara individu non lembaga keuangan dengan pedagang sudah melindungi kepentingan hukum para pihak? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam hal pedagang melakukan wanprestasi?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Tujuan Objektif a. Mengetahui perlindungan atas kepentingan hukum para pihak dalam perjanjian pinjam meminjam uang di Pasar Kolombo Yogyakarta. b. Mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur dalam hal pedagang melakukan wanprestasi. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan bahan yang relevan dengan topik yang diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
7
D. Keaslian Penelitian Bagian ini memuat uraian sistematis tentang laporan, hasil penelitian dan/atau pemikiran peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian penulisan hukum ini. Adapun penelitian yang ada sebelumnya itu dan perbedaannya dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Sepanjang
pengetahuan
penulis
melalui
penelitian
kepustakaan,
sebelumnya sudah ada penelitian yang mengangkat topik mengenai pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam, diantaranya yaitu penelitian oleh Gatot Irfan Wibowo yang berjudul ‘’Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Di Koperasi Dadi Makmur’’. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perjanjian, bentuk wanprestasi yang dilakukan, akibat hukum bila terjadi wanprestasi, dan cara penyelesaian bila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam antara Koperasi Dadi Makmur dengan nasabah di Yogyakarta. Penelitian ini termasuk tipologi penelitian hukum empiris dengan metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis
normative.
Data
penelitian
diklasifikasikan
sesuai
dengan
permasalahan penelitian, kemudian disistematisasikan dan dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil studi menunjukkan pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang di koperasi Dadi Makmur telah sah secara hukum menurut pasal 1320 KUHPerdata terutama dilihat dari kesepakatan dan kecakapan hukum antara koperasi dan nasabah. Bentuk wanprestasi pada Koperasi Dadi
8
Makmur adalah tidak menyerahkan atau membayar dalam jangka waktu. Bentuk wanprestasi tersebut diakibatkan oleh factor ekonomi salah satunya diakibatkan debitur terkena dampak dari melonjaknya harga kedelai. Kemudian mengenai upaya penyelesaian wanprestasi beraneka ragam tergantung pada kondisi kredit bermasalah. Pada kasus penelitian, upaya dilakukan dengan penjadwalan ulang misalnya hutang seluruhnya yang seharusnya
jangka
waktu
pengembaliannya
selama
3
(tiga)
bulan,
diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi penulis a. Dapat menambah pengetahuan dan referensi dalam bidang hukum perikatan, khususnya terkait dengan masalah perikatan yang lahir dari perjanjian; b. Memperoleh data yang dibutuhkan dalam rangka penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum.
2. Manfaat bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang yang dilakukan terhadap individu non lembaga keuangan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga perlindungan terhadap kepentingan para pihak dapat terjamin.
9
3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan hukum serta dapat menambah literature di bidang hukum perikatan, khusunya perikatan yang lahir dari perjanjian.
4. Manfaat bagi pengembangan hukum di Indonesia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah maupun instansi yang berwenang untuk mengambil kebijakan hukum,
khususnya
dalam
bidang
hukum
perikatan,
agar
lebih
meningkatkan kualitas pelaksanaan perjanjian kerjasama bagi para pelaku bisnis.